Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

HAKIKAT BAHASA DAN ASPEK- ASPEK LINGUISTIK

Disusun Oleh : Sastri Br. Rajaguk-guk,S.Pd


Dosen Pengampu : Dr. Robert Masreng, M.Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS CENDRAWASIH
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat karunianya-Nya, saya
dapat menyelesaikan makalah yang mengulas tentang bahasa dimana ini adalah mata kuliah
“Linguistik Lanjut” yang baerjudul “Hakikat Bahasa”. Adapun makalah saya ini yaitu yang
jauh dari kata sempurna baik dari segi teknik penyajian maupun dari segi penyusunan.
Oleh karena itu demi penyempurnaan makalah ini, maka penyusun siap menerima kritik
dan saran dari pembaca yang dapat menunjang perbaikan makalah ini lebih baik kedepannya.
Terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini ,
sehingga kami dapat lebih mengerti dengan hakikat bahasa yang di ulas dalam mata kuliah
Sosiolinguistik, dan tidak lupa terima kasih saya bagi teman-teman kampus dan keluarga yang
memberikan masukan saran terbaik bagi saya, sehingga makalah bahasa ini dapat terselesaikan
dengan baik walau jauh dari kata sempurna.

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
ABSTRAK........................................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................... iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR GRAFIK dan GAMBAR................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ........................................................... 6
1.3 Tujuan....................................................................................... 7
1.3.1 Tujuan Penelitian .......................................................... 7
1.3.2 Kegunaan Penelitian...................................................... 7
1.4 Sitematika Penulisan................................................................. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 10


2.1 Landasan Teori .................................................................... 10
2.1.1 Pasar Modal .................................................................... 10
2.1.2 Investasi .................................................................... 11
2.1.3 Strategi Investasi pasif..................................................... 11
2.1.4 Strategi Investasi Aktif.................................................... 13
2.1.5 Efisiensi Pasar Modal...................................................... 15
2.1.6 Teknik Analisis Saham.................................................... 17
2.1.6.1 Analisis Fundamental....................................... 18
2.1.6.2 Analisis Teknikal.............................................. 19
2.1.7 Multifraktalitas................................................................ 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa
Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia terdiri dari
latar belakang etnis, budaya, dan bahasa yang berbedabeda, seperti bahasa Indonesia, Batak,
Jawa, dan lain- lain. Bahasa sebagai alat komunikasi yang dipergunakan oleh masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Dalam mekanisme pengertian dan
karakteristik hakikat, fungsi, dan karakteristik terdapat beberapa pengertian, istilah, dan
penjelasan. Dimana semua itu dapat menjelaskan dengan rinci pemecahan masalah tersebut.
Pemecahan masalah tersebut sebagai upaya untuk mengimbangi dan meningkatkan ilmu
pengetahuan mahasiswa atau masyarakat umum. Disisi lain penyusunan makalah ini bertujuan
untuk menyelesaikan tugas atau kewajiban sebagai mahasiswa.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yang telah di ungkapkan dalam latar belakang, maka penulis ingin
mengarahkan rumusan masalah sebagai berikut:
A. Jelaskan pengertian bahasa secara umum dan pendapat para ahli?
B. Jelaskan 12 Hakikat bahasa?
C. Jelaskan Berbagai Dikotomi Istilah Pokok Dalam Linguistik ?
· Langue vs Parole
· Kompetensi vs Performansi
· Struktur Dalam vs Struktur Permukaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian Bahasa
Dengan bahasa mempermudah komunikasi. Apakah yang dimaksud bahasa? Menurut
Kridalaksana dan Djoko Kentjono (dalam Chaer, 2014:32) bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi antar manusia. Bahasa sebagai alat perantara antar anggota masyarakat dalam satu
kelompok dan alat interaksi secara individu maupun kelompok. Dengan singkat kata bahasa
adalah alat komunikasi (Tarigan, 1987:22-23). Oleh karena itu, bahasa itu tidak pernah lepas dari
manusia. Kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa akan rumit menentukan palrole bahasa
atau bukan. Belum pernah ada angka yang pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini,
(Crystal dalam Chaer, 2014:33). Begitu juga dengan jumlah Bahasa yang ada di Indonesia.
Definisi bahasa dari Kridalaksana sejalan dengan pakar-pakar yang lain. Pada dasarnya berupaya
mengungkapkan hakikat bahasa. Berbicara mengenai hakikat bahasa Anderson (dalam Tarigan,
2015:2-3) mengemukakan ada delapan prinsip dasar, yaitu: bahasa adalah suatu sistem, bahasa
adalah vokal (bunyi ujaran), bahasa tersususn dari lambang-lambang mana suka (arbitary
symbols), setiap bahasa bersifat unik dan bersifat khas, bahasa dibangun dari
kebiasaankebiasaan, bahasa adalah alat komunikasi, bahasa berhubungan erat dengan budaya
tempatnya berada, dan bahasa itu berubah-ubah (Anderson, 1972:35-6). Dapat dilihat bahwa
bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, bahasa adalah linguistik dalam
pemakaiannya jelas banyak ditentukan oleh faktor-faktor non-linguistik. Faktor-faktor linguistik
seperti kata-kata, kalimatkalimat saja tidak cukup untuk melancarkan komunikasi. Pendidikan,
tingkat ekonomi, jenis kelamin turut menentukan pemakaian bahasa itu. Juga factor situasi, siapa
pembicara, pendengar, dimana juga menjadi faktor dalam penentuan pemakaian bahasa.
2 Linguistik secara umum merupakan ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa
sebagai objek kajiannya, terdiri atas beberapa cabang yaitu: fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik dan pragmatik (Wijana dan Rohmadi, 2011:3). Jika dikatakan bahwa linguistik adalah
ilmu yang objek kajiannya adalah bahasa. Sedangkan bahasa itu sendiri merupakan fenomena
yang hadir dalam segala aktivitas manusia. Dewasa ini topik ‘pragmatik’ sangat dikenal dalam
linguistik. Padahal hampir lima belas tahun yang lalu para linguis hampir tidak pernah
menyebutnya. Pada waktu iti pragmatik lebih banyak diperlakukan sebagai tempat penyimpanan
data yang tidak jelas dan boleh dilupakan dengan mudah. Namun sekarang, banyak yang
berpendapat dengan saya bahwa kita dapat mengerti benar sifat bahasa itu sendiri kita tidak
mengerti pragmatik, yaitu bagaimana Bahasa digunakan dalam komunikasi (Leech, 1993:1)
Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur Bahasa secara eksternal, yaitu
bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi (Wijana dan Rohmadi,
2011:4). Menurut Yule pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik
dan pemakai bentuk itu (2014:5). Adapun manfaat mempelajari pragmatik adalah bahwa

