Chapter II 1
Chapter II 1
TINJAUAN PUSTAKA
peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan sekresi insulin, atau fungsi insulin,
ataupun keduanya.1 Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang
Insulin berfungsi untuk memasukkan gula dari dalam otot ke dalam jaringan sehingga
kronis, yang terjadi apabila pankreas tidak menghasilkan insulin yang adekuat, atau
ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksinya. Hal
Indonesia) pada tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki
kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan
(postprandial) >200 mg/dL. Kadar gula darah bervariasi pada setiap individu setiap
hari dimana kandungan gula darah akan meningkat jumlahnya setelah individu
tersebut makan dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam setelah makan.2 Pada
keadaan normal, lebih kurang 50% glukosa dari makanan yang dimakan akan
mengalami metabolisme sempurna menjadi karbon dioksida (CO2) dan air, 10%
ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga
terjadi hiperglikemia.8
Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula
darah adalah 180 mg% di dalam tubuh sehingga, bila terjadi hiperglikemi maka ginjal
tidak dapat menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar apabila konsentrasi
glukosa dalam darah cukup tinggi, akibatnya glukosa tersebut diekskresikan melalui
urin (glukosuria).7,8 Ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut dengan diuresis osmotik. Akibat hal
ini, penderita akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan sering
karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Kondisi ini
menyebabkan tubuh kekurangan insulin. Glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
pada usia muda, biasanya sebelum usia 30 tahun. Pasien dengan diabetes tipe 1 harus
2.2.2 Diabetes melitus tipe 2: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Resistensi insulin adalah
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Dalam hal ini, sel
glukosa.1,7,8
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal. Namun, jika sel-sel
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa akan
saat kehamilan. Diabetes ini terjadi pada perempuan yang tidak menderita diabetes
dari ibu dengan GDM memiliki risiko lebih besar mengalami obesitas dan diabetes
Defek genetik pada fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
Cushing dan hipertiroidisme tergolong di dalam tipe ini. Penggunaan narkoba atau
imunologi yang jarang seperti antibodi antiinsulin, dan sindrom genetik lain yang
terjadinya penyakit lain) paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah
darah, saraf dan struktur internal lainnya di dalam tubuh. Zat kompleks yang terdiri
menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan
dan sistem saraf perifer.1,4,8 Perubahan sistem vaskularisasi meliputi angiopati dan
dari deposisi AGE dan LDL yang berkonsekuensi menimbulkan kalsifikasi berbagai
paling parah atheroma adalah adanya miokard infark, hipertensi, stroke, insufisiensi
ginjal) dan neuropati. Neuropati diabetik berkaitan dengan hiperglikemia dan hal
Beberapa manifestasi klinis yang berhubungan dengan neuropati antara lain nyeri
terbakar, dan rasa baal terutama pada ekstremitas tubuh, kelemahan otot, dan
tipe 1 dan kurang terlihat pada pasien diabetes tipe 2. Nefropati diabetes adalah
Komplikasi oral yang dapat terjadi pada penderita diabetes tipe 1 maupun 2
dapat dilihat pada penderita diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa ketika kadar glukosa pada penderita terkontrol baik, maka manifestasi
mouth syndrome (BMS), Kandidiasis, penyembuhan luka yang lama dan abnormal,
peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada penderita diabetes
atau secara langsung tergantung pada tipe perawatan yang diperoleh penderita.
Serostomia merupakan kondisi penurunan aliran saliva yang dapat memicu burning
mouth syndrome (BMS) dan karies, dan dapat juga mengakibatkan perkembangan
sekresi saliva, terutama pada penderita diabetes tak terkontrol, sedangkan pada
penderita yang terkontrol hal tersebut kurang terjadi karena asupan karbohidratnya
yang rendah. Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu
Deposisi AGE pada dinding kapiler gingiva, kolagen ligamen periodontal dan
2.4 Periodontitis
yaitu gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal. Periodontitis dapat
berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gingiva) yang tidak
dirawat. Infeksi akan meluas dari gingiva ke arah tulang di bawah gigi sehingga
jaringan yang lebih dalam dapat menjadi irreversibel. Secara klinis pada awalnya
terlihat peradangan jaringan gingiva di servikal gigi dan warnanya lebih merah
dibandingkan jaringan gingiva sehat. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada
gingiva berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu
menyikat gigi. Bila gingivitis ini dibiarkan berlanjut tanpa perawatan, keadaan ini
akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam. Akibatnya adalah kehilangan
perlekatan yang banyak, destruksi jaringan gingiva dan terbentuk saku periodontal.
