Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KEPERAWATAN HIV-AIDS

Di Susun Oleh :

KHUSNUL MAR’IYAH (19203008)

Dosen Pengampu :

AGUSTINA LESTARI, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KPERAWATAN

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

“POLA KELUARGA REMAJA BERISIKO PENYALAHGUNAAN NAPZA”

A. PERNGERTIAN NAPZA
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa anak-anak dan
masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa anak-anak dan remaja akan
membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa. Masa remaja, justru
keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang
besar sekali. Walaupun semuan kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa
juga memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan NAPZA. Data
menunjukkan bahwa jumlah pengguna NAPZA yang paling banyak adalah kelompok
usia remaja. Keluarga juga merupakan tempat pendidikan pertama bagi individu. Di
dalam keluarga anak belajar untuk hidup sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan
orang lain. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan pembentuk
pribadi bagi seseorang, sehingga orang tua dan anggota keluarga menjadi contoh dan
bahan belajar dalam membentuk pribadi anak. Ketika anak mencapai masa remaja
perilaku yang diharapkan pada remaja adalah perilaku tidak merokok, tidak minum-
minuman beralkohol, mematuhi norma/aturan, tidak memberontak, dan disiplin dalam
keluarga dan masyarakat.
Data Kementrian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2010 (dalam Septiyaning, 2013)
menyebutkan pertumbuhan jumlah pengguna narkoba mencapai 3,2 juta jiwa. Sebanyak
75% di antaranya adalah remaja. Keluarga diharapkan selalu memiliki dampak positif
yang baik untuk perkembangan masa remaja, karena masa remaja merupakan masa
pencarian identitas diri. Remaja memiliki kecenderungan untuk mencontoh dan ingin
memberikankesan bahwa remaja sudah hampir dewasa. Remaja mendekatkan diri pada
perubahan sikap dan perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok,
minum- minuman keras, menggunakan obat- obatan dan masuk dalam perbuatan yang
melangar norma untuk memberikan norma yang diinginkan.
NAPZA adalah obat/ bahan/zat, yang bukan tergolong makanan. Jika diminum, dihisap,
dihirup, ditelan atau disuntikkan, akan berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan
saraf pusat), dan sering menyebabkan ketergantungan. Akibatnya, kerja otak berubah
(meningkat atau menurun) juga pada fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran
darah, pernapasan, dan lain-lain). Ciri- ciri remaja yang mempunyai risiko
penyalahgunaan NAPZA yaitu memiliki sikap cenderung memberontak, perilaku
menyimpang dari aturan atau norma yang ada, memiliki gangguan jiwa lain (depresi,
cemas), kurang rasa percaya diri, mudah kecewa, agresif, destruktif, murung, pemalu,
pendiam, memiliki keinginan untuk mencoba yang sedang mode/sesuatu yang baru,
identitas diri kabur, kemampuan komunikasi rendah, baik komunikasi orang tua dan
teman, kurang menghayati iman dan kepercayaan, merasa bosan/jenuh, putus sekolah,
memiliki orang tua otoriter, hubungan dengan orang tua kurang harmonis, orang tua
bercerai atau menikah lagi, orang tua terlalu sibuk/ acuh, sekolah yang kurang disiplin,
sekolah terletak dekat tempat hiburan, sekolah yang kurangmemberi kesempatan pada
siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif, adanya murid yang
menggunakan NAPZA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan
mendeskripsikan pola keluarga remaja berisiko penyalahgunaan NAPZA
.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan peneliti maka dapat disimpulkan
mengenai pola keluarga remaja berisiko penyalahgunaan NAPZA adalah: Relasi keluarga
yang harmonis dengan figur utama adalah sosok seorang ibu yang pengertian, baik,
penyayang, dan perhatian. Peran orang tua dalam keluarga figur ayah dan ibu yang positif
yaitu baik, perhatian, pengertian, sabar, percaya, dan bijaksana. Penanaman nilai dan
pendidikan dalam keluarga yaitu prinsip berperilaku positif dan budi pekerti sopan
santun, dengan ibu yang menanamkan nilai dan pendidikan, makan dan nonton TV
dirumah merupakan kebiasaan yang dilakukan bersama-sama keluarga. Konflik yang
timbul salah paham dengan saudara kandung dan perilaku menyimpang, komunikasi
dengan saudara kandung dan ibu, dan reaksi keluarga adalah reaksi negatif. Kesan dan
harapan keluarga bahagia. Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa remaja berisiko
penyalahgunaan NAPZA dengan latar belakang keluarga yang positif. Subjek diharapkan
meningkatkan hubungannya dengan keluarga dengan cara meningkatkan intensitas
komunikasi dengan anggota keluarga, berkumpul bersama saat waktu luang, dan
kegiatan- kegiatan positif lainnya. Faktor dari luar seperti teman juga berpengaruh, cara
menyiasati pengaruh teman untuk mencegah perilaku berisiko penyalahgunaan NAPZA
adalah dengan cara memulai dari diri sendiri dengan memberi contoh yang baik,
mengingatkan, meningkatkan kegiatan positif seperti ibadah dan belajar serta lebih peka
terhadap lingkungan sekitar. Bagi orang tua (keluarga), diharapkan orang tua mampu
berperan serta dalam mengurangi perilaku berisiko penyalahgunaan NAPZA.
Penyalahgunaan NAPZA dengan latar belakang keluarga yang positif. Untuk itu
dari pihak sekolah diharapkan dapat memberikan penyuluhan terhadap siswa didiknya
mengenai bahaya NAPZA dan memberikan gambaran ciri-ciri risiko penyalahgunaan
NAPZA, serta diharapkan memberikan dorongan pada siswa didiknya untuk
menyalurkan waktu luangnya terhadap kegiatan disekolah yang bersifat positif dan diluar
sekolah serta memperhatikan bagaimana perkembangan siswa didiknya sehingga dapat
lebih tanggap perubahan yang terjadi pada siswa didiknya.
B. KESIMPULAN

Pola keluarga berpengaruh pada pembentukan kepribadian dan perilaku anak,


terutama anak remaja yang berisiko penyalahgunaan NAPZA. Informan utama dalam
penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia tahun 15-18 tahun dan berisiko
penyalahgunaan NAPZA. Hasil menunjukkan bahwa secara umum pola keluarga
harmonis memiliki risiko penyalahgunaan NAPZA pada remaja. Mengenai relasi antar
anggota keluarga, kesan terhadap keluarganya adalah harmonis, anggota keluarga yang
paling dekat adalah ibu, dengan alasan ibu adalah pengertian, baik, penyayang, perhatian.
Peran orang tua dalam keluarga dengan pandangan yang positif, prinsip dan budi pekerti
yang diajarkan dalam keluarga yaitu perilaku positif dan sopan santun, yang berperan
mengajarkan prinsip dan budi pekerti adalah ibu, serta kebiasaan atau kegiatan yang
dilakukan bersama-sama keluarga adalah makan dan nonton TV dirumah.

C. MANFAAT DARI JURNAL TERSEBUT UNTUK MASYARAKAT

Manfaat untuk masyarakat dari jurnal diatas ialah bisa memberikan dampak
positif terhadap masyarakat agar bisa mewaspadai dan meantisipasi dalam pemakain obat
terlarang dan haram seperti narkoba pada remaja disekitar kita. Lingkungan keluarga
secara tidak langsung telah memberikan dampak positif terhadap remaja yang ada diluar
sana, sehingga si anak tidak terpengaruh akan obat-obat terlarang. Keluarga juga
merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan
merupakan lembaga terkecil di dalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab
untuk menjamin kesejahteraan sosial. Di dalam keluarga anak belajar untuk hidup
sebagai mahluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain sehingga sifat anak yang
positif akan berdampak positif juga di masyarakat.
BAB I

PENDAHULUAN

“PENGARUH EMPAT FAKTOR TERHADAP PEMBERDAYAAN REMAJA DALAM


UPAYA PENCEGAHAN SEKS BEBAS PADA PROGRAM PKPR”

A. PENDAHULUAN

Keberadaan remaja memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan masa


depan dunia. Pada tahun 2009 jumlah remaja di dunia mencapai 1,2 milliar dari 6,79
miliar jiwa penduduk dunia. Di Asia Tenggara mencapai 18-25 % dari seluruh populasi
di daerah tersebut. Sedangkan menurut sensus penduduk pada tahun 2014, jumlah
remaja di Indonesia usia 10-24 tahun adalah sebesar ± 64 juta jiwa, artinya 27,6 % dari
total penduduk Indonesia 237,6 jiwa (Indonesia, 2014). Besarnya jumlah penduduk
pada kelompok ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang
akan datang. Ketika penduduk kelompok umur ini memasuki umur reproduksi akan
mengakibatkan laju pertambahan penduduk yang tinggi untuk beberapa tahun ke
depan, serta menimbulkan beberapa masalah yang menghawatirkan apabila tidak
diadakan pembinaan yang tepat dalam perjalanan hidupnya terutama kesehatannya.
Masa remaja dapat dikelompokan ke dalam masa remaja awal yaitu usia 12-15 tahun,
masa remaja pertengahan yaitu usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir yaitu usia 18-
21 tahun. Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan
dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik yang
dialami oleh remaja (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik, psikis maupun sosial, perubahan ini
sangat membingungkan remaja dan membutuhkan pengertian, bimbingan dan
dukungan lingkungan di sekitarnya, hal ini akan menyebabkan krisis identitas. Mulai
berfungsinya organ reproduksi dan tumbuhnya tanda seks sekunder dapat
menyebabkan kecanggungan bagi remaja, ditambah lagi perasaan sensitif yang timbul
disertai rasa agresif serta berfikir kritis disertai emosi yang meledak-ledak yang sulit
dikendalikan sehingga sepertinya remaja selalu melawan pada orang tua, guru atau
lingkungannya. Perubahan-perubahan sosial yang terbilang cepat sebagai konsekuensi
modernisasi, industrialisasi, serta kemajuan IT yang meningkatkan derajat kenakalan
anak-anak dan remaja (Sahrudin, 2017). Bila hal ini terjadi, orang tua atau lingkungan
sekitarnya akan berusaha untuk dapat mengendalikan dengan keras dan memberi
tekanan kepada remaja agar mentaati peraturan-peraturan yang ada dan berlaku di
masyarakat. Keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru pada remaja serta
kecenderungan melakukan tindakan tanpa pemikiran yang matang disertai dengan
emosi yang masih labil akan membuat remaja lebih mudah terjerumus ke dalam
tindakan yang salah misalnya merokok dan mencoba- coba narkoba (Hurlock,
Istiwidayanti, Sijabat, & Soedjarwo, 1990).
Perubahan yang dialami oleh remaja bukan hanya terjadi pada dirinya sendiri
tetapi juga terjadi dalam lingkungannya seperti sikap orang tua atau anggota keluarga
maupun masyarakat sekitar pada umumnya. Dalam memenuhi kebutuhan sosial dan
psikologisnya, remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga,
seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain (Kehidupan, 2011).
Penelitian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan
dan Pengembangan Nasional (Bappenas) dan The United Nation Fund for Population
Activities (UNFPA) pada tahun 2010 menyatakan bahwa sebagian dari 63 Juta jiwa
remaja di Indonesia rentan berperilaku tidak sehat, dan kehamilan tidak diinginkan
(KTD) yang terjadi pada remaja berkaitan erat dengan kejadian aborsi. Perkiraan
jumlah aborsi per tahun di Indonesia yang diantaranya terjadi pada kalangan remaja
mencapai 2,4 juta dan sekitar 800.000 (Bappenas, 2010).
Perilaku seksual pranikah pada remaja laki-laki dan perempuan di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas cenderung meningkat pada umur 10-24 tahun, meskipun
angkanya masih di bawah 5%. Perilaku berisiko remaja dapat menimbulkan masalah
dalam berbagai aspek baik itu kesehatan, psikologis, sosial budaya dan keamanan,
seperti menurunnya prestasi belajar, ketidakharmonisan keluarga, perkelahian pelajar,
dan kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan pelajar (BKKBN, 2011).
Perilaku seks bebas di kalangan remaja sudah cukup memprihatinkan. Remaja
yang termasuk di dalamnya adalah pelajar dan mahasiswa sebanyak 6-20% pernah
melakukan hubungan seks bebas, 17,5% remaja lainnya pernah melakukan kegiatan
petting dan hubungan seks bersama pacar, 8% lainnya melakukan hubungan seks
dengan sahabat atau terman mereka sendiri. Masalah utama yang menonjol di kalangan
remaja adalah masalah seksualitas (kehamilan tak diinginkan dan aborsi), terinfeksi
Penyakit Menular Seksual (PMS), HIVdan AIDS serta penyalahgunaan Napza
(BKKBN, 2011).
Pemberdayaan yang dilakukan oleh puskesmas maupun sekolah melalui guru
terhadap remaja tentu tidak lepas dari lingkungan yang diantaranya adalah teman
sebaya yang cukup memberikan pengaruh terhadap remaja. Teman sebaya adalah
orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Salah satu fungsi
yang paling penting dari teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi
dan komparasi tentang dunia di luar keluarga (Fashihullisan, 2014).
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukan bahwa sebagian besar remaja


adalah berumur pada rentang 16-17 tahun sebanyak 70 responden (50,7%).
Berdasarkan jenis kelamin remaja memperlihatkan bahwa sebagian besar responden
adalah berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 79 responden (57,2%). Sedangkan
berdasarkan kelas memperlihatkan bahwa sebagian besar remaja adalah kelas XI
sebanyak 65 responden (47,1%).
Untuk melihat discriminant validity dengan melihat nilai square root of
average variance extracted (AVE). Hasil pengukuran ini dinyatakan valid karena
memberikan nilai AVE di atas 0,50. Sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi

pengukuran model memiliki discriminant validity yang baik. Setelah uji


validitas, maka

dilakukan uji reliabilitas dengan mengevaluasi nilai Cronbach’s Alpha dan


Composite Reliability, dinyatakan reliable karena nilai Cronbach’s Alpha dan
Composite reliability diatas 0,70 sehingga dapat dikatakan bahwa kontruks memiliki
reliabilitas yang baik. Secara definisi loading factor adalah besar korelasi antara
indikator dengan konstruk latennya. Pengukuran suatu konstruk sangat sering
dilakukan secara tidak langsung melalui indikator-indikatornya. Indikator dengan
loading factor yang tinggi memiliki konstribusi yang lebih tinggi untuk menjelaskan
konstruk latennya. Sebaliknya pada indikator dengan loading factor rendah memiliki
kontribusi yang lemah untuk menjelaskan konstruk latennya (Ghozali, 2011).
Hasil evaluasi signifikan inner model diatur dalam Output SmartPLS 2.0
pada Gambar 2 dengan mengevaluasi refleksi nilai T-Statistic indikator terhadap
variabelnya. Setelah dilakukan bootstrapping untuk mengukur nilai T-Statistik dari
masing- masing konstruk laten terhadap konstruknya, maka nilai T-Statistik
dibandingkan dengan nilai α = 0,05 (1,96). Ketentuannya, apabila nilai T-Statistik
lebih besar dari nilai α = 0,05 (1,96), maka konstruk laten tersebut signifikan
terhadap konstruknya.
Inner model disebut juga dengan nilai R Square, uji hipotesis T-Statistik, pengaruh
variabel langsung dan prediktif (nilai Q Square) (Ghozali, 2011).

B. KESIMPULAN

Hasil pengujian hipotesis dengan Structural Equation Model (SEM) dengan metode
smart PLS didapat temuan bahwa variabel pemberdayaan remaja dalam upaya
pencegahan seks bebas pada program PKPR dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan
peran guru, peran teman sebaya dan motivasi remaja. Pengaruh langsung
pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan seks bebas sebesar 80,68% dan
pengaruh tidak langsung sebesar 6,13%, dengan variabel peran guru sebagai faktor
dominan yang sangat mempengaruhi pemberdayaan remaja dalam upaya pencegahan
seks bebas pada program PKPR di wilayah kerja Puskesmas Kesambi Kota Cirebon.

C. MANFAAT JURNAL DIATAS UNTUK MASYARAKAT


Manfaat dari jurnal di atas untuk memberikan pengetahuan kesehatan terhadap
masyarakat tentang seksualitas karena untuk kalangan masyarakat masih amat kurang
sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai
ketidaktahuan yang ada di masyarakat tentang seksualitas yang seharusnya dipahaminya.
Sebagian dari masyarakat masih amat percaya pada mitos – mitos yang merupakan salah
satu pemahaman yang salah tentang seksual. Pemahaman tentang perilaku seksual remaja
merupakan salah satu hal yang penting diketahui sebab masa remaja merupakan masa
peralihan dari perilaku seksual anak – anak menjadi perilaku seksual dewasa. Tanpa
adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai pendidikan seksual maka anak akan sulit
untuk melawan perlakuan menyimpang seperti pelecehan seksual. Masih banyak orang
tua dan masyarakat yang merasa tabu dan apatis untuk membicarakan seksualitas kepada
anak. Pengetahuan akan segi manfaat dan akibat buruk sesuatu hal akan membentuk
sikap, kemudian dari sikap itu akan muncul niat. Niat yang selanjutnya akan menentukan
apakah kegiatan akan dilakukan atau tidak. Sehingga semakin baik pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi maka semakin baik perilaku seksualnya.

Anda mungkin juga menyukai