Kel. 4 RSDG
Kel. 4 RSDG
DISUSUN OLEH:
ABU SYAIRI
ANISAH KHAIRUL UMAMI
ARUM MUNAWARAH
DIAN ERIKA PURNAMA
EVA NOVIANI
FEBRIYANI PAMIKATSIH
GEISANDRA ASTAQVIANI PUTRI
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Sehat menurut WHO adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental, dan sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit fisik dan kelemahan. Sedangkan
menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.23 Tahun 1992 sehat adalah keadaan
sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Pada masa globalisasi banyak tuntutan yang menjadikan stressor dalam
kehidupan. Stressor yang dihadapi seseorang harus diikuti dengan kemampuan koping
yang konstruktif, koping individu yang tidak konstruktif dapat membuat individu
tersebut mengalami gangguan mental. Stressor yang sering dijumpai saat ini yaitu
kondisi lingkungan sosial yang semakin keras dan diperberat dengan tingkat kemiskinan
yang menekan dapat menjadi penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang
mengalami gangguan kejiwaan (Yosep, 2007).
Menurut Townsend (2009) gangguan kesehatan jiwa adalah respon maladaptive
terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan, dan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma dan budaya yang mengganggu fungsi
sosial, kerja, dan fisik individu. Kartini Kartono (2006) menjelaskan pengertian
penyakit jiwa bahwa penyakit jiwa bukanlah penyakit keturunan semata, namun lebih
banyak disebabkan oleh tekanan-tekanan batin dan faktor-faktor sosial, penyakit jiwa
bukan tidak bisa disembuhkan, kemungkinan kesembuhannya masih bisa diusahakan,
penyakit mental tidaklah datang secara tiba-tiba, tapi bibit-bibitnya telah ada
sebelumnya, sebab-sebab yang bersifat kompleks dari kejadian-kejadian masa lalu.
Salah satu jenis gangguan jiwa adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah sekelompok
reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai individu termasuk berfikir dan
komunikasi, menerima dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan memajukan
emosi serta perilaku dengan sikap yang tidak bisa diterima secara sosial (Isaacs, 2005).
2
Skizofrenia adalah penyakit dimana kepribadian mengalami keretakan, alam pikir,
perasaan, dan perbuatan individu terganggu. Pada orang normal, alam pikiran,
perbuatan, dan erasaan ada kaitannya atau searah, namun pada pasien skizofrenia ketiga
alam tersebut terputus, baik satu atau semuanya (Simanjuntak, 2008).
Halusinasi adalah salah satu jenis Sskizofrenia dimana seseorang merasakan
sesuatu tanpa adanya stimulus dari luar. Halusinasi adalah persepsi dalam ketiadaan
stimulus. Dalam arti luas, halusinasi didefinisikan sebagai persepsi dalam keadaan sadar
dan terjaga dalam ketiadaan rangsangan eksternal yang memiliki kualitas persepsi yang
nyata, jelas, dan terletak di luar ruang yang objektif. Halusinasi berbeda dari "persepsi
delusi", di mana persepsi asli yang benar merasakan dan diinterpretasikan diberikan
beberapa makna tambahan (dan biasanya aneh).Halusinasi dapat terjadi pada setiap
modalitas indra - visual, pendengaran, penciuman, gustatory, sentuhan, proprioceptive,
equilibrioceptive, nociceptive, thermoceptive dan chronoceptive. Bentuk ringan
halusinasi dikenal sebagai gangguan, dan dapat terjadi di salah satu indra di atas. Ini
mungkin hal-hal seperti melihat gerakan dalam visi periferal, atau mendengar suara
samar dan/atau suara.
Peran, fungsi dan tanggung jawab perawat psikiatri dalam meningkatkan
kesehatan jiwa, dalam kaitannya dengan Halusinasi adalah menyadarkan pasien akan
halusinasinya dengan cara menanyakan isi halusinasi, waktu, kondisi, serta perasaan
pasien saat halusinasi terjadi, agar pasien dapat membedakan antara halusinasi dan
kenyataan. Tindakan selanjtnya adalah meningkatkan kemampuan pasien untuk
mengontrol halusinasinya misalnya, mengajarkan pasien cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik, bercakap-cakap, beraktivitas, minta ditegur, dan dengan meminum
obat. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik mengambil kasus Asuhan Keperawatan
Jiwa Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah utama Halusinasi.
2. Tujuan Khusus
3
a. Mampu melaksanakan dan mengelompokkan hasil pengkajian pada pasien
dengan masalah utama Halusinasi.
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan pada pasien dengan Halusinasi.
c. Dapat menyusun perencanaan keperawatan dan menetukan kriteria hasil
dalam mengatasi masalah Halusinasi pada pasien
d. Dapat melakukan dokumentasi dari implementasi yang telah dilaksanakan
pada pasien dengan Halusinasi.
e. Dapat mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan.
f. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Halusinasi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Skizofrenia
1. Schizophrenia Paranoid
2. Schizophrenia Katatonik
3. Schizophrenia Hebefrenik
5
menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan higiene dan
penampilan diri dan terjadi sebelum usia 25 tahun
5. Schizoaffective
6. Schizophrenia Residual
B. Halusinasi
1. Pengertian
6
dasarnya mungkin organic, fungsional,psikotik ataupun histerik
(Sunaryo, 2004).
2. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran (auditorik)
b. Halusinasi penglihatan (Visual)
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
7
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis
dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau
feses.
f. Halusinasi sinestetik
g. Halusinasi Kinesthetic
3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
8
isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
9
pikiran dan pengalaman lambat, diam dan
sensori yang dialaminya dipenuhi oleh sesuatu
tersebut dapat dikendalikan yang mengasyikkan.
jika ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Fase Pengalaman sensori bersifat Peningkatan system
II:Condemning- menjijikkan dan syaraf otonom yang
ansietas menakutkan, klien mulai menunjukkan ansietas,
tingkat berat, lepas kendali dan mungkin seperti peningkatan
secara umum, mencoba untuk menjauhkan nadi, pernafasan, dan
halusinasi dirinya dengan sumber yang tekanan
menjadi dipersepsikan. Klien darah; penyempitan
menjijikkan mungkin merasa malu karena kemampuan
pengalaman sensorinya dan konsentrasi, dipenuhi
menarik diri dari orang lain. dengan pengalaman
(Psikotik ringan) sensori dan
kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.
Fase Klien berhenti Cenderung mengikuti
III:Controlling- menghentikan perlawanan petunjuk yang
ansietas tingkat terhadap halusinasi dan diberikan
berat, pengalama menyerah pada halusinasi halusinasinya
n sensori menjadi tersebut. Isi halusinasi daripada menolaknya,
berkuasa menjadi menarik, dapat kesukaran
berupa permohonan. Klien berhubungan dengan
mungkin mengalarni orang lain, rentang
kesepian jika pengalaman perhatian hanya
sensori tersebut berakhir. beberapa detik atau
(Psikotik) menit, adanya tanda-
10
tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk
Fase IV: Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang,
Conquering mengancam dan teror seperti panik,
Panik, umumnya menakutkan jika klien tidak berpotensi kuat
halusinasi mengikuti perintah. melakukan bunuh diri
menjadi lebih Halusinasi bisa berlangsung atau membunuh orang
rumit, melebur dalam beberapa jam atau hari lain, Aktivitas fisik
dalam jika tidak adaintervensi yang merefleksikan isi
halusinasinya terapeutik. (Psikotik Berat) halusinasi seperti
amuk, agitasi, menarik
diri, atau katatonia,
tidak mampu berespon
terhadap perintah
yang kompleks, tidak
mampu berespon
terhadap lebih dari
satu orang
6. Akibat
Data subjektif :
o Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
o Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
11
Data objektif :
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena
karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (keliat. 2006).
2. Etiologi
12
Terdapat tiga jenis transisi peran yaitu perkembangan, situasi dan
sehat-sakit.
Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupan.
Menurut Keliat (1999) tanda dan gejala yang dapat muncul pda pasien
harga diri rendah adalah :
13
4. Akibat
Individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu, tidak
berdaya, pesimis dalam menghadapi kehidupan dan tidak percaya pada diri
sendiri. Hal ini akan membuat klien banyak diam, menyendiri, tidak mau ataupun
tidak mampu bergaul dengan orang lain, dan terjadinya Isolasi Sosial. Dalam hal
ini, klien tampak apatis, kurang spontan ketoka diajak bicara, ekspresi wajah
kosong, datar, tidak adanya komunikasi verbal, bicara pelan dan tidak ada kontak
mata saat bicara.
D. Isolasi Sosial
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend,
1998 dalam Nita Fitria, 2009).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
o Faktor Perkembangan
14
o Faktor Biologis
o Faktor Sosiokultural
b. Faktor Presipitasi
o Stress sosiokultural
o Stress psikologi
15
Menggunakan kata yang tidak berarti
Kontak mata kurang/ tidak mau menatap lawan bicara
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka
melamun, berdiam diri
a. Akibat
16
BAB III
GAMBARAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Klien berinisial Tn. I, usia klien 35 tahun. Klien masuk RS Dharma
Graha karena sering bicara, tertawa, senyum-senyum sendiri, dan sering
melamun. Klien adalah anak pertama dari 6 bersaudara. Klien belum
menikah dan tidak bekerja. Paman klien juga mengalami gangguan jiwa
dan dirawat di RS Dharma Graha. Menurut rekam medis, ibu klien
mengatakan klien mengalami perubahan perilaku sejak duduk di bangku
SMEA, awalnya klien ingin bersekolah di sekolah penerbangan namun
orang tua klien tidak mampu membiayai. Di SMEA, klien masuk dan
keluar sekolah melalui pintu belakang, sering bicara sendiri, menyendiri,
melamun, malas mandi dan beraktivitas, karena berperilaku aneh maka
klien dibawa ke RSJ Grogol 10 tahun yang lalu.
Penampilan klien nampak rapi dan sesuai. Pada saat interaksi, klien
terkadang bicara inkoheren dan selalu meminta rokok. Klien lebih sering
terlihat melamun dan senyum-senyum sendiri. Ketika sedang berbicara,
klien terkadang blocking lalu tersenyum. Saat ditanya mengenai
halusinasi, klien menyangkal dengan mengatakan tidak mendengar atau
melihat apa-apa. Klien nampak sadar penuh, namun mengalami
disorientasi tempat dan waktu. Klien juga tidak mudah berkonsentrasi dan
berhitung sederhana. Diagnosa medis klien adalah schizophrenia
hebefrenik.
B. ANALISA DATA
DATA MASALAH
DS : klien mengatakan Gangguan Sensori
Tidak mendengar suara atau melihat Persepsi: Halusinasi
bayangan tertentu (menyangkal halusinasi)
17
DO :
Klien tampak sering bicara, tertawa, dan
senyum-senyum sendiri
Pembicaraan klien inkoheren dan terkadang
blocking lalu klien tersenyum
DS :
Klien mengatakan tidak memiliki teman di
RS
Klien mengatakan tidak mengenal pasien
lain di RS
DO : Isolasi Sosial
Klien tampak selalu duduk dengan melipat
kedua kaki ke dada
Klien tampak tidak bicara dengan orang
lain kecuali minta rokok
Klien tampak sering duduk menyendiri
DS :
Menurut rekam medis ibu klien mengatakan
klien ingin masuk sekolah penerbangan
namun orang tua tidak mampu membiayai
Klien mengatakan tidak memiliki pekerjaan
Klien mengatakan tidak memiliki kelebihan
Harga Diri Rendah
dan kemampuan apa-apa
Kronis
DO :
Klien tampak lebih sering diam
Tidak mampu memulai pembicaraan
Raut wajah sedih saat membicarakan
pekerjaan dan status perkawinan
C. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
18
2. Isolasi Sosial
3. Harga Diri Rendah Kronis
D. POHON MASALAH
Isolasi Sosial
19
klien terhadap dirinya dan ditemukan masalah harga diri rendah dengan
data klien lebih sering diam dan tidak mampu memulai pembicaraan, klien
juga mengatakan tidak bekerja dan belum menikah. Saat perawat mengkaji
aspek positif yang dimiliki klien (SP 1 Harga diri rendah), klien
mengatakan hanya bisa merokok dan nongkrong dengan teman-teman.
Klien juga mengatakan tidak memiliki hobi atau kegiatan yang disukai.
Klien mengatakan ingin pulang dan berkumpul bersama teman-temannya
lagi, namun saat ditanya mengenai teman-temannya klien terdiam cukup
lama. Lalu perawat menanyakan apakah di RS klien memiliki teman (SP 1
Isolasi sosial), klien menggelengkan kepala dan mengatakan tidak. Klien
juga tidak mau diajarkan cara berkenalan.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Kaji riwayat gangguan jiwa masa lalu. Kaji terhadap adanya aniaya
fisik, yaitu aniaya seksual, penolakan, kekerasan dan tindakan kriminal. Kaji
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan Kaji terhadap adanya faktor-
faktor pencetus, kaji status hubungan sosial klien, seperti orang yang berarti
dalam hidup klien, hambatan dalam kegiatan kelompok, dan peran serta
klien dalam ikut serta kegiatan kelompok.
21
Penampilan klien nampak rapi dan sesuai. Pada saat interaksi, klien
terkadang bicara inkoheren dan selalu meminta rokok. Klien lebih sering
terlihat melamun dan senyum-senyum sendiri. Ketika sedang berbicara,
klien terkadang blocking lalu tersenyum. Saat ditanya mengenai halusinasi,
klien menyangkal dengan mengatakan tidak mendengar atau melihat apa-
apa. Klien nampak sadar penuh, namun mengalami disorientasi tempat dan
waktu. Klien juga tidak mudah berkonsentrasi dan berhitung sederhana.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa Tn. I memiliki masalah
keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi dan diagnosa medis
klien adalah schizophrenia hebefrenik.
B. Diagnosa keperawatan
2. Isolasi Sosial
C. Planning
2. Isolasi Sosial
22
D. Implementasi
E. Evaluasi
23
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor predisposisi Tn. I yaitu : faktor genetik, karena paman klien juga
mengalami gangguan jiwa seperti klien dan di rawat di RSKJ Dharma
Graha
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
24
pembicaraan antara perawat dengan klien tidak menyimpang dari SP
yang dibuat sebelumnya.
2. Bagi Perawat
25
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna, dan Akemat. Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC,
2010.
Stuard & Sudden. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC, 1998.
Suliswati, dkk. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC, 2005.
Farida, Yudi Hartono. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
2010
26