Anda di halaman 1dari 5

PAPER

HUKUM DAN KOMUNIKASI

BERITA TENTANG ANAK YANG MELANGGAR KEJ DAN ATAU UU SPPA

Disusun oleh :

Rizqy Ramadha Putri 2017120049

Kelompok A

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

INSTITUT ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JAKARTA

JAKARTA 2018
PENDAHULUAN

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Dewan Pers telah


menandatagani Mou pada Kamis, 12 April 2018 silam. Maksud dan tujuan dari Mou
adalah sebagai landasan kerja sama perlindungan anak dengan tujuan
menyelenggarakan pemberitaan ramah anak akan tetapi masih banyak pemberitaan
tentang anak yang melanggar Kode Etik Jurnalistik pasal 5 dan atau melanggar Sistem
Peradilan Pidana Anak (SPPA) pasal 19.

Pada Kode Etik Jurnalistik pasal 5 disebutkan wartawan Indonesia tidak


menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan, jika dijabarkan masksud dari pasal 5
yaitu : a) identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang
yang memudahkan orang lain untuk melacak. b) anak adalah seorang yang berusia
kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Sedangkan menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) terdapat 2 ayat


yang menjelaskan SPPA yaitu :

(1) Identitas Anak, Anak korban, dan atau Anak Saksi wajib dirahasiakan dalam
pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi nama Anak, nama Anak
Korban, nama Anak Sanksi, nama orang tua, alamat wajah, dan hal lainyang
dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak korban dan atau Anak Sanksi.

Sanksi pasal 19 jo. Pasal 97 UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak (SPPA) adalah pidana anak badan maksimal 5 (lima) tahun atau denda Rp
500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
PEMBAHASAN

Berita yang diambil untuk tugas paper ini berasal dari media online
Kompas.com dengan judul “Hasil Tes Dna, Satu bocah yang Disekap bersama
Binatang Adalah Anak Kandung Pelaku.

Di dalam berita tersebut ditulis, KOMPAS.com – Dari hasil tes DNA yang
dilakukan PuslabforMabes Polri Cabang Makassar , seorang dari tiga bocah yang
disekap bersama binatang di kompleks ruko Mirah Seruni Blok F, Kecamatan
Panakukang,Makassar, adalah anak biologis tersangka Meilania Detaly Dasilva
(31). Tersangka menyekap tiga orang anak, masing-masing berinisial Ow alias
Aw(11), Us alias F (5) dan Dv (2 tahun 6 bulan) di sebuah ruko. Kasus ini
terungkap setelah ketiga bocah ini keluar dari ruko dengan merusak gembok pintu
besi.Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polrestabes
Makassar,Kompol Wirdhanto Hadicaksono yang dikonfirmasi, Jumat (12/10/2018),
mengatakan, dari hasil tes DNA, anak tertua yang disekap merupakan anak biologis
tersangka. Sedangkan anak kedua dan ketiga hanya anak angkat.“Anak pertama itu
anak biologis tersangka. Sedangkan anak kedua dan ketiga,hanya anak angkat.
Anak ketiga sudah diketahui kedua orangtuanya, karena ada pasangan suami istri,
ZAM (30) dan SA (29) yang datang mengaku. Sementara anak kedua belum
diketahui kedua orang tuanya,” katanya.

Dari berita diatas terlihat alamat rumah dari korban penyekapan Aw, Us, dan Dy
ditulis dengan lengkap hal tersebut dapat memudahkan orang lain akan mudah
mencari informasi lain dari korban, dalam hal ini sudah melanggar ke dalam KEJ
pasal 5 pada poin pertama yaitu, identitas adalah semua data dan informasi yang
menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. di berita
tersebut juga menuliskan dengan jelas nama orang tua dari anak tertua (Aw) yang
menjadi korban penyekapan yaitu Meilania Detaly Dasilva. Bahwa hal tersebut
melanggar UU SPPA pasal 19 pada ayat ke 2 yaitu Identitas sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak Sanksi, nama
orang tua, alamat wajah, dan hal lainyang dapat mengungkapkan jati diri Anak,
Anak korban dan atau Anak Sanksi. hal tersebut termasuk pelanggaran UU SPPA
pasal 19 ayat 2 dikarenakan berita tersebut menjelaskan identitas nama orang tua
dari korban yang seharusnya nama orang tua anak dirahasiakan identitasnya.
Dengan demikian identitas nama orang tua dan alamat korban tidak seharusnya
ditulis dalam berita agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan oleh pihak
korban.
KESIMPULAN

informasi yang tidak benar atau melanggar peraturan hukum atau Kode Etik
Jurnalistik, dapat menimbulkan pendidikan yang kurang baik pada masyarakat. Salah
satu yang mengawasi pers adalah Dewan Pers yang salah satu fungsinya adalah
mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik. Namun, kesadaran utama harus ditekan
pada pers itu sendiri, untuk memberikan informasi yang akurat dan tidak melanggar
hukum serta kode etik jurnalistik, agar masyarakat menjadi terdidik karenanya.

SARAN

Media seharusnya memperhatikan lagi secara detail konten yang ditulisnya. Jangan
sampai melanggar hukum dan kode etik jurnalistik yang berlaku. Jangan lupa pula
mengikuti pedoman dalam pemberitaan. Karena, media adalah tempat bagi masyarakat
yang membutuhkan informasi, maka menjadi tanggung jawab media/pers untuk
menyajikan berita yang akurat dan membangun serta mendidik masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai