DEMAM TIPOID
oleh :
I L H A M, S.Kep
NS0619082
RESEPTOR INSTITUSI
( Nurafriani, S.Kep.,Ns.,M.Kes )
I. KONSEP MEDIS
A. DEFINSI
Demam typhoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit
infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multi
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Muttaqin, A & Kumala, S. 2011).
Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonnela typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial
dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati,
limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s dan dapat menular pada orang lain melalui
makanan atau air yang terkontaminasi [ CITATION Ami15 \l 1033 ].
Menurut World Health Organisation (WHO) 2016 secara global
diperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan
kematian. Berdasarkan data tahun 2010 Profil Kesehatan Indonesia thypoid masih
menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Diketahui dari 10 macam penyakit
terbanyak dirumah sakit rawat inap, thypoid menduduki peringkat ke-3 setelah
penyakit diare, dengan jumlah penderita total kasus demam thypoid mencapai
41.081 penderita yaitu 19.706 jenis kelamin laki-laki, 21.375 jenis kelamin
perempuan, 274 meninggal dunia. Case Fetality Rate (CFR) demam thypoid pada
tahun 2010 sebesar 0,6% (Hidayat,A.A, 2011 dalam [ CITATION Sit19 \l 1033 ].
B. ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari ologoskarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015).
C. MENIFESTASI KLINIS
1. Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epiktaksis
10. Lidah yang berselaput
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa somnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
D. PATOFISIOLOGI
Kuman menembus mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina propina
kemudian masuk kedalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah itu memasuki
peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimomatis, lalu kuman
masuk ke organ-organ terutama hepar dan sumsum tulang yang dilanjutkan dengan
pelepasan kuman dan endotoksin ke peredaran darah sehingga menyebabkan
bakteremia kedua. Kuman yang berada di hepar akan masuk kembali kedalam usus
kecil, sehingga terjadi infeksi seperti semula dan sebagian kuman dikeluarkan
bersama tinja.
Penyebaran penyakit ini terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada
iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara sedang berkembang di daerah
tropis, hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan
kebersihan individu yang masih kurang baik oleh karena itu pencegahan penyakit
demam thypoid mencangkup sanitasi dasar dan kebersihan pribadi, yang meliputi
pengolahan air bersih, penyaluran air danpengendalian limbah, penyediaan fasilitas
cuci tangan, pembangunan dan pemakaian WC, merebus air untuk keperluan minum
dan pengawasan terhadap penyediaan makanan [ CITATION Yat11 \l 1033 ].
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat,tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
Salmonella typhi.Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam typoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella
typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin).
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada mingu pertama
Kultur urin : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti Salmonella typhi lgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibody lgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya
demam. [ CITATION Ami15 \l 1033 ].
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Non Farmakologi
a. Bed rest
b. Diet; diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian
oral atau IV selama 14 hari
b. Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari atau amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian oral atau IV selama 21
hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/kali
dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari IV selama
5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotik adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. [ CITATION Ami15 \l 1033 ].
G. KOMPLIKASI
1. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
pada bagian distal ileum.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen
tegang, dan nyeri tekan
4. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, &
Utami, 2013).
H. PENYIMPANGAN KDM
Kuman salmonella typhi yang Lolos dari asam lambung
masuk kesaluran gastrointestinal Malaise, perasaan tidak enak
Bakteri masuk usus halus badan, nyeri abdomen
Mempengaruhi pusat
Lase plak peyer Penurunan mobilitas usus
thermoregulator
dihipotalamus
Erosi Penurunan peristaltic usus
HIPERTERMI
RESIKO KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN Anoreksia mual muntah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipetermia b/d proses penyakit (infeksi) d/d suhu tubuh meningkat
2. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat d/d
mual muntah, nafsu makan menurun
3. Nyeri akut b/d agen cidera fisiologi (inflamasi, iskemik, noplasma) d/d sakit
kepala
4. Resiko kekurangan volume cairan
C. INTERVENSI
Sumber: dari buku PPNI 2018
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan pewujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan [ CITATION Set12 \l 1033 ].
E. EVALUASI
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(subjektif, objektif, asssment,planing), adapuan komponen SOAP yaitu S (subjektif)
dimana perawat menemui keluhan klienn yang masih dirasakan setelah dilakukan
tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi perawat secara langsung pada klien dan yang dirasakan pasien
setelah tindakan keperawatan , A (Assesment) adalah interpretasi dari data subjektif
dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan,dihentikan , dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya (Dinarti, Nurhaeni, Chairani, &
Tutiany, 2013).
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba medika