Anda di halaman 1dari 10

1.

Mulainya terjadi iskemia


2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang


terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi (Winslet, 2002).
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi
dengan tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan
diagnosa hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan
(Winslet, 2002):
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda
yang sangat penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan
penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa
terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang mengalami
obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan
dengan kekakuan abdomen..
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness
menandakan perlunya laparotomy segera.
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah
diterapi konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap
harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang,
lunak, ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan
semakin membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang
sama kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya
lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita
lanjut usia yang pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya
bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat
jarang. Riwayat perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang
baru terjadi sering terjadi karena karsinoma dan divertikulitis adalah penyebab
yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan
ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah
satu minggu (Harrison’s, 2001)

2.7. Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding ileus


obstruktif

Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijaun dan
pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

Pemeriksaan Fisik
Fisik umum
Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan
gejala dehidrasi yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate.

Spesifik
1. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi
2. Pireksia
3. Obstruksi mekanis ditandai dengan darm steifung dan darm counter.
4. Dance’s Sign dan Sausage Like Sign

Dance’s Sign dan Sausage Like Sign dijumpai pada ± 60% kasus, tanda ini
patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis,
yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan
intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut Dance’s Sign. Massa seperti
sosis teraba di daerah subcostal yang terjadi spontan. Sensasi kekosongan terjadi
pada kuadran kanan bawah karena masuknya sekum pada kolon ascenden.

5. Nyeri tekan (+)


6. Peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap lanjut dimana obstruksi
terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.
7. Adanya feces bercampur darah dan lendir makroskopis pada pemeriksaan
rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan dan intusepsi. Feces bercampur
darah dan lendir pada sarung tangan merupakan suatu tanda yang
patognomonik.
8. Pemeriksaan rectal toucher teraba seperti portio uteri (pseudoportio) akibat
invaginasi usus yang lama.
9. Tenda-tanda peritonitis dijumpai bila terjadi perforasi.

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat
gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang
disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.

2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup “defance musculair‟ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal.

3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruksi strangulata
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya
feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah
makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat
mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila
isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung.

4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-peritonitis. Barium enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

5. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi,
tetapi hitung darah putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi.
Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan pada semua bentuk ileus
obstruktif, khususnya jenis strangulasi.

6. Pemeriksaan colok dubur

Diagnosis banding

Pada ileus paralitik nyari yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan
terjadi distensi abdomen. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut (misalnya
aperndisitis), akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer ileus tersebut.
Obstruksi usus besar ditandai dengan obstipasi dan distensi abdomen, kolik lebih
jarang terjadi, dan muntah juga tidak selalu terjadi. Dengan foto akan tampak kolon
yang dilatasi sampai ke letak sumbatan.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai
obstruksi usus sederhana. Strangulasi dapat dikacaukan oleh pankreatitis hemoragik
atau oklusi vascular mesenteric.

Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:


 Carcinoid gastrointestinal.
 Penyakit Crohn.
 Intussuscepsi pada anak.
 Divertikulum Meckel.
 Ileus meconium.
 Volvulus.
 Infark Myocardial Akut.
 Malignansi, Tumor Ovarium.
 TBC Usu

2.8. Memahami dan menjelaskan tatalaksana ileus obstruktif

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan


kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus
di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus
ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit
serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai
kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas
dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004)

Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting
untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini
bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi
pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen.
Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan
resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif
dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)

Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan
terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan
obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan
tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh
tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis.
Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan
penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan
menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan
bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun
meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.

Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi


dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara
hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma
pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia
incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.

Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat


keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik;
walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi
dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan
hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang
rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas
dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih
meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi
hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan
penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya
peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke
depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai
viabilitas usus.

