UKM
UKM
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan yang
pemberantasannya didasarkan pada kontrol terhadap nyamuk penyebar dengue yaitu Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes Aeggepty biasanya berkembang diberbagai
penampungan air yang bersih. Biasanya pada bak mandi, tempayang, dan bekas-bekas kaleng
yang ada pada daerah sekitar. Nyamuk ini mampu hidup pada ketinggian sampai 1000 m dari
permukaan laut, suka hidup didaratan rendah yang berpenghuni padat. Dari telur hingga
dewasa mencapai kurang lebih 12 hari. Nyamuk tersebut dapat menggigit pada saat pagi dan
sore hari. Jarak terbang pada nyamuk tersebut juga mencapai 100 m. Nyamuk betina biasanya
mampu hidup kurang lebih 3 bulan sedangkan nyamuk yang jantan mampu hidup hanya 30
hari saja. Pemberantasan pada nyamuk Aedes Aeggepty akan lebih maksimal dan efektif jika
dilakukan dengan jara pemeriksaan jentik-jentik secara berkala oleh kader jumantik dan
petugas puskesmas. Peran serta mayarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk digerakkan
lebih giat melalui penyuluhan-penyuluhan dan pemeriksaan jentik oleh kader jumantik.
Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi
nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut.
Permasalahan
Pelaksanaan
- Persiapan alat dan bahan seperti; senter, serbuk abate, serta sarung tangan
- Melakukan pengecekan jentik nyamuk di rumah warga dengan memperhatikan setiap
genangan air pada bak mandi, dispenser, ember, kolam, serta tanaman yang ada genangan air
- Menabur serbuk abate pada bak penampungan air
- Evaluasi bersama bapak/ibu RW, RT, serta kader Jumantik di wilayah setempat
Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan yang
pemberantasannya didasarkan pada kontrol terhadap nyamuk penyebar dengue yaitu Aedes
aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk Aedes Aeggepty biasanya berkembang diberbagai
penampungan air yang bersih. Biasanya pada bak mandi, tempayang, dan bekas-bekas kaleng
yang ada pada daerah sekitar. Nyamuk ini mampu hidup pada ketinggian sampai 1000 m dari
permukaan laut, suka hidup didaratan rendah yang berpenghuni padat. Dari telur hingga
dewasa mencapai kurang lebih 12 hari. Nyamuk tersebut dapat menggigit pada saat pagi dan
sore hari. Jarak terbang pada nyamuk tersebut juga mencapai 100 m. Nyamuk betina biasanya
mampu hidup kurang lebih 3 bulan sedangkan nyamuk yang jantan mampu hidup hanya 30
hari saja. Pemberantasan pada nyamuk Aedes Aeggepty akan lebih maksimal dan efektif jika
dilakukan dengan jara pemeriksaan jentik-jentik secara berkala oleh kader jumantik dan
petugas puskesmas. Peran serta mayarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk digerakkan
lebih giat melalui penyuluhan-penyuluhan dan pemeriksaan jentik oleh kader jumantik.
Keberadaan jentik Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi
nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut.
Permasalahan
Kembali munculnya kasus Demam Berdarah terutama di wilayah Puskesmas Kelurahan
Jagakarsa 1 dan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN) masih kurang baik. Selain itu masih terdapat masyarakat yang belum mengikuti
pelaksanaan 3M Plus dengan baik.
Pelaksanaan
1. Melakukan peninjauan langsung ke rumah pasien DBD di RW 06 dan menilai keadaan
umum pasien dan juga kebersihan lingkungan rumah pasien.
2. Penyuluhan selama 10 menit berisi tentang definisi, penjelasan mengenai nyamuk Aedes
Aegypti, cara pemberantasan jentik nyamuk, erta gejala awal yang muncul pada pasien yang
terkena demam berdarah dan 5 menit untuk sesi tanya jawab dengan pasien.
Latar Belakang
Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu
faktorlingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan.
Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan,
faktorlingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan lingkungan
sosiokultura.Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang memadai sebagai
kebutuhan dasarmasyarakat belum sepenuhnya terwujud dengan baik.
Menurut laporan MDGs tahun 2007 terdapat beberapa kendala yang menyebabkan
masihtingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar.
Diantaranya adalah cakupan pembangunan yang sangat besar, sebaran penduduk yang
tidakmerata dan beragamnya wilayah Indonesia, keterbatasan sumber pendanaan.
Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan sangat berkaitan erat dengan
timbulnya penyakit-penyakit infeksi dan parasit, khususnya penyakit yang ditularkan melalui
air (waterborne diseases), seperti diare. Di negara berkembang, prevalensi yang tinggi dari
penyakitdiare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan
kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.
Sampai saat ini penyakit diare atau seringjuga disebut gastroenteritis, masih
merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Disamping
itu masih tingginya penyakit yang dibawa vektor sepertiDBD, malaria, pes, dan filariasis
(Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Depkes RI,2007)Air bersih adalah air yang
digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan
dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung diminum.Banyak program yang dilakukan oleh puskesmas dalam mengurangi
angka kesakitan yang ada pada masyarakat, salah satunya adalah dengan kegiatan insepeksi
sanitasi air bersih.
PERMASALAHAN
Peningkatan kasus penyakit diare dan gatal kulit berulang mulai meningkat di daerah
kelurahan Jagakarsa 1. Mengingat pentingnya menjaga kualitas air bersih untuk mencegah
penyebaran penyakit-penyakit seperti diare, gastroentritis, DBD, dan PES. Fasilitas
kesehatan setempat mengadakan inspeksi sanitasi air bersih di RW 06.
Pelaksanaan
1. Melakukan peninjauan langsung ke rumah warga di RW 06 dan menilai keadaan sanitasi
air bersih dan juga kebersihan lingkungan rumah pasien.
2. Penyuluhan selama 10 menit berisi tentang manfaat air bersih. Dan juga memberikan
informasi tentang pentingnya menjaga kualitas air bersih untuk di konsumsi upaya untuk
menurunkan angka penyakit diare, Gastroentritis, DBD dan PES.
Latar Belakang:
Imunisasi merupakan proses untuk membuat seseorang menjadi imun atau kebal terhadap
suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem
kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Imunisasi BIAS adalah Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang biasa diadakan 2 kali dalam setahun di seluruh kota di
Indonesia. Program imunisasi BIAS ini berisi jenis imunisasi tetanus difteri, MR, dan HPV.
BIAS dilaksanakan di sekolah masing-masing, dimana biasanya tim dari Puskesmas langsung
terjun ke sekolah sekolah yang sudah terjadwalkan. Pelaksanaan BIAS juga dilakukan sesuai
dengan protokol kesehatan di masa pandemic, maka dari itu kegiatan BIAS kali ini
dilaksanakan di Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan
BIAS di masa pandemi ini berbeda dari biasanya. Kegiatan BIAS kali ini di adakan di
puskesmas dan para siswa-siswi datang ke puskesmas secara bergantian dalam jangka waktu
tertentu untuk di lakukan imunisasi. Pada kegiatan BIAS ini dapat dilakukan dengan bantu
oleh dukungan dari para guru dan orang tua siswa.
Permasalahan:
Banyaknya Anak usia Sekolah Dasar yang masih belum mendapatkan imunisasi lengkap
Menghindari kegiatan dengan kerumunan masa di masa pandemic
Ketidaktahuan orangtua anak dalam program imunisasi lengkap
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 16 Desember 2020
Pukul : 08.00 s/d 15.00
Lokasi : Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Peserta: Anak usia Sekolah Dasar
Latar Belakang:
HIV terus menjadi masalah kesehatan utama pada masyarakat di dunia, menurut WHO telah
lebih dari 35 juta jiwa penderita sejauh ini. Pada 2017, 940.000 orang di dunia meninggal
karena penyebab terkait HIV. Data WHO menunjukan di dunia ada sekitar 36,9 juta orang
yang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2017 dengan 1,8 juta orang baru terinfeksi pada
tahun 2017. Sebanyak 59% orang dewasa dan 52% anak-anak yang hidup dengan HIV
menerima terapi antiretroviral (ART) seumur hidup pada tahun 2017.