2
seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud
atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan. Levinson (dalam Tarigan, 1986:33)
mengungkapkan, bahwa pragmatic merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks
yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain
telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta penyerasian kalimat-kalimat
dan konteks secara tepat. Berarti pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji telaah
tuturan bahasa dari segi makna. Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi
khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks
sosial. Dengan demikian pragmatik sangat erat dengan tindak tutur. Tuturan tersebut memiliki
makna, maksud atau tujuan, sehingga perlu dikaji dengan bidang pragmatik.3 Tindak tutur
merupakan gejala individual yang bersifat psikologi. Keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si pentutur dalam menghadapi situasi tertentu. Penutur adalah orang yang
bertutur. Petutur adalah orang yang diajak bertutur. Tipologi tindak tutur yaitu menyuruh,
meminta, mengharap, memohon, menyilakan, mengajak, menasehati melarang dan lain-lain
(Prayitno, 2011:15). Terjadinya sebuah tindak ujar atau tuturan tentu karena adanya situasi
ujaran. Kita ketahui bahwa selain unsur waktu dan tempat yang mutlak dituntut oleh suatu
ujaran, ada beberapa aspek situasi ujaran, diantaranya pembicara atau penulis dan pendengar atau
pembaca, konteks ujaran, tujuan ujaran, dan ucapansebagai produk verbal. Dalam keberhasilan
berkomunikasi masyarakat jawa harus mengetahuai kesantunan berbahasa. Baik di lingkungan
keluarga, masyarakat, dan sekolahan. Salah satu bentuk realisasi kesantunan positif berbahasa
adalah Ketika mewujudkannya melalui tindak bahasa (speech act). Setiap pertuturan pastilah
mengemban maksud, yakni menghendakinya suatu tindakan. Salah satu tindak bahasa itu adalah
tindak derektif ‘memerintah’. Tindak bahasa ini merupakan salah satu tindak tutur yang
memainkan peran penting dalam aktivitas berbahasa. Termasuk ke dalam tipologi tindak tutur
adalah menyuruh, meminta, mengharap, memohon, menyilahkan, mengajak, menasihati,
termasuk melarang.
Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pikiran, perasaan, atau mengidentifikasi sesuatu satu sama lain antar penuturnya.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Kridalaksana (2013, hlm. 24) yang menyatakan
bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Sementara itu, pengertian bahasa menurut KBBI (2016) bahasa adalah sistem lambang
bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Maka, secara umum pengertian bahasa dapat diartikan sebagai sistem lambang berupa
bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi. Namun apakah bahasa hanya dapat didefinisikan
sesederhana itu saja? Untuk memastikannya, berikut adalah beberapa pengertian bahasa menurut
para ahli lainnya.
II. Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli

3
Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan
alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai
makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang
diwakili kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut
urutan abjad,disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus.
Berikut ini beberapa pengertian bahasa menurut para ahli :
1. Harimurti Kridalaksana (1985:12)
Menyatakan bahwa bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi
oleh kelompok manusia.
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001:88)
Bahasa adalah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
3. Finoechiaro (1964:8)
Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu
kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi
atau berinteraksi.
4. Carol (1961:10)
Bahasa merupakan sistem bunyi atau urutan bunyi vokal yang terstruktur yang digunakan atau
dapat digunakan dalam komunikasi internasional oleh kelompok manusia dan secara lengkap
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar
manusia.
5. I.G.N. Oka dan Suparno (1994:3)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi oral yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok
manusia (masyarakat) sebagai alat komunikasi.
6. Kamus Linguistik (2001:21)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota suatu
masyarakat untuk kerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
7. Gorys Keraf (1984:1 dan 1991:2)
Bahasa adalah komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi ujaran yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
8. D.P. Tambulan (1994:3)
Bahasa adalah untuk memahami pikiran dan perasaan, serta menyatakan pikiran dan perasaan.
9. H.G. Brown (1987:4)

4
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi menggunakan bunyi yang diucapkan melalui organ-
organ ujaran dan didengar di antara anggota-anggota masyarakat, serta menggunakan
pemrosesan simbol-simbol vokal dengan makna konvensional secara arbitrer.
III. Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa selain sebagai sebagai alat komunikasi atau sarana untuk menyampaikan
informasi atau mengutarakan pikiran, perasaan, atau gagasan, juga berfungsi sebagai :
a. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.
b. Mampu mengungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita
dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran
kita. Ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
c. Sebagai alat komunikasi.
d. Bahasa merupakan saluran maksud seseorang, yang melahirkan perasaan dan
memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama. Komunikasi merupakan akibat yang
lebih jauh dari ekspresi diri. Pada saat menggunakan bahasa sebagai komunikasi,berarti
memiliki tujuan agar para pembaca atau pendengar menjadi sasaran utama perhatian
seseorang. Bahasa yang dikatakan komunikatif karena bersifat umum. Selaku makhluk
sosial yang memerlukan orang lain sebagai mitra berkomunikasi, manusia memakai dua
cara berkomunikasi, yaitu verbal dan non verbal. Berkomunikasi secara verbal dilakukan
menggunakan alat/media bahsa (lisan dan tulis), sedangkan berkomunikasi cesara non
verbal dilakukan menggunakan media berupa aneka symbol, isyarat, kode, dan bunyi
seperti tanda lalu lintas,sirene setelah itu diterjemahkan kedalam bahasa manusia.
e. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial. Pada saat beradaptasi dilingkungan
sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan tergantung situasi dan kondisi
yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa yang non standar pada saat
berbicara dengan teman- teman dan menggunakan bahasa standar pada saat berbicara
dengan orang tua atau yang dihormati. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa
memudahkan seseorang untuk berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa.
f. Sebagai alat kontrol Sosial.
Yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial dapat
diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat, contohnya buku- buku pelajaran, ceramah
agama, orasi ilmiah, mengikuti diskusi serta iklan layanan masyarakat. Contoh lain yang
menggambarkan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita
terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara
yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita.
IV. Perkembangan bahasa Indonesia
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai
terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun
1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris
mengadopsi ejaan Wilkinson.Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan kitab logat
melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

5
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de
Volkslectuur (“Komisi Bacaan Rakyat” – KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini
menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A.Rinkes,
melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di
berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan
program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700
perpustakaan.Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan bangsa”
pada saat sumpah Pemuda tanggal 28 oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli
sejarah.

V. Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia


Sebagaimana kita ketahui dari uraian di atas, bahwa sesuai dengan ikrar Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diangkat sebagai bahasa nasional, dan sesuai dengan
bunyi UUD 45, BabXV, Pasal 36 Indonesia juga dinyatakan sebagai bahasa negara. Hal ini
berarti bahwa bahasa Indonesiamempunyai kedudukan baik sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem
lambang nilai budaya,yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya Sedang fungsi bahasa adalah
nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan.
 Bahasa Nasional
Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat
fungsi. Keempat fungsi tersebut ialah sebagai :
1. Lambang identitas nasional,
2. Lambang kebanggaan nasional,
3. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda, dan
4. Alat perhubungan antarbudaya dan daerah.

 Bahasa Negara
Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1. Bahasa resmi negara,
2. Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan,
3. Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan
4. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
serta teknologi

VI. HAKIKAT BAHASA

6
Hakikat bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk menyatakan
ekspresi, keinginan atau untuk berbicara dengan orang lain. Semakin kita menguasai bahasa
tertentu, maka kemampuan berbahasa itu dapat memberikan manfaat positif dalam
berkomunikasi. Hal itu sejalan dengan pengertian bahasa yang dikemukakan oleh Harimurti
Kridalaksana (2002:20) yang menyatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi
dan mengidentifikasikan diri.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota
kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
(Kridalaksana: 1983)

Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu:


(1) bahasa itu adalah sebuah sistem,
(2) bahasa itu berwujud lambang,
(3) bahasa itu berupa bunyi,
(4) bahasa itu bersifat arbitrer,
(5) bahasa itu bermakna,
(6) bahasa itu bersifat konvensional,
(7) bahasa itu bersifat unik,
(8) bahasa itu bersifat universal,
(9) bahasa itu bersifat produktif,
(10) bahasa itu bervariasi,
(11) bahasa itu bersifat dinamis, dan
(12) bahasa itu manusiawi.

A. Sifat-sifat Bahasa

1. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem


Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain
berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun
menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.

7
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya
bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu
bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal
dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran
morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Secara hirarkial, bagan
subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.

2. Bahasa itu Berwujud Lambang


Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu
semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam
semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal
(signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat
arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang
dilambangkannya.

3. Bahasa itu berupa bunyi


Menurut Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari
getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa
adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4. Bahasa itu bersifat arbitrer


Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’.
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang
bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang
tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud
signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie
(petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.

Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang
dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak
makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa
menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah
kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk
mengetahui maknanya.

8
5. Bahasa itu bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai
lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran
yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu
mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai
makna dapat disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa

6. Bahasa itu bersifat konvensional


Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat
arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional.
Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu
digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa
Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain,
maka komunikasi akan terhambat.
7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang
tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem
pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
8. Bahasa itu bersifat universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang
dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling
umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

9. Bahasa itu bersifat produktif


Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi
dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak
terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita
ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita
hasilkan satuan-satuan bahasa:
/i/-/k/-/a/-/t/

9
/k/-/i/-/t/-/a/
/k/-/i/-/a/-/t/
/k/-/a/-/i/-/t/

10. Bahasa itu bervariasi


Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai
status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa
yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan.
Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu
tempat atau suatu waktu.
Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan
ragam tidak baku.

11. Bahasa itu bersifat dinamis


Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan
manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan
keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat
kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap,
menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna
sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

12. Bahasa itu manusiawi


Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat
tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis.
Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat
digunakan oleh manusia.

VII BERBAGAI DIKOTOMI ISTILAH POKOK DALAM LINGUISTIK


· Langue vs Parole
· Kompetensi vs Performansi
· Struktur Dalam vs Struktur Permukaan

10
1. LANGUE DAN PAROLE
a. Pengertian Langue dan Parole
Terdapat tiga kata di dalam bahasa Perancis yang mengungkapkan pengertian bahasa,
yakni langage, langue, dan parole. Meskipun demikian, ketiganya cukup berbeda, sehingga
Saussure memanfaatkan ketiganya untuk mengungkapkan aspek-aspek bahasa. Perbedaan yang
ada pada ketiganya memungkinkan Saussure mendeskripsikan bahasa sebagai benda atau
objek yang dapat diteliti secara ilmiah.
Langue merupakan produk masyarakat dari langage dan suatu himpunan konvensi
yang perlu, yang diterima oleh seluruh masyarakat yang memungkinkan berfungsinya langage
pada diri individu. Dilihat secara keseluruhan, langage adalah multibentuk, hiteroklit, dan
psikis. Langage merupakan bagian dari bidang individu dan bidang sosial, yang tidak dapat
diklasifikasikan dalam kategori fakta kemanusiaan mana pun karena tidak tahu bagaimana
menonjolkan keutuhannya. Langue, sebaliknya, merupakan suatu keutuhan dan suatu prinsip
klasifikasi (Saussure, 1988:75).
Untuk menempatkan langue di tempat pertama dalam kajian langage, dapat
dipertahankan argumen berikut: kemampuan (alami atau tidak) untuk mengartikulasikan kata-
kata hanya mungkin dengan bantuan alat yang diciptakan dan disediakan oleh kelompok. Jadi,
bukan angan-angan untuk mengatakan bahwa languelah yang merupakan satuan langage.
Langue bukan kegiatan penutur. Langue merupakan produk yang direkam individu secara
pasif. Sebaliknya, parole adalah suatu tindak individual dari kemauan dan kecerdasan. Dalam
tindak ini perlu dibedakan kombinasi kode-kode bahasa yang digunakan penutur untuk
mengungkapkan gagasan pribadi dan mekanisme psikis-fisik yang memungkinnya
mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut. Pemisahan langue dari parole berarti
pemisahan apa-apa yang sosial dari yang individual dan apa-apa yang pokok dari yang
tambahan dan kurang lebih bersifat kebetulan. Seseorang akan dapat mendengarkan orang
berbicara langue yang tidak dikenalnya. Dia memang menangkap bunyi-bunyi, tetapi karena
tidak paham, dia berada di luar peristiwa sosial.
Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap
otak, kira-kira seperti sebuah kamus yang setiap eksemplarnya identik, yang akan terbagi di
kalangan individu. Jadi, langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu sama bagi
semuanya dan berada di luar kemampuan penyimpannya. Kehadiran langue dapat
diungkapkan dengan rumus (l+l+l+l+...= I).
Dengan cara bagaimana parole hadir dalam kolektivitas yang sama? Parole adalah apa
yang dituturkan orang dan mengandung kombinasi individual, yang tidak tergantung dari
kemauan mereka yang menuturkannya dan tindak pembunyian yang juga suka rela. Jadi, tidak
ada kolektivitas di dalam parole. Parole tidak lebih dan tidak kurang dari penjumlahan kasus-
kasus khusus menurut rumus sebagai berikut: (l+l'+l''+l'''+...).

11
Lebih jauh Saussure (1988:81) mengungkapkan bahwa langue merupakan objek yang
dapat diteliti secara terpisah. Sebagai objek, langue sifatnya konkret. Hal ini sangat
menguntungkan pengajiannya. Lambang-lambang bahasa, yang pada dasarnya bersifat psikis,
tidak merupakan abstraksi. Asosiasi yang diterima oleh persetujuan kolektif, yang seluruhnya
membentuk langue, adalah realita yang berkedudukan di dalam otak. Dengan kata lain,
lambang-lambang bahasa dapat dianggap sesuatu yang konkret.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa parole adalah keseluruhan apa
yang diujarkan seseorang yang bersifat individual. Dengan kata lain, parole merupakan
manifestasi bahasa individual. Dengan demikian, parole bukanlah fakta sosial sebab seluruhnya
merupakan hasil individu. Fakta sosial harus meliputi seluruh masyarakat dan tidak memberi
pilihan pada individu.
Langage oleh Saussure diungkapkan sebagai gabungan parole dengan kaidah bahasa.
Meskipun meliputi seluruh masyarakat, langage tidak memenuhi syarat fakta sosial sebab di
dalamnya terdapat faktor-faktor individu yang berasal dari penuturnya. Dengan demikian,
langage tidak memiliki prinsip keutuhan, sehingga tidak memungkinkannya untuk diteliti secara
ilmiah. Langue adalah produk sosial dari kemampuan bahasa, yang merupakan keseluruhan
konvensi yang dipengaruhi oleh kelompok sosial untuk memungkinkannya mempergunakan
kemampuan itu. Jika parole dipengaruhi unsur wicara, yang sifatnya hiterogen, langue tidak.
Oleh karena itu, bahasa dapat diselidiki secara ilmiah hanya bila wicara diabaikan. Jadi, dari
sudut pandang inilah langue bersifat konkret karena merupakan perangkat tanda bahasa
yang disepakati secara kolektif.
Bila dicermati pandangan Saussure di atas, terutama dikaitkan dengan objek studi
bahasa, yakni langue dan menolak parole sebagai objek penelitian, kiranya patut
diperhatikan. Sebenarnya, dilihat dari sudut pandang objek penelitian, ini bukanlah barang baru
sebab yang telah dilakukan oleh para linguis diakronis objeknya adalah ini juga; hanya saja
Saussure memberikan istilah 'langue' untuk istilah 'bahasa' yang menjadi objek kajian para
linguis sebelumnya.
Mengapa parole tidak dipelajari? Alasan Saussure adalah bahwa parole bersifat
individual; dengan demikian hiterogen di masyarakat. Barangkali sangat pantas hal ini
dikemukakan saat itu, sebab bagaimana pun dia dididik dan dikembangkan pada lingkungan
dan masa kejayaan linguistik historis serta kuat-kuatnya pengaruh psikologi behaviorisme
saat itu. Namun, akankah bahasa sebagai sarana komunikasi hanya menyangkut kaidah-
kaidah kolektif? tidakkah unsur-unsur individual justru semakin menarik untuk dikaji?
Bahasa, sebagai gejala dan kekayaan sosial tidak akan pernah berhenti berkembang
sejalan dengan arah perkembangan pemakainya. Pemikiran dan tingkah laku berbahasa manusia
ditandai oleh gejala alami, yakni perubahan. Perubahan tingkah laku berbahasa terjadi pada
setiap kawasan kehidupan manusia, dalam setiap ruang dan waktu, sehingga menyebabkan
perubahan aturan-aturan atau norma (Samsuri, 1988). Suatu bentuk ujaran belum tentu dapat
diterima oleh suatu lingkungan (konteks sosial), meskipun ujaran tersebut dapat diterima oleh
lingkungan yang lain. Begitu pula ujaran yang sama akan dimaknai berbeda bila dituturkan

12
kepada orang yang berbeda. Kalimat bahasa Jawa dialek Malang Koen wis mulih, ta? tidak
pantas diucapkan oleh seorang mahasiswa kepada induk semang rumah kosnya, yang seorang
dosen di PTN dan usianya lebih tua dari mahasiswa itu, tetapi lazim bila diucapkan sesama
teman kos yang relatif berusia sejajar. Persoalan ini adalah persoalan sosiologi. Namun,
karena timbulnya penilaian yang berkaitan dengan bahasa, hal itu juga dapat menjadi kajian
ilmu bahasa. Di sinilah pentingnya sosiolinguistik dikembangkan.
Kalimat klasik Ayam makan belalang mati akan memiliki berbagai makna bila
diujarkan dengan kesenyapan ('juncture') yang berbeda. Bila kesenyapan diberikan lebih
panjang di antara ayam dan makan, kalimat tersebut akan bermakna belalang yang mati.
Dengan kata lain, ada peristiwa ayam makan bangkai belalang. Bila kesenyapan diberikan
lebih panjang di antara makan dan belalang, kalimat tersebut akan bermakna belalang juga
yang mati. Namun, kalimat tersebut mengisyaratkan adanya dua peristiwa yang tidak saling
berhubungan atau memengaruhi, yakni ketika ayam makan ada peristiwa belalang mati. Lain
lagi bila kesenyapan diberikan lebih panjang di antara belalang dan mati. Kalimat tersebut akan
bermakna ayamlah yang mati, yang mungkin disebabkan belalang. Data-data kebahasaan di
atas semuanya berkaitan dengan masalah ujaran, yang mestinya adalah parole. Kaidah
gramatika yang merupakan langue tentu tidak dapat memecahkan persoalan itu. Oleh karena itu,
pendapat Saussure yang menegaskan bahwa bahasa dapat diselidiki secara ilmiah hanya bila
wicara diabaikan tidak sesuai lagi.
Berkaitan dengan istilah langue dan parole tersebut, ada dua istilah yang sejalan
dengan keduanya, masing-masing adalah sphota dan dhvani. Kedua istilah terakhir ini
dipakai dalam tradisi linguistik di India yang berkembang pada abad ke-3 SM. Sphota adalah
lembaga bahasa, sistem bahasa yang diwarisi bersama dan hidup dalam pengetahuan seseorang.
Sedangkan, dhvani mengacu kepada realisasi individual seseorang berbahasa atau kemampuan
seseorang berbahasa (Parera, 1983: 77). Dengan demikian, terlihat bahwa sphota sama saja
dengan langue dan dhvani sama dengan parole.
Untuk itu, patut dipertanyakan apakah ide pemisahan bahasa sebagai konsep dalam
pikiran (langue) dan bahasa sebagai bentuk ujaran (parole) betul-betul merupakan ide murni
Saussure. Hal ini tidak bisa dibuktikan kebenarannya secara nyata (barangkali hanya dapat
dihipotesiskan) sebab Saussure telah tiada dan tidak pernah mengungkapkan pengakuannya,
tidak seperti yang telah dilakukan oleh Chomsky dalam pengakuannya bahwa paradigma
linguistik yang dikembangkannya kemudian diikuti banyak orang diambil dari pikiran-
pikiran Descartes, Juan Harte, Wilhelm von Humbolt, dan Port Royal Grammar (Wahab,
1991:23).
Tentang hal itu dapat saja terjadi bahwa Saussure mengambil pikiran atau lebih
halusnya terpengaruh Panini, atau bisa jadi tidak keduanya, melainkan secara kebetulan
keduanya berpikiran sama, sebab secara kebetulan memang tersedia istilah-istilah yang
berbeda dalam bahasa Perancis untuk pengertian bahasa. Kemungkinan pertama bisa saja terjadi
bila ditelusuri sejarah perkembangan linguistik saat itu dan perjalanan hidupnya. Linguistik
India mulai dilirik linguis Eropa sejak Sir William Jones menghubungkan antara sejarah
linguistik dengan bandingan bahasa, yang sebelumnya dikerjakan secara terpisah. Bukan hanya

13
itu, ia mulai memperkenalkan bahasa Sanskerta, yang juga berakibat linguistik deskriptif
menunjukkan kontak yang erat dengan India kuno. Filippo Sasseti pada abad ke-16 dalam
Lingua Sanscruta telah menulis secara menakjubkan hubungan antara kata-kata bahasa Italia
dengan Sanskerta. Persamaan antara bahasa Sanskerta dengan bahasa-bahasa Eropa telah pula
digambarkan oleh B. Schule (Jerman) dan Pere Coeurdoux (Prancis). Tahun 1803 sarjana
Jerman F. von Schlegel telah mulai mengembangkan studi bahasa Sanskerta di Paris.
Demikian juga adiknya, W. von Schlegel pada tahun 1819. Di samping itu, juga telah diketahui
bahwa Saussure pada masa studinya telah mendapat pendidikan bahasa Sanskerta. Bahkan,
kemudian ia mengajar bahasa Sanskerta, Gothik, Jerman Tinggi Kuno, serta linguistik
komparatif Indo-Eropa di Ecole Pratique des Hautes Etudes Universitas Paris. Berdasarkan
kenyataan tersebut, bisa jadi Saussure mengambil atau terpengaruh buah pikiran Panini.
Sayang memang, hal ini belum pernah diungkapkan oleh para linguis. Penyelidikan yang
mendalam tampaknya perlu dilakukan untuk mengungkap tabir masalah ini.

b. Perbedaan Langue dan Parole


Langue
Parole
Produk sosial dari kelompok sosial.
Individual, bervariasi, dan berubah-ubah.
Pasif
Aktif
Abstrak
Konkrit

2. KOMPETENSI DAN PERFORMANSI


a. Pengertian Kompetensi dan Performansi
Konsep Kompetensi dan Performansi dikemukakan oleh Noam Chomsky. Kompetensi
adalah pengetahuan penutur-pendengar mengenai bahasa mereka. Sedangkan Performansi adalah
aktualisasi bahasa.
Istilah kompetensi dan performansi mulai populer ketika Chomsky menerbitkan bukunya
yang berjudul Aspects of the Theory of Syntax. Kompetensi mengacu pada pengetahuan dasar
tentang suatu sistem, peristiwa atau kenyataan. Kompetensi ini bersifat abstrak, tidak dapat
diamati, karena kompetensi terdapat dalam alam pikiran manusia. Yang dapat diamati adalah
gejala-gejala kompetensi yang tampak dari perilaku (kebahasaan) manusia seperti berbicara,
berjalan, menyanyi, menari dan sebagainya.

14
Dalam pengajaran, kita memiliki asumsi bahwa pembelajar memproses kompetensi
tertentu dan kompetensi ini dapat diukur dan diteliti dengan cara mengamati performansi. Cara
ini umumnya disebut tes atau ujian. Dalam linguistik, kompetensi mengacu pada pengetahuan
sistem kebahasaan, kaidah-kaidah kebahasaan, kosakata, unsur-unsur kebahasaan, dan
bagaimana unsur-unsur itu dirangkaikan, sehingga dapat menjadi kalimat yang memiliki arti.
Performansi merupakan produksi secara nyata seperti berbicara, menulis dan juga komprehensi
seperti menyimak dan membaca pada peristiwa-peristiwa ahli bahasa.
Kompetensi kebahasaan, merupakan istilah yang dipopulerkan oleh Chomsky (1965).
Dalam hal ini kompetensi mengacu pada pengetahuan gramatika. Pembicara-pendengar yang
ideal dalam suatu masyarakat yang homogen mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah
gramatika bahasanya. Gramatika suatu bahasa berisi suatu deskripsi mengenai kompetensi yang
bersifat intrinsik pada diri pembicara-pendengar.
Kompetensi kebahasaan adalah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat abstrak, yang
berisi pengetahuan tentang kaidah, parameter atau prinsip-prinsip, serta konfigurasi-konfigurasi
sistem bahasa. Kompetensi kebahasaan merupakan pengetahuan gramatikal yang berada dalam
struktur mental di belakang bahasa. Kompetensi kebahasaan tidak sama dengan pemakaian
bahasa. Kompetensi kebahasaan bukanlah kemampuan untuk menyusun dan memakai kalimat,
melainkan pengetahuan tentang kaidah-kaidah atau sistem kaidah. Dalam hal ini kita dapat
memahami bahwa mengetahui pengetahuan sistem kaidah belum tentu sama atau jangan
disamakan dengan kemampuan menggunakan kaidah bahasa tersebut dalam aktualisasi
pemakaian bahasa pada situasi konkret. Masalah bagaimana menggunakan bahasa dalam
aktualisasi konkret merupakan masalah performansi.
Di samping kompetensi kebahasaan, Chomsky juga mengemukakan performansi
kebahasaan. Dalam kenyataan yang aktual, performansi itu tidak sepenuhnya mencerminkan
kompetensi kebahasaan. Dikemukakan oleh Chomsky bahwa dalam pemakaian bahasa secara
konkret banyak ditemukan penyimpangan kaidah, kekeliruan, namun semua itu masih dapat
dipahami oleh pembicara-pendengar karena mereka mempunyai kompetensi kebahasaan.
Berkaitan dengan kompetensi ini, Chomsky mengemukakan konsep ‘keberterimaan’ dan
konsep ‘kegramatikalan’. Keberterimaan mengacu pada bentuk-bentuk tuturan yang benar-benar
alamiah dan dengan cepat dapat dipahami, tidak aneh, tidak asing dan tidak janggal. Sedangkan
kegramatikalan, mengacu pada bentuk-betuk tuturan yang apabila dilihat dari kaidah kebahasaan
yang bersangkutan tidak menyimpang. Masalah keberterimaan berkaitan dengan performansi
kebahasaan, sedangkan kegramatikalan berkaitan dengan kompetensi kebahasaan. Pengertian
kedua istilah tersebut tidak boleh dicampuradukkan. Contoh pada kalimat berikut (1) dan (2)
merupakan contoh kalimat yang memiliki tingkat kegramatikalan dan keberterimaan yang tinggi,
sedangkan kalimat (3) dan (4) memiliki kegramatikalan yang rendah namun keberterimaannya
tinggi.
1. Bapak membaca surat kabar di ruang tamu
2. Sopyan belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa lulus dalam ujian

15
3. …...Satu kilo gula, tiga kilo tepung dan setengah kilo mentega bu……
4. …….Besok pagi jam delapan dari stasiun Turi, dik!
A. Kompetensi dan Performansi Bahasa
Pemisahan antara langue dan parole oleh de Saussure dilihat orang persamaan dengan
pandangan linguistic Amerika, Noan Chomsky dan para pengikutnya sekitar tahun 1960-an.
Chomsky memisahkan perilaku bahasa atas competence dan performance. Competence
(kompetensi) adalah pengetahuan pemakaian bahasa yang ideal tentang kaidah gramatikal,
sedangkan performance (performansi) adalah realisasi nyata penetahuan penutur dalam tuturan,
yang didalamnya tercakup berbagai faktor sosial, fisik, dan kejiwaan (Kaseng, 1992: 90).
Kompetensi atau kemampuan diartikan sebagai pengetahuan yang dipunyai pemakai
bahasa tentang kaidah-kaidah bahasa. Pengetahuan ini diperoleh secara tidak sadar (alamiah),
secara diam-diam, secara intrisik, implisit, intuitif, dan terbatas. (Palmaater dalam Tarigan, 1985:
11 dan Kaseng, 1991: 9). Kompetensi merupakan informasi yang tersedia bagi pembicara asli
yang lancer berkenaan dengan bahasanya, sehingga memungkinkan dia megerti dan
mengahsilkan sejumlah kalimat yang belum pernah di dengar atau diucapkan sebelumnya,
membedakan antara kalimat yang meragukan dengan yng tidak meragukan yang bersinonim
dengan yang tidak bersinonim, yang gramatikal dan yang tidak gramatikal, dan sebagainya.
Kompetensi merupakan sistem kaidah yang abstrak dan terbatas yang mendasari perilaku
linguistik si pembicara yang memungkinkan ia menganalisis serta mesistesikan secara tepat
hubungan bunyi-arti sejumlah kalimat yang tidak terbatas.
Performansi adalah pemakaian bahasa itu sendiri di dalam keadaan yang sebenarnya.
Dengan kata lain, performansi merupakan tutur yan aktual. (Silitonga, 1976: 120 dalam Tarigan,
1985: 12 dan Kaseng, 1991: 9). Performansi linguistik mengacu kepada proses-proses kognitif,
kesadaran, dan pengertian yang dipergunakan oleh seseorang di dalam penggunaan pengetahuan
linguistiknya secara aktual.
Performansi linguistik mengacu kepada proses-proses kognitif, kesadaran, dan pengertian
yang digunakan oleh seseorang dalam penggunaan pengetahuan linguistiknyya secara aktual.
Dengan kata lain, performansi linguistik menunjuk kepada perangkat keterampilan dan strategi
yang dipergunakan oleh si pemakai bahasa sebaik dia menerapkan kemampuan lingustiknya di
dalam produksi dn komprehensif kalimat-kalimat yang sesungguhnya di dalam pembentukan
serta pemahaman kalimat-kalimat yang sesungguhnya. (Cairns dan Cairin, 1967 dalam Tarigan,
1985: 12).
B. Aspek-aspek yang terkait dengan ilmu bahasa
Chomsky mengatakan bahwa performansi adalah teori penggunaan bahasa yang tidak
termasuk ke dalam teori linguistik dalam pengertian yang lebih sempit, namun cenderung kepada
suatu cabang khusus psikologi. Walaupun tidak dapat disangkal akan ketergantungannya pada
teori linguistic, yang dikaji atau diteliti secara khusus adalah mekanisme-mekanisme psikologi
yang menentuka aplikasi atau penerapan kompetensi linguistic. Oleh karena itu, pada utaian

16
berikut ini hanya akan dijelaskan secara rinci aspek-aspek kompetensi yang terksit dengan ilmu
bahasa.
a. Sistem Bunyi (Fonologi)
Bahagian kompetensi seseorang yang berkenaan dengan fonologi bahasa. Apabila anda
mendengarkan atau mencoba mempelajari sebuah bahasa asing, anda akan menyadari bahwa
bahasa tersebut memiliki bunyi yang tidak terdapat dalam bahasa anda. Contoh, dalam bahasa
Arab terdapat bunyi asing, seperti: ……; dalam bahasa Inggris: [ph], [th]; dalam bahasa Belanda:
[x], [ui], bahasa Jawa: [t], [d]; dalam bahasa Jerman: [u], [8].
Akan anda kenali juga bahwa terdapat rangakaian bunyi bahasa yang posisinya berbeda
dengan bahasa Anda. Nama-nama seperti Ptah dan Ptolemi bagi orang Indonesia akan
cenderung membuang (p) atau menyisipkan sebuah vokal (e) antara p dan t. Kata-kata Indonesia
seperti makan dan jangan oleh orang Bugis dan orang Makassar akan terealisasi dalam ucapan
dengan mengganti (n) dengan (ng).
b. Morfologi
Pembicaraan terdiri atas tuturan yang tidak terputus, sering tidak dapat dikenali batas-
batas fisik antara satu kata dengan kata lain. Akan tetapi, kita dapat menguraikan tuturan dalam
deretan kata-kata tanpa mengalami kesulitan. Dalam contoh-contoh di bawah ini (dalam bahasa
Inggris dan bahasa Navako), kita dapat menguraikan (a) menjadi (b), tetapi tidak ada penutur
bahasa Inggris akan menguraikan menjadi (c). Selanjutnya, perhatian kalimat bahasa Navako (d)
yang berarti sama dengan kalimat bahasa Inggris, tetapi menguraikan kalimat (d) adalah susah
bagi penutur bahasa Navako.
1. Hewenttotownonhhishorse
2. He went to town on his horse
3. *hew entot ow nonh is hor se
c. Sintaksis
Dalam kalimat-kalimat berikut akan dibedakan kalimat yang tersusun secara benar, yakni
kalimat gramatikal yang berdiri sejajar dengan kalimat yang tidak gramatikal.
1) Kehadiran mereka saya Anda
2) Kehadiran Anda saya meminta
3) Saya meminta kehadiran Anda.
Hanya kalimat (3) yang gramatikal, kalimat (1) adalah kata yang tersusun tanpa aturan,
kalimat (2) menyalahi kaidah bentuk kata kerja, yang seharusnya saya minta.
Perlu pula dibedakan antara kalimat yang gramatikal, yaitu yang tersusun secara baik
secara struktur dan kalimat yang tersususn baik secara semantik. Jika kita perhatikan kalimat-
kalimat berikut, maka :

17
4) Ia berdiri sambil minum kopi
5) Ia minum kopi sambil berdiri
Kalimat (4) tersusun secara gramatikal, tetapi secara semantik agak janggal; kalimat (5)
tersusun secara baik dilihat dari struktur dan semantik.
d. Semantik
Bagian kompetensi linguistik seseorang adalah kesaggupan menentukan makna. Dengan
kompetensi tersebut, orang dapat menentukan kalimat-kalimat mana yang memiliki lebih dari
satu pengertian. Contoh :
1) Menteri Agama mengumumkan keselamatan jemaah haji di tanah suci.
2) Penemuan misterrius penjahat itu menjadi buah mulut masyarakat beberapa tahun
lalu
3) Isteri tukang becak yang nakal itu sudah pergi
4) Kuda itu sudah siap untuk naik gunung.
Dengan kompetensi linguistik itu pula, orang dapat mengetahui bahwa kalimat-kalimat
yeng berbeda bentuk kata atau struktur yang menunjukkan hal yang sama. Contoh :
1) a. Ahmad seorang pemuda belum kawin
b. Ahmad seorang bujangan.
2) a. Guru mengantar murid ke pabrik semen Tonasa
b. Murid diantar guru ke pabrik semen Tonasa.
e. Penggunaan Bahasa
Kemampuan membedakan jenis-jeis ujaran yang sesuai dengan situasi, lawan bicara, dan
tempat pembicaraan termasuk pula bagian kompetensi bahasa.
C. Struktur batin dan struktur lahir
Menurut Chomsky, dalam setiap pemerian sintaksis, struktur sintaksis kalimat yang
teramati (surface structure=struktur lahir) seharusnyalah dihubungkan dengan struktur yang lebih
abstrak, yaitu disebut deep structure (struktur batin). Perbedaan antara kedua kalimat
mengandung kalimat-kalimat lain sebagai bagian struktur internnya. Kita ambil contoh berikut
ini :
1. The man bit the dog
2. The dog was bitten by the man
3. The dog bit the man

18
Getar intuisinya mengatakan kepada para penutur bahasa Inggris bahwa kalimat (1) sama
dengan kalimat (2) dan tidak sama dengan kalimat (3), walaupun (1) dan (3) mempunyai struktur
lahir yang sama. Dengan demikian, kita katakan bahwa (1) dan (2) berstruktur lahir yang
berbeda, tetapi berstruktur batin yang sama. Sedangkan (1) dan (3) ber-surface structure yang
sama, tetapi ber-deep structure yang berbeda. Penutur bahasa Inggris pun merasakan bahwa:
4. Visiting friends can be a bore
Mempunyai satu surface structure, tetapi memiliki deep structure. Kalimat (4) bisa berarti
:
- Mengunjungi teman bisa membosankan
- Teman-teman yang berkunjung bisa membosankan.
Singkatnya, kalimat (4) itu ambiguitas (berdwiarti). Selanjutnya kita kaji kedua kalimat
berikut ini:
5. Friendly young dogs seem harmless
6. Furiously sleep ideas green colourless
Kedua kalimat di atas, urutan katanya megikuti pola kalimat yang sama, tetapi hanya
nomor (5) yang gramatik. Para penutur akan merasa bahwa kalimat (6) itu tidak masuk akal.
Setelah menekuni kalimat (1) sampai dengan (6), kita melihat bahwa surface adalah
aspek dari pemberian bahasa yang menentukan bentuk fonetik dari kalimat, sedangkan deep
structure menentukan interpretasi semantiknya. Hubungan antara deep structure dan surface
structure ini diatur oleh aturan-aturan grammar, yang disebut grammatical transformation
(transformasi gramatik). Aturan-aturan grammar demi kin menurut Chomsky, harus eksplisit.
Dalam pengertian bahwa aturan-aturan itu secara otomatis menghasilkan kalimat-kalimat dan
memberikan ukuran gramatik. Dua aspek utama dari teori ini (1) aturan-aturan transformasi dan
deep structure menjadi surface structure dan (2) aturan-aturan yang eksplisit dan generative bisa
menjadi rujukan dalam bahasa transformational generative grammar (Alwasilah, 1985: 127-128).
Sejalan dengan uraian di atas, Kridalaksana (1993) mendefinisikan kedua paradigma di
atas sebagai berikut : Struktur batin (deep structure; deep grammar; underlying structure),
adalah :
Struktur batin (deep structure; deep grammar; underlying structure). TG. 1. Output dari
kaidah struktur frase dan leksikon dan input pada transformasi dan komponen semantik; 2.
Struktur yang dianggap mendasari kalimat atau kelompok kata, yang mengandung semua
informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantis kalimat, yang tidak nyata
secara langsung dari deret linear kalimat atau kelompok kata itu, misalnya, meja kayu dan meja
kantor mempunyai kesamaan dan struktur lahir, tetapi berbeda dalam struktur batinnya, yang
pertama menyatakan “asal”, yang kedua berarti “kepunyaan”, “untuk”, dan sebagainya.
Struktur lahir (surface structure) 1. Hubungan gramatikal antara kata-kata dalam frasa
atau kalimat yang konkret, misalnya meja kayu dan meja kantor mempunyai struktur lahir yang