Terapi umum
1.Istirahat
 Dirawat di ruangan gawat darurat
 Segera pasang sonde lambung (NGT)
 Selang rectal
 Pasang kateter

2.Diet

 Pasien puasa
 Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai flatus

3.Medikamentosa
Obat pertama :

 Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus


 Antibiotik

OBAT ANTIEMETIK
• Antagonis reseptor H1
• Antagonis reseptor muskarinik
• Antagonis reseptor dopamin
• Antagonis reseptor serotonin
• Cannabinoid
• Steroid

Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada
lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)

Antagonis reseptor muskarinik


• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin

Antagonis reseptor dopamin


• Metoklopramid
• Domperidone • Phenothiazine

Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada
anak2 dan dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare

Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
• ES : diare

Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt
sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin
dan muskarinik
• Pemberian p.o., rektal, atau parenteral

Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a
transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT

Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn
rangsangan pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood,
hipotensi postural, halusinasi, dan reaksi psikotik

Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron

MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR

PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi

Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa
hari
• ES : ringan

Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan
volume cairan di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus
→massa yg sangat besar masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon →
fermentasi → asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari

Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lumak
• Efek stimulan laksatif lemah

Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam

OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT

DOMPERIDONE
• Antagonis reseptor D2 a antiemetik
• Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a
menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas GIT
• Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
• Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
• ES : hiperprolaktinemia

METOKLOPRAMID
• Efek sentral → antiemetik
• Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi
asam lambung
• Efeknya kecil pada motilitas usus bag. bawah
• Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik

CISAPRIDE
• Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. atas
• Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak mempunyai efek antiemetik
• ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)

2.9. Memahami dan menjelaskan komplikasi ileus obstruktif

Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir
dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga perut dengan akibat
peritonitis umum.
Komplikasi dari ileus obstruktif antara lain terjadinya nekrosis usus, perforasi usus,
Sepsis, Syok-dehidrasi, Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan
malnutrisi, Pneumonia aspirasi dari proses muntah, gangguan elektrolit, meninggal.

2.10. Memahami dan menjelaskan prognosis ileus obstruktif

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempatdan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinyaterhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat
rendah sehinggameningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih
tinggi dibandingkanobstruksi usus halus.

3. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination adalah pemeriksaan rektum
bagian bawah. Dokter menggunakan jari dalam sarung tangan yang dilumasi untuk
memeriksa adanya kelainan.

Beberapa penyakit yang dapat diketahui melalui pemeriksaan colok dubur :


1. Wasir (haemorrhoid). Ada yang di luar (eksterna) dan di dalam (interna). Bila
diluar, langsung keliatan tanpa perlu memasukkan jari ke anus, sedangkan yang
interna, perlu memasukkan jari ke anus.
2. Tumor dubur. Dapat langsung terlihat saat pasien mengedan sebelum
memasukkan tangan, tapi apabila tumornya di dalam dan tidak terlihat, perlu
memasukkan tangan juga.
3. Trauma usus. Biasanya ada darah saat kita memasukkan jari ke anus. Tentu saja
sebelumnya pasien harus ada riwayat trauma pada daerah dada atau daerah
perut. Tapi belum diketahui traumanya disebabkan oleh usus atau otot saja. Bila
di sarung tangan kita ada darah, hampir pasti kalo pasien tsb juga mengalami
trauma pada ususnya, sehingga ususnya berdarah.
4. Gangguan prostat. Pembesaran prostat/ tumor prostat juga bisa ditegakkan tanpa
perlu periksa PSA (Prostat Spesific Antigen). Kalo periksa PSA ini perlu pake lab
(lebih mahal). Tapi untuk prostat perlu jari yang panjang dan agak menjorok
masuk, karena letak prostat di dalam.
5. Kalo didapatkan feces saat pemeriksaan, langsung fecesnya bisa diperiksa lebih
lanjut. Kalo terlihat feces berwarna hitam (melena) atau merah (hematokhezia),
kemungkinan ada perdarahan di saluran pencernaan.

Masih banyak penyakit-penyakit lain yg dpt diketahui, bahkan sampai penyakit


kelamin pun bisa diketahui.
Apabila pada rectal toucher didapatkan hasil sbb, maka dicurigai :
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan radiologis

a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3
cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya
gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya
obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto
abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang
oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Anda mungkin juga menyukai