Sintesis dan sekresi sitokin akibat infeksi yang berasal dari periodontitis dapat
mengakibatkan sintesis dan sekresi sitokin yang berasal dari interaksi AGE dengan
RAGE, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan periodontitis dengan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi yang terjadi pada diabetes melitus
tipe 1 maupun tipe 2 lebih parah pada penderita diabetik dengan penyakit periodontal
diabetes.8,9
interleukin 6 dan interleukin 1, mediator ini akan masuk ke dalam aliran darah
stuktur protein yang lain. Proses ini tidak berlangsung secara enzimatik, dan ketika
AGEs terbentuk, maka AGE akan terikat dengan reseptor seluler spesifik yang
dikenal sebagai reseptor AGE (RAGE). Reseptor AGE ditemukan dalam sel-sel
menarik monosit pada sel-sel endotelial, sehingga terus menerus memicu respon
inflamasi.3-5
apoptosis meningkat maka efek yang terjadi adalah penyembuhan luka yang lambat.
Oleh karena itu, inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan mengurangi
plak pada kelompok bukan penderita diabetes melitus lebih banyak dibanding
keparahan inflamasi pada periodontitis. Bakteri berperan secara tidak langsung dalam
enzim sehingga mampu merusak jaringan ikat gingiva dan memproduksi osteoklas
terhadap kesehatan jaringan periodonsium. Terdapat beberapa hal yang terjadi pada
terdapat di dalam cairan sulkus gingiva dan darah pada penderita diabetes dapat
periodontal.9-11
diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini terjadi sebagai akibat dari
adherence, dan defek fagositosis. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol
terjadi pula gangguan pada fungsi PMN dan monocytes / macrophage yang berperan
diabetes yang tidak terkontrol dan mengalami hiperglikemi kronis terjadi perubahan
sintesis kolagen. Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah
jaringan periodonsium. Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel radang
lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran
nutrisi dalam tubuh. Lambatnya aliran darah akan menurunkan kemampuan tubuh
Kondisi
Hiperglikemi AGEs inflamasi
hiper-
reaktif
penderita diabetes maka dilakukan pengukuran dengan berbagai indeks yaitu: Indeks
Gingiva (IG), Indeks Perdarahan Papila Gingiva Dimodifikasi (IPPD), dan Indeks
Indeks yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness ini digunakan untuk menilai
derajat keparahan inflamasi. Pengukuran dilakukan pada gingiva di dua sisi gigi
0: Gingiva normal
2: Inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah, oedema, dan berkilat; pada
Skor untuk setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor dari keempat sisi yang
diperiksa lalu dibagi dengan dua (jumlah sisi yang diperiksa per gigi). Skor Indeks
Gingiva untuk individu diperoleh dengan membagi jumlah skor dari semua gigi yang
Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor Indeks Gingiva
dan gingiva (P.B.I.) dari Saxer danMuhlemann dengan kriteria sebagai berikut:12
GAMBARAN KLINIS
Indeks Higiene Oral merupakan salah satu indeks yang populer digunakan
untuk menentukan status kebersihan mulut pada penelitian epidemiologis. Indeks ini
bertujuan mengukur permukaan gigi yang ditutupi oleh debris dan kalkulus. Indeks
ini terdiri dari dua komponen yaitu Indeks Debris dan Indeks Kalkulus.12
Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46
permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada maka diganti dengan gigi 21 dan
sebaliknya. Alat yang digunakan adalah kaca mulut dan sonde. Setiap permukaan gigi
dibagi secara horizontal atas sepertiga gingiva, sepertiga tengah dan sepertiga insisal.
Untuk mengukur skor indeks debris, sonde ditempatkan pada sepertiga insasal
permukaan gigi lalu digerakkan kearah sepertiga gingiva dan skor diberikan sesuai
1: Debris lunak menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi atau adanya
2: Debris lunak menutupi lebih dari sepertiga tapi kurang dari dua pertiga
permukaan gigi.
2 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 dan tidak lebih dari 2/3 permukaan
gigi atau adanya kalkulus subgingiva di daerah servikal gigi atau keduanya.
3 : Kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus
Skor akhir indeks debris dan kalkulus individu dihitung dengan membagi jumlah skor
indeks debris dan kalkulus dari semua gigi yang diperiksa dengan jumlah permukaan
gigi yang diperiksa. Skor indeks debris dan kalkulus dijumlahkan untuk mendapatkan
Kemudian skor dimasukkan kedalam tiga kategori untuk menentukan level Higiene
------000------