MATA KULIAH
FILSAFAT ILMU
DOSEN PENGAMPU
OLEH:
AGUNG PRISANDI
NIM. B1B120201
KELAS C
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
1. PEMIKIRAN FILSAFAT
A. PENGERTIAN FILSAFAT
a) Secara umum
Filsafat (dari bahasa Yunani φιλοσοφία, philosophia, secara harfiah bermakna "pecinta
kebijaksanaan" ) adalah kajian masalah mendasar dan umum tentang persoalan seperti
eksistensi, pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa. Istilah ini kemungkinan pertama
kali diungkapkan oleh Pythagoras.
2. DASAR-DASAR PENGETAHUAN
A. PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap
dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui
kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan
kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu: merupakan
suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut
suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya,
menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis
tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah
berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada
penalaran seperti perasaan dan intuisi.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat
bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari
manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti
perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia
melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis
maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari
sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme).
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan
rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).
Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan
yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus
dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan
kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut
dengan logika.
B. SUMBER PENGETAHUAN
Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan
yang benar. pertama, mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta.
Disamping itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa
melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada
suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya. Salah satu pembahasan dalam epistimoogi
adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan. Sumber pengetahuan pada masyarakat relegius
berawal dari sesuatu yang sakral dan transenden. Tuhan merupakan sumber dan sebab
pertama “causa prima” dari segala sesuatu. Manusia tidak akan menemukan kebenaran yang
hakiki selama meninggalkan yang essensi ini.
Sumber ilmu pengetahuan untuk mengatahui hakekat segala sesuatu bagi masyarakat relegius
tidak cukup dengan menggunakan panca indera dan akal saja tetapi ada dua unsur lain yaitu ”
wahyu ( revelation) dan ilham (intuisi)”. Wahyu itu adalah salah satu dari wujud “Ketuhanan”
dan ilham atau intuisi adalah termanifestaasikan dalam diri para nabi dan rasul. Sehingga para
agamawan mengatakan bahwa kitab suci (wahyu) merupakan sumber ilmu pengetahuan yang
disampaikan oleh manusia pilihan Tuhan kepada umat manusia.
C. LOGIKA
Logika adalah sarana berpikir sistematis, valit dan dapat dipertanggung jawabkan, karena itu
berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak
boleh lebih besar dari pada satu.
Kata Logika dapat diartikan sebagai penalaran karena penalaran merupakan suatu proses
berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu
mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara
tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dan dapat
didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara benar. Terdapat dua cara penarikan
kesimpulan yakni; Logika Induktif dan Logika Deduktif logika induktif erat hubungannya
dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang
bersifat umum. Sedangkan logika deduktif yang membantu kita dalam menarik kesimpulan
dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Logika
membantu manusia berpikir lurus, efisien tepat dan teratur mendapatkan kebenaran dan
menghindari kekeliruan.
Logika sebagai landasan utama untuk menguasai filsafat dan ilmu pengetahuan serta sarana
penghubung antara filsafat dan ilmu. Dari segi filsafat, dengan logika kita berarti memahami
fungsi logis manusia. Logika adalah suatu cara yang diciptakan untuk meneliti ketepatan
penalaran dan mencegah kesesatan berpikir. Dari sudut pandang ilmu, logika berarti
penyelarasan berpikir, yang disesuaikan dengan kenyataan sehari-hari, sehingga kualitas
pengetahuan selalu berada dalam pengujian terus menerus dan bergerak secara empiris dan
teoritis. Logika menyelelaraskan kaidah objektif dengan situasi objektif dan konkret.
D. SUMBER PENGETAHUAN
Dalam kajian filsafat dijelaskan dengan jelas pengetahuan yang dimiliki oleh manusia memiliki
sumber. Dengan kata lain pengetahuan itu tidak timbul dengan sendirinya. Ada empat sumber
pengetahuan yang dimaksud yaitu Rasio, Empiris, Intuisi, dan Wahyu. Keempat sumber ini
memiliki pengertian yang berbeda-beda dalam menafsirkan sumber dari pengetahuan
manusia tersebut.
1) Rasio, merupakan pengetahuan yang bersumber dari penalaran manusia. Pada
sumber pengetahuan ini diketahui bahwa pengetahuan adalah hasil pemikiran
manusia.
2) Empiris, merupakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman yang dialami
manusia. Sumber pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan kegiatan manusia yang
suka memperhatikan gejala-gejala yang terjadi disekitarnya. Misalnya peristiwa
terjadinya hujan di bumi. Peristiwa ini terus terulang-ulang dan dengan proses
kejadian yang sama. Hal ini menjadi daya tarik bagi manusia, muncul pertanyaan
mengapa selalu turun hujan. Dari pengalaman itulah manusia tergerak untuk bernalar
hingga melakukan penelitian penyebab terjadinya hujan.
3) Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan didapatkan secara
tiba-tiba. Terkadang kita sebagai manusia ketika dihadapkan dengan suatu
permasalahan, otak akan berpikir sangat keras untuk menemukan solusi dari
permasalahan tersebut. Tingkat berpikir otak berbanding lurus dengan masalah yang
akan diselesaikan. Semakin sulit tingkat permaslahan yang akan dipecahkan semakin
keras juga kinerja otak dalam berpikir menyelesaikan masalah tersebut. Dalam kondisi
tertentu, terkadang semakin kita berusaha untuk memecahkan masalah, semakin sulit
menemukan solusinya. Tapi dalam kondisi yang berlawanan ketika kita tidak sedang
berpikir untuk menyelesaikan masalah dan melakukan aktivitas-aktivitas, kita seakan
terpikirkan solusi untuk permasalahan. Solusi itu muncul tiba-tiba dalam benak kita,
tanpa sedikitpun kita menjadwalkan atau berusaha mencarinya. Hal yang demikian
bisa dikatakan sebagai intuisi.
4) Wahyu, atau bisa dikatakan dengan sumber pengetahuan yang non-analiktik karena
tidak ada proses berpikir dari manusia tersebut. Wahyu merupakan sumber
pengetahuan yang berasal dari yang Maha kuasa. Biasanya yang dapat menerima
sumber pengetahuan yang seperti ini adalah manusia-manusia pilihan. Contoh yang
paling dekat adalah para nabiallah, yang menerima pengetahuan dari Allah. Kisah-
kisah merekapun banyak mengispirasi banyak orang.
Dari keepat sumber pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa cara berpikir itu ada dua
yaitu analatik; Rasio, dan Empiris. Dikatakan sebagai cara berpikir yang analitik karena ada
proses berpikir yang rincih yang dilakukan manusia. Adapula cara berpikir yang non-analitik;
intuisi, dan wahyu yang tidak memiliki proses berpikir secara rincih yang dilakukan oleh
manusia.
Dalam hakikat penalaran ilmiah terbagi atas dua, yakni Deduktif atau bisa dikatakan
berhubungan dengan rasional atau Induktif, berdasarkan empiris atau pengalaman dan data
lapangan. Keduanya dikombinasikan agar dapat ditarik kesimpulan dari penalaran ilmiah
tersebut. Dalam penarikan kesmipulanpun harus menggunakan logika induktif dan logika
deduktif. Setelah penarikan kesimpulan, menguji kebenaran dari suatu penalaranpun perlu
dilakukan. Suatu penalaran dianggap benar jika koherensi, korespondensi, dan pragmatis atau
ada manfaatnya.
E. KRITERIA KEBENARAN
Teori – teori Kebenaran meliputi :
1) Teori koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau
teori saling berhubungan.Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa
kebenaran tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide – ide
yang sebelumnya telah diakui kebenarannya.The Consistence theory of
truth/Coherence theory of truth mengatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas
hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita
ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Bochenski berpendapat bahwa
kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan
pikiran atau idea.Titus dkk berpendapat ”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan
yang bersifat konsisten secara timbal balik , dan tiap –tiap pernyataan memperoleh
kebenaran dari sistem tersebut secara keseluruhan”.
Jadi suatu pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling
berhubungan) dengan pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh
pernyataan tersebut koheren dengan pengalaman kita.
Misalnya:
Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan
tentang hujan (air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca
yang mendung,gelap dan temperatur dingin dan fakta –fakta yang
menunjang.
Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan
yang benar, maka pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan
pasti mati adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan
pernyataan pertama.
Kesimpulan Teori:
Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan –
pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui.
Teori ini dinamakan juga teori justifikasi /penyaksian tentang kebenaran,
karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat
penyaksian – penyaksian /justifikasi oleh putusan-putusan lainnya yang
terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui kebenarannya.
Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi.
2) Teori Korespondensi (corespondence theory)
Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan
bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika
tidak maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu
keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu
pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras
dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran
adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri”.
Misalnya:
Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang
di dunia, maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai
dengan fakta.Karena secara faktual sungai Nil adalah sungai terpanjang di
dunia.
Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah
benar sebab pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta adalah Ibukota
Indonesia.
Kesimpulan teori ini:
Menurut teori ini kita mengenal 2 (dua) hal yaitu : Pernyataan dan Kenyataan.
Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan
kenyataan sesuatu itu sendiri.
Kriteria kebenaran cenderung menekankan salahsatu atau lebih dari tiga pendekatan
yaitu :
I. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita.
II. Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen,
III. Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh
karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu
lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka
teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran.
kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta
pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi
yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya
dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji
dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.
1. Metafisika
Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika merupakan tempat berpijak dari setiap
pemikiran filsafati, termasuk pemikiran ilmiah. Pemikiran di ibaratkan roket yang meluncur ke
bintang-bintang menembus galaksi , maka metafisika adalah landasan peluncurannya.
Acuan berfikir: Apa hakekat ini sebenar-benarnya?
Beberapa tafsiran metafisika: Di alam ini terdapat wujud – wujud yang bersifat gaib
(supernatural) dan wujud-wujud ini bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa bila dibandingkan
dengan alam yang ada.
Contoh pemikiran supernatural : Kepercayaan “animisme” manusia percaya terhadap roh-roh
yang bersifat gaib yang terdapat di dalam benda-benda seperti batu, pohon-pohonan , air
terjun dll. Pantisme — > serba Tuhan.
Lawan dari “supernaturalisme“adalah paham “naturalisme” , yang menolak pemdapat bahwa
terdapat ujud-ujud yang bersifat supernatural ini. Menurut naturalisme gejala-gejala alam
tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib , melainkan oleh kekuatan yang
terdapat dalam alam itu sendiri.
Naturalisme / materialisme : Dikembangkan oleh Democritos (460-370 SM) mengembangkan
teori tentang atom yang di pelajari dari gurunya bernama Leucippus. Hanya atom dan
kehampaan itu bersifat nyata.
Indentik paham naturalisme adalah paham :
1) Mekanistik : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
2) Vitalistik : hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif dengan
proses tersebut.
3) Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat , mereka hanya berbeda
dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama.
4) Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme. Ia
adalah murid dari leukippos, pendiri mazhab tersebut Demokritos mengembangkan
pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di
dalam sejarah filsafat.
2. Asumsi
Asumsi adalah praduga anggapan semetara (yang kebenarannya masih dibuktikan) . timbulnya
asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas, seperti belum jelasnya hakekat ala
mini, yakni apakah gejala ala mini tunduk kepada determinisme , yakni hukum alam yang
bersifat universal ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan
akibat pilihan bebas ataukah keumuman memang ada namun berupa peluang , sekedar
tangkapan probalistik (kemungkinan sesuatu hal untuk terjadi). Paham determinisme
dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Tomas Hubes (1588-1679)
yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat
dan gerak universal.
Sifat Asumsi : Tidak muthlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak
pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat muthlak. Jadi asumsi
bukanlah suatu keputusan muthlak.
Kedudukan ilmu dalam asumsi : Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan , karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan
ilmiah yang bersifat relatif.
Resiko Asumsi : Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh.
Seseorang yang mengasumsikan usahanya akan berhasil maka direncanakan akan diadakan
pesta keberhasilannya. Secara tiba- tiba usahanya dinyatakan tidak berhasil. Resikonya
menggagalkan pelaksanaan pestanya.
Kesimpulan :
Sebuah asumsi adalah sebuah ketidakpastian.
Asumsi perlu dirumuskan berdasarkan ilmu pengetahuan.
Timbulnya asumsi karena adanya sesuatu kejadian / kenyataan.
Beberapa asumsi dalam ilmu akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila ditinjau dari
berbagai kacamata ilmu begitu juga asumsi.
Ilmu sekedar merupakan pengetahuan yang mempunyai kegunaan praktis yang dapat
membantu kehidupan manusia secara pragmtis. Pragmatis : sesuatu yang mengandung
manfaat.
Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu fisika yakni ilmu yang paling maju bila di
bandingkan dengan ilmu-ilmu lain.
Fisika merupakan ilmu teoritis yang di bangun atas system penalaran deduktif yang
meyakinkan serta pembutktian induktif yang sangat mengesankan. Fisika terdapat celah-celah
perbedaan yang terletak di dalam pondasi dimana dibangun teori ilmiah diatas yakni dalam
asumsi tentang dunia fisiknya.(zat,gerak,ruang dan waktu).
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma. Pernyataan yang disetujui
umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan
sendiri.Postulat. Pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa pembuktian, atau
suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana adanya Premise. Pangkal pendapat
dalam suatu entimen. Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah bagaimana
penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal
bahwa gejala alam tunduk pada tiga karakteristik.
1) DETERMINISTIK
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin
Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat
empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan
dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang
telah ditetapkan lebih dahulu.
2) PILIHAN BEBAS
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak terikat pada hukum
alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini banyak ditemukan pada bidang
ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak ukur yang tepat dalam melambangkan arti
kebahagiaan. Masyarakat materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin
bahagia, tetapi di belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan
jika mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat brahmana
di India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat keduniawiannya. Tidak ada
ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua tergantung ruang dan waktu.
3) PROBABILISTIK
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya
berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik
menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan
menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini
lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.
Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar
95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari
95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut
kriteria ilmu ekonomi.
4) PROBABILISTIK
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang ada namun sifatnya
berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik dengan peluang tertentu. Probabilistik
menunjukkan sesuatu memiliki kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan
menolerir sifat pilihan bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini
lebih banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu hubungan
variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan ukur sebesar 5%.
Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi deterministiknya hanya sebesar
95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari
95% berarti hubungan variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut
kriteria ilmu ekonomi.
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat, permasalahan utamanya adalah
mempertanyakan pada pada diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari
dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku
bagi seluruh manusia, maka harus bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang
dipilih adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka akan
digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan pilihan bebas,
penafsiran probabilistik merupakan jalan tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu sebagai pengetahuan
yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak
perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap
hal-hal hakiki dalam kehidupan. Karena itu; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin
dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak.
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, dimana
keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai
suatu kejadian. Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik, atau bersifat
peluang.
3. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara sederhana dapat
diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan
kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak
pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan manusia
pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.
6. PENGETAHUAN MISTIK
Dalam filsafat itu sendiri kita perlu mengenal tentang pengetahuan mistik. Mistik adalah sebuah
pengetahuan yang tidak rasional meskipun pada kenyataannya dapat menimbulkan objek yang
empiris, dimana mistik ini didalam kehidupan masyarakat sangat melekat sekali terutama pada
masyarakat yang masih primitif, yang kini juga banyak di anut oleh sebagian besar masyarakat
modern. Hingga kehidupan mistik membudaya baik kalangan keagamaan maupun umum, yang
akhirnya membentuklah sebuah keyakinan adanya kekuatan yang ada pada diri luar manusia.
Dengan sifat keingintahuan itulah sehingga para kalangan yang ahli membentuk teknik-teknik
tertentu sebagai alat terwujudnya pencapaian sesuatu.
Dikalangan masyarakat, mistik dijadikan media untuk menyelesaikan masalah karena didalam
mistik itu sendiri ada muatan-muatan kekuatan (magis) yang ampuh untuk dijadikan jalan keluar.
Kadang kala ketentraman jiwa tidak bisa hanya dicapai dengan materi saja, karena banyaknya
problem yang dihadapi manusia, sehingga menyebabkan manusia mempunyai Qolbu yang tidak
sehat, dengan jalan mistiklah manusia dapat menemukan ketentraman didalam hidupnya melalui
pendekatan kepada Tuhan. Bagaimanapun mistik tidak lepas dari nilai karena pada kenyataannya
mistik itu sendiri dapat digunakan dengan hal-hal yang menyimpang dari agama dan norma-
norma sosial, untuk mengetahui mistik itu menyimpang atau tidak kita dapat membedakan mistik
dalam magis putih dan hitam.
1. Pengertian mistik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mistik mempunyai arti:
a) Subsistem yang ada dihampir semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat
manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan, tasawuf, suluk.
b) Hal gaib yang tidak terjangkau dengan akal manusia biasa.
Menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa Yunani mystikos yang artinya rahasia
(geheim), serba rahasia (geheimzinning), tersembunyi (verborgen), gelap (donker), atau
terselubung dalam kekelaman (in het duister gehuld). Berdasarkan arti tersebut mistik
sebagai sebuah paham yaitu paham mistik atau mistisisme, merupakan paham yang
memberikan ajaran yang serba mistis (misal ajarannya berbentuk rahasia atau ajarannya
serba rahasia, tersembunyi, gelap atau terselubung dalam kekelaman) sehingga hanya
dikenal, diketahui atau dipahami oleh orang-orang tertentu saja, terutama sekali bagi
penganutnya.
Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional, ini pengertian yang umum. Adapun
pengertian mistik dikaitkan dengan agama ialah pengetahuan ajaran atau keyakinan tentang
tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera
dan rasio.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa cara mistik
menyelesaikan masalah tentunya dapat dilihat dari macam mistiknya. Jika mistik biasa prosesnya
dilakukan melalui pendekatan terhadap Tuhan sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan sufi
untuk mendapatkan ketentraman didalam hidupnya, dan mistik magis didalam menyelesaikan
masalah dengan menggunakan kekuatan rohaniah yang biasanya muncul dari kalangan orang
suci, yang selalu mengolah spiritualnya. Dan akhirnya para tokoh tersebut dapat merumuskan
berbagai formulasi kekuatan rohaniah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Dengan selalu memuji
Allah dalam suatu bahasa tertentu dan ia memiliki magis tertentu bila dipraktekkan. Kekuatan
alampun akhirnya tunduk dibawah sinar ilahi melalui huruf-huruf dan nama indah-Nya.