Berdasarkan faktor resiko menunjukkan bahwa heteroseksual lebih tinggi dibandingkan
homoseksual dan Data kasus HIV & AIDS paling banyak ditemukan pada kisaran umur 20-29
tahun.4 Lamanya waktu untuk terinfeksi dapat sangat bervariasi antar individu. Jika
dibiarkan tanpa pengobatan, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV akan
mengembangkan tanda-tanda penyakit terkait HIV dalam 5-10 tahun, walaupun ini bisa
lebih pendek. Waktu antara tertular HIV dan diagnosis AIDS biasanya antara 10–15 tahun,
tetapi terkadang dapat lebih lama. Terapi antiretroviral (ART) dapat memperlambat
perkembangan penyakit dengan mencegah replikasi virus dan mengurangi jumlah virus
dalam darah orang yang terinfeksi (dikenal sebagai 'viral load').5 Masa antara terinfeksinya
HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih
dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.6 Pola
penularan HIV berdasarkan kelompok umur dalam 5 tahun terakhir tidak banyak berubah.
Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif 25- 49 yahun, diikuti
kelompok usia 20-24 tahun.7 Dari data tersebut setiap tahunnya kasus HIV paling banyak
terdapat pada usia rentang 25-49 tahun, sedangkan masa inkubasi hiv dibutuhkan 5 hingga
10 tahun untuk dapat terdeteksi, sehingga kemungkinan penderita HIV yang sudah terpapar
sejak usia remaja.
Permasalahan:
Meningkatnya angka kejadian HIV/AIDS
Minimnya pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS
Stigma buruk tentang pasien dengan HIV dimasyarakat
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 22 Desember 2020
Pukul : 07.30 s/d 08.00
Lokasi : Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Peserta: Seluruh pasien puskesmas kelurahan Jagakarsa 1.
Latar Belakang:
Sekolah merupakan institusi formal dan strategis dalam menyiapkan sumber
dayamanusia yang sehat secara fisik, mental,social,dan produktif. Salah satu
yangmempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar di sekolah adalah status kesehatan
dan kondisi lingkungan sekolah. Masalah kesehatan di sekolah menjadi kompleks dan
bervariasi terkait dengankesehatan peserta didik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya kondisilingkungan sekolah dan perilaku hidup bersih.
Higiene dan sanitasi sekolah adalah perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah dalam
rangka meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan guna terwujudnya lingkungan sekolah
yang sehat yang bersih dan nyaman dan terbebas dari ancaman penyakit.
Higiene dan sanitasi sekolah pelaksanaannya dimotori oleh Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS). Tujuan UKS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta
didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat dan derajat kesehatan peserta
didik maupun warga belajar serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka
pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya.
Permasalahan:
Minimnya kebersihan lingkungan sekolah di masa pandemic
Meningkatnya penyakit berbasis lingkungan di daerah sekolah
Kurangnya pengetahuan tentang manfaat kebersihan lingkungan sekolah
Jenis kegiatan : F5
Waktu : 17 Desember 2020
Pendamping :
dr. Dewy Mismarita, MKM – Dokter Pendamping Internship
Latar Belakang:
Cacingan atau kecacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan
oleh hewan parasit yaitu cacing. Berdasarkan hasil survei Departemen Kesehatan cacing
parasit yang banyak menyerang anak-anak Indonesia adalah Ascaris lumbricoides,
Ancylostoma duodenale, Necator americanus, dan Trichuris trichiura. Penyakit cacingan
yang seringkali ditularkan melalui tanah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
negara beriklim tropis dan sub tropis. Masalah kecacingan terutama terjadi pada daerah
dengan kondisi hygiene dan Sanitasi yang kurang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat
masyarakat yang kurang. Infeksi cacing ini dapat mempengaruhi status gizi anak, proses
tumbuh kembang dan merusak kemampuan kognitif pada anak yang terinfeksi kasus-kasus
malnutrisi, stunting, anemia bisa disebabkan oleh karena kecacingan. Oleh karena itu,
kegiatan pembagian obat acing terintegrasi ini bertujuan untuk menurunkan angka prevalensi
kecacingan pada anak usia sekolah. Obat yang digunakan adalah Albendazole dosis tunggal.
Anak usia 2 sampai dengan 12 tahun diberikan 1 tablet (400 mg). Obat cacing diberikan oleh
petugas Puskesmas atau kader kesehatan. Pemberian obat cacing dari pemerintah dilakukan
minimal 1 kali tiap tahun,
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit cacingan ini
Tingginya prevalensi penyakit tersebut di indonesia
Hygiene dan sanitasi anak yang kurang baik
Lingkungan rumah anak dengan sanitasi kurang baik
Latar Belakang:
COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus
dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut virus Corona..
COVID-19 yang sudah menjadi pandemi di dunia ini merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Virus SARS-CoV-2, yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada
tahun 2019 akhir. Saat ini, kasus Covid-19 masih terut meningkat, maka dari itu diperlukan
kegiatan Penyelidikan Epidemiologi secara aktif dari Puskesmas, salah satunya adalah
Tracking ke rumah pasien. Penularan penyakit COVID-19 ini dapat terjadi pada berbagai
sarana seperti sarana pendidikan, perkantoran, keluarga, dan terutama fasilitas layanan
kesehatan. Penularan penyakit COVID-19 ini sangat mudah, melalui droplet orang yang
terinfeksi, dan banyak juga orang yang terinfeksi, namun tidak bergejala. Dengan
dilakukannya penyelidikan epidemiologi secara aktif, diharapkan dapat mendeteksi pasien
COVID-19 ini lebih cepat, sehingga tatalaksana dapat dilakukan lebih dini juga. Diharapkan
pula dengan adanya kegiatan penyelidikan epidemiologi ini, pasien yang terbukti positif
positif terkena COVID-19, dapat segera menjalani protocol COVID-19 yaitu antara isolasi
mandiri ataupun dirujuk ke RS, dengan begitu, dapat mencegah penularan COVID-19 lebih
lanjut, sehingga tidak membuat cluster baru.
Permasalahan:
Pasien dan keluarga pasien yang masih belum paham protocol COVID—19
Keluarga pasien kontak erat yang belum terkonfirmasi positif COVID-19 masih tinggal 1
rumah dengan pasien
Melihat adanya indikasi rujuk untuk pasien bergejala dan pasien yang memiliki comorbid
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Perencanaan dan pemilihan intervensi:
Dilakukan bersama dengan Dokter Internship dan Tracer
Pemeriksaan terhadap setiap anggota keluarga kontak erat dengen Pasien positif COVID-19
Pemberian tatalaksana berupa obat sesuai gejala
Merujuk pasien sesuai indikasi
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 3 Desember 2020
Pukul : 10.00 s/d 11.00
Lokasi : Gang Sabar, RT 02/RW04 , Jagakarsa
Peserta: Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dan anggota keluarga di rumah
Latar Belakang:
Imunisasi merupakan proses untuk membuat seseorang menjadi imun atau kebal terhadap
suatu penyakit. Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang sistem
kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut. Imunisasi BIAS adalah Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), merupakan kegiatan pemberian Imunisasi rutin lanjutan
bagi anak usia sekolah Kelas 1, 2, dan 5, dan 6 SD/MI sederajat.Imunisasi. BIAS adalah
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yang biasa diadakan 2 kali dalam setahun di seluruh
kota di Indonesia. Program imunisasi BIAS ini berisi jenis imunisasi tetanus difteri, MR, dan
HPV. BIAS dilaksanakan di sekolah masing-masing, dimana tim dari Puskesmas langsung
terjun ke sekolah sekolah yang sudah terjadwalkan. Pelaksanaan BIAS juga dilakukan sesuai
dengan protokol kesehatan di masa pandemi. Para guru dan orangtua turut serta memberikan
dukungan dalam kegiatan BIAS di sekolah oleh petugas kesehatan dari Puskesmas.
Permasalahan:
Anak usia Sekolah Dasar yang masih belum mendapatkan imunisasi lengkap
Ketidaktahuan orangtua anak dalam program imunisasi lengkap
Situasi Pandemi ini menjadi suatu masalah melakukan imunisasi
Latar Belakang:
COVID-19 yang sudah menjadi pandemi di dunia ini merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Virus SARS-CoV-2, yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada
tahun 2019 akhir. Saat ini, kasus Covid-19 masih terut meningkat, maka dari itu diperlukan
kegiatan Penyelidikan Epidemiologi secara aktif dari Puskesmas, salah satunya adalah
Tracking ke rumah pasien. Penularan penyakit COVID-19 ini dapat terjadi pada berbagai
sarana seperti sarana pendidikan, perkantoran, keluarga, dan terutama fasilitas layanan
kesehatan. Penularan penyakit COVID-19 ini sangat mudah, melalui droplet orang yang
terinfeksi, dan banyak juga orang yang terinfeksi, namun tidak bergejala. Dengan
dilakukannya penyelidikan epidemiologi secara aktif, diharapkan dapat mendeteksi pasien
COVID-19 ini lebih cepat, sehingga tatalaksana dapat dilakukan lebih dini juga. Diharapkan
pula dengan adanya kegiatan penyelidikan epidemiologi ini, pasien yang terbukti positif
positif terkena COVID-19, dapat segera menjalani protocol COVID-19 yaitu antara isolasi
mandiri ataupun dirujuk ke RS, dengan begitu, dapat mencegah penularan COVID-19 lebih
lanjut, sehingga tidak membuat cluster baru.
Permasalahan:
Pasien dan keluarga pasien yang masih belum paham protocol COVID—19
Rumah pasien yang tidak memadai untuk dijadikan tempat isolasi mandiri
Pasien yang masih keluar rumah berinteraksi dengan orang lain
Pasien belum mempunyai obat sesuai gejala
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Perencanaan dan pemilihan intervensi:
Dilakukan bersama dengan Dokter Internship dan Tracer
Pemeriksaan terhadap setiap anggota keluarga kontak erat dengen Pasien positif COVID-19
Pemberian tatalaksana berupa obat sesuai gejala dan vitamin
Edukasi mengenai COVID-19
Persiapan rujukan satu keluarga ke RS
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 9 Desember 2020
Pukul : 14.00 s/d 14.30
Lokasi : RT01/RW04 , Jagakarsa
Peserta: Pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dan anggota keluarga di rumah
Latar Belakang:
COVID-19 (coronavirus disease 2019) adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh virus
dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut virus Corona..
COVID-19 yang sudah menjadi pandemi di dunia ini merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Virus SARS-CoV-2, yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada
tahun 2019 akhir. Saat ini, kasus Covid-19 masih terut meningkat, maka dari itu diperlukan
kegiatan Penyelidikan Epidemiologi secara aktif dari Puskesmas, salah satunya adalah
Tracking ke rumah pasien. Saat ini, kasus Covid-19 di Indonesia masih terut meningkat
dikarenakan penularan penyakit yang mudah terjadi. Penularan penyakit COVID-19 ini dapat
terjadi pada berbagai sarana seperti sarana pendidikan, perkantoran, keluarga, dan terutama
fasilitas layanan kesehatan. Penularan penyakit COVID-19 ini sangat mudah, melalui droplet
orang yang terinfeksi. Pasien yang datang berobat ke poli puskesmas seringkali mempunyai
gejala seperti gejala penyakit COVID-19. Dengan dilakukannya penyelidikan epidemiologi
secara aktif, diharapkan dapat mendeteksi pasien COVID-19 ini lebih cepat, sehingga
tatalaksana dapat dilakukan lebih dini juga, sehingga dapat mencegah terbentuknya cluster
baru/ penularan lebih lanjut ke orang sekitar.
Permasalahan:
Pasien yang masih belum begitu paham mengenai COVID—19 dan gejalanya
Pasien datang ke poli dengan gejala flu yang sebenarnya mengarah kepada gejala COVID-19
Pasien belum mempunyai obat sesuai gejala
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pemeriksaan dan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan di Poli Umum Puskesmas Kelurahan
Jagakarsa I oleh Dokter Internship dan selanjutnya data dikumpulkan ke Tracer.
Pemberian tatalaksana berupa obat sesuai gejala dan vitamin
Edukasi mengenai COVID-19
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 17 Desember 2020
Pukul : 08.50 s/d 09.05
Lokasi : Poli Umum Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Peserta: Pasien poli Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Latar Belakang:
Penyakit tidak menular (PTM) adalah jenis penyakit yang tidak dapat ditularkan dari orang
ke orang melalui bentuk kontak apa pun. Meski demikian, beberapa macam penyakit tidak
menular tersebut memiliki angka kematian yang cukup tinggi. Penyakit Tidak Menular
(PTM) adalah penyakit yang tidak menular dan bukan disebabkan oleh penularan vektor,
virus atau bakteri, melainkan lebih banyak disebabkan oleh perilaku dan gaya hidup.
WHOmenyebutnya "Non Communicable Disease (NCD) adalah penyakit yang tidak menular
langsung dari satu orang ke orang lain. Masalah kesehatan di masyarakat saat ini mulai
bergeser dari penyakit menular menjadi ke arah penyakit tidak menular. Penyebab kematian
utama penduduk semua golongan umur pada saat ini disebabkan oleh PTM secara berurutan
yaitu stroke, hipertensi, diabetes mellitus, tumor ganas/kanker, penyakit jantung dan
pernafasan kronik. Sebagian banyak penyakit ini merupakan penyakit yang dapat diturunkan
oleh keluarga. Oleh karena itu, perlu dilakukan deteksi dini dari PTM ini di puskesmas secara
menyeluruh mulai dari faktor genetic, faktor risiko lain, serta gaya hidup, agar pasien dapat
termonitor dan mendapat tatalaksana segera. Tatalaksana dapat berupa obat/medikamentosa
dan, atau juga edukasi mengenai modifikasi lifestyle pasien yang menjadi faktor risiko dari
penyakitnya. Tenaga medis juga harus memberi edukasi terkait pengobatan rutin pasien,
dikarenakan banyak pasien yang sering tidak rutin minum obat.
Permasalahan:
Persepsi masyarakat yang salah mengenai obat rutin PTM
Gaya hidup masyarakat di masa sekarang yang menjadi faktor risiko dari PTM
Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit tidak menular
Tidak patuhnya pasien dalam konsumsi obat rutin PTM
Latar Belakang:
Demensia adalah sebuah sindrom yang berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak,
seperti berkurangnya daya ingat, menurunnya kemampuan berpikir, memahami sesuatu,
melakukan pertimbangan, dan memahami bahasa, serta menurunnya kecerdasan mental.
Sindrom ini umumnya menyerang orang-orang lansia yang berusia di atas 65 tahun. Pengidap
demensia umumnya akan mengalami depresi, perubahan suasana hati dan perilaku, kesulitan
bersosialisasi, hingga berhalusinasi. Pengidap tidak mampu hidup mandiri dan memerlukan
dukungan orang lain. Gejala yang umumnya dirasakan berupa hilang ingatan, kesulitan
berkomunikasi, kesulitan berbahasa dan bertutur kata, sulit memecahkan masalah atau
merencakan sesuatu, konsentrasi menurun, kesulitan mengambil keputusan dan
mengkoordinasikan pergerakan tubuh, serta gangguan psikologis (seperti depresi, gelisah,
agitasi, paranoid, dan halusinasi)
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang penyakit demensia
Menurunya kualitas hidup pasien lansia
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 11 – 12 januari 2021
Pukul : 07.45 s/d 08.15
Lokasi : Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Peserta: Pasien poli umum yang mempunyai indikasi
Latar Belakang:
Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat sejak dahulu.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih belum dapat
ditanggulangi dengan baik. Balita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap
masalah kesehatan, terutama masalah gizi kurang atau buruk. Hal ini disebabkan karena pada
saat fase balita akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Balita juga
cenderung susah makan dan asupanzat gizi yang tidak baik. Pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) berarti memberikan makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan
pada bayi dan anak usia 7-24 bulan. MP-ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan
optimal. Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada balita adalah terhentinya
pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
pola MP-ASI yang diberikan (Depkes RI, 2000). Kurangnya asupan zat gizi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang MP-ASI, dan perilaku terhadap pemberian jenis
MP-ASI yang diberikan. Saat ini selain MP-ASI yang dibuat sendiri juga telah banyak
digunakan MP-ASI komersial/pabrikan atau kombinasi antara MP-ASI tradisional dan MP-
ASI pabrikan.
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang gizi pada anak
Minimnya kondisi ekonomi keluarga dan pengaruh terhadap gizi anak
Ketidak sesuaian pola asuh yang diberikan sehinggan tidak dapat mencukupi energi yang di
butuhkan
Latar Belakang:
Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat sejak dahulu.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih belum dapat
ditanggulangi dengan baik. Balita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap
masalah kesehatan, terutama masalah gizi kurang atau buruk. Hal ini disebabkan karena pada
saat fase balita akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Balita juga
cenderung susah makan dan asupanzat gizi yang tidak baik. Pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) berarti memberikan makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan
pada bayi dan anak usia 7-24 bulan. MP-ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan
optimal. Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada balita adalah terhentinya
pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
pola MP-ASI yang diberikan (Depkes RI, 2000). Kurangnya asupan zat gizi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang MP-ASI, dan perilaku terhadap pemberian jenis
MP-ASI yang diberikan. Saat ini selain MP-ASI yang dibuat sendiri juga telah banyak
digunakan MP-ASI komersial/pabrikan atau kombinasi antara MP-ASI tradisional dan MP-
ASI pabrikan.
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang gizi pada anak
Minimnya kondisi ekonomi keluarga dan pengaruh terhadap gizi anak
Ketidak sesuaian pola asuh yang diberikan sehinggan tidak dapat mencukupi energi yang di
butuhkan
Latar Belakang:
Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat sejak dahulu.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih belum dapat
ditanggulangi dengan baik. Balita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap
masalah kesehatan, terutama masalah gizi kurang atau buruk. Hal ini disebabkan karena pada
saat fase balita akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Balita juga
cenderung susah makan dan asupanzat gizi yang tidak baik. Pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) berarti memberikan makanan lain sebagai pendamping ASI yang diberikan
pada bayi dan anak usia 7-24 bulan. MP-ASI yang tepat dan baik merupakan makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehingga bayi dan anak dapat tumbuh kembang dengan
optimal. Salah satu permasalahan dalam pemberian makanan pada balita adalah terhentinya
pemberian ASI dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
pola MP-ASI yang diberikan (Depkes RI, 2000). Kurangnya asupan zat gizi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang MP-ASI, dan perilaku terhadap pemberian jenis
MP-ASI yang diberikan. Saat ini selain MP-ASI yang dibuat sendiri juga telah banyak
digunakan MP-ASI komersial/pabrikan atau kombinasi antara MP-ASI tradisional dan MP-
ASI pabrikan.
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang gizi pada anak
Minimnya kondisi ekonomi keluarga dan pengaruh terhadap gizi anak
Ketidak sesuaian pola asuh yang diberikan sehinggan tidak dapat mencukupi energi yang di
butuhkan
Latar Belakang:
Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh
kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena
kekurangan konsumsi atau gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin
B6 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam molekul hemglobin,
vitamin C, zinc yang mempengaruhi absorpsi besi dan vitamin E yang mempengaruhi
stabilitas membran sel darah merah. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang
rawan menderita anemia. Zat besi sangat diperlukan dalam pembentukan darah yaitu untuk
mensintesis hemoglobin. Kelebihan zat besi disimpan sebagai protein feritin dan
hemosiderin di dalam hati, sumsum tulang belakang, dan selebihnya di simpan dalam limfa
dan otot. Kekurangan zat besi akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar feritin yang
diikuti dengan penurunan kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin. Keadaan yang
terus berlanjut akan menyebabkan anemia defisiensi besi, dimana kadar hemoglobin turun di
bawah nilai normal
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang anemia pada remaja
Minimnya kondisi ekonomi keluarga dan pengaruh terhadap anemia remaja
Ketidak sesuaian pola makan dan gaya hidup dengan kebutuhan zat besi pada remaja
Latar Belakang:
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun
lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan penderita
setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Diabetes merupakan serangkaian gangguan
metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga
menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa
yang melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung (dehidrasi,
penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan pembuluh
darah mikro dan terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan
berat badan rendah (<2,5 kg). Serta terdapat faktor yang meningkatkan risiko penyakit
Diabetes Mellitus yakni berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola
makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress.
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang diabtes melitus
Ketidak patuhan pola makan dan terapi pada pasien DM
Ketidak sesuaian pola asuh yang diberikan sehingga meningkatnya kadar gula dalam darah
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 14 januari 2021
Pukul : 08.30 s/d 09.15
Lokasi : Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Peserta: Pasien poli umum yang mempunyai indikasi
Latar Belakang:
Hiperkolesterolemia merupakan suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan
kadar kolesterol total dalam darah yang meningkat, Dalam mendiagnosis hiperkolesterolemia
jika kadar kolesterol total yang mulai meningkat >200 mg/dl dan mulai diwaspadai untuk
dapat dikendalikan. Asupan makanan yang tinggi serat terutama serat larut yang berasal dari
tumbuhan dan biji-bijian mampu membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah.
Mengonsumsi serat larut minimal 28 g per hari dapat menurunkan kadar kolesterol sampai
15-19 persen. Serat dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat asam empedu.
Asam empedu yang merupakan produk dari kolesterol pada awalnya disintesis dalam hati
yang disekresi ke dalam empedu kemudian akan kembali menuju hati melalui reabsorbsi
dalam usus halus. Untuk mencegah kembalinya asam 1 empedu ke hati maka serat akan
mengikat asam empedu dan membawanya keluar tubuh melalui feses. Sebanyak 80%
penduduk Indonesia saat ini masih memiliki kebiasaan mengkonsumsi serat yang rendah
yaitu sebanyak 15 gram/orang/hari. Sedangkan konsumsi serat yang dianjurkan yaitu
19-30 gram/hari
Permasalahan:
Minimnya pengetahuan tentang tingginya kadar kolesterol dalam darah.
Tingginya pola makan tinggi kolesterol
Tingginya prevalensi dari komplikasi penhyakit hiperkolesterolimia
Pelaksanaan:
Kegiatan dilaksanakan pada
Waktu : 13 januari 2021
Pukul : 07.45 s/d 08.15
Lokasi : Puskesmas Kelurahan Jagakarsa I
Peserta: Pasien poli umum yang mempunyai indikasi