Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN.A DENGAN GASTROENTERITIS DI KOTA BEKASI

Dosen Pembimbing :
Ibu Ratih Bayu Ningsih, M. Kep

Anggota Kelompok :
Latifah Hanum 201560311057
Loris Radnisia Harefa 201560311058
Lulu Diya'ul Auliya 201560311059
Mega Ayu 201560311061
Meli Kurnia 201560311063
Mila Nurmala 201560311064
Muhammad Akbar 201560311065
Nada Kamilia 201560311066
Nanda Ayu 201560311068
Nia Pagustya 201560311069
Nina Fadilah 201560311070
Nophayati 201560311071
Novita Sari 201560311072
Nur Rahmawati 201560311074
Putri Emelia 201560311076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MEDISTRA
INDONESIA
BEKASI
2021
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare (mencret) adalah sebuah penyakit di mana tinja atau feses

berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit

tiga kali dalam 24 jam. Di negara berkembang, diare adalah penyebab

umum kematian balita. Patogen yang sudah dikenal sebagai penyebab

penyakit diare meliputi bakteri seperti E. Coli, Shigella, Salmonella,

Vibrio cholerae serta Campylobacter jejuni; protozoa seperti Giardia

lamblia. Entamoeba histolytica, Cryptosporidium; dan juga berbagai

virus enterik seperti rotavirus. Infeksi karena strain patogenik E. Coli

mungkin merupakan penyebab terumum penyakit diare di negara

berkembang. Mikroorganisme ini menyebabkan sampai 25% kasus

penyakit diare pada bayi dan anak-anak, dan secara khusus dikaitkan

dengan pemberian makanan tambahan (Abata, 2014).

Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan penyebab

kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya

masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian

akibat diare. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan hampir 1,7

miliar kasus diare terjadi pada anak dengan angka kematian sekitar 525

ribu pada anak balita tiap tahunnya. Menurut data di Negara berkembang

rata-rata usia 5 tahun mengalami episode diare tiga sampai empat kali

pertahun (WHO, 2017).


Penyakit diare menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya

yang masih tinggi. Jumlah populasi secara umum di Indonesia tahun

2018 sebanyak 265.015.313 orang dengan kejadian diare sebanyak

7.157.483 penderita (2,7%), sedangkan jumlah populasi pada balita

sebanyak 23.729.583 orang dengan kejadian diare pada balita sebanyak

4.003.784 penderita (16%). Di Jawa barat terdapat jumlah penderita diare

pada balita sebanyak 732.324 balita (Kemenkes RI, 2018). Tingginya

angka diare pada anak balita yang berusia semakin muda dikarenakan

semakin rendah usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap infeksi

penyakit terutama penyakit diare, apalagi jika anak status gizinya kurang

dan berada dalam lingkungan yang kurang memadai (Suraatmaja, 2007).

Diare bukan merupakan penyakit yang serius bagi kehidupan

balita dan tidak akan menjadi masalah utama masyarakat jika orang tua

melaksanakan tugasnya di bidang kesehatan dalam pencegahan dan

penanggulangan diare dengan tepat. Kemenkes menyarankan beberapa

perilaku ibu untuk mencegah diare pada balita yaitu dengan memberikan

ASI ekslusif, memberikan makanan pendamping ASI meliputi perhatian

terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI

diberikan, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan,

menggunakan jamban, membuang feses bayi dengan benar dan

pemberian imunisasi campak (Kemenkes RI, 2011).

Kondisi pencegahan diare di Indonesia seperti capaian ASI


eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu

sebesar 80%. Berdasarkan laporan Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif adalah 42%.

Sedangkan, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan provinsi tahun

2013, cakupan pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah 54,3% (Kemenkes

RI, 2015). Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi

makanan dan penggunaan zat-zat gizi; keadaan kesehatan yang

dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan

pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh (Minarti, I. P. and

Mulyani, E. Y., 2014). Di Indonesia, secara nasional terdapat 16,2%

rumah tangga yang pemakaian air bersihnya masih rendah yaitu 5,4%

tidak memiliki akses pada air bersih dan 10,8% akses terhadap air bersih

masih kurang, berarti mempunyai risiko tinggi untuk mengalami

gangguan kesehatan/penyakit. Perilaku benar dalam Buang Air Besar

(BAB) di jamban yaitu 71,1% dan perilaku benar dalam cuci tangan

pakai sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah

buang air besar, dan setelah menceboki bayi/anak yaitu 23,2%

(Kemenkes RI, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2014)

mengenai perilaku ibu dalam pencegahan diare dari 76 reponden, terdapat

41 (53.9%) ibu yang memiliki perilaku buruk dalam pencegahan diare

pada balita di Puskesmas Kalikajar 1 Kabupaten Wonosobo.

Dari data di atas, terlihat bahwa pencegahan diare di Indonesia masih kurang.

Upaya pencegahan diare pada balita bergantung terhadap perilaku ibu.


Notoatmodjo (2010) memaparkan bahwa perilaku kesehatan (health behavior)

adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati

(observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobsevable), yang berkaitan

dengan pemeliharaan dan meningkatkan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini

mencangkup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan

lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau

terkena masalah kesehatan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam

pencegahan diare antara lain tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu.

Lawrencee Green (1980) dalam Natoatmodjo (2010) mencoba

menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku terbentuk

dari tiga faktor yakni faktor predisposisi (predisposing) yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, nilai, status ekonomi, dan pendidikan, faktor

pendukung (enabling) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia

atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan misalnya

ketersediaan jamban, air bersih, dan sebagainya, dan yang ketiga faktor

pendorong (reinforcing) terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat (Natoatmodjo, 2010).

Pada penelitian sebelumnya oleh Megasari dkk., (2014) di

wilayah kerja RW V Desa Kaliprau Kecamatan Ulujami Kabupaten

Pemalang dengan judul Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Diare

dengan Perilaku dalam Pencegahan Diare pada Anak Balita Usia 1-5
tahun didapati ada hubungan signifikan pengetahuan ibu tentang diare

dengan perilaku ibu dalam pencegahan diare pada anak balita usia 1-5

tahun. Berdasarkan penelitian Arwani dkk., (2012) di Puskesmas Bancak

Kabupaten Semarang dengan judul hubungan antara pendidikan,

pengetahuan, sikap dengan perilaku ibu balita dalam pencegahan

penyakit diare didapati adanya hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan, pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan diare

pada balita.

Kabupaten Bekasi memiliki 2 Puskesmas yang berada di

Kecamatan Kedung Waringin yaitu Puskesmas Karang Sambung dan

Puskesmas Kedung Waringin. Menurut data laporan tahunan Puskesmas

Karang Sambung Kabupaten Bekasi kasus diare pada balita yang

ditemukan dan ditangani pada tahun 2016 dengan jumlah populasi 420

balita yaitu 151 kasus (35%), tahun 2017 dengan

jumlah populasi 485 balita yaitu 179 kasus (36%), dan tahun 2018

dengan jumlah populasi 453 balita yaitu 209 kasus (46%). Puskesmas

Karang Sambung mengalami peningkatan kasus diare selama tiga tahun

terakhir. Sedangkan data kasus diare pada balita di Puskesmas Kedung

Waringin pada tahun 2016 dengan jumlah populasi 600 balita yaitu

350 kasus (58%), pada tahun 2017 dengan

jumlah populasi 690 balita yaitu 341 kasus (49%), dan pada tahun 2018

dengan jumlah populasi 622 balita yaitu 300 kasus (48%). Puskesmas

Kedung Waringin mengalami penurunan kasus diare selama tiga tahun


terakhir . Walaupun data kasus diare di Puskesmas Karang Sambung

lebih rendah daripada Puskesmas Kedung Waringin, tetapi terlihat bahwa

Puskesmas Karang Sambung kasusnya mengalami peningkatan.

Hasil dari wawancara dengan petugas kesehatan meningkatnya

kasus diare di Puskemas Karang Sambung, dikarenakan banyak ibu yang

tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi, demikian juga pada observasi

awal penulis memberikan kuesioner kepada 20 responden yaitu ibu yang

memiliki balita diatas usia 12 bulan yang dilakukan di Puskesmas Karang

Sambung untuk mengukur perilaku ibu terhadap pencegahan diare pada

balita. Hasilnya yaitu terdapat 12 (60%) ibu yang memiliki perilaku

buruk dalam pencegahan diare pada balita. Beberapa perilaku buruk yang

dominan terhadap ibu adalah tidak memberikan ASI ekslusif sebanyak

11 ibu (91%), tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang air

besar sebanyak 11 Ibu (91%), tidak mencuci tangan dengan sabun

sebelum menyuapi anak sebanyak 11 ibu (91%), tidak mencuci semua

peralatan masak dan makan dengan air bersih sebanyak 10 ibu (83%),

tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah menceboki anak sebanyak

10 ibu (83%), tidak mencuci tangan dengan sabun sesudah buang feses

anak sebanyak 10 ibu (83%), dan tidak membuang feses anak di jamban

sebanyak 9 ibu (75%).