19
sama yaitu N+N, tetapi mempunyai struktur batin yang berlainan; 2. Urutan linear bunyi, kata,
frase, dan klausa yang merincikan apa yang diujarkan; 3. Output dari transformasi dan menjadi
input pada komponen fonologi (Kridalaksana, 1993: 203).
D. Perbedaan kompetensi dan performansi bahasa
Aturan atau susunan keterampilan-keterampilan psikologis ini membangun dasar
performansi linguistik, sedangkan sistem kaidah-kaidah bahasa seseorang yang telah dijiwai itu
membangun kompetensi linguistik.
Pada saat konsep kompetensi dan performansi linguistik pertama kali dirumuskan dalam
linguistik generative, maka kompetensi linguistik dipandang sebagai sejenis idaman Plato (a kind
of Platonic ideal) yang akan melukiskan semua dan hanya kalimat ketatabahasaan yang
sempurna dari suatu bahasa.
Performansi linguistik dibayangkan sebagai sejenis lapisan atas (hamparan) kesalahan
manusia yang menghasilkan kalimat-kalimat yang kurang ideal yang disebabkan oleh
ketidaksempurnaan organism manusia. Jadi ujaran sesungguhnya, yang terdiri atas permulaan-
permulaan yang salah, kalimat-kalimat yang disempurnakan secara tidak tepat, dan fragmen-
fragmen kalimat dianggap sebagai yang dihasilkan oleh suatu kompetensi yang benar-benar
murni, yang dinodai oleh ketidaksempurnaan system performansi manusia sebagai pembatasan-
pembatasan di dalam jangkauan ingatan, serta kelembaban alat-alat suara.
Dengan demikian, suatu teori kompetensi linguistik memberi ciri pada sifat-sifat struktur
umum kalimat-kalimat; tetapi tidak membiarkan pada teori performansi linguistic suatu
karakterisasi mekanisme-mekanisme yang dipergunakan sesungguhnya sebagai alat untuk
menghasilkan, merasakan serta memahami kalimat-kalimat tersebut. (Cairns and Cairns, 1976 :
37-39)
b. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi dan Performansi
· Fisik: cacat pada alat bahasa
· Psikologis: keadaan jiwa
· Lingkungan: kebiasaan berbahasa akibat latar belakang budaya

3. STRUKTUR DALAM DAN STRUKTUR PERMUKAAN


Sama halnya dengan Kompetensi dan Performansi, Struktur Dalam dan Struktur Luar
juga dikemukakan oleh Noam Chomsky. Struktur dalam (deep structure) merupakan struktur
yang dianggap mendasari kalimat dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk
interpretasi sintaksis dan semantiknya. Sedangkan Struktur luar (surface structure) adalah
struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan urutan bunyi, kata, frasa,
kalimat.

20
Struktur Dalam disebut juga struktur batin (deep structure, deep grammar, underlying
structure)Struktur yang mendasari kalimat untuk memaknai kata secara tidak langsung dari unsur
kata yang membentuknya, misalnya:
“Meja kayu” dan “Meja kantor” berstruktur lahir sama, tetapi memiliki makna berbeda.
Meja kayu menyatakan asal sedangkan meja kantor menyatakan milik.
Struktur Permukaan disebut srtuktur lahir (surface structure) hubungan gramatikal antara
kata-kata dalam frase atau kalimat yang konkret, misalnya Meja kayu dan Meja kantor
memunyai struktur lahir yang sama yaitu N+N.

4. STRUKTUR DAN FUNGSI


Struktur ialah organisasi unsur bahasa yang bersifat ekstrinsik, bersifat abstrak, dan
bersifat intuitif; pola bermakna dari unsur bahasaMisalnya kalimat,Pemerintah melaksanakan
kebijakan baru. S P O Berstruktur Subjek-Predikat-objek. Fungsi ialah peran unsur bagian
kalimat yang lebih luas, misalnya : Pemerintah melaksanakan kebijakan baru. Berfungsi :
Nomina -Verba -Nomina Pemerintah melaksanakan kebijakan baru.Setara: S P O Fungsi: N V N

21
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi
oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,
yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi
sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi.

B. SARAN

Penulis menyadari banyak terdapat kekeliruan dalam penulisan makalah ini, maka
penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Atas masukan kritikan dan sarannya, penulis ucapkan terima

22
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta


de Saussure, Ferdinand. 1988. Pengantar Linguistik Umum. (Terjemahan Hidayat,
Rahayu S.) Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.

Kridalaksana, Harimurti. 1988. "Mongin-Ferdinand de Saussure (1857-1913) Bapak


Linguistik Modern dan Pelopor Strukturalisme". Dalam de Saussure, Ferdinand.
1988. Pengantar Linguistik Umum. (Terjemahan Hidayat, Rahayu S.) Yogyakarta:
Gajah Mada Univ. Press.

Parera, Jos Daniel. 1983. Pengantar Linguistik Umum: Kisah Zaman. Ende: Nusa Indah.
Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of Linguistics. Stanford: Stanford Univ. Press.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: P2LPTK.
Verhaar, J.W.M. 1977. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.
Wahab, Abdul. 1990. Butir-Butir Linguistik. Surabaya: Airlangga Univ. Press.
Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik: Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya:
Airlangga Univ. Press.
Wardihan, A.P, Baharman. 2011. “Pengantar Linguistik”. Makassar: Badan Penerbit
UNM
http:/

23

Anda mungkin juga menyukai