TUGAS BESAR 2
AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH + LABORATORIUM
DISUSUN OLEH :
NAMA : Rizky Vidya Alviani
NIM : 43218110190
Dosen
Safira, SE,Ak,M.Si
UNIVERSITAS MERCU BUANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
2
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak
lain untuk suatu usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 %
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan
sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan
bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah
kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau
menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar
mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari
mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib
terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan
diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya
yang telah dikeluarkan.
1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam
bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik
secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya
untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi
(nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan
kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal
yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
4
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang
berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku
dalam aktifitas itu.
1. Mudharabah mutlaqah
2. Mudharabah Muqayyadah
a) Mudharabah Mutlaqah
Dalam mudharabah mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis
apadana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad
tertentu, ataupun mensyaratkan dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank
memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang
diperkirakan menguntungnkan.
Bank wajib memeberitahukan kepada pemilik mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti
penyimpanan, serta kartu ATM dan atau penarikan lainnya kepada penabung. Untuk
deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan
(bilyet) deposito kepada deposan.
6
Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuia dengan
perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negative.
Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sma
seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis
maka tidak perlu dibuat akad baru.
Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan tabugan dan deposito tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b) Mudharabah Muqayyadah
Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank
dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan
khusus.
Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara
pemberitahuan keuntungan dan/atau pembagian keuntungan secara risiko yan dapat
ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal
tersebut harus dicantumkan dalam akad.
Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertitifikat atau tanda
penyimpanan (bilyet) dposito kepada deposan.
Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib
memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus daicatat pada pos
tersendiri dalam rekening administrative.
Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang
diamanatkan oleh pemilik dana.
Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara
pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
8
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah
(sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi
di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh
pemilik dana.
Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah
temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode
akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
PSAK 105 juga memberikan ketentuan penyajian dan pengungkapan bagi pemilik dana dan
pengelola dana mudharabah.
1. PSAK 105 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi Mudharabah baik sebagai
pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Namun, PSAK ini
tidak berlaku untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad Mudharabah.
2. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk
pemilik dana (shahibul maal) dan akuntansi untuk pengelola dana (mudharib) dalam
transaksi Mudharabah.
3. Mudharabah yang dimaksud dalam PSAK ini terdiri dari Mudharabah mutlaqah,
Mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah.
4. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai pemilik dana
penyempurnaan dilakukan untuk :
9
1. Aktivitas
Perbedaan yang pertama terletak pada aktivitas pembukuan kedua laporan tersebut. Laporan
keuangan syariah menerapkan aktivitas meliputi kewajiban, investasi tidak terikat serta
ekuitas.
Sedangkan pada laporan keuangan konvensional menerapkan aktivitas berupa utang dan
modal. Selain itu, pada laporan keuangan konvensional juga tidak terlihat adanya
penambahan investasi tidak terikat.
2. Sudut pelaporannya
Pada segi pelaporannya, laporan keuangan konvensional mengandung lebih sedikit unsur
laporan keuangan.
Unsur laporan keuangan yang terdapat pada laporan keuangan konvensional adalah laporan
laba rugi, laporan arus kas, laporan neraca, laporan perubahan modal (ekuitas), serta laporan
catatan atas laporan keuangan.
Bedanya dengan laporan keuangan syariah adalah, laporan keuangan syariah memiliki unsur
laporan arus kas, laporan laba rugi, laporan neraca, laporan perubahan modal.
Selain itu laporan keungangan syariah juga memiliki unsur laporan rekonsiliasi pendapatan
serta bagi hasil, laporan perubahan dana investasi, laporan sumber dana serta penggunaan
dana zakat, laporan penggunaan dana kebaikan.
3. Organisasi
Jika ditinjau dari segi organisasinya, maka keberadaan DPS (Dewan Pengawas Syariah)
menjadi aspek pembeda antara perusahaan yang menggunakan laporan keuangan syariah
dengan perusahaan yang menggunakan laporan keuangan konvensional.
11
Keberadaan DPS terdapat 3 orang profesi ahli hukum agama islam yang bertanggung jawab
untuk memberikan fatwa agama islam serta melakukan pengawasan dengan dewan komisaris
perusahaan yang juga berbasis syariah.
Sedangkan pada perusahaan yang menganut laporan keuangan konvensional, tidak terdapat
DPS ataupun aturan yang menjadi beban DPS.
Disini terdapat paradigma yang berbeda antara perusahaan yang menggunakan laporan
keuangan syariah dengan perusahaan yang menggunakan laporan keuangan konvensional.
Pada usaha syariah, paradigmanya adalah penekanan terhadap keyakinan bahwa setiap
kegiatan manusia memiliki akuntabilitas yang meletakkan akhlaq dan juga perangkat syariah
sebagai tolak ukur baik buruknya suatu kegiatan usaha.
Sedangkan pada perusahaan yang menggunakan laporan keuangan konvensional, tidak ada
hal semacam itu pada pelaksanaanya.
5. Penyelesaian Sengketa
Sebuah penyelesaian permasalahan akan diselesaikan secara berbeda, tergantung pada prinsip
perusahaan tersebut, apakah menganut syariah atau konvensional.
Pada perusahaan yang berbasis syariah, maka masalah akan diselesaikan dengan
menggunakan aturan dan hukum syariah islam. Lembaga yang mengatur hukum di Indonesia
adalah Badan Arbritase Muamalah (BAMUI).
Sebagai contoh, perusahaan syariah memiliki masalah pada keuangan mereka, dikarenakan
ketidak jujuran akuntan mereka. Selanjutnya akuntan tersebut akan dibawa ke BAMUI untuk
diadili.
Contoh di perusahaan konvensional, seorang akuntan membuat laporan palsu yang tidak
sesuia dengan kondisi keuangan perusahaan sesungguhnya. Kemudian akuntan tersebut akan
dibawa ke pengadilan negeri untuk diadili.
12
6. Pos pembukuan
Selanjutnya, pada pos pembukuan syariah terdiri dari piutang murabah, piutang salam,
piutang isthisna, dan piutang qardh. Ssedangkan pada pos pembukuan konvensional tidak
terdapat hal-hal seperti itu, yang ada hanya terdiri dari nama pemilik akun piutang dagang.
13
Disisi lain dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai ekuitas karena
mempunyai waktu jatuh tempo danpemilik dana tidak mempunyai hak kepemilikan yang
sama dengan pemegang saham seperti hak voting dan hak atas realisasi keuntungan yang
berasal dari aset lancar dan aset non investasi (current and other non investment
accounts).
Hubungan antara entitas syariah dan pemilik dana syirkah temporer (bisa BANK atau non
BANK) merupakan hubungan kemitraan berdasarkan akad mudharabah muthlaqah,
mudharabah muqayyadah atau musytarakah. Entitas syariah mempunyai hak untuk
mengelola dan menginvestasikan dana yangditerima dengan atau tanpa batasan seperti
mengenai tempat, cara atau obyek investasi.
Dana syirkah temporer merupakan salah satu unsur neraca dimana hal tersebut sesuai
dengan prinsip syariah yang memberikan hak kepada entitas syariah untuk mengelola
danmenginvestasikan dana, termasuk untuk mencampur dana dimaksud dengan dana
lainnya. Pemilik dana syirkah temporer memperoleh bagian atas keuntungan sesuai
kesepakatan dan menerima kerugian berdasarkan jumlah dana dari masing-masing pihak.
Pembagian hasil dana syirkah temporer dapat dengan konsep bagi hasil atau bagi untung
14
3. Jelaskan mengapa hak pihak ketiga atas bagi hasil dalam laporan laba
rugi tidak dapat dikelompokkan sebagai unsur beban bank syariah !
Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer adalah bagian bagi hasil pemilik dana
atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode
laporan keuangan. Hak pihak ketiga atas bagi hasil tidak bisa dikelompokkan sebagai beban
(ketika untung) atau pendapatan (ketika rugi). Namun, hak pihak ketiga atas bagi hasil
merupakan alokasi keuntungan dan kerugian kepada pemilik dana atas investasi yang dilakukan
Jenis Murabahah
1. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam
murabahah berdasarkan pesanan, penjual (bank) melakukan pembelian barang setelah
ada pemesanan dari pembeli (nasabah).
2. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli
untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat
pembeli tidak dapat memabatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli
oleh penjual mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka
penurunan nilai tersebut menjadi tanggungan penjual dan akan mengurangi nilai akad.
Metode Pembayaran
3. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran
tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada
pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu
tertentu
Kesepakatan Harga
4. Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara
pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad
tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang
digunakan.
5. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedang biaya perolehan
harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah maka
diskon itu merupakan hak pembeli.
Diskon dari Pemasok/Suplier
6. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain meliputi:
Diskon dalam bentuk apa pun dari pemasok atau pembelian barang.
Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian
barang.
16
Komisi dalam bentuk apa pun yang diterima terkait dengan pembelian barang.
7. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati
diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam
akad, maka diskon tersebut menjadi hak penjual.
Jaminan
8. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara
lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual dan/atau aset lainnya.
Uang Muka Murabahah
9. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen
pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang
murabahah, jika akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, maka uang
muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung
oleh penjual. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat
meminta tambahan dari pembeli.
Denda
10. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda kecuali dapat dibuktikan bahwa
pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda
tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih
disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan
dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukan sebagai dana kebajikan.
Potongan Harga
11. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika
pembeli:
Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau
Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah
disepakati.
Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum
dilunasi jika pembeli:
Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; atau
Mengalami penurunan kemampuan pembayaran; atau
Meminta potongan dengan alasan yang dapat diterima penjual.
17
Terdapat alasan yang membuat PSAK 102 ( revisi 2013 ) ini dikeluarkan. Alasan
yang pertama adalah bahwa konsep murabahah yang dilakukan oleh bank syariah di
Indonesia sangat berbeda dengan akad murabahah yang dilakukan oleh bank syariah yang
ada di negara lain. Akad murabahah yang berbasis ba’i yang ada di negara lain
merupakan murabahah dimana terdapat barang yang dimiliki oleh pembeli pertama yang
akan bertindak sebagai penjual kedua. Ini peranan yang dilakukan oleh bank syariah.
Seperti diketahui bahwa konsep murabahah yang melakukan jual beli perlu ada
syarat-syaratnya. Yang pertama adalah kepastian ketersediaan barang. Yang kedua adalah
adanya ijab kabul yang dilakukan antara pihak penjual dan juga pihak pembeli, serta perlu
adanya transparansi berkaitan dengan harga awal. Kemudian akan diikuti dengan adanya
kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Kesepakatan ( ijab dan kabul ) ini dapat
dilakukan secara lisan dan juga dapat dilakukan secara tertulis. Ini merupakan syarat sah
jual beli yang dapat diterima dalam syariah Islam. HM Jusuf Wibisana, ketua DSAS IAI
dalam pernyataannya memberikan contoh jual beli di pasar secara jujur yang biasa
dilakukan oleh kita sehari-hari. Dalam Islam, jual beli pada dasarnya harus memberikan
manfaat bagi kedua belah pihak. Iniu merupakan konsep murabahah yang original.
Sedikit berbeda dengan tamwil bil Murabahah yang merupakan pembiayaan murabahah
dengan basis jual beli.
Dalam pembiayaan murabahah ini, diberikan contoh bila seorang nasabah ingin
membeli mobil, maka nasabah tersebut akan mempergunakan konsep tamwil bil
murabahah untuk mendapatkan mobil tersebut. Agar akad tersebut dapat terlaksana maka
nasabah datang ke suatu bank syariah dan mengajukan pembiayaan berbasis murabahah.
Di sini yang berlaku adalah pembiayaan dengan konsep tamwil bil murabahah. Dengan
adanya konsep tamwil bil murabahah maka pembeli akhir menandatangani kontrak
dengan bank syariah untuk mewakili dirinya dalam melakukan pembelian mobil.
Tentunya setelah nasabah mengetahui jenis mobil yang akan dibelinya. Di sini bank
syariah akan menerbitkan akad wakalah ( Perwakilan ) yang menyatakan bahwa bank
syariah menyetujui untuk mewakili nasabah dalam melakukan pembelian mobil terhadap
nasabah. Bank syariah dengan akad ini dianggap telah memiliki barang yang akan
dijualnya lagi kepada nasabah pembiayaan murabahah selaku pembeli akhir dengan akad
tamwil bil murabahah. Dengan akad ini maka kepemilikan bank syariah terhadap barang
tersebut hanya sebentar. Di akad ini dapat dipastikan terjadi perbedaan harga. Akan tetapi
18
ini bukan merupakan konsep time value of money Yang dilarang dalam syariah Islam
dikarenakan ada underlying transaction yang mendasarinya. Dapat dicontohkan dengan
pebnerbitan sukuk dimana terdapat underlying asset ( asset yang mendasari ), sepeerti
sukuk ijarah, dimana selalu diikuti dengan asset yang mendasari penerbitan sukuk
tersebut dan investor sukuk akan mendapatkan revenue dari asset tersebut. Hal ini juga
terjadi pada akad tamwil bil murabahah.
Bagaimana dengan harga barang tersebut, pada saat dijual kembali kepada pembeli
akhir ? Dalam hal ini berlaku konsep yang ada dalam fiqh muamalah, yaitu al waktu
minast tsaman, atau waktu ( masa ) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari harga.
Hal ini diperbolehkan, dikarenakan terdapat kemungkinan perubahan harga di masa yang
akan datang. Bila harganya sama maka pembeli akhir akan melakukan kezaliman kepada
pihak pembeli pertama yang menjadi penjual kedua. Selain itu juga Islam menegaskan
dalam muamalah untuk melakukan risk management dengan baik. Berbagai hal tersebut
menjadi alasan dikeluarkannya PSAK 102 ( revisi 2013 ) tentang murabahah yang
berusaha menyentuh praktek murabahah yang sering dilakukan oleh bank syariah.
Sebelum PSAK ini dikeluarkan telah dikeluarkan dahulu Buletin Teknis No 9 9 tentang
penerapan metode anuitas dalam pembiayaan murabahah. Dalam point 6 di buletin teknis
tersebut disebutkan tentang pembiayaan murabahah yang keuntungannya diakui secara
anuitas didasarkan pada fakta bahwa pembiayaan murabahah merupakan penyediaaan
dana oleh lembaga keuangan syariah yang disalurkan kepada nasabah dengan mekanisme
jual beli
19
1. Rukun Murabahah
Pada dasarnya, rukun dan syarat murabahah sama dengan rukun dan syarat jual beli secara
umum, yaitu penjual, pembeli, sighat, serta barang atau sesuatu yang diakadkan. Adapun
rukun dari akad murabahah adalah:
Penjual (ba’i): Penjual dalam jual beli murabahah adalah pihak bank. Secara teknis,
biasanya pihak bank bertugas untuk membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama
bank itu sendiri.
Namun terkadang bank juga menggunakan media akad wakalah dalam pembelian barang.
Akad wakalah terjadi ketika nasabah membeli sendiri barang yang diinginkan atas nama
bank.
Berdasarkan fatwa diatas dapat dipahami bahwa diskon yang berikan oleh supplier kepada
LKS sebelum terjadinya akad murabahah antara LKS dengan nasabah adalah merupakan hak
dari nasabah. Diskon tersebut secara otomatis menjadi hak nasabah tanpa adanya suatu proses
perjanjian yang dituangkan dalam akad. Namun, jika diskon tersebut diberikan oleh supplier
kepada LKS setelah terjadinya akad murabahah antara LKS dengan nasabah, maka diskon
tersebut bisa diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak
yang dituangkan dalam akad perjanjian murabahah yang ditandatangani. Diskon dalam
murabahah yang berikan supplier kepada LKS setelah terjadinya akad antara LKS dengan
nasabah ini perlu disosialisasikan atau diberitahukan oleh LKS kepada nasabah, karena bisa
jadi banyak nasabah yang tidak mengetahui tentang hal ini. Harapannya semoga hak nasabah
terhadap diskon dalam murabahah dapat diimplementasikan secara maksimal dan
terhindarnya perselisihan antara LKS dan nasbah dikarenakan ketidaktransparanan LKS
21
4. Jelaskan aturan dan pengakuan serta pengukuran uang muka murabahah yang
diterima oleh Lembaga Keuangan Syariah dari nasabahnya !
Pengakuan dan pengukuran penerimaan uang muka adalah sebagai berikut:
1) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima.
2) Pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai pembayaran
piutang (merupakan bagian pokok).
3) Jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli
setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penjual.
Mengenai pengakuan dan pengukuran uang muka pembelian yaitu diakui sebagai uang muka
pembelian sebesar sejumlah uang muka yang diterima dan telah disepakati oleh pihak bank
dan nasabah, dimana uang muka didapatkan dari harga jual rumah dikurangi dengan batas
maksimal kredit dengan dilihat dari penghasilan/gaji nasabah. Dan jika barang sudah dibeli
oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang yaitu merupakan bagian
pokok.
Hal ini sesuai dengan juga telah dijelaskan pada PSAK No. 102 tentang akuntansi murabahah
juga menjelaskan mengenai uang muka pada paragraf 14, paragraf 30. Maka pencatatan
akuntansi yang dilakukan oleh Bank BTN Syariah Kantor Cabang/KC Surabaya pada saat
menerima uang muka dari nasabah adalah (Dr) Kas dan (Kr) Uang Muka Murabahah.
Sedangkan pada saat barang sudah dibeli oleh pembeli, pencatatannya adalah (Dr) Uang
Muka Murabahah dan (Kr) Piutang Murabahah, sehingga untuk penentuan margin
keuntungan dapat didasarkan atas nilai piutang yaitu nilai harga jual rumah kepada pembeli
yaitu nasabah setelah dikurangi dengan nilai harga pembelian rumah dari bank kepada pihak
developer.
22
Terdapat alasan yang membuat PSAK 102 ( revisi 2013 ) ini dikeluarkan. Alasan yang
pertama adalah bahwa konsep murabahah yang dilakukan oleh bank syariah di Indonesia
sangat berbeda dengan akad murabahah yang dilakukan oleh bank syariah yang ada di negara
lain. Akad murabahah yang berbasis ba’i yang ada di negara lain merupakan murabahah
dimana terdapat barang yang dimiliki oleh pembeli pertama yang akan bertindak sebagai
penjual kedua. Ini peranan yang dilakukan oleh bank syariah.
23
Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya
diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
26
9. Jelaskan pengakuan dan pengukuran jika penerimaan barang berbeda kualitas dengan
yang kesepakatan pada kontrak / akad !
Apabila barang yang dikirm tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih untuk
membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah
diserahkannya. Pembatalan dimungkinkan untuk keseluruhan barang pesanan, yang
mengakibatkan pengembalian semua modal salam yang telah dibayarkan. Dapat juga
berupa pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian
modal saham (Nurhayati dan Wasilah, 2014: 203-204).
jika barang pesanan berbeda kualitasnya, maka:
a. barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai akad, jika nilai pasar (nilai
wajar jika nilai pasar tidak tersedia) dari barang pesanan yang diterima nilainya sama
atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad;
b. barang pesanan yang diterima diukur sesuai nilai pasar (nilai wajar jika nilai pasar tidak
tersedia) pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian, jika nilai pasar dari
barang pesanan lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad.
28
10. Jelaskan hal – hal yang terkait dengan penyajian transaksi salam dalam
laporan keuangan syariah, yang telah diatur dalam PSAK 103 tentang
Akuntansi salam !
PSAK 103: Akuntansi Salam (PSAK 103) dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 103
menggantikan pengaturan mengenai akuntansi salam dalam PSAK 59: Akuntansi
Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 103 mengalami perubahan pada 06 Januari
2016 terkait terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran
Nilai Wajar. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017 secara retrospektif.
IKHTISAR RINGKAS
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi salam, baik sebagai
penjual atau pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas
obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad salam. Salam adalah akad jual beli
barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam
illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu.
Piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada
penjual. Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang
salam.Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
a. besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara
bersama-sama dengan pihak lain;
Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal usaha salam sebesar modal
usaha salam yang diterima. Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation)
pada saat penyerahan barang kepada pembeli. Penjual menyajikan modal usaha salam
yang diterima sebagai kewajiban salam.
a. piutang salam kepada produsen (dalam salam paralel) yang memiliki hubungan
istimewa;