Dampak dari kejadian diare pada balita di Puskesmas Karang

Sambung Kabupaten Bekasi terdapat balita yang dehidrasi ringan hingga

dehidrasi berat. Dari 209 balita diare yang terkena dehidrasi ringan yaitu
46 balita, dan dehidrasi berat yaitu 6 balita. Program puskesmas untuk

balita yang dilakukan di Puskesmas Karang Sambung yaitu adanya

kegiatan penyuluhan serta pemberian oralit dan zinc di posyandu balita.

Program tersebut berjalan namun kurang efektif karena faktor kesibukan

dari petugas kesehatan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

perilaku ibu dalam pencegahan diare pada balita di Puskesmas Karang

Sambung Kabupaten Bekasi tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari data laporan tahunan Puskesmas Karang

Sambung Kabupaten Bekasi kasus diare pada balita di Puskesmas Karang

Sambung terus meningkat selama tiga tahun terakhir. Hasil dari

wawancara dengan petugas kesehatan, banyak balita diare karena banyak

ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi, demikian juga pada

observasi awal penulis memberikan kuesioner kepada 20 responden yaitu

ibu yang memiliki balita di atas usia 12 bulan yang dilakukan di

Puskesmas Karang Sambung untuk mengukur perilaku ibu terhadap

pencegahan diare pada balita. Hasilnya yaitu terdapat 12 (60%) ibu yang

memiliki perilaku buruk dalam pencegahan diare pada balita.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui “Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Pencegahan Diare Pada Balita

di Puskesmas Karang Sambung Kabupaten Bekasi tahun 2019”.


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu

dalam pencegahan diare pada balita di Puskesmas Karang Sambung

Kabupaten Bekasi tahun 2019.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran perilaku ibu dalam pencegahan diare pada balita

di Puskesmas Karang Sambung Kabupaten Bekasi tahun 2019.

b. Mengetahui gambaran pendidikan ibu di Puskesmas Karang Sambung

Kabupaten Bekasi tahun 2019.

c. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu di Puskesmas Karang

Sambung Kabupaten Bekasi tahun 2019.

d. Mengetahui gambaran sikap ibu di Puskesmas Karang Sambung

Kabupaten Bekasi tahun 2019.

e. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan perilaku ibu dalam

pencegahan diare pada balita di Puskesmas Karang Sambung

Kabupaten Bekasi tahun 2019.

f. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu dalam

pencegahan diare pada balita di Puskesmas Karang Sambung

Kabupaten Bekasi tahun 2019.


g. Menganalisis hubungan antara sikap dengan perilaku ibu dalam

pencegahan diare pada balita di Puskesmas Karang Sambung

Kabupaten Bekasi tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi pelayanan kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi Institusi pelayanan kesehatan dalam upaya

peningkatan pencegahan terhadap penyakit diare pada balita khususnya di

Puskesmas Karang Sambung Kabupaten Bekasi tahun 2019.

2. Manfaat bagi masyarakat

Mampu melaksanakan pencegahan diare pada balita secara baik dan benar

dalam membantu menurunkan angka kesakitan diare.

E. Manfaat bagi penelitian

a. Menambah wawasan bagi peneliti dalam pencegahan diare berkaitan

dengan perilaku orang tua.

b. Sebagai sumber data dasar dalam mengembangkan penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan mencegah diare khususnya pada

balita.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih

sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari.Secara klinis penyebab diare

dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi disebabkan oleh

bakteri, virus atau invasi parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi

dan sebab-sebab lainya (DEPKES RI, 2011).

Diare merupakan peningkatan volume buang air besar pada bayi dan

anak sekitar >10 mL/kgbb/hari dan/atau penurunan konsistensi feses, yaitu >3 kali

dalam sehari; selain itu juga terjadi perubahan pada kadar cairan dan berat feses.

Diare akut pada umumnya terjadi kurang dari 7 hari dan tidak lebih dari 14 hari

(McCance, K.L. et al., 2014; Manoppo, J.I.C., 2010).

Apabila seseorang buang air besar sebanyak tiga kali atau lebih dengan

konsistensi feses yang lebih cair dari bisaanya, atau buang air besar yang lebih

sering dari biasanya, maka hal tersebut dinyatakan sebagai kondisi yang

abnormal. Banyak faktor yang menentukan volume dan konsistensi tinja; seperti

kadar air dalam usus besar dan ada atau tidaknya makanan yang tidak terserap,

bahan yang tidak dapat diabsorbsi, dan sekresi usus. (Juffrie, et al., 2012;

Marcdante dan Kliegman, 2014; McCance, K.L. et al., 2014)


B. Etiologi

Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain

a. Faktor Infeksi

1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab

utama diare pada anak.Meliputi infeksi eksternal sebagai berikut :

a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,

aeromonas, dan sebagainya.

b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis) Adeno-virus,

Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.

c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides) protozoa

(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida

albicans)

2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitits

media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan

sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah

2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa). Pada bayi dan anak

yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsornsi protein

c. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.


d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak

yang lebih besar).

C. Manifestasi klinis Diare

Diare karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,

hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa

waktu tanpa pengulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian

karena kekurangan cairan pada tubuh yang mengakibatkan ranjatan hipovolemik

atau karena gangguan kimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Kehilangan

cairan dapat menyebakan haus, berat badan menurun, mata menjadi cekung, lidah

kering, tulang pipi menonjol, turtor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Kehilangan

bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan

pH darah.

Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas

lebih cepat dan lebih dalam. Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan

asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis

metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2

normal dan base excess sangat negatif (Zein dkk, 2014).

Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi

gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau

tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai

dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi

kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya


lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat

banyaknya asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh

usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat

disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit (Kliegman, 20011). Bila penderita telah

kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.

Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi

cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Hasan dkk,

2009).

Menurut Kliegman et, al 2010 banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari

tubuh dapat dibagi menjadi :

 Diare tanpa dehidrasi

Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi Karena frekuensi diare

masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.

 Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)

Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadangkadang

muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,

aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang

minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

 Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)

Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau

langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak

kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)

dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.

 Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)

Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan

biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang

melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,

mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,

tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan

juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang

dingin dan pucat.

a. Tanda-tanda Dehidrasi

Tabel 2.2 Skor Maurice King (Juffrie & Mulyani, 2011)

Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditentukan


yang diperiksa
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, Mengigau,
cengeng, apatis, Koma, atau
Ngantuk syok
Kekenyalan Normal Sedikit kurang Sangat kurang
kulit
Mata Normal Sedikit kurang Sangat Cekung
Ubun-ubun Normal Sedikit kurang Sangat Cekung
Besar
Mulut Normal Kering Kering &
Sianosis
Denyut Kuat Sedang (120- Lebih dari 140
nadi/menit >120 140)

Catatan :
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut “dicubit” selama 30-60 detik

kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu :

a. 2-5 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)

b. 5-10 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)

c. >10 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

2. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat

dehidrasinya :

a. Skor 0-2 : dehidrasi ringan

b. Skor 3-6 : dehidrasi sedang

c. Skor >7 : dehidrasi berat

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah dan/atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang

berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis adekuat dapat

menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang

mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi

berupa asidosis metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus,

berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,

turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan

deplesi air yang isotonik.

Kehilangan bikarbonat akan menurunkan Ph darah. Penurunan ini

akan merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih cepat

dan lebih dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk

mengeluarkan asam karbonat agar pH dapat naik kembali normal. Pada


keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standar

juga rendah, pCO2 normal, dan base excess sangat negatif. Gangguan

kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa renjatan dengan tanda

denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien

mulai gelisah, wajah pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang

sianosis.

Kehilangan kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan

akan timbul anuria, bila tidak segera diatasi akan menyebabkan timbulnya

penyakit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti gagal ginjal

akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi

pemutusan sirkulasi paru-paru dan dapat menyebabkan edema paru pada

pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali (Amin,

2015).

D. Klasifikasi

Klasifikasi Diare Klasifikasi diare menurut Wong (2009) adalah

1) Diare Akut Diare akut adalah penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak

balita. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan

perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agens

infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi saluran

napas atas atau saluran kemih, terapi antibiotik atau pemberian obat

pencahar (laktasif). Diare akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit


kurang dari 14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika

dehidrasi tidak terjadi.

2) Diare Kronik Diare Kronik didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya

frekuensi defekasi dan kandungan air dalam feses dengan lamanya sakit

lebih dari 14 hari.Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis

seperti sindrom malabsorpsi, penyakit inflasi usus, defisiensi kekebalan,

alergi makanan, intoleransi laktosa atau diare nonspesifik yang kronis, atau

sebagai akibat dari pelaksanaan diare akut yang memadai.

E. Patofisiologi

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik

(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam

rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam

rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu

menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi air

dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang

mengakibatkan hiperperistaltik.

Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)

yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan

hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan

gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2009). Mekanisme terjadinya diare dan

termaksut juga peningkatan sekresi atau penurunan absorbsi cairan dan elektrolit

dari sel mukosa intestinal dan eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa
intestinal (Wiffen et al, 2014). Infeksi diare akut diklasifikasikan secara klinis dan

patofisiologis menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi.

Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di kolon dengan

manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis

berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus, serta gejala dan

tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan

atau darah, mikoroskopis didapati sek lukosit polimakronuklear. Diare juga dapat

terjadi akibat lebih dari satu mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan

mengeluarkan toksin yang menyebakan terjadinya diare.

Pada dasarnya,mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi

penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi

mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan

mukosa usus (Amin, 2015). Berdasarkan patofisiologinya, diare dapat dibagi atas

3 kelompok :

 Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa. Hal ini

ditemukan malabsorbsi, dan defisiensi laktase.

 Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak menyerap

air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi yang terbalik ini

dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam empedu, prostaglandin, dan lain-

lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan oleh cAMP (cyclic AMP) pada sel

mukosa usus.
 Exudative diarrhoea, ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada colitis

ulcerativa, atau pada tumor yang menimbulkan adanya serum, darah, dan mukus.

Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:

 Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan

dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.

 Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan

sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan

berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, peredaran

otak dapat terjadi, kesadaran menurun (sopokorokomatosa) dan bila tidak cepat

diobati, dapat menyebabkan kematian.

 Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan

muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian makanan karena takut

bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan

tetapi dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak

yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah

berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat

mengakibatkan kejang dan koma.


F. Pathway

Hipersekresi (rongga
Infeksi Kuman massuk dn Toksin dalam di usus mningkat)
berkembang di usus dindin usus halus
(rongga
Malabs Tekanan osmotic Pergeseran air dn Isi rongga usus
FAKTOR orbsi meningkat elektrolit ke usus meningkat

Makanan Toksin tdk dpt Hiperperistaltik Kemampuan


dibsorbsi absorbsi di usus
menurun

DIARE

Frekuensi BAB Iritasi pada Gg. Integritas


area genitsl kulit
Distensi abdomen
Kehilangan cairan &
elektrolit berlebih
Asidosis Mual & muntah
metabolik
Gg. Keseimbangan cairan
& elektrolit Nafsu makan
Sesak

Dehidrasi
Gg. Pertukaran
gas Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dai keb tubuh

Kekurangan
Kekurangan Resiko
Resiko syoksyok
vol.cairan (hipokalemi)
volume cairan (hipokalimi)

Perfusi jaringan
menurun

Hipoksia
G. Komplikasi

Menurut Suharyono dalam (Nursalam, 2015), komplikasi yang dapat terjadi

dari diare akut maupun kronis,yaitu:

1. kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi)

Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (Asidosis

metabolic), Karena:

a. kehilangan natrium bicarbonate bersama tinja.

b. walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pencernaan dalam waktu yang

terlalu lama.

c. makanan diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik adanya

hiperperstaltik.

2. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, maka dapat terjadi

gangguan sirkulasi darah berupa renjatan natau syok hipovolemik. Akibat perfusi

jaringan berkurang dan terjadinya hipoksia, asidosis bertambah berta sehingga

dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak, kesadaran menurun, dan bila

tidak segera ditolong maka penderita meninggal.

3. Hiponatremia

Anak dengan diare hanya minum air putih atau cairan yang hanya

mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).

Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi

berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi darin hamper semua

anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan berasama


dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal

(Juffrie, 2014).

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemerisaan penunjan terhadap penyakit diare menurut Nelwan (2016) yaitu degan

pemeriksaan darah yang meliputi :

- darah perifer lengkap

- ureum

- kreatinin

- elektrolit (Na+,K+C- )

- analisa gas darah (bila dicurigai ada gangguan keseimbangan asam basa),

- pemeriksaan toksik (C Difficile)

- Antigen (E Hystolittica)

- Fases, meiputi analisa feses (rutin leukosit difese. Pemeriksaan parasit, amoeba).

Pemeriksaan kultur (pada kasus ringan diare bisa teratasi dalam waktu 24 jam.

Pemeriksaan lanjut diutamakan pada kondisi yang berat yang tidak teratasi

sehingga menyebabkan hipotensi, disentri, disertai demam.

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan menurut Hidayat (2015)

1) Penatalaksanaan Medis
Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu

diperhatikan.

a. Jenis cairan

- Oral : Pedialyte atau oralit, Ricelyte

- Parenteral : NaCl, Isotonic, infuse

b. Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan.

c. Jalan masuk atau cairan pemeberian

- Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral

berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL, dan glukosa.

- Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di

fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai beberapa banyak cairan yang diberikan

tergantung dari berat ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan

cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

d. Jadwal pemberian cairan

Diberikan 2 jam pertama,selajutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi

untuk menghitung keburtuhan cairan.

