Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI EMERGENCY”
1.      Definisi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan
tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai
sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan darah sistolik lebih
besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih besar atau sama dengan
90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah
tinggi (Wikipedia, 2010).
Hipertensi  adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran
darah darah (Hani, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki
batasan masing – masing :
a.    Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
b.    Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
c.    Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi

Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 


≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat
progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.
Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan darah
harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan
yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat
tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.

2.      Jenis Hipertensi


Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a)      Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung,
paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala
gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b)      Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada
gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam
hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.

Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :


a)      Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
essensial). Hal ini ditandai dengan peningkatan kerja jantung akibat penyempitan
pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 – 95%) penderita termasuk hipertensi primer.
Hipertensi primer juga didapat terjadi karena adanya faktor keturunan, usia dan jenis
kelamin.
b)      Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik
lainnya, misalnya seperti kelainan hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal,
dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010 : 22). Sekitar 5 – 10% penderita
hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).

3.      Klasifikasi Hipertensi

Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa


Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
210 mmHg atau lebih 120  Hg atau lebih
(Hipertensi maligna)

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat
darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”,
dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan
pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang
baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.

4.      Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi
ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta;
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1.      Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak  teratur minum obat.
2.      Kehamilan
3.      Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4.      Pengguna NAPZA
5.      Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)

5.      Manifestasi Klinis


Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata
kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi
pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan
nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
 Gambaran klinik hipertensi darurat dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5
Tekanan Funduskopi Status neurologi Jantung Ginjal Gastrointestinal
darah
> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
mmHg eksudat, kacau, membesar, proteinuria
edema gangguan dekompensasi,
papilla kesadaran, oliguria
kejang.

Table 3. Hipertensi Emergensi (darurat)


Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari tingkatan
TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan
usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi
dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang
terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai
bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada
penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi
ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD
160/110 mmHg.

6.      Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan
mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai
di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial
yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron.
Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan
timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului
penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi
maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan
darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila tekanan
darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan
tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after
load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi
lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan krisis
hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.

Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi


Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean
Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi
baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi
menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit
saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak.
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a)      Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
b)      Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang
sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri
kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau
hormon di dalam darah.
c)      Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka
tekanan darah akan menurun.

Pathway :

Kelebihan volume cairan


Jenis kelamin
umur
Gaya hidup
obesitas
hipertensi
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur
Penyumbatan pembuluh darah
Vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi
otak
ginjal
Pembuluh darah
Retina

Nyeri kepala
Gangguan pola tidur
Suplai O2 otak menurun
sinkop
Gangguan perfusi jaringan
Vasokonstriksi pembuluh darah ginjal
Blood flow munurun
Respon RAA
Rangsang aldosteron
Retensi Na
edema
sistemik
Vasokonstriksi
Afterload meningkat
Penurunan curah jantung
Fatique
Intoleransi aktifitas
koroner
Iskemi miocard
Nyeri dada
Spasme arteriole

diplopia

Resti injuri

Resistensi pembuluh darah otak


Elastisitas     , arteriosklerosis

7.      Penatalaksanaan Hipertensi emergency


Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah secepat
dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap
tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan  tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan
diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per
parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah
Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat
diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan
meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40
mg. Penderita harus dirawat inap.

Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 3,5


Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sering  sesak napas nokturia, dysarthria,
kali tanpa gejala kelemahan, kesadaran
menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
kerusakan organ target; muncul klinis insufisiensi ginjal, iskemia
target, tidak ada penyakit jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, naikkan  pendek obat IV
dosis

Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU


dalam 3 hari 24 jam

Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency) dapat
dilihat pada tabel 5.

Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5


Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 Hipotensi, gagal ginjal,
ulangi per 30 min ; jam ;              SL 10-20 stenosis arteri renalis
SL, 25 mg min/2-6 jam
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk, mulut
ulangi per jam kering
Propanolo 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
l ulangi setiap 30 min jantung, hipotensi ortostatik
Nifedipine 5 - 10  mg PO; 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 gangguan koroner
menit

SL, Sublingual. PO, Peroral


Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian
parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6: Obat hipertensi parenteral 3,5


Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / kg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan jangka
nitroprusside menit sebagai menit setelah panjang dapat menyebabkan keracunan
infus IV infus tiosianat, methemoglobinemia,
asidosis, keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg 2-5 min /5-10 Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
sebagai infus IV min methemoglobinemia; membutuhkan
sistem pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15-30 Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
sebagai infus IV min peningkatan tekanan intrakranial;
hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan gangguan koroner
per 250 cc jam
Glukosa 5%
mikrodrip
5-15 ug/kg/menit 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
Diltiazem sebagi infus IV 30 min peningkatan tekanan intrakranial;
hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi dengan
penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak
memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat
pada tabel 7.

Tabel 7: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 2,5
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan
nicardipine iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam
labetalol
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
labetalol
Kelebihan katekolamin Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopati Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage nicardipine
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam

AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.

Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi


Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari
apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan
disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care
unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
1.      Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous.
Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg /
menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2.      Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis
tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of
action 3 – 5 menit.  Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.  Efek samping : sakit
kepala, mual, muntah, hipotensi.
3.      Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12
jam.  Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan.  Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4.      Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.  Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,
i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam.  Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 –
40 mg i.m  Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular.  Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5.      Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60
menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6.      Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama
untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.  Dosis 5 – 20 mg secar i.v
bolus atau i.m.  Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.
7.      Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem
simpatis dan parasimpatis.  Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.  Onset of action : 1
– 5 menit.  Duration of action : 10 menit.  Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine,
respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8.      Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.  Dosis : 20 – 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v.  Onset of action 5 – 10
menit  Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi,
dll.  Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of action 10
jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering
dijumpai.
9.      Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.  Onset of action : 30 – 60 menit,
duration of action kira-kira 12 jam.  Efek samping : Coombs test ( + ) demam,
gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa
takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10.  Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.  Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan
dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila
dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

Pengobatan khusus krisis hipertensi


1.      Ensefalopati Hipertensi
Pada Ensefalofati hipertensi biasanya ada keluhan serebral. Bisa terjadi dari hipertensi
esensial atau hipertensi maligna, feokromositoma dan eklamsia. Biasanya tekanan darah
naik dengan cepat, dengan keluhan : nyeri kepala, mual-muntah, bingung dan gejala
saraf fokal (nistagmus, gangguan penglihatan, babinsky positif, reflek asimetris, dan
parese terbatas) melanjut menjadi stupor, koma, kejang-kejang dan akhirnya meninggal.
Obat yang dianjurkan : Natrium Nitroprusid, Diazoxide dan Trimetapan.
2.    Gagal Jantung Kiri Akut
Biasanya terjadi pada penderita hipertensi sedang atau berat, sebagai akibat dari
bertambahnya beban pada ventrikel kiri. Udem paru akut akan membaik bila tensi telah
terkontrol.
Obat pilihan : Trimetapan dan Natrium nitroprusid. Pemberian Diuretik IV akan
mempercepat perbaikan
3.    Feokromositoma
Katekolamin dalam jumlah berlebihan yang dikeluarkan oleh tumor akan berakibat
kenaikan tekanan darah. Gejala biasanya timbul mendadak : nyeri kepala, palpitasi,
keringat banyak dan tremor. Obat pilihan : Pentolamin 5-10 mg IV.
4.    Deseksi Aorta Anerisma Akut
Awalnya terjadi robekan tunika intima, sehingga timbul hematom yang meluas. Bila
terjadi ruptur maka akan terjadi kematian. Gejala yang timbul biasanya adalah nyeri dada
tidaj khas yang menjalar ke punggung perut dan anggota bawah. Auskultasi : didapatkan
bising kelainan katup aorta atau cabangnya dan perbedaan tekanan darah pada kedua
lengan. Pengobatan dengan pembedahan, dimana sebelumnya tekanan darah diturunkan
terlebih dulu dengan obat pilihan : Trimetapan atau Sodium Nitroprusid.
6.      Toksemia Gravidarum
Gejala yang muncul adalah kejang-kejang dan kebingungan. Obat pilihan : Hidralazin
kemudian dilanjutkan dengan klonidin.
7.      Perdarahan Intrakranial
Pengobatan hipertensi pada kasus ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena
penurunan tekanan yang cepat dapat menghilangkan spasme pembuluh darah disekitar
tempat perdarahan, yang justru akan menambah perdarahan. Penurunan tekanan darah
dilakukan sebanyak 10-15 % atau diastolik dipertahankan sekitar 110-120 mmHg Obat
pilihan : Trimetapan atau Hidralazin.
                                                                                  
8.      Pemeriksaan penunjang
a)    Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b)    Pemeriksaan retina
c)    Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung
d)   EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e)    Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f)    Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g)   Foto dada dan CT scan

9.      Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung
kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi
umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati
akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar
10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat
hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat
selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan
oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat
terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada
proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien
hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya
kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50
tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan
darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).

10.  Diagnosis
Diagnosis hipertensi emergensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis
suatu krisis hipertensi.

Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
a.       Riwayat hipertensi, lama dan beratnya.
b.      Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c.       Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.
d.       Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).
e.       Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )
f.       Gejala sistem kardiovascular (adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri
dada ).
g.      Riwayat penyakit glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h.      Riwayat kehamilan, tanda- tanda  eklampsi.

11.  PENGKAJIAN
Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
a. Sakit kepala hebat
b. nyeri dada
c. pingsan
d. tachikardia > 100/menit
e. tachipnoe > 20/menit
f. Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
a. Sakit Kepala Hebat
b. nyeri dada
c. peningkatan tekanan vena
d. shock / Pingsan
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa
segera mungkin ke ICU
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Monitoring tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. Lakukan IV akses dekstrose 5%
f. Pasang Kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid

Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik

a.       Aktivitas / istirahat


Gejala :
         Kelemahan
         Letih
         Napas pendek
         Gaya hidup monoton
Tanda :
         Frekuensi jantung meningkat
         Perubahan irama jantung
         Takipne

b.      Sirkulasi
Gejala  :           Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /   katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
         Kenaikan TD
         Nadi : denyutan jelas
         Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
         Bunyi jantung : murmur
         Distensi vena jugularis
         Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ),  pengisian kapiler mungkin
lambat

c.       Integritas Ego


Gejala  : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress
multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ).
Tanda :
         Letupan suasana hati
         Gelisah
         Penyempitan kontinue perhatian
         Tangisan yang meledak
         otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
         Peningkatan pola bicara

d.      Eliminasi
Gejala  :           Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,  riwayat
penyakit ginjal )

e.       Makanan / Cairan.


Gejala :
         Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol.
         Mual
         Muntah
         Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
         BB normal atau obesitas
         Edema
         Kongesti vena
          Peningkatan JVP
         Glikosuria

f.       Neurosensori
Gejala :
         Keluhan pusing / pening, sakit kepala
         Episode kebas
         Kelemahan pada satu sisi tubuh
         Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
         Episode epistaksis
Tanda :
         Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
         Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
         Perubahan retinal optic

g.      Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
         nyeri hilang timbul pada tungkai
          sakit kepala oksipital berat
         nyeri abdomen

h.      Pernapasan
Gejala :
         Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
         Takipnea
         Ortopnea
         Dispnea nocturnal proksimal
         Batuk dengan atau tanpa sputum
         Riwayat merokok
Tanda :
         Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
         Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
         Sianosis

i.        Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien

j.        Pembelajaran / Penyuluhan


Gejala :
         Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit
serebrovaskuler, ginjal
         Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
         Penggunaan obat / alcohol

12.  DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan    keperawatan
selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
         Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
         Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
         Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

 Intervensi :
a.       Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b.      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c.       Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d.      Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e.       Catat edema umum
f.       Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
g.      Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
h.       Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i.        Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala
tempat tidur.
j.        Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k.      Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l.        Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m.    Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
n.     Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),
bendroflumentiazid ( Naturetin )
o.      Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic
( Burmex )
p.      Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton ( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ),
amilioride ( midamor )
q.       Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ), Atenolol
( tenormin ), nadolol ( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ), klonidin
( catapres )
r.        Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker saluran
kalsium ( nivedipin, verapamil )
s.       Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )
t.        Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin (
Serpasil )
u.      Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ),
guanabenz ( wytension ), metildopa ( aldomet )
v.      Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil, loniten
w.    Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ),
nitroprusid ( nipride, nitropess )
x.      Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor
( captopril, captoten )

2.      Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
         Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
         Pasien tampak nyaman
         TTV dalam batas normal

Intervensi :
a.       Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b.      Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c.       Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
d.      Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e.       Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan
imajinasi dan distraksi
f.       Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
g.      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan,
diazepam, valium )

3.      Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya
tahanan pembuluh darah 
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
         Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan :
TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai
laboratorium dalam batas normal.
         Haluaran urin 30 ml/ menit
         Tanda-tanda vital stabil

Intervensi :
a.       Pertahankan tirah baring
b.      Tinggikan kepala tempat tidur
c.       Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau
tekanan arteri jika tersedia
d.      Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
e.       Amati adanya hipotensi mendadak
f.       Ukur masukan dan pengeluaran
g.      Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
h.      Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

4.      Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output

Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan  selama 2
x 24 jam
Kriteria hasil :
         Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
         Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
a.       Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan
bantuan sesuai kebutuhan
b.      Instruksikan pasien tentang penghematan energy
c.       Kaji respon pasien terhadap aktifitas
d.      Monitor adanya diaforesis, pusing
e.       Observasi TTV tiap 4 jam
f.       Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang
tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore

5.      Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam
Kriteria hasil :
         Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
         Tampak dapat istirahat dengan cukup
         TTV dalam batas normal

 Intervensi :
a.       Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
b.      Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
c.       Evaluasi tingkat stress
d.      Monitor keluhan nyeri kepala
e.       Lengkapi jadwal tidur secara teratur
f.       Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
g.      Lakukan masase punggung
h.      Putarkan musik yang lembut
i.        Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

6.      Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik

Tujuan : Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 jam.
Kriteria hasil :
         Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
         Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan    perawatan diri
Intervensi :
a.       Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
b.      Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
c.       Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
d.      Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas
keberhasilannya

7.      Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien

Tujuan: Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
x 24 jam.
Kriteria hasil :
         Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
         Ekspresi wajah rileks
         TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.       Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
b.      Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka
rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan
masalah.
c.       Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
d.      Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum
dalam rencana pengobatan.
e.       Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup.
f.       Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
g.      Observasi TTV tiap 4 jam.
h.      Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
i.        Berikan support mental pada klien.
j.        Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

8.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit
Tujuan : Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi setelah dilakukan tindakan
ekperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil:
         Pasien mengungkapkan pengetahuan akan hipertensi
         Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai program
Intervensi :
a.       Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b.      Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c.       Diskusikan tentang obat-obatan : nama,  dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek
samping atau efek toksik
d.      Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e.       Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit
kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f.       Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g.      Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h.      Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai program
i.        Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol.
j.        Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan.
k.      Berikan support mental, konseling dan penyuluhan pada keluarga klien

DAFTAR PUSTAKA
Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010;33:613-23.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2009:43-50
Anggaraini, Ade Dian, et.al (2009). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode
Januari sampai Juni 2008. Diakses 20 Februari 2011 : Http://yayanakhyar.wordpress.com
Baike (2010). Hubungan genetik terhadap penyakit kardiovaskuler. Diakses 20 februari
2011 : http://baike.baidu.com/view/2130696.htm
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi. Diakses 12 April 2011: http:
//www.depkes.org.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension.
Diakses 20 Desember 2010 :  http://www.dinkesjatengprov.go.id
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai