Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MID

MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU
DOSEN PENGAMPU

Dr. Aidin Hudani Awasinombu, SE., M.Sc

OLEH:
AGUNG PRISANDI
NIM. B1B120201
KELAS C

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
1. PEMIKIRAN FILSAFAT

A. PENGERTIAN FILSAFAT
a) Secara umum
Filsafat (dari bahasa Yunani φιλοσοφία, philosophia, secara harfiah bermakna "pecinta
kebijaksanaan" ) adalah kajian masalah mendasar dan umum tentang persoalan seperti
eksistensi, pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa. Istilah ini kemungkinan pertama
kali diungkapkan oleh Pythagoras.

b) Menurut para ahli


 Hasbullah bakry = Filsafat adalah ilmu yang meneliti secara mendalam tentang
ketuhanan, manusia dan alam semesta untuk mengahasilkan pengetahuan tentang
bagaimana alam dapat dicapai sejauh pikiran manusia dan bagaimana perilaku
manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
 Aristoteles = Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang
berisi ilmu metafisika, retorika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat
keindahan).
 Plato = Filsafat adalah ilmu yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang
kebenaran yang sebenarnya.
 Notonagoro = Notonagoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang
menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap
dan yang tidak berubah; yang disebut hakikat.
 Immanuel kant = Filsafat adalah ilmu (pengetahuan), yang merupakan dasar dari
semua pengetahuan dalam meliput isu-isu epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang menjawab pertanyaan tentang apa yang dapat kita ketahui.

B. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN


a) Secara umum
Ilmu pengetahuan, sains, ilmu adalah semua usaha yang dialkukan secara sadar untuk
menemukan, menyelidiki dan meningkatkan tentang pemahaman terhadap manusia dalam
segala sudut kenyataan terhadap alam manusia. Sudut pandangan ini diberikan batas agar
supaya rumusan-rumusan menjadi pasti. Pengertian ilmu memberikan kepastian tentang
pengetahuan dengan membatasi ruang lingkup pandangannya, dan juga sebuah kepastian
ilmu di dapatkan dari keterbatasanya.

b) Menurut para ahli


 Mappadjantji Amien = Pengertian ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang berawal
dari pengetahuan, bersumberdari wahyu, hati dan semesta yang memiliki
paradigma, objek pengamatan, metode, danmedia komunikasi membentuk sains
baru dengan tujuan untuk memahami semestauntuk memanfaatkannya dan
menemukan diri untuk menggali potensi fitrawi guna mengenal Allah.
 Mohammad Hatta = Definisi ilmu pengetahuan adalah pengetahuan atau studi
yang teratur tentang pekerjaanhokum umum, sebab akibat dalam suatu kelompok
masalah yang sifatnya sama baikdilihat dari kedudukannya maupun hubungannya.

 Syahruddin Kasim = Pengertian ilmu pengetahuan adalah pancaran hasil


metabolisme ragawi sebagaihidayah sang pencipta yang berasal dari proses
interaksi fenomena fitrawimelaluidimensi hati, akal, nafsu yang rasional empirik
dan hakiki dalam menjelaskan hasanah alam semesta demi untuk
menyempurnakan tanggung jawab kekhalifaan.
 Izuddin Taufiq = Definisi ilmu adalah penelusuran informasi atau data melalui
sebuah pengamatan,pengkajian & eksperimen, yang bertujuan untuk menetapkan
hakikat, landasan dasarmaupun asal usulnya.
 Karl Pearson = Ilmu adalah keterangan yang stabil & komprehensif tentang suatu
fakta daripengalaman dengan istilah yang sederhana.

C. OBJEK MATERIAL FILSAFAT


Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang ada
dan mungkin ada, baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk
pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek
filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material
filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang
tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Ada yang tampak
adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian
filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris,
yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.
Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah
disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu
manusia, dunia, dan akhirat. Objek material filsafat (segala sesuatu yang menjadi masalah
filsafat) setidaknya ada 3 persoalan pokok:
1) Hakikat Tuhan
2) Hakikat Alam
3) Hakikat Manusia
Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat
tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan
mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi sekalipun kelihatan
terpisah akan tetapi saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak
dapat dilepaskan dari yang lain. Ada beberapa pengertian objek material filsafat, yaitu:
1) Segala bentuk pemikiran manusia tentang sesuatu yang ada dan mungkin ada;
2) Segala persoalan pokok yang dihadapi manusia saat dia berpikir tentang dirinya dan
tempatnya di dunia;
3) Segala pengetahuan manusia serta apa yang ingin diketahui manusia.
Dalam hal ini permasalahan yang dikaji oleh filsafat meliputi:
1) Logika (benar dan salah)
2) Etika (baik dan buruk)
3) Estetika (indah dan jelek)
4) Metafisika (zat dan pikiran)
5) Politik (organisasi pemerintahan yang ideal)

D. OBJEK FORMAL FILSAFAT


Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek
materialnya. Misalnya objeknya “manusia” yang dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang,
di antaranya psikologi, antropologi, sosiologi, dan sebagainya. Objek formal filsafat ilmu
adalah hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap
problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di
bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang
ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari
mana objek material itu di sorot.
Objek formal adalah cara yang digunakan untuk mengetahui ilmu Itu sendiri, ataupun
prespektif yang digunakan seseorang untuk memahami dan mengetahui objek material.
Sifat dari objek formal adalah empiris. Singkatnya, jika objek material adalah sesuatu yang
dipelajari sedangkan objek formal adalah cara yang digunakan untuk mengetahui
sesuatu/pengetahuan itu sendiri.
Dalam objek formal ada dua bagian, yaitu spesifikasi dan perspektif. Pengertian dari spesifikasi
ini adalah sesuatu yang kita teliti melalui bagian terkecil dari materi, yaitu seperti bentuk atau
ciri-ciri dari objek tersebut. Sebagai contoh, misalnya objek materialnya adalah manusia, jika
kita meneliti melalui spesifikasi maka kita akan meneliti tentang bagian, atau ciri-ciri manusia
tersebut, seperti bagian mata, tangan, kaki atau bagian tubuhnya lain.
Sedangkan melalui perspektif maka kita akan meneliti atau mengkajian ilmu dari sudut
pandang pengkaji ataupun peneliti.

2. DASAR-DASAR PENGETAHUAN

A. PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap
dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan
kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu: merupakan
suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut
suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya,
menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis
tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah
berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada
penalaran seperti perasaan dan intuisi.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat
bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari
manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti
perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia
melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis
maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari
sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme).
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan
rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).
Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan
yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan
kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut
dengan logika.

B. SUMBER PENGETAHUAN
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar. pertama, mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta.
Disamping itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa
melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada
suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya. Salah satu pembahasan dalam epistimoogi
adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan. Sumber pengetahuan pada masyarakat relegius
berawal dari sesuatu yang sakral dan transenden. Tuhan merupakan sumber dan sebab
pertama “causa prima” dari segala sesuatu. Manusia tidak akan menemukan kebenaran yang
hakiki selama meninggalkan yang essensi ini.
Sumber ilmu pengetahuan untuk mengatahui hakekat segala sesuatu bagi masyarakat relegius
tidak cukup dengan menggunakan panca indera dan akal saja tetapi ada dua unsur lain yaitu ”
wahyu ( revelation) dan ilham (intuisi)”. Wahyu itu adalah salah satu dari wujud “Ketuhanan”
dan ilham atau intuisi adalah termanifestaasikan dalam diri para nabi dan rasul. Sehingga para
agamawan mengatakan bahwa kitab suci (wahyu) merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
disampaikan oleh manusia pilihan Tuhan kepada umat manusia.

C. LOGIKA
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valit dan dapat dipertanggung jawabkan, karena itu
berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak
boleh lebih besar dari pada satu.
Kata Logika dapat diartikan sebagai penalaran karena penalaran merupakan suatu proses
berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara
tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dan dapat
didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara benar. Terdapat dua cara penarikan
kesimpulan yakni; Logika Induktif dan Logika Deduktif logika induktif erat hubungannya
dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang
bersifat umum. Sedangkan logika deduktif yang membantu kita dalam menarik kesimpulan
dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Logika
membantu manusia berpikir lurus, efisien tepat dan teratur mendapatkan kebenaran dan
menghindari kekeliruan.
Logika sebagai landasan utama untuk menguasai filsafat dan ilmu pengetahuan serta sarana
penghubung antara filsafat dan ilmu. Dari segi filsafat, dengan logika kita berarti memahami
fungsi logis manusia. Logika adalah suatu cara yang diciptakan untuk meneliti ketepatan
penalaran dan mencegah kesesatan berpikir. Dari sudut pandang ilmu, logika berarti
penyelarasan berpikir, yang disesuaikan dengan kenyataan sehari-hari, sehingga kualitas
pengetahuan selalu berada dalam pengujian terus menerus dan bergerak secara empiris dan
teoritis. Logika menyelelaraskan kaidah objektif dengan situasi objektif dan konkret.

D. SUMBER PENGETAHUAN
Dalam kajian filsafat dijelaskan dengan jelas pengetahuan yang dimiliki oleh manusia memiliki
sumber. Dengan kata lain pengetahuan itu tidak timbul dengan sendirinya. Ada empat sumber
pengetahuan yang dimaksud yaitu Rasio, Empiris, Intuisi, dan Wahyu. Keempat sumber ini
memiliki pengertian yang berbeda-beda dalam menafsirkan sumber dari pengetahuan
manusia tersebut.
1) Rasio, merupakan pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia. Pada
sumber pengetahuan ini diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil pemikiran
manusia.
2) Empiris, merupakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami
manusia. Sumber pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan kegiatan manusia yang
suka memperhatikan gejala-gejala yang terjadi disekitarnya. Misalnya peristiwa
terjadinya hujan di bumi. Peristiwa ini terus terulang-ulang dan dengan proses
kejadian yang sama. Hal ini menjadi daya tarik bagi manusia, muncul pertanyaan
mengapa selalu turun hujan. Dari pengalaman itulah manusia tergerak untuk bernalar
hingga melakukan penelitian penyebab terjadinya hujan.
3) Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan secara
tiba-tiba. Terkadang kita sebagai manusia ketika dihadapkan dengan suatu
permasalahan, otak akan berpikir sangat keras untuk menemukan solusi dari
permasalahan tersebut. Tingkat berpikir otak berbanding lurus dengan masalah yang
akan diselesaikan. Semakin sulit tingkat permaslahan yang akan dipecahkan semakin
keras juga kinerja otak dalam berpikir menyelesaikan masalah tersebut. Dalam kondisi
tertentu, terkadang semakin kita berusaha untuk memecahkan masalah, semakin sulit
menemukan solusinya. Tapi dalam kondisi yang berlawanan ketika kita tidak sedang
berpikir untuk menyelesaikan masalah dan melakukan aktivitas-aktivitas, kita seakan
terpikirkan solusi untuk permasalahan. Solusi itu muncul tiba-tiba dalam benak kita,
tanpa sedikitpun kita menjadwalkan atau berusaha mencarinya. Hal yang demikian
bisa dikatakan sebagai intuisi.
4) Wahyu, atau bisa dikatakan dengan sumber pengetahuan yang non-analiktik karena
tidak ada proses berpikir dari manusia tersebut. Wahyu merupakan sumber
pengetahuan yang berasal dari yang Maha kuasa. Biasanya yang dapat menerima
sumber pengetahuan yang seperti ini adalah manusia-manusia pilihan. Contoh yang
paling dekat adalah para nabiallah, yang menerima pengetahuan dari Allah. Kisah-
kisah merekapun banyak mengispirasi banyak orang.
Dari keepat sumber pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa cara berpikir itu ada dua
yaitu analatik; Rasio, dan Empiris. Dikatakan sebagai cara berpikir yang analitik karena ada
proses berpikir yang rincih yang dilakukan manusia. Adapula cara berpikir yang non-analitik;
intuisi, dan wahyu yang tidak memiliki proses berpikir secara rincih yang dilakukan oleh
manusia.
Dalam hakikat penalaran ilmiah terbagi atas dua, yakni Deduktif atau bisa dikatakan
berhubungan dengan rasional atau Induktif, berdasarkan empiris atau pengalaman dan data
lapangan. Keduanya dikombinasikan agar dapat ditarik kesimpulan dari penalaran ilmiah
tersebut. Dalam penarikan kesmipulanpun harus menggunakan logika induktif dan logika
deduktif. Setelah penarikan kesimpulan, menguji kebenaran dari suatu penalaranpun perlu
dilakukan. Suatu penalaran dianggap benar jika koherensi, korespondensi, dan pragmatis atau
ada manfaatnya.

E. KRITERIA KEBENARAN
Teori – teori Kebenaran meliputi :
1) Teori koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau
teori saling berhubungan.Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa
kebenaran tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide – ide
yang sebelumnya telah diakui kebenarannya.The Consistence theory of
truth/Coherence theory of truth mengatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas
hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita
ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Bochenski berpendapat bahwa
kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan
pikiran atau idea.Titus dkk berpendapat ”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan
yang bersifat konsisten secara timbal balik , dan tiap –tiap pernyataan memperoleh
kebenaran dari sistem tersebut secara keseluruhan”.
Jadi suatu pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling
berhubungan) dengan pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh
pernyataan tersebut koheren dengan pengalaman kita.
Misalnya:
 Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan
tentang hujan (air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca
yang mendung,gelap dan temperatur dingin dan fakta –fakta yang
menunjang.
 Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan
yang benar, maka pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan
pasti mati adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan
pernyataan pertama.
Kesimpulan Teori:
 Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan –
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui.
 Teori ini dinamakan juga teori justifikasi /penyaksian tentang kebenaran,
karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat
penyaksian – penyaksian /justifikasi oleh putusan-putusan lainnya yang
terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui kebenarannya.
 Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi.
2) Teori Korespondensi (corespondence theory)
Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan
bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika
tidak maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu
keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras
dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran
adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri”.
Misalnya:
 Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang
di dunia, maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai
dengan fakta.Karena secara faktual sungai Nil adalah sungai terpanjang di
dunia.
 Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah
benar sebab pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta adalah Ibukota
Indonesia.
Kesimpulan teori ini:
 Menurut teori ini kita mengenal 2 (dua) hal yaitu : Pernyataan dan Kenyataan.
 Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan
kenyataan sesuatu itu sendiri.

3) Teori Pragmatis (pragmatic theory)


Teori dicetuskan oleh Charles S.Pierce (1839-1914). Teori ini menganggap suatu
pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan
manfaat bagi kehidupan manusia.Kaum pragmatis menggunakan kriteria
kebenarannya dengan kegunaan(utility), dapat dikerjakan(workability), dan akibat
yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran
yang mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran
ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang
dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan
masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional
dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan
itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang
menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.
Misalnya:
 Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.
 Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15 tahun.
Kedua ilmu di atas disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada.
Kesimpulan teori ini:
 Kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan kriteria apakah pernyataan
tersebut bersifat pragmatis atau fungsional dalam kehidupan praktis.

Kesimpulan Ketiga Teori dan Kriteria Kebenaran


Ketiga teori diatas memiliki beberapa persamaan yakni meliputi :
 Seluruh teori melibatkan logika baik formal maupun material (deduktif dan
induktif).
 Melibatkan bahasa untuk menguji kebenaran itu.
 Menggunakan pengalaman untuk mengetahui kebenaran.

Kriteria kebenaran cenderung menekankan salahsatu atau lebih dari tiga pendekatan
yaitu :
I. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita.
II. Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen,
III. Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh
karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu
lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka
teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran.

kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta
pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi
yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya
dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji
dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.

3. ONTOLOGI (HAKIKAT APA YANG DI KAJI)


Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah yang sering kali
secara populer banyak orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran
rasional atau kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak terlepas dari persepsi ilmu
tentang apa dan bagaimana. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang
dapat dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati melalui panca indera manusia.
Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan
manusia) dan pasca-pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan
lainnya di luar ilmu.
Beberapa cakupan Ontologi:
 Metafisika
 Asumsi
 Peluang
 Asumsi dan ilmu
 Batas-batas pembelajaran dalam ilmu

1. Metafisika
Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap
pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Pemikiran di ibaratkan roket yang meluncur ke
bintang-bintang menembus galaksi , maka metafisika adalah landasan peluncurannya.
Acuan berfikir: Apa hakekat ini sebenar-benarnya?
Beberapa tafsiran metafisika: Di alam ini terdapat wujud – wujud yang bersifat gaib
(supernatural) dan wujud-wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa bila dibandingkan
dengan alam yang ada.
Contoh pemikiran supernatural : Kepercayaan “animisme” manusia percaya terhadap roh-roh
yang bersifat gaib yang terdapat di dalam benda-benda seperti batu, pohon-pohonan , air
terjun dll. Pantisme — > serba Tuhan.
Lawan dari “supernaturalisme“adalah paham “naturalisme” , yang menolak pemdapat bahwa
terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural ini. Menurut naturalisme gejala-gejala alam
tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib , melainkan oleh kekuatan yang
terdapat dalam alam itu sendiri.
Naturalisme / materialisme : Dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM) mengembangkan
teori tentang atom yang di pelajari dari gurunya bernama Leucippus. Hanya atom dan
kehampaan itu bersifat nyata.
Indentik paham naturalisme adalah paham :
1) Mekanistik : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
2) Vitalistik : hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif dengan
proses tersebut.
3) Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat , mereka hanya berbeda
dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama.
4) Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme. Ia
adalah murid dari leukippos, pendiri mazhab tersebut Demokritos mengembangkan
pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di
dalam sejarah filsafat.

2. Asumsi
Asumsi adalah praduga anggapan semetara (yang kebenarannya masih dibuktikan) . timbulnya
asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas, seperti belum jelasnya hakekat ala
mini, yakni apakah gejala ala mini tunduk kepada determinisme , yakni hukum alam yang
bersifat universal ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan
akibat pilihan bebas ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang , sekedar
tangkapan probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk terjadi). Paham determinisme
dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Tomas Hubes (1588-1679)
yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat
dan gerak universal.
Sifat Asumsi : Tidak muthlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak
pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat muthlak. Jadi asumsi
bukanlah suatu keputusan muthlak.
Kedudukan ilmu dalam asumsi : Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan , karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan
ilmiah yang bersifat relatif.
Resiko Asumsi : Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh.
Seseorang yang mengasumsikan usahanya akan berhasil maka direncanakan akan diadakan
pesta keberhasilannya. Secara tiba- tiba usahanya dinyatakan tidak berhasil. Resikonya
menggagalkan pelaksanaan pestanya.
Kesimpulan :
 Sebuah asumsi adalah sebuah ketidakpastian.
 Asumsi perlu dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan.
 Timbulnya asumsi karena adanya sesuatu kejadian / kenyataan.

Beberapa asumsi dalam ilmu akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila ditinjau dari
berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi.
Ilmu sekedar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat
membantu kehidupan manusia secara pragmtis. Pragmatis : sesuatu yang mengandung
manfaat.
Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu fisika yakni ilmu yang paling maju bila di
bandingkan dengan ilmu-ilmu lain.
Fisika merupakan ilmu teoritis yang di bangun atas system penalaran deduktif yang
meyakinkan serta pembutktian induktif yang sangat mengesankan. Fisika terdapat celah-celah
perbedaan yang terletak di dalam pondasi dimana dibangun teori ilmiah diatas yakni dalam
asumsi tentang dunia fisiknya.(zat,gerak,ruang dan waktu).
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan yang disetujui
umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan
sendiri.Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau
suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat
dalam suatu entimen. Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana
penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal
bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik.

1) DETERMINISTIK
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin
Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat
empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan
dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang
telah ditetapkan lebih dahulu.

2) PILIHAN BEBAS
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum
alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang
ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti
kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin
bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan
jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana
di India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada
ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu.

3) PROBABILISTIK
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya
berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik
menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan
menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini
lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.
Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar
95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari
95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut
kriteria ilmu ekonomi.

4) PROBABILISTIK
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya
berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik
menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan
menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini
lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.
Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar
95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari
95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut
kriteria ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya adalah
mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari
dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku
bagi seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang
dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan
digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas,
penafsiran probabilistik merupakan jalan tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai pengetahuan
yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak
perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap
hal-hal hakiki dalam kehidupan. Karena itu; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin
dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak.
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai
suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik, atau bersifat
peluang.

3. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara sederhana dapat
diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan
kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak
pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan manusia
pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.

4. Asumsi dalam ilmu


Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang tampak seperti
raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia ternyata tidak sebesar
yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya begitu saja. Kesemestaan pun
menciut, bahkan dunia bisa sebesar daun kelor, bagi orang yang putus asa.
Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar (planimetri). Dengan
ilmu itu kita membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita. Sekarang dalam bidang datar yang
sama bayangkan para amuba mau bikin rumah juga. Bagi amuba bidang datar itu tidak rata
dan mulus melainkan bergelombang, penuh dengan lekukan yang kurang mempesona.
Permukaan yang rata berubah menjadi kumpulan berjuta kurva.

5. Asumsi dan skala observasi


Pada awalnya kausalitas dalam ilmu-ilmu alam menggunakan asumsi determinisme. Namun
asumsi ini goyang ketika MaxPlanck pada tahun 1900 menemukan teori Quantum. Teori ini
menyatakan bahwa radiasi yang dikeluarkan materi tidak berlangsung secara konstan namun
terpisah-pisah yang dinamakan kuanta. Fisika quantum menunjukkan adanya partikel-partikel
yang melanggar logika hukum fisika dan bergerak secara tak terduga.
Selanjutnya Indeterministik dalam gejala fisik ini muncul dengan pemenuhan Niels Bohr dalam
Prinsip Komplementer (Principle of Complementary) yang dipublikasikan pada tahun 1913.
Prinsip komplementer ini menyatakan bahwa elektron bisa berupa gelombang cahaya dan
bisa juga berupa partikel tergantung dari konteksnya. Masalah ini yang menggoyahkan sensi-
sendi fisika ditambah lagi dengan penemuan Prinsip Indeterministik (Principle of
Indeterminancy) oleh Werner Heisenberg pada tahun 1927. Heisenberg menyatakan bahwa
untuk pasangan besaran tertentu yang disebut conjugate magnitude pada prinsipnya tidak
mungkin mengukur kedua besaran tersebut pada waktu yang sama dengan ketelitian yang
tinggi. Prinsip Indeterministik ini, kata William Barret, menunjukkan bahwa terdapat limit
dalam kemampuan manusia untuk mengetahui dan meramalkan gejala-gejala fisik.
Ilmu-ilmu ini bersifat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-masing dan “berfederasi”
dalam suatu pendekatan multidisipliner. (jadi buka “fusi” dengan penggabungan asumsi yang
kacau balau).
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi:
1) Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan.
Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis.. Asumsi
manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah makhluk ekonomis,
makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks. Berdasarkan
asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model, strategi, dan praktek
administrasi.
2) Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari ‘keadaan sebagaimana adanya’ bukan
‘bagaimana keadaan yang seharusnya’.
Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka manusia yang berperan adalah manusia
‘yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’
maka itu sajalah yang kita jadikan sebagai pegangan tidak usah ditambah dengan
sebaiknya begini, atau seharusnya begitu. Sekiranya asumsi semacam ini dipakai
dalam penyusunan kebijaksanaan (policy), atau strategi, serta penjabaran peraturan
alinnya, maka hal ini bisa saja dilakukan, asalkan semua itu membantu kita dalam
menganalisis permasalahan. Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan
yang seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab
metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya sebagaimana adanya.
Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam
analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti
berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sesuatu yang belum tersurat
(atau terucap) dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat.

6. Batas penjelajahan ilmu


ilmu memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman
manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka? Jawabnya adalah tidak; sebab
surga dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Baik hal-hal yang terjadi
sebelum hidup kita, maupun apa-apa yang terjadi sesudah kematian kita, semua itu berada di
luar penjelajahan ilmu.
Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman
kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia: yakni sebagai
alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada
agama, sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan
metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris.
Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, bagaimana kita
melakukan pembuktian secara metodologis? bukankah hal ini merupakan suatu kontradiksi
yang menghilangkan keahlian metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang, Cuma sepotong dari
sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf ilmu, bahkan dalam batas
pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau salahnya
suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada sumber-
sumber moral; tentang indah dan jelek, semua (termasuk ilmu) berpaling kepada pengkajian
estetik. Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta, demikian kata Einstein.
Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka sering sekali
diperlukan “pandangan” dari disiplin-disiplin lain. Saling pandang-memandang ini, atau dalam
bahasa protokolnya pendekatan multi-disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang
tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua: di mana disiplin
seseorang berhenti dan di mana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini
maka pendekatan multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan berubah menjadi
sengketa kapling (yang sering terjadi akhir-akhir ini).

4. EPISTEMOLOGI (CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR)


Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau didapat seseorang. Dalam pengertian lain,
pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika
seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang
bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Sedangkan pengertian kebenaran menurut KBBI adalah keadaan (hal dan sebagainya) yang cocok
dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya. Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu hal dengan
keadaan sebenarnya. Jadi kebenaran pengetahuan adalah kesesuaian antara pengetahuan
dengan fakta yang ada sehingga biasanya dapat diterima oleh akal manusia.
Adapun cabang ilmu filsasfat yang mempelajari tentang pengetahuan adalah Epistemologi.
Epistemologi merupakan ilmu yang secara khusus membahas dan mempelajari tentang
pengetahuan, dimana dengan adanya epistemologi kita dapat mengetahui tentang arah dan
kodrat pengetahuan.
Kata Epistemologi merupakan gabungan dua kata bahasa Yunani yaitu Episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata Episteme sendiri dalam
bahasa Yunani berasal dari kata kerja Epistemai yang artinya meletakkan, mendudukkan atau
menempatkan.
Jadi, secara Etimologi, Epistemologi berarti pengetahuan sebagai usaha untuk menempatkan
sesuatu dalam kedudukan sebnarnya Secara garis besar epistemologi merupakan problem abadi
dalam ilmu pengetahuan.
Problem ini terkait dengan pengetahuan dunia luar dan prolem yang terkait dengan pikiran yang
lain. Kita tahu problem yang terkait dengan dunia luar disebabkan dengan munculnya
keterbatasan kemampuan panca indra manusia dalam memperoleh objek-objek yang ada di alam
sekitarnya.
Ruang lingkup dari kajian Epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar dan validitas
pengetahuan. Oleh sebab itu, Epistemologi juga disebut dengan theory of knowledge atau teori
pengetahuan.
Beberapa Ilmuan mencoba mendefinisikan Epistemologi diantaranya adalah P. Hardono Hadi.
Menurutnya, epistemologi adalah Cabang Filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan
kodrat dan cakupan pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung-
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologi merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan. Ketika kita ingin mengetahi
sesuatu, kita akan mencari cara bagaimana kita bisa mengetahui tentang apa yang ingin kita
ketahui. Itulah yang merupakan hakikat epistemologi. Ada beberapa aliran Epistemologi,
diantaranya: Empirisme, Rasionalisme, Positivisme, Intuisionisme, Kritisme, Idealisme.

 PENGETAHUAN YANG BENAR MENURUT EPISTEMOLOGI


Dalam mendapatkan pengetahuan yang benar menurut Epistemologi, kita dapat
menggunakan Metode Ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif
dalam membangun pengetahuan. Melakukan pendekatan secara rasional dan
digabungkan dengan pengalaman empiris manusia. Adapun tahapan dalam kegiatan
ilmiah yaitu: 1. Perumusan Masalah; 2. Penyusunan Kerangka Berpikir; 3. Perumusan
Hipotesis; 4. Pengujian Hipotesis; 5. Penarikan Kesimpulan; 6. Struktur Pengetahuan
Ilmiah.

 UKURAN KEBENARAN PENGETAHUAN


Jika ada seseorang yang mempermasalahkan dan ingin membuktikan apakah penetahuan
itu bernilai benar, seseorang harus menganalisa terlebih dahulu cara, sikap, dan sarana
yang digunakan untuk membangun suatu pengetahuan. Ada beberapa teori yang yang
menjelaskan tentang kebenaran, yaitu:
 The Correspondence Theory of Truth yaitu kebenaran atau keadaan benar itu
berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa
yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
 The Consistence Theory of Truth yaitu kebenaran tidak dibentuk atas hubungan
antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas. Tetapi atas
hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran
ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya
yang telah kita ketahui dan kita akui kebenarannya.
 The Pragmatic Theory of Truth yaitu bahwa benar atau tidaknya suatu ucapan,
dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah tidaknya ucapan,
dalil, atau teori tersebut dalam bagi manusia untuk bertindak dalam
kehidupannya.

5. AKSIOLOGI (MANFAAT ILMU PENGETAHUAN)


1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau
wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh. Menurut kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan
ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Bramel, aksiologi terbagi tiga bagian, yaitu :
1) Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yaitu etika
2) Estetic Expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan
3) Sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial
politik.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia,
maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan
manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau
dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang
melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman
keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

2. Kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu


Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-
nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang
akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
3. Penilaian dalam aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan
salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak
masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan,
keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh
Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat
manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau
perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan.
Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu,
hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan moral
yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme
menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu
sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan
kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau
melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya deontologi, adalah pemikiran
tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, yang bisa disebut baik
dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara
terbatas atau dengan syarat. Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik
oleh kehendak manusia.
Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi
manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis
dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang
indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga
mempunyai kepribadian.

4. Aksiologi filsafat ilmu


Untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita
dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a) Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau
sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori
filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.

b) Filsafat sebagai pandangan hidup


Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenarannya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c) Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak
bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan
amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara
tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang
berkembang dalam kehidupan manusia.

6. PENGETAHUAN MISTIK
Dalam filsafat itu sendiri kita perlu mengenal tentang pengetahuan mistik. Mistik adalah sebuah
pengetahuan yang tidak rasional meskipun pada kenyataannya dapat menimbulkan objek yang
empiris, dimana mistik ini didalam kehidupan masyarakat sangat melekat sekali terutama pada
masyarakat yang masih primitif, yang kini juga banyak di anut oleh sebagian besar masyarakat
modern. Hingga kehidupan mistik membudaya baik kalangan keagamaan maupun umum, yang
akhirnya membentuklah sebuah keyakinan adanya kekuatan yang ada pada diri luar manusia.
Dengan sifat keingintahuan itulah sehingga para kalangan yang ahli membentuk teknik-teknik
tertentu sebagai alat terwujudnya pencapaian sesuatu.
Dikalangan masyarakat, mistik dijadikan media untuk menyelesaikan masalah karena didalam
mistik itu sendiri ada muatan-muatan kekuatan (magis) yang ampuh untuk dijadikan jalan keluar.
Kadang kala ketentraman jiwa tidak bisa hanya dicapai dengan materi saja, karena banyaknya
problem yang dihadapi manusia, sehingga menyebabkan manusia mempunyai Qolbu yang tidak
sehat, dengan jalan mistiklah manusia dapat menemukan ketentraman didalam hidupnya melalui
pendekatan kepada Tuhan. Bagaimanapun mistik tidak lepas dari nilai karena pada kenyataannya
mistik itu sendiri dapat digunakan dengan hal-hal yang menyimpang dari agama dan norma-
norma sosial, untuk mengetahui mistik itu menyimpang atau tidak kita dapat membedakan mistik
dalam magis putih dan hitam.

1. Pengertian mistik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mistik mempunyai arti:
a) Subsistem yang ada dihampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat
manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan, tasawuf, suluk.
b) Hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa.
Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia
(geheim), serba rahasia (geheimzinning), tersembunyi (verborgen), gelap (donker), atau
terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Berdasarkan arti tersebut mistik
sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme, merupakan paham yang
memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya
serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya
dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali bagi
penganutnya.
Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional, ini pengertian yang umum. Adapun
pengertian mistik dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan ajaran atau keyakinan tentang
tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera
dan rasio.

2. Ajaran dan sumber mistik


1) Subyektif
Selain serba mistis, ajarannya juga serba subyektif tidak obyektif. Tidak ada
pedoman dasar yang universal dan yang otentik. Bersumber dari pribadi tokoh
utamanya sehingga paham mistik itu tidak sama satu sama lain meski tentang hal
yang sama. Sehingga pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak mungkin
dikendalikan atau dikontrol dalam arti yang semestinya. Biasanya tokohnya sangat
dimuliakan, diagungkan bahkan diberhalakan (dimitoskan, dikultuskan) oleh
penganutnya karena dianggap memiliki keistimewaan pribadi yang disebut
kharisma. Anggapan adanya keistimewaan ini dapat disebabkan oleh:
 Pernah melakukan kegiatan yang istimewa.
 Pernah mengatasi kesulitan, penderitaan, bencana atau bahaya yang
mengancam dirinya apalagi masyarakat umum.
 Masih keturunan atau ada hubungan darah, bekas murid atau kawan dengan
atau dari orang yang memiliki kharisma.
 Pernah meramalkan dengan tepat suatu kejadian besar atau penting.
2) Abstrak dan spekulatif
Materinya serba abstrak artinya tidak konkrit, misal tentang Tuhan (paham mistik
ketuhanan), tentang keruhanian atau kejiwaan, alam di balik alam dunia dan lain-
lain (paham mistik non-keagamaan). Dengan demikian pembicaraannya serba
spekulatif, yaitu serba menduga-duga, mencari-cari, memungkin-mungkinkan dan
lain-lain (tidak komputatif). Pembicaraannya serba berpanjang-panjang, serba
berlebih-lebihan dalam arti melebihi kewajaran atau melebihi pengetahuan dan
pengertiannya sendiri (meski sudah mengakui tidak tahu, masih mencoba
memungkin-mungkinkan). Oleh karena itu di kalangan penganut paham mistik tidak
dikenal pembahasan disiplin mengenai ajarannya sebagaimana yang berlaku dalam
diskusi atau munaqasyah.

3. Ontologi pengetahuan mistik


1) Hakikat pengetahuan mistik
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat di pahami rasio,
maksudnya, hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat di pahami rasio. Di
dalam Islam, yang termasuk pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang di
peroleh melalui jalan tasawuf atau pengetahuan mistik yang memang tidak di
peroleh melalui indera atau jalan rasio. Pengetahuan mistik juga disebut
pengetahuan yang supra-rasional tetapi kadang-kadang memiliki bukti empiris.
Pengetahuan mistik juga sering disebut dengan pengetahuan metafisika yang artinya
cabang filsafat yang membicarakan ‘hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala
yang nyata. Metafisika itu sendiri berasal dari kata ‘meta’ dan ‘fisika’. Meta berarti
‘sesudah’,’selain’,atau ‘di balik’. Fisika yang berarti ‘nyata’, atau ‘alam fisik’. Dengan
kata lain bisa disebut juga ‘sesudah,’di balik yang nyata’.
2) Struktur pengetahuan mistik
Dilihat dari segi sifatnya, mistik dibagi menjadi dua bagian, yaitu mistik biasa dan
mistik magis. Mistik biasa dalah mistik tanpa kekuatan tertentu. Dalam Islam mistik
yang ini adalah tasawuf. Mistik magis adalah mistik yang mengandung kekuatan
tertentu dan biasanya untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik magis ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu mistik magis putih dan mistik magis hitam.
a) Magis putih, selalu dekat hubungannya dengan Tuhan, sehingga dukungan
Tuhan yang menjadi penentu. Mistik magis putih bila dicontohkan dalam
Islam seperti mukjizat, karamah, ilmu hikmah.
b) Magis hitam, erat hubungannya dengan kekuatan setan dan roh jahat..
Menurut Ibnu Khaldun penganut magis hitam memiliki kekuatan di atas
rata-rata, kekuatan mereka yang menjadikan mereka mampu melihat hal-
hal ghaib dengan dukungan setan dan roh jahat. Contohnya seperti santet
dan sejenisnya yang menginduk ke sihir. Jiwa-jiwa yang memiliki
kemampuan magis ini dapat digolongkan menjadi tiga, diantaranya:
 Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau pengaruh melalui
kekuatan mental atau himmah. Itu disebabkan jiwa mereka telah
menyatu dengan jiwa setan atau roh jahat. Para filosof menyebut
mereka ini sebagai ahli sihir dan kekuatan mereka luar biasa.
 Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan
menggunakan watak benda-benda atau elemen-elemen yang ada di
dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di bumi. Inilah
yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan dalam bentuk
benda-benda material atau rajah.
 Ketiga, mereka yang melakukan pengaruh magisnya melalui
kekuatan imajinasi sehingga menimbulkan berbagai fantasi pada
orang yang dipengaruhi. Kelompok ini disebut kelompok pesulap.

4. Epistimologi Pengetahuan Mistik


1) Objek pengetahuan mistik
Objek pengetahuan mistik ialah objek yang abstrak supra rasional, seperti alam gaib
termasuk Tuhan, malaikat, surga, neraka, jin dan lain-lain. Termasuk objek yang
hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak
dapat dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra natural (supra rasional), seperti
kebal, debus, pelet, penggunaan jin, santet dan lain-lain.
2) Cara memperoleh pengetahuan mistik
Pengetahuan mistik itu tidak diperoleh melalui indera dan tindakan juga dengan
menggunakan akal rasional. Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa, ada pula
yang mengatakan melalui intuisi, sedangkan Al-Ghozali mengatakan melalui dhamir
atau qalbu. Dalam agama samawi, salah satunya agama Islam, cara untuk
mendapatkan itu harus dengan cara membersihkan jasmani dan rohani terlebih
dahulu. Agar unsur rohani bersih maka harus menghilangkan nafsu jasmani, diantara
nafsu jasmani yang paling dominan adalah nafsu kelamin dan nafsu perut. Karena
keduanya inilah yang akan menyebabkan banyak orang memasuki siksa Tuhan di
akhirat. Dalam pandangan para sufi, cara memperoleh pengetahuan mistik disebut
juga thariqat yang terdiri dari maqam-maqam untuk menggapai Tuhan. Pada
umumnya cara untuk memperoleh pengetahuan mistik adalah latihan yang disebut
juga riyadhah. Dari sinilah manusia memperoleh pencerahan yang dalam tradisi
tasawuf disebut dengan istilah ma’rifah. Begitu pula dengan pengetahuan mistik
yang di luar regional agama seperti pelet dan santet, cara untuk mendapatkannya
adalah latihan batin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode untuk
mendapatkan pengetahuan mistik adalah latihan.
3) Ukuran kebenaran pengetahuan mistik
Kebenaran mistik dapat diukur dengan berbagai macam ukuran. Bila pengetahuan
itu berasal dari Tuhan, maka ukurannya adalah teks Tuhan yang menyebutkan
demikian. Tatkala Tuhan mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa surga dan eraka itu
ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa pernyataan itu benar. Ada kalanya
ukuran kebenaran pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap benar
karena kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin dapat disuruh oleh kita untuk
melakukan pekerjaan, kepercayaan itulah yang menjadi kekuatannya. Ada kalanya
kebenaran suatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti empiris.
Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran kebenarannya. Kebal adalah sejenis
pengetahuan mistik. Kebenarannya dapat diukur dengan kenyataan empiris misalnya
seseorang memperlihatkan di hadapan orang banyak bahwa ia tidak mempan di
tusuk jarum. Satu-satunya tanda pengetahuan disebut pengetahuan yang bersifat
mistik ialah tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat yang ada di dalam
sesuatu kejadian mistik. Dalam contoh kebal tersebut, kita tidak dapat menjelaskan
secara rasional mengapa jarum tidak mampu menembus kulit orang kebal.

Dari penjelasan-penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa cara mistik
menyelesaikan masalah tentunya dapat dilihat dari macam mistiknya. Jika mistik biasa prosesnya
dilakukan melalui pendekatan terhadap Tuhan sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan sufi
untuk mendapatkan ketentraman didalam hidupnya, dan mistik magis didalam menyelesaikan
masalah dengan menggunakan kekuatan rohaniah yang biasanya muncul dari kalangan orang
suci, yang selalu mengolah spiritualnya. Dan akhirnya para tokoh tersebut dapat merumuskan
berbagai formulasi kekuatan rohaniah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dengan selalu memuji
Allah dalam suatu bahasa tertentu dan ia memiliki magis tertentu bila dipraktekkan. Kekuatan
alampun akhirnya tunduk dibawah sinar ilahi melalui huruf-huruf dan nama indah-Nya.

Anda mungkin juga menyukai