- Identifikasi penyebab diare

- Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi

usus, antimetik.

e. Pengobatan dietetic

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang

dari 7 kg jenis makanan :


- Susus (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah adan asam lemak

tidak jenuh, misalnyta LLM. Almiron atau sejenis lainnya).

- Makan setengah padat (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila anak tidak mau

minum susu karena dirumah tidak biasa.

- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditermukan misalnya susus

yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak

jenuh (Ngastiyah, 2014).

2) Penatalaksanaan keperawatan

a. Bila dehidrasi masih ringan

- Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.

Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan

larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam satu

sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur.

- Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui

sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan

Ringer Laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting

diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama

karena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.

b. Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat.untuk mengetahui kebutuhan sesuai

dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung

dengan cara:
- Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set infuse yang dipakai).

Berikan tanda batas cairan pada botol infuse waktu memantaunya.

- Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

- Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau sudah

berubah konsistensinya.

- Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan selaput

lendir mulut kering.

- Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan makan lunak atau

secara realimentasi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Identitas Pasien dan Orang Tua


Nama Anak : An. A Usia Ayah/Ibu : 45 tahun
Usia : 5 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki Suku Bangsa : Indonesia
Anak ke : Dua Alamat : Bekasi
Tanggal sakit : 12 April 2021 Pendidikan Ayah : SMA
Diagnosa Medik : Diare Pekerjaan Ayah : Karyawan

B. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah BAB lebih dari 5x dalam sehari dengan
konsistensi cair, tidak ada lendir, tidak ada darah, pasien juga badannya panas,
dan pasien lemas.

C. Keadaan Sakit Saat Ini


Ibu pasien mengatakan anaknya sudah diare selama 2 hari, dan sudah dibawa
ke bidan tadi pagi, 13 April 2021. Ibu pasien mengatakan semenjak minum obat,
pasien belum BAB lagi.

D. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


1. Prenatal : Prenatal Selama masa kehamilan, ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilannya ke bidan kurang lebih 6 kali, selama hamil ibu pasien sehat dan
tidak pernah mendapat pengobatan yang serius
2. Intranatal : Ibu klien mengatakan melahirkan An.A di klinik bersalin ditolong
oleh bidan, ibu mengatakan melahirkan dengan normal dan tidak ada kompikasi
saat persalinan.
3. Postnatal : Berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 50 cm. ibu
mengatakan pada saat lahir An.A tidak mempunyai penyakit/kelainan. Ibu
mengatakan tidak ada masalah saat menyusui.

E. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Penyakit masa kanak-kanak :
Ibu pasien mengatakan An.A pernah mengalami deman, batuk dan pilek saja
2. Pernah dirawat di RS :
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah dirawat dirumah sakit
3. Obat-obatan yang digunakan :
Ibu pasien mengatakan An.A tidak menggunakan obat-obatan dalam jangka
panjang
4. Tindakan Operasi :
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah dioperasi
5. Alergi :
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak mempunyai alergi terhadap apapun
6. Kecelakaan :
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak pernah mengalami kecelakaan
F. Riwayat Keluarga

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien

Ibu pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mempunyai


riwayat penyakit serupa atau penyakit menular dan menurun lainnya.

G. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh
Ibu pasien mengatakan An.A diasuh oleh kedua orang tuanya dan tinggal dirumah
yang sama
2. Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan anggota keluarga baik ditandai dengan saat An.A sakit anggota
keluarga yang lain ikut merawat An.A
3. Hubungan dengan teman sebaya
Hubungan dengan teman sebaya baik, sebelum sakit An.A aktif dan suka bermain
dengan teman-temannya
4. Lingkungan rumah
Lingkungan rumah bersih, terdapat ventilasi udara dan cahaya matahari masuk
sampai dalam rumah

H. Kebutuhan Dasar
1. Nutrisi
Sebelum sakit selera makan An.A baik, An.A makan 3x sehari dengan 1
porsi habis. Status nutrisi An.A selama sakit selera makan menurun, pasien tidak
mau makan, makannya hanya 4-5 sendok makan dengan nasi, lauk pauk, air putih.
BB : 17 kg (tidak ada penurunan berat badan), BB ideal anak : 18 kg
2. Tidur
Sebelum sakit : Pasien biasa tidur 7 jam pada malam hari, pasien sudah
tidak mau tidur siang. Saat sakit : Pasien sesekali terbangun malam hari, karena
badannya panas, namun setelah ditemani oleh ibunya, pasien kembali tidur
3. Eliminasi
Sebelum sakit An.A BAK 4-6 kali/hari warna kuning jernih, BAB 1x/hari
dengan konsistensi lunak, warna kuning kecoklat, tidak ada kesulitan BAB. Saat
sakit An.A mengalami perubahaan BAB yaitu menjadi >5x/sehari, konsistensi
cair, warna kuning.
4. Aktivitas
Sebelum sakit : pasien aktif bermain dengan teman-temannya. Seperti
bersepedah dan bermain bola dekat rumah. Saat sakit : Pasien hanya dirumah,
karena lemas dan BAB terus

I. Pemeriksaan Tingkat Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik anak normal, tidak ada gangguan dan hambatan
2. Personal sosial
Ibu klien mengatakan anaknya sudah mampu mengambil makan sendiri,
menggosok gigi tanpa bantuan, dan berpakaian tanpa bantuan
3. Motorik halus
Ibu klien mengatakan bahwa anak sudah mampu makan menggambar bangun
datar seperti kotak, segetiga, lingkaran
4. Bahasa
Ibu klien mengatakan bahwa anak pandai berbicara, anak sangat aktif berbicara,
anaknya sudah bisa diajak mengobrol dengan baik.
5. Motorik kasar
Ibu klien mengatakan anak sudah bisa berdiri 1 kaki, berjalan menggunakan tumit
ke jari kaki
6. Perkembangan Kognitif
Pada perkembangan kognitif tidak ada keterlambatan pada An.A

J. Tinjauan Sistem
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. TB dan BB :
c. Lingkar Kepala :
d. Lingkar Lengan :
e. Suhu : 38,5 oC
f. Nadi : 94x/menit
g. Pernafasan : 22 x/menit
h. Tekanan Darah : 100/70 mmHg

2. Pengkajian Kardiovaskuler
a. Nadi : 94x/menit
b. Denyut apeks-frekuensi, irama dan kualitas : teratur, irama reguler
c. Nadi perifer (ada/tidak ada), jika ada frekuensi, irama, kualitas dan perbedaan
antara ekstremitas : tidak ada
3. Pemeriksaan Thorax dan hasil auskultasi
a. Lingkar dada (thorax) : Simetris
b. Adanya deformitas : Tidak ada
c. Bunyi jantung : BJ1 dan BJ2 normal, tidak ada bunyi jantung tambahan
4. Tampilan umum
a. Tingkat aktivitas : Gelisah
b. Perilaku, apatis, gelisah, ketakutan : Gelisah
c. Jari tangan (clubbing finger) : Tidak ada
5. Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Elastisitas : Turgor kulit tidak elastis
c. Suhu : teraba hangat, 38,5 0C
6. Edema
a. Periorbital : Tidak ada edema
b. Ekstremitas : Tidak ada edema
7. Pengkajian Respiratori
a. Bernafas
1) Frekuensi : dada simetris, frekuensi 22x/menit
2) Pola nafas : teratur
3) Retraksi : Tidak ada retraksi dinding dada
4) Pernafasan cuping hidung : tidak ada nafas cuping hidung
5) Posisi yang nyaman : lateral, semi fowler
b. Hasil auskultasi thorax
1) Bunyi nafas : vesikuler
2) Fase ekspresi dan inspirasi : normal
c. Hasil pemeriksaan thorax
1) Lingkar dada :
2) Bentuk dada : simetris
8. Pengkajian Neurologik
a. Tingkat kesadaran : CM (GCS 15, E4 M6 V5)
b. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala : Normochepal
2) Fontael : tidak ada
3) Lingkar kepala :
9. Reaksi pupil
a. Ukuran : 2/2 cm, isokhor
b. Rekasi terhadap cahaya : Normal (miosis)
10. Aktivitas kejang
a. Jenis : Tidak ada
b. Lamanya : Tidak ada
11. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri : Baik

