Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH:

A.Maria ulfa

PO0220219001

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T.A 2020/2021
A. Konsep Perilaku Kekerasan

1. Definisi

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif
(Stuart dan Sudeen, 1998).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain (Yosep, 2007; 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Dep Kes, RI, 2000 ; 147).
Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012.95) Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayahkan secara
fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk
di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang
tidak terkontrol.
Berdasarkan beberapa pengertian Perilaku Kekerasan di atas dapat disimpulkan bahwa
Perilaku Kekerasan yaitu suatu keadaan emosi yang merupakan campuran frustasi, benci atau
marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau
merusak lingkungan.

2. Etiologi
Menurut Direja (2011,132), ada beberapa faktor penyebab perilaku kekerasan seperti :
a. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya
mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami
oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian menyenagkan
atau perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau sanksi penganiayaan.
2) Perilaku reinforcement
Yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Teori psikoanalitik
Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan membuat konsep diri yang
rendah.Agresi dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam hidupnya.
b. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik injuri fisik, psikis,
atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus sebagai berikut:
1) Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif
dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal maupun eksternal.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Direja Ade (2011,132) tanda dan gejala sebagai berikut:
a. fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
b. Verbal : mengancam, mengucap, kata-kata kotor,berbicara dengan nada keras, kasar dan
ketus.
c. Perilaku : menyerang orang lain melukai diri sendiri, orang lain, lingkungan, amuk/agresif.
d. Emosi : tidak adekuat tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual : cerewat, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-
kata kasar.
f. Spritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
g. Sosial : menarik diri pengasinga, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindriran.

Menurut keliet (1999), gejala klinis perilaku kekerasan berawal dari adanya:

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit
(rambut botak karena terapi).
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
c. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
d. Kurang percayab diri (sukar mengambil keputusan)
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakhiri kehidupannya).

Menurut Yosep (2010) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012.97) perawat dapat mengidentifikasi
dan mengobserfasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:

a. Fisik :
1) Muka marah dan tegang
2) Mata melotot/pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan
4. Akibat Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya,
orang lain, maupun lingkungan, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah.

5. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Keterangan:

a. Respon adaptif
1) Asertion adalah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa marah,
rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain
2) Frustasi adalah individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
menemukanalternative.
b. Respon maladaptive
1) Pasif adalah indivudu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu,
pendiam sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu
2) Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak
dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa : muka
kusam, bicara kasar, menuntut, kasar di sertai kekerasan.
3) Kekerasan sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai
pada tingkat ringan sampai pada yang paling berat. Klien tidak mampu mengendalikan
diri.
6. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
a. Tanda dan gejala, marah, suka marah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi
berdebat, selalu memaksakan kehendak dan memukul bila tidak sengaja ditandai dengan:
Fisik, Mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, seta postur tubuh kaku. Verbal, mengancam, mengumpat dengan
kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus (Keliat, 2013).
b. Prilaku, menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan,
amuk atau agresif. Emosi, tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut. Intelektual, mendominasi, cerewet, kasar berdebat, meremehakan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme. Spiritual, merasa diri berkuasa, merasa
diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas terhambat. Social, menarik diri,
pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan 13 sindiran. Perhatian, bolos, melarikan
diri, dan melakukan penyimpangan seksual (Keliat, 2013).

7. Proses Terjadinya Kekerasan


Menurut Yosep (2009) kemarahan berawal dari stresor yang berasal dari internal seperti
penyakit, hormonal, dendam, dan kesal.Atau eksternal seperti ledakan, cacian, hinaan, hingga
bencana. Hal tersebut akan mengakibatkan gangguan pada sistem individu, tergangtung
bagaimana individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan. Bila
seseorang memaknai hal tersebut dengan positif maka akan tercapai persaan lega tetapi jika
tidak, maka ia akan memaknai hal tersebut akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara.
Perasaan itu akan menimbulkan gejala psikosomatik.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi somatik Menurut (Depkes RI, 2000, hal 230) menerangkan bahwa terapi Somatik
adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang maladaptife menjadi 10 perilaku adaktif dengan melakukan tindakan yang
ditujukan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
b. Terapi kejang listrik Terapi kejang listrik atau elektronik convulsi therapi (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini adalah awalnya untuk
menagani klien skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah 2-
3 kali (dua minggu sekali).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Roman dan Walid (2012) pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses
keperawatan. Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap
berikutnya.Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Samber data terbagi menjadi
dua yaitu sumber data primer yang berasal dari klien dan sumber data sekunder yang diperoleh
selain klien seperti keluarga, orang terdekat, teman, orang lain yang tahu tentang status
kesehatan klien dan tenaga kesehatan. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan
menjadi factor predisposisi, factor presipitas, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Data-data
tersebut dikelompokkan menjadi factor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor
sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien.Data-data yang diperoleh selama
pengkajian juga dapat dikelompokkan menjadi data subjektif dan data objektif (Deden dan
Rusdi, 2013).
Menurut Keliat (2010), data yang perlu dikaji pada pasien dengan prilaku kekerasan yaitu pada
data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengatakan dendam
dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan menuntut.Pada data objektif klien menunjukkan
tanda-tanda mata melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.(Handayani et al., 2017).
Menurut Yosep (2009) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012.104) :

2. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan


Pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditunjukan pada semua aspek,
yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.
a. Aspek Biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan System saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
tubuh kaku dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
b. Aspek Emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustrasi,
dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan
dan menuntut.
c. Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu, didapatkan melalui proses intelektual, peran
pancar indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah
dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien
marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi,
dan diintegrasikan.
d. Aspek Sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasatidak berdosa. Kemudian data yang diperoleh
dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:
1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini di dapatkan melalui
observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat
2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini
diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsnung
didapat oleh perawat disebut sebagai data sekunder.
3. Analisa Data
Dengan melihat data subyektif dan objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi
pasien.Dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab, affeck dari
masalah tersebut.Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan (keliet
2011).
4. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Harga diri rendah kronik
c. Resiko mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan)
d. Perubahan Presepsi sensori: halusinasi
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Inefektif proses terapi
h. Koping keluarga inefektif

5. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain,


Affect
dan lingkungan

Perilaku kekerasan Core problem

Gangguan konsep diri: harga diri rendah Causa


6. Intervensi
Menurut Yusuf (2015), rencana keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan dapat
berupa rencana tindakan pada pasien, sebagai berikut:
a. Rencana Tindakan Keperawatan Kepada Klien
Tindakan keperawatan perilaku kekerasan mengacu pada SP pasien perilaku kekerasan
sebagai berikut :

No Klien Keluarga

SP1P SP1K

1. Mengidentifikasi penyebab perilaku Mendiskusikan masalah yang dirasakan


kekerasan keluarga dalam merawat klien
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku Menjelaskan pengertian perilaku
kekerasan kekerasan, serta proses terjadinya
3. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang perilaku kekerasan
dilakukan
4. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5. Menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasan
6. Membantu klien mempraktikkan latihan cara
mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
1 : latihan nafas dalam
7. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam
kegiatan harian

SP2P SP2K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Melatih keluarga mempraktikkan cara


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan merawat klien dengan perilaku
dengan cara fisik 2 : Pukul kasur dan bantal kekerasan
3. Menganjurkan klien memasukkan kedalam Melatih keluarga melakukan cara
kegiatan harian merawat langsung kepada klien perilaku
kekerasan
SP3P SP3K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Membantu keluarga membuat jadwal


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan aktivitas dirumah termasuk minum obat
dengan cara sosial/verbal (dischargeplanning)
3. Manganjurkanklien memasukkan ke dalam Menjelaskan followup klien setelah
kegiatan harian pulang

SP4P SP4K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan klien memasukkan kedalam
kegiatan harian

SP5P

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien


2. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan
dengan minum obat
3. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam
kegiatan harian

1) Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab prilaku kekerasan
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
d) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.
e) Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya.
f) Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
social, dan denga terapi psikofarmaka(kelliat, 2013).
2) Tindakan Keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam membina hubungan saling
percaya adalah:
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Berjabatan tangan
3. Menjelaskan tujuan interaksi
4. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu klien
b) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
1. Diskusikan apa penyebab perilaku kekerasan dari diri klien
2. Diskusikan bersama klien apa yang menyebabkan prilaku kekerasan timbul.
c) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social.
4. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d) Diskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat
marah, yaitu secara verbal terhadap:
1. Orang lain
2. Diri sendiri
3. Lingkungan
e) Diskusikan bersama klien akibat perilakunya.
f) Dilakukan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1. Fisik: pukul kasur dan bantal, tarik nafas dalam.
2. Obat
3. Sosial/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya.
4. Spiritual kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien
g) Latih klien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
1. Latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal
2. Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
h) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal.
1. Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
2. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
i) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
1. Dilakukan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien
2. Latih mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang biasa
dilakukan klien.
3. Buat jadwal latihan kegiatan ibadah.(Keliat, 2013).
6. Implementasi

Menurut Keliat (2012) implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan


keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
mengancam integritas klien beserta lingkungannya.Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini.Hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
Dermawan (2013) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan terdiri dari:
SP 1 (pasien): membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal penyebab
perilaku kekerasan, membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala dari
perilaku kekerasan.
SP 2(pasien): membantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan memukul bantal atau
kasur.
SP 3(pasien): membantu klien mengontrol perilaku kekerasan seacara verbal seperti menolak
dengan baik atau meminta dengan baik.
SP 4 (pasien): memabantu klien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara
sholat atau berdoa.
SP 5 (pasien): membantu klien dalam meminum obat seacara teratur.

7. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif dilakukan setiap selesai melakukan
tindakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.(Keliat,
2011).
S : Respon subjektif klien terhadap intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan.
O :Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikdif dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga.

Anda mungkin juga menyukai