12. Refleks
a. Refleks tendo dan superficial : Baik
b. Refleks patologis : Baik
13. Kemampuan Intelektual (Tergantung tingkat perkembangan)
a. Perkembangan menulis dan menggambar : An.A mampu untuk menulis namanya
sendiri dan menggambar bangun datar seperti kotak, segitiga dan lingkaran
b. Kemampuan membaca : belum bisa membaca
14. Pengkajian Gastrointestinal
a. Hidrasi : ringan-sedang
b. Turgor kulit : Kering
c. Membran mukosa : Kering
d. Asupan dan haluaran :
Balance cairan :
Intake :
Output :
IWL :
15. Abdomen
a. Nyeri : tidak ada nyeri tekan
b. Kekakuan : Tidak ada kekakuan
c. Bising usus : 27x/menit
d. Muntah, jumlah, frekuensi dan karakteristiknya : Tidak ada muntah
e. Fases, jumlah, frekuensi dan karakteristiknya : Cair, warna kuning
f. Kram : Tidak ada kram
16. Pengkajian renal
Fungsi ginjal
a. Nyeri tekan pinggang atau suprapubik : Tidak ada
b. Disuria : Tidak ada
c. Pola berkemih : 4-6 x/hari
d. Adanya acites : Tidak ada acites
e. Adanya edema scrotum, periorbital, tungkai bawah : Tidak ada
17. Karakteristik urine dan urinasi
a. Urine tampak bening atau keruh : Bening
b. Warna : Kuning jernih
c. Bau : Amonia
d. Berat jenis :
e. Menangis setelah berkemih : Tidak
18. Genitalia
a. Iritasi : Tidak ada
b. Secret : Tidak ada
19. Fungsi motorik halus
a. Manipulasi mainan : Mampu bermain ular tangga
b. Menggambar : An.Amampu menggambar
20. Kontrol postur
a. Mempertahankan posisi tegak : An.A mampu tegak
b. Bergoyang-goyang : Aktif
21. Persendian
a. Rentang gerak : Normal
b. Kontraktur : Tidak ada
c. Adanya edema dan nyeri : Tidak ada
d. Tonjolan abnormal : Tidak ada
22. Tulang belakang
a. Lengkung tulang belakang : tidak ada scoliosis kifosis
23. Pengkajian hematologic
Kulit
a. Warna : Sawo matang
b. Adanya ptekie, memar : Tidak ada
c. Perdarahan dari membrane mukosa atau dari luka suntikan atau fungsi : Tidak ada
24. Abdomen
a. Pembesaran hati : Tidak ada
b. Pembesaran limpa : Tidak ada
25. Pengkajian endokrin
Status hidrasi
a. Poliuria : Tidak ada
b. Polifagia : Tidak ada
c. Polidipsi : Tidak ada
d. Kulit kering : Ya
26. Tampilan umum
a. Alam perasaan : Gelisah
b. Iritabilitas : Peka terhadap rangsangan
c. Sakit kepala : Tidak ada
d. Gemetar : Tidak ada

27. Obat-obatan saat ini

Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek Samping


ANALISA DATA

(Sumber : (Tim Pojka SDKI DPP PPNI, 2016))

No Analisa Data Masalah Keperawatan


1. Data Subjektif : Hipertermia b.d proses
1. Ibu pasien mengatakan badannya panas penyakit

Data Objektif :
1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. TTV
Suhu : 38,5 oC
Nadi : 94x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
3. Kulit pasien teraba hangat
2. Data Subjektif : Hipovolemia b.d kehilangan
1. Ibu pasien mengatakan anaknya sudah cairan aktif
BAB lebih dari 5x dalam sehari dengan
konsistensi cair
2. Ibu pasien mengatakan anaknya sudah
diare selama 2 hari

Data Objektif :
1. TTV
Suhu : 38,5 oC
Nadi : 94x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
2. Hidrasi: ringan-sedang
3. Turgor kulit tidak elastis
4. Membran mukosa : Kering
5. Balance cairan :
Intake :
Output :
IWL :
3. Data Subjektif : Resiko Defisit Nutrisi d.d
1. Ibu pasien mengatakan sebelum sakit
selera makan An.A baik, An.A makan 3x
sehari dengan 1 porsi habis. Namun
selama sakit selera makan menurun,
pasien tidak mau makan, makannya hanya
4-5 sendok makan dengan nasi, lauk pauk,
air putih.

Data Objektif :
1. BB : 17 kg (tidak ada penurunan berat
badan sebelum dan sesudah sakit), BB
ideal anak : 18 kg
NURSING CARE PLAN
(Sumber : (Tim Pojka SLKI DPP PPNI, 2019) dan (Tim Pojka SIKI DPP PPNI, 2018))

Nama mahasiswa : Nia Pagustya Nama klien (usia) : An.A (2 tahun)


Tanggal pengkajian : 04 April 2021 Jenis Kelamin : Laki-laki
Perencanaan
No Dx Kep
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. 1. 1.
2. 1. 1.
3. 1. 1.
4. 1. 1.
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KE-1

No Dx Keperawatan Tgl/waktu Implementasi Evaluasi Paraf


1.
2.
3.
4.
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KE-2

No Dx Keperawatan Tgl/waktu Implementasi Evaluasi Paraf


1.
2.
3. 1.
4. 1.
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KE-3

No Dx Keperawatan Tgl/waktu Implementasi Evaluasi Paraf


BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai