SKRIPSI
Oleh
Citra Awalul Laili
NIM 081810301010
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PENGGUNAAN METODE POTENSIOMETRI DAN SPEKTROMETRI
UNTUK PENGUKURAN KADAR LOGAM NATRIUM DAN KALIUM
DALAM TANAH PERTANIAN DENGAN MENGGUNAKAN TIGA
EKSTRAKTAN
SKRIPSI
Oleh
Citra Awalul Laili
NIM 081810301010
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PERSEMBAHAN
ii
MOTTO
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Q.S. Al Mujadalah: 11)*
atau
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(Q.S. Ar Ra’ad: 11)*
iii
PERNYATAAN
iv
SKRIPSI
Oleh:
Citra Awalul Laili
NIM 081810301010
Pembimbing
v
PENGESAHAN
Tim Pembimbing
Tim Penguji
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
vi
RINGKASAN
Unsur kalium merupakan unsur hara ketiga yang paling banyak terdapat di
dalam tanah. Kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat
pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c).
mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d).
meningkatkan kualitas biji. Sedangkan natrium merupakan unsur hara penunjang
yang diperlukan oleh tanaman. Dimana fungsi dari natrium ini sendiri hampir sama
seperti kalium.
Metode standart yang sering digunakan untuk menganalisis natrium dan
kalium didalam tanah adalah metode spektrometri yaitu menggunakan AAS ataupun
flame fotometer. Metode potensiometri merupakan salah satu metode yang banyak
digunakan untuk menentuakan kandungan ion-ion tertentu di dalam suatu larutan,
namum belum banyak diterapkan untuk analisis pada sampel tanah. Oleh kerena itu
dalam penelitian ini unsur kalium dan natrium dalam tanah akan dianalisis
menggunakan metode potensiometri yang hasilnya akan dibandingkan dengan
metode spektrometri. Dimana alat yang digunakan adalah flame fotometer.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh variasi ekstraktan dan
variasi waktu pengadukan pada analisis kadar K dan Na dalam tanah pertanian, dan
dapat membandingan antara metode potensiometri dan spektrometri pada pengukuran
kadar K dan Na dalam tanah pertanian.
vii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraktan optimum untuk kalium dan
natrium dengan menggunakan metode potensiometri adalah CaCl2 dan air. Sedangkan
untuk waktu optimum untuk kalium dan natrium dengan metode potensiomteri adalah
waktu 5 menit. Dimana untuk kalium memiliki regresi linear: y = 55,71x + 279,5;
limit deteksi sebesar 0,44 ppm, sensitivitas sebesar 55,71 mV/decade; dan
reprodusibilitas terendah adalah 0,00% pada konsentrasi 5 ppm, sedangkan yang
tertinggi adalah 0,62% pada konsentrasi 1 ppm. Untuk natrium memiliki regresi
linear: y = 39,83x + 237,8; limit deteksi sebesar 1,40 ppm, sensitivitas sebesar 39,83
mV/decade; dan reprodusibilitas terendah adalah 0,19% pada konsentrasi 50 ppm,
sedangkan yang tertinggi adalah 0,83% pada konsentrasi 0,01 ppm.
Perbandingan metode potensiometri dan spektrometri untuk analisis kalium
dan natrium dalam tanah menunjukkan bahwa penggunaan metode potensiomteri
memiliki kecenderungan untuk mendapatkan konsentrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan metode spektrometri. Hal ini dikarenakan ekstraktan CaCl2 dan
air lebih cocok digunakan untuk metode potensiomteri dibandingkan dengan
spektromteri. Salah satu pengganggu spectral pada flame fotometri adalah Ca.
Gangguan ini dapat terjadi apabila adanya unsur Ca yang terdapat bersama dengan
unsur yang akan dianalisa. Gangguan ini disebabkan karena penggunaan filter untuk
memilih λ yang akan diukur intensitasnya. Pada penelitian ini dikhawatirkan Ca yang
ada di dalam ekstraktan ikut tersaring dan berada di dalam filtrate yang akan
dianalisis sehingga menyebabkan respon yang dihasilkan menjadi sangat tinggi.
viii
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penggunaan Metode
Potensiometri Dan Spektrometri Untuk Pengukuran Kadar Logam Natrium Dan
Kalium Dalam Tanah Pertanian Dengan Menggunakan Tiga Ekstraktan”. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu (S1)
pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Kusno, DEA., PhD selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas
Jember;
2. Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Jember;
3. Bapak Drs. Siswoyo, M.Sc, PhD, selaku Dosen Pembimbing Utama, Bapak Drs.
Zulfikar, PhD, selaku Dosen Pembimbing Anggota, Bapak Drs. Mukh. Mintadi
dan Bapak I Nyoman Adi Winata, S.Si, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan perhatian dalam penulisan skripsi ini;
4. ayah, ibu, dan adik-adikku tercinta atas semangat, dukungan, inspirasi dan doanya
selama ini;
5. Muhammad Nur Hafidz yang sudah memberikan kasih sayang, pengertian,
perhatian, waktu, semangat, dukungan, bantuan dan doa yang tiada henti,
terimakasih atas pengorbanan dan semua yang telah dilakukan selama ini;
6. teman-temanku angkatan 2008, khususnya Rima dan Wiwin yang sudah berjuang
bersama penulis selama 4 tahun lebih berbagi suka dan duka selama menjadi
mahasiswa;
ix
7. tim work potensiometri Ulil, Putri, Restu dan Nila yang sudah berjuang bersama
penulis dalam menyelesaikan penelitian dan atas bantuannya selama ini;
8. teman-temanku di “Apartement 46” Umi dan Falah kenangan bersama kalian
takkan pernah terlupakan;
9. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritikan dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................ v
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... vi
RINGKASAN ................................................................................................ vii
PRAKATA .................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian....................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 Tanah .......................................................................................... 5
2.2 Natrium ....................................................................................... 6
2.3 Kalium ......................................................................................... 8
2.4 Analisis Tanah ............................................................................ 9
2.5 Soil Extractant ............................................................................. 10
xi
2.6 Potensiometri .............................................................................. 10
2.7 Elektoda Selektif Ion ................................................................... 12
2.8 Flame Fotometri ......................................................................... 14
BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN....................................................... 17
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 17
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 17
3.2.1 Alat Penelitian ...................................................................... 17
3.2.2 Bahan Penelitian ................................................................... 17
3.3 Rancangan Penelitian ................................................................. 18
3.3.1 Diagram Alir Penelitian ........................................................ 18
3.4 Prosedur Penelitian...................................................................... 19
3.4.1 Pembuatan Berbagai Larutan................................................. 19
3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah .................................................. 21
3.4.3 Penentuan Kadar Air ............................................................. 21
3.4.4 Penentuan Kondisi Optimum Ekstraktan ............................... 21
3.4.5 Penentuan Waktu Optimum .................................................. 23
3.4.6 Pengukuran Kadar K dan Na Menggunakan
Potensiometer ....................................................................... 23
3.4.7 Pengukuran Kadar K dan Na Menggunakan
Flame Fotometer ................................................................... 23
3.4.8 Karakteristik Metode Potensiometri ...................................... 24
3.5 Analisis Data ................................................................................ 26
3.5.1 Uji-t ...................................................................................... 26
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 27
4.1 Kadar Air ..................................................................................... 28
4.2 Optimasi Ekstraktan ................................................................... 28
4.3 Optimasi Waktu .......................................................................... 32
4.4 Karakteristik Metode Potensiometri .......................................... 37
4.3.1 Linier Range ......................................................................... 37
xii
4.3.2 Limit Deteksi ........................................................................ 39
4.3.3 Sensitivitas ............................................................................ 40
4.3.4 Reprodusibilitas .................................................................... 41
4.5 Perbandingan Hasil Analisis Menggunakan Metode
Potensiometri dan Spektrometri ................................................. 42
BAB 5 PENUTUP ......................................................................................... 47
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 47
4.1 Saran ........................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48
LAMPIRAN .................................................................................................. 51
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Data Pengukuran Variasi Ekstraktan untuk Kalium ................................ 29
4.2 Data Pengukuran Variasi Ekstraktan untuk Natrium............................... 31
4.3 Data Pengukuran Variasi Waktu untuk Kalium ...................................... 33
4.4 Data Pengukuran Variasi Waktu untuk Natrium ..................................... 35
4.5 Nilai Reprodusibilitas Kalium dan Natrium............................................ 41
4.6 Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Kalium antara Metode
Potensiometri dan Sepktrometri ............................................................. 44
4.7 Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Natrium antara Metode
Potensiometri dan Sepktrometri ............................................................. 46
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
4.1 Grafik Optimasi Ekstraktan untuk Kalium ............................................. 30
4.2 Grafik Optimasi Ekstraktan untuk Natrium ............................................ 32
4.3 Grafik Optimasi Waktu untuk Kalium pada Tanah A ............................. 33
4.4 Grafik Optimasi Waktu untuk Kalium pada Tanah B ............................. 34
4.5 Grafik Optimasi Waktu untuk Kalium pada Tanah C ............................. 34
4.6 Grafik Optimasi Waktu untuk Natrium pada Tanah A ............................ 35
4.7 Grafik Optimasi Waktu untuk Natrium pada Tanah B ............................ 36
4.8 Grafik Optimasi Waktu untuk Natrium pada Tanah C ............................ 36
4.9 Kurva Kalibrasi Kalium ......................................................................... 37
4.10 Kurva Kalibrasi Natrium ........................................................................ 39
4.11 Grafik Perbandingan Konsentrasi Kalium Menggunakan Ekstraktan
CaCl2 ..................................................................................................... 43
4.12 Grafik Perbandingan Konsentrasi Kalium Menggunakan Ekstraktan
Air ......................................................................................................... 43
4.13 Grafik Perbandingan Konsentrasi Natriun Menggunakan Ekstraktan
CaCl2 ..................................................................................................... 45
4.14 Grafik Perbandingan Konsentrasi Natriun Menggunakan Ekstraktan
Air ......................................................................................................... 45
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
A. Pembuatan Larutan Standart Kalium dan Natrium 1000 ppm ...................... 51
B. Pembuatan Larutan Deret Standart Kalium dan Natrium............................. 52
C. Perhitungan Limit Deteksi .......................................................................... 53
D. Perhitungan Reprodusibilitas ...................................................................... 55
E. Perhitungan Konsentrasi Kalium dan Natrium Menggunakan Metode
Potensiometri ............................................................................................. 56
F. Perhitungan Konsentrasi Kalium dan Natrium Menggunakan Metode
Flame Fotometri ......................................................................................... 60
G. Perhitungan Kadar Air dan Faktor Koreksi ................................................. 64
H. Penentuan Kadar Rata-Rata Natrium dalam Tanah ..................................... 66
I. Penentuan Kadar Rata-Rata Kalium dalam Tanah....................................... 69
J. Analisis Data dengan Uji-t.......................................................................... 72
xvi
BAB 1. PENDAHULUAN
dalam tanah dapat dianalisis dengan cara mengekstraknya. Ada beberapa ekstraktan
yang sering digunakan untuk mengekstraksi K dan Na pada tanah, antara lain: larutan
ammonium asetat 1N pH 7 pada metode ekstraksi Bray 1 (Adiningsih dan Sudjadi,
1983), Larutan HCl 25% pada metode ekstraksi Olsen, HNO3 1N pada metode
ekstraksi Morgan Venema (Purwanto dan Adiningsih, 1980). Namun dari penelitian
yang sudah banyak dilakukan ekstraktan larutan ammonium asetat 1N pH 7 yang
sering digunakan karena merupakan pengekstrak terbaik dengan koefisien korelasi
tertinggi dibandingkan pengekstrak lainnya.
Potensiometri adalah satu cara elektrokimia untuk analisa ion secara kuantitatif
berdasarkan pengukuran potensial dari elektroda yang peka terhadap ion yang
bersangkutan. Potensiometri digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu ion, pH
larutan, dan titik akhir titrasi. Potensiometri digunakan sebagai salah satu metode
untuk mengukur konsentrasi suatu larutan yang dijelaskan melalaui persamaan
Nerst. Didalam potensiometri ini terdapat ESI (Elektroda Selektif Ion) yang berfungsi
membiarkan ion-ion speksifik melewatinya dan mencegah ion lainnya masuk.
Dimana ESI ini adalah suatu sensor kimia untuk analisis ion-ion dalam suatu analat
yang dianalisis.
ESI adalah elektrode kerja yang mampu mengukur secara selektif terhadap ion
tertentu. Potensial yang diukur akan berubah secara reversibel terhadap keaktifan dari
ion yang ditentukan. ESI mempunyai membran, membrane adalah benda yang tipis
yang memisahkan dua fasa cairan yang mengandung minimal satu komponen dapat
melaluinya (Mulder, 1996). ESI harus dapat menghantarkan listrik agar dapat
memiliki sensitivitas dan selektivitas yang baik terhadap kation dan anion. Selain itu
sifat yang harus dimiliki ESI tidak larut dalam air, dan bereaksi dengan analat melalui
pertukaran ion, kristalisasi, atau kompleksasi.
Metode potensiometri merupakan salah satu metode yang banyak digunakan
untuk menentukan kandungan ion-ion tertentu didalam satu larutan, namun belum
banyak diterapkan untuk menganalisa sampel tanah. Untuk itu dilakukan penelitian
menggunakan metode potensiometri untuk menganalisis dan untuk menentukan
3
kandungan Na dan K yang ada di tanah yang menggunakan ESI yang selektif, yang
hasilnya dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan flame fotometer.
2.1 Tanah
Tanah merupakan hasil evolusi dan mempunyai susunan terartur yang unik
yang terdiri dari lapisan-lapisan yang berkembang secara genetik (Foth, 1994). Tanah
merupakan lapisan kerak bumi yang melapuk yang terdiri dari bahan mineral dan
bahan organik. Kerangka penyusun tanah tidak hanya terdiri atas bahan mineral saja
(tubuh tanah mineral). Bahan organik juga mempunyai kontribusi (tubuh tanah
organik). Kontribusi bahan organik terhadap tanah sebagai tubuh alam adalah sumber
N tanah dan unsur hara lainnya, terutama S dan P; berperan penting dalam
pembentukan struktur tanah; mempengaruhi keadaan air, udara dan temperatur tanah;
serta mempengaruhi tingkat kesuburan tanah (Sutanto, 2005). Bahan organik terdiri
dari:75% air dan 25% padatan yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P, Ca, K, Mg dll
(Wijaya, 2011).
Proses pembentukan tanah dapat dilihat sebagai penambahan, pengurangan,
perubahan atau translokasi (Foth, 1994). Proses pembentukan tanah merupakan suatu
masalah biologi dan kimia yang rumit dan biasanya sulit untuk digambarkan dengan
reaksi tunggal. Reaksi-reaksi dapat terjadi secara serempak atau dapat dilihat
sederetan reaksi yang berlangsung berurutan. Sejumlah proses tanah dipengaruhi oleh
reaksi tanah laju dekomposisi mineral tanah dan bahan organik dipengaruhi oleh
reaksi tanah. Pembentukan tanaman juga dipengaruhi oleh reaksi asam basa dalam
tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung
terhadap tanaman adalah pengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman.
Pengaruh secara langsung ion H+ dilaporkan mempunyai pengaruh beracun terhadap
tanaman jika terdapat dalam konsentrasi yang tinggi (Kim H. Tan, 1998).
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap. Ion H+ yang terjerap
menentukan kemasaman aktif atau aktual kemasaman potensial dan aktual secara
6
bersama menentukan kemasaman total. pH yang diukur pada suspensi tanah dalam
larutan garam netral (misal KCl) menunjukan kemasaman total oleh karena K+ dapat
melepaskan H+ yang terjerap dengan mekanisme pertukaran (Notohadiprawiro, 1998)
Sistem tanah merupakan tempat penyimpanan hampir semua unsur hara yang
diperlukan tanaman, dan juga mengandung permukaan-permukaan aktif yang
menentukan konsentrasi ion didalam larutan tanah. Gerakan ion, akumulasi,
ketersediaan unsur dan penyerapannya oleh tanaman, perubahan dalam tingkat
oksidasi dan reduksi suatu unsur, dan banyak lagi reaksi kimia yang lain di dalam
tanah adalah reaksi-reaksi yang hingga tingkat tertentu mirip dengan yang terjadi di
dalam sel elektrokimia. Tiap spesies kimia dalam suatu campuran reaksi, dianggap
mempunyai sejumlah energi tertentu, yang disebut potensial kimia. Potensial kimia
menunjukkan tingkat energi potensialari spesies atau komponen-komponen dalam
tanah, dan perumusannya menunjukkan sesuatu hubungan dengan potensial Nerst
(Kim H. Tan, 1998).
Unsur-unsur dalam tanah terdapat dalam mirenal dan bahan organik yang
tidak dapat larut dan tidak berguna bagi tanaman. Unsur hara akan tersedia melalui
pelapukan dan pembusukan bahan organik atau melalui perombakan. Unsur-unsur
hara yang diserap terutama dari larutan tanah atau permukaan- permukaan koloid
dalam bentuk kation dan anion. Unsur hara yang diperlukan tanaman yang ada dalam
tanah seperti nitrogen, kalium, natrium, dan fosfar (Foth, 1994).
2.2 Natrium
Natrium merupakan unsur penyusun litosfer ke-6 setelah Ca, yaitu 2,75%,
yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan
tanaman terutama di daerah arid dan semi arid (kering dan agak kering) yang
berdekatan dengan pantai, karena tingginya Na air laut. Suatu tanah disebut tanah
alkali atau tanah salin jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh >
15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen-komponen dominan
7
dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya
adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).
Natrium sangat rentan terhadap pencucian dan natrium tanah yang tersedia
dapat hilang selama musim dingin. Perakaran tanaman yang lebih dalam dapat
membantu penyerapan natrium ke lapisan tanah. Pertukaran natrium yang tinggi
dapat mendispersi partikel tanah liat yang mengakibatkan rusak atau hilangnya
struktur tanah. Hal ini sering terlihat saat kejadian banjir yang diakibatkan oleh
naikknya air laut. Efek yang tidak nyata juga dapat terjadi ketika aplikasi natrium
dilakukan pada tanah sehingga terikat dengan garam atau pada pupuk yang
digunakan. Namun hal ini dapat dibenahi dengan pemberian kapur.
Unsur hara pembangun (fakultatif) merupakan unsur yang tidak penting,
tetapi merangsang pertumbuhan tanaman dan juga dapat menjadi unsur penting untuk
beberapa spesies tanaman tertentu. Unsur fakultatif disebut juga unsur yang
menguntungkan (beneficial element) karena walaupun bukan unsur penting tetapi
menyebabkan kenaikan produksi dan untuk sebagian tanaman tertentu menyebabkan
kenaikan kualitas produksi. Unsur-unsur yang termasuk menguntungkan bagi
tanaman adalah Cl, Si, dan Na.
Natrium diserap dalam bentuk ion Na. Natrium bukan merupakan unsur hara
tanaman yang penting. Walaupun dalam tanaman tidak mengandung Na, tanaman
tidak menunjukkan adanya gangguan metabolisme. Tanaman selalu mengandung
unsur Na dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Natrium sering berpengaruh terhadap
kualitas produksi, baik yang bersifat positif maupun negative. Misalnya, sampai
kadar tertentu Na berpengaruh baik terhadap kualitas daun tembakau terutama daya
bakarnya. Penagruh Na yang baik pada pertumbuhan tanaman bila kadar K relative
rendah. Pada konsentrasi K yang rendah, pemberian Na menaikkan prodiksi cukup
tinggi, sedangkan pada kosentrasi K yang tinggi, pemberian Na sedikit menurunkan
produksi (Afandie, 2009).
8
2.3 Kalium
Tanah yang mengandung kalium dapat dikatagorikan menjadi tanah-tanah
yang larut, dapat ditukar, dan tetap tidak berubah. Struktur kalium merupakan kation
monovalen (K+) yang diserap oleh akar tanaman yang lebih besar jumlahnya dari
kation lainnya. Kalium ini ditemukan pada cairan sel tanaman yang tidak terikat
secara kuat dan bukan merupakan bagian dari jaringan tua ke titik perhubungan akar
dan tajak (Spark, 1996). Kalium juga memiliki banyak perilaku yang sama dengan
natrium, kalsium, dan magnesium di lingkungan. Unsur ini juga mudah tertangkap ke
dalam mineral silikat, berbagi dengan magnesium (Jackson dan Jackson, 1996).
Peranan kalium dalam tanaman berhubungan dengan kualitas hasil
penambahan resultasi tanaman terhadap patogen-patogen tanaman. Kekuatan tanah
untuk menyediakan kalium sangat ditentukan oleh faktor kapasitasnya yang berapa
kejenuhan dari kalium. Sumber kalium untuk tanah yang utama berasal dari pupuk
dan mineral kalium (Indranada, 1994).
Unsur kalium merupakan unsur yang paling mudah mengadakan
persenyawaan dengan unsur atau zat lainnya, misalnya klor dan magnesium. Unsur
kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat pembentukan zat
karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c). mempertinggi
resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d). meningkatkan
kualitas biji. Sifat K yaitu mudah larut dan terbawa hanyut dan mudah pula terfiksasi
dalam tanah. Sumber K adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman dan jasad
renik, air irigasi, larutan dalam tanah, abu tanaman dan pupuk anorganik (Sutedjo dan
Kartasapoetra, 1988).
Peningkatnya pemakaian pupuk N dan P maka keperluan K akan meningkat
pula. Akibatnya serapan kalium tanah akan meningkat. Banyak tanah mempunyai
kelimpahan kalium yang dapat digunakan dan tanaman tidak tanggap terhadap pupuk
kalium meskipun tanaman biasanya menggunakan lebih banyak kalium dari tanah
dibandingkan dengan hara lain kecuali nitrogen (Hakim dkk, 1986). Pada dasarnya,
kalium dalam tanah berada dalam mineral yang melapuk dan melepaskan ion-ion
9
kalium. Ion-ion tersebut diserap pada pertukaran kation dan siap tersedia untuk
diambil oleh tanaman. Kalium yang tersedia menumpuk dalam tanah dengan
kelembaban lebih kering tanpa adanya pencucian. Tanah organik terkenal miskin
kalium karena tanah tersebut mengandung sedikit mineral yang mengandung kalium
(Foth, 1994).
Kalium yang tersedia hanya meliputi 1-2 % dari seluruh kalium yang terdapat
pada kebanyakan tanah mineral. Ia dijumpai dalam tanah sebagai kalium dalam
larutan tanah dan kalium yang dapat dipertukarkan dan diadsorbsi oleh permukaan
koloid tanah. Kalium larutan tanah lebih mudah diserap oleh tanaman dan juga peka
terhadap pencucian. Pada keadaan tertentu, misalnya pada pertanaman intensif atau
pada tanah muda yang banyak mengandung mineral kalium dengan curah hujan
tinggi, kalium tidak dapat dipertukarkan dapat juga diserap oleh tanaman (Hakim dkk,
1986).
2.6 Potensiometri
Potensiometri merupakan bagian dari teknik analisa elektrokimia, dimana
beda potensial dua elektroda yang tidak terpolarisasi diukur pada kondisi arus
mendekati nol (Khopkar, 1990). Pengukuran perbedaan potensial antara dua elektroda
11
(elektroda indikator dan elektroda reference) pada kondisi arus mendekati nol
bertujuan untuk mendapatkan informasi analitik tentang komposisi kimia dari larutan.
Dalam potensiometri, yang merupakan sensor kimia adalah elektroda indikator
(Kellner, 1998).
Potensial sel elektrokimia merupakan hasil dari perubahan energi bebas yang
terjadi jika reaksi kimia diteruskan sampai kondisi seimbang. Dalam reaksi kimia
seperti ini:
aA + bB ↔ cC + dD
perubahan energi bebas atau kerja yang dilakukan dengan mendorong elektron
sebanyak bilangan Avogadro, melewati voltase E adalah (Ne) E, dengan N adalah
bilangan Avogadro dan e adalah muatan elektron. Hasil kali Ne adalah 96.500 C,
yang disebut I faraday atau F. Jadi,
∆G = -nFE
∆G adalah perubahan energi bebas, n adalah banyaknya mol elektron yang terlibat
dalam reaksi itu. Jika semua peraksi dan hasil reaksi berada dalam keadaan standar,
hubungan ini menjadi:
∆G = -nFE0
jadi
[ ] [ ]
− = − + 2,3 log
[ ] [ ]
Menurut Strobel & Heineman (1992), ESI terdiri atas sebuah membran dan
satu elektroda pembanding yang tercelup pada larutan dalam membran. Elektroda
dicelupkan dalam larutan contoh yang mengandung analat dengan aktivitas contoh.
Sedangkan elektroda pembanding luar adalah bagian membran yang langsung
berinteraksi dengan larutan contoh. Kedua elektroda ini merupakan penyusun
setengah reaksi sel elektrokimia. Potensial yang terukur merupakan selisih potensial
antara elektroda pembanding luar (Eref ext) dengan elektrode pembanding dalam (Eref
int) ditambah potensial membran (E memb) dan potensial sambungan cair (Elj). E1j
adalah potensial pada pertemuan antara Eref ext. dengan larutan contoh. Hubungan
tersebut dapat ditulis:
Esel = Eref ext - Eref int + Ememb + E1j (1)
Membran yang dipakai bersifat selektif terhadap ion tertentu sehingga
potensial yang dihasilkan antara kedua sisi membran akan bergantung pada aktivitas
pada kedua sisi.
Ememb = RT/nF ln (ai contoh/ ai ln t) (2)
n = muatan ion
Bila persamaan (2) di atas disubstitusikan ke persamaan (1) maka akan menghasilkan
persamaan (3):
Esel = Eref ext - Eref int + RT/nF ln (1/ ai ln t) + RT/nF ln (ai contoh) + E1j (3)
Potensial setengah sel kedua elektroda pembanding bersifat konstan. Kondisi larutan
contoh dapat dikontrol sehingga E1j akan konstan demikian juga kondisi larutan di
dalam membran. Persamaan di atas dapat disederhanakan lagi menjadi:
= − ln (4)
Keterangan:
K = Ketetapan
R = Konstanta molar gas (8.314 J/K mol)
T = Temperatur (K)
= Aktifitas ion
14
n = Muatan ion
Hubungan antara potensial ESI dan aktivitas analat ini merupakan dasar kerja ESI
sebagai alat analisis. Beda potensial antara ESI dengan elektroda pembanding
merupakan potensial yang terukur.
flame fotometri tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energi eksitasi tinggi. Flame
fotometri memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm,
sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200-300 nm
(Skoog et al., 1980).
Metode flame fotometri dan spektroskopi serapan atom (AAS) mempunyai
prinsip dasar yang sama, hanya saja keduannya memiliki perbedaan yang terletak
pada sumber energi yang digunakan. Di dalam flame fotometri menggunakan nyala
Bunsen dengan gas kota dan udara atau oksigen digunakan sebagai sumber energi,
sedangkan hollow cathode menjadi sumber energi untuk AAS. Setiap pengukuran
dengan AAS kita harus menggunakan hollow cathode khusus, misalnya akan
menentukan konsentrasi tembaga dari suatu sampel, maka kita harus menggunakan
hollow cathode khusus. Hollow cathode akan memancarkan energi radiasi yang
sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi electron atom. Sedangkan pada
flame fotometri kebanyakan atom berada dalam keadaan energi dasar. Atom-atom
yang masih berada dalam keadaan dasar ini mempunyai kecenderungan untuk
menyerap energi yang dipancarkan oleh atom tereksitasi ketika kembali ke keadaan
dasar. Peristiwa ini disebut self absorption, akibatnya memiliki kelemahan yang
berhubungan dengan konsentrasi dan intensitas menjadi tidak linear lagi. Sedangkan
pada AAS dapat menghilangkan kelemahan tersebut dengan penggunaan hollow
cathode sebagai sumber energinya (Hendayana, 1994).
Metode Flame fotometer berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom, atom-
atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat unsurnya. Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm
sedangkan kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup
energi untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energy
berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan
tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-tingkat eksitasinya pun bermacam-
macam. Misalnya unsur Na dengan nomer atom 11 mempunyai konfigurasi elektron
1s1 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak memiliki
16
kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan energi 2,2 eV
ataupun ketingkat 4p dengan energy 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan panjang
gelombang sebesar 589 nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spectrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat
dasar yang disebabkan proses atomisasinya.
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel
yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya
tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan
banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi
dengan konsentrasi diturunkan dari Hukum Lambert yaitu “bila suatu sumber sinar
monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan
berkurang dengan bertambahnya ketebalan mediumyang mengabsorbsi”. Hukum
Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan
bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum
tersebut diperoleh suatu persamaan:
A = log Io / lt = a b c
Dimana:
A = absorbans
lo = intensitas sumber sinar
lt = intensitas sinar yang diteruskan
a = absortivitas molar
b = panjang medium
c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1999).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
Ekstraksi Tanah
Analisis
Potensiometri
Analisis flame
fotometri
Keterangan:
a = berat wadah saja
b = berat wadah dan berat sampel tanah
c = berat wadah dan berat sampel tanah setelah dioven dan dimasukkan ke dalam
desikator
beaker gelas. Kemudian diukur dengan flame fotometer dengan panjang gelombang
766,5 nm. Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan standar ( dari konsentrasi
terkecil ) yang lain, demikian pula dengan sampel. Masing-masing dilakukan dengan
3 kali pengulangan.
Pengukuran Na dilakukan dengan cara memipet masing-masing 25 ml larutan
standart Na ( 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm ) yang sudah siap dan dimasukkan ke
dalam beaker gelas. Kemudian diukur dengan flame fotometer dengan panjang
gelombang 589 nm. Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan standar ( dari
konsentrasi terkecil ) yang lain, demikian pula dengan sampel. Masing-masing
dilakukan dengan 3 kali pengulangan.
b. Limit Deteksi
Limit deteksi adalah kuantitas (konsentrasi) terkecil dari suatu analit yang
masih dapat ditentukan atau dideteksi. Semakin kecil konsentrasi yang bisa dideteksi,
semakin baik karakteristik sensor tersebut. Limit deteksi atau batas identifikasi adalah
kuantitas (konsentrasi) terkecil dari suatu analit yang masih dapat ditentukan atau
dideteksi. Batas deteksi biasanya dinyatakan dalam mikrogram (µg) atau gamma
(Svehla, 1985). Limit deteksi dapat ditentukan dengan mencari nilai penyimpangan
dari kurva kalibrasi. Limit deteksi dapat dirumuskan sebagai berikut:
25
YLOD = YB + 3 SB
Dimana:
YLOD = limit deteksi
YB = rata-rata blanko
SB = standart deviasi blanko
(Miller dan Miller, 1991).
c. Sensitifitas
Sensitifitas dinyatakan sebagai slope dari kurva yang diperoleh dengan range
tertentu (Miller dan Miller, 1991). Menurut IUPAC, sensitifitas yang dinyatakan
dengan slope merupakan sensitifitas kurva. Kateman (1993) menyatakan sensitifitas
sebagai rasio perubahan konsentrasi analit. Nilai sensitifitas yang besar berarti bahwa
perubahan konsentrasi yang kecil dari analit dapat memberikan respon yang berarti.
d. Reprodusibilitas
Pengulangan percobaan yang dilakukan pada reprodusibilitas diharapkan akan
dihasilkan limit antar percobaan yang sekecil mungkin, dengan nilai setiap
pendekatan untuk satu kali pengulangan atau lebih yang berbeda adalah 95%
(Caulcutt, 1995). Hasil pengulangan dapat dinyatakan sebagai koefisien variasi dari
simpangan baku.
= . 100%
Dimana :
SD = standart deviasi standart
x = signal rata-rata standart
Kv = koefisien variasi
(Miller dan Miller, 1991)
26
x − x
t =
1 1
S n + n
tersebut mampu menukar ion K+ dalam tanah dan menghasilkan filtrat yang banyak
mengandung K+ sehingga responnya tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai potensial
yang tinggi untuk kalium dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Data Pengukuran Variasi Ekstraktan untuk Kalium
Sampel Variasi Ekstraktan Beda Potensial (mV) Rata-Rata
U1 U2 U3 (mV)
Ekstraktan optimum yang dipilih untuk natrium dan kalium dalam penelitian
ini adalah CaCl2 dan Air. Hal ini dikarenakan CaCl2 tidak hanya ekstraktan untuk
kalium dan natrium tetapi dapat digunakan untuk mengekstrak nitrat, ammonium dan
fosfat walaupun respon yang dihasilkan tidak terlalu tinggi, namum respon yang
dihasilkan masih berada dalam linier rangenya dalam kurva kalibrasi. Sedangkan
untuk pemilihan air dikarenakan air merupakan ekstraktan yang paling mudah untuk
didapatkan dibandingkan dengan keempat ekstraktan yang lainnya dan juga dapat
digunakan untuk mengesktrak unsur hara yang lain seperti nitrat dan ammonium.
Respon yang dihasilkan oleh air juga sebenarnya tidak terlalu tinggi namun respon
yang dihasilkan masih berada dalam linier rangenya dalam kurva kalibrasi.
Kalium
330
Rata-rata Beda Potensial (mV)
325
Tanah A
320
315 CaCl2
Air
310
305
300
5 menit 15 menit 25 menit 35 menit 45 menit
Waktu
Kalium
330
Kalium
350
Rata-rata Beda Potensial (mV)
340
330
Tanah C
320
310 CaCl2
300 Air
290
280
270
5 menit 15 menit 25 menit 35 menit 45 menit
Waktu
Berdasarkan ketiga grafik diatas waktu optimum untuk kalium yang dipilih
adalah waktu 5 menit. Hali ini dikarenakan waktu 5 menit sudah dianggap mewaliki
nilai beda potensial yang diharapkan. Perbedaan beda potensial antara waktu satu
dengan waktu yang lainnya dapat dikatakan tidak beda secara signifikan baik yang
35
Natrium
295
Rata-rata Beda Potensial (mV)
290
285
Tanah A
280
275
270 Cacl2
265 Air
260
255
250
245
5 menit 15 menit 25 menit 35 menit 45 menit
Waktu
Natrium
280
Natrium
300
Rata-rata Beda Potensial (mV)
290
Tanah C
280
270
CaCl2
260
Air
250
240
230
5 menit 15 menit 25 menit 35 menit 45 menit
Waktu
Waktu optimum untuk natrium juga dipilih waktu 5 menit. Hal ini
berdasarkan ketiga grafik diatas menunjukkan respon yang hampir sama seperti
kalium. Dimana perbedaan beda potensial antara waktu satu dengan waktu yang
lainnya dapat dikatakan tidak beda secara signifikan baik yang menggunakan
37
400
380
Beda Potensial (mv)
360
340 y = 55.71x + 279.5
R² = 0.995
320
y = 9x + 278.2 300
R² = 0.895
280
260
240
-4 -2 0 2
Log []
dalam larutan tersebut. Tunggu kurang lebih 5 menit sampai nilai potensial yang
terbaca pada mV/pH meter stabil. Pengukuran kadar natrium dalam sampel tanah
dimulai dengan pengukuran nilai potensial dari larutan deret standar dengan
konsentrasi terendah terlebih dahulu. Kurva kalibrasi natrium disajikan pada gambar
4.10 di bawah ini :
320
Beda Potensial (mV)
300
280 y = 39.83x + 237.8
R² = 0.991
260
y = 15.5x + 236.3
R² = 0.921 240
220
200
-4 -2 0 2
Log []
blanko. Limit deteksi ditentukan dengan cara pengukuran blanko sebanyak 15 kali.
Berdasarkan sinyal blanko yang diukur dapat dicari standart deviasinya. Dimana
diketahui rumus dari limit deteksi sendiri adalah YLOD = YB + 3 SB, YLOD = limit
deteksi, YB = rata-rata blanko, dan SB = standart deviasi blanko.
Berdasarkan dari perhitungan didapat kan nilai YLOD untuk kalium sebesar
259,66. Nilai YLOD yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam persamaan linier
range dari kurva kalibrasi kalium untuk mendapatkan konsentrasi kalium terkecil
yang dapat dideteksi oleh elektroda K+. Konsentrasi terkecil kalium yang dapat
terdeteksi oleh elektroda K+ dari hasil perhitungan sebesar 0,44 ppm. Hal ini
menunjukkan bahwa limit deteksi elektroda K+ terhadap konsentrasi kalium sebesar
0,44 ppm, dibawah konsentrasi 0,44 ppm elektroda tidak mampu mendeteksi dengan
baik adanya kalium dalam sampel.
Limit deteksi untuk natrium dari perhitungan didapat kan nilai YLOD untuk
natrium sebesar 243,67. Nilai YLOD yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam
persamaan linier range dari kurva kalibrasi natrium untuk mendapatkan konsentrasi
natrium terkecil yang dapat dideteksi oleh elektroda Na+. Konsentrasi terkecil natrium
yang dapat terdeteksi oleh elektroda Na+dari hasil perhitungan sebesar 1,40 ppm. Hal
ini menunjukkan bahwa limit deteksi elektroda Na+ terhadap konsentrasi kalium
sebesar 1.40 ppm, dibawah konsentrasi 1,40 ppm elektroda tidak mampu mendeteksi
dengan baik adanya natrium dalam sampel.
4.4.3 Sensitifitas
Sensitivitas dinyatakan sebagai slope dari kurva yang diperoleh dengan range
tertentu. Dimana sensitivitas merupakan ratio perubahan sinyal tiap unit perubahan
konsentrasi analit. Nilai sensitivitas didapatkan dari slope kurva kalibrasi pada
pengukuran variasasi konsentrasi natrium maupun kalium, yaitu: 0,01; 0,1; 1; 5; 10;
20; 30; 40 dan 50 ppm. Dikatakan memiliki sensitivitas tinggi apabila perubahan
kecil dari suatu konsentrasi analit dapat memebrikan perubahan respon yang besar.
41
Nilai sensitivitas untuk kalium diambil dari slope kurva kalibrasi kalium, yaitu
sebesar 55,71 mV/decade. Berdasarkan persamaan regresi yang diperoleh pada
gambar 4.8 yaitu: y = 55,71x + 279,5 dan koefisien korelasinya sebesar 0,995.
Sedangakan untuk natrium nilai sensitivitas diambil dari slope kurva kalibrasi
natrium, yaitu sebesar 39,83 mV/decade. Berdasarkan persamaan regresi yang
diperoleh pada gambar 4.9 yaitu: y = 39,83x + 237,8 dan koefisien korelasinya
sebesar 0,991. Nilai sensitivitas tersebut menjelaskan bahwa setiap perubahan
konsentrasi dari natrium menghasilkan perubahan beda potensial sebesar 39,83.
4.4.4 Reprodusibilitas
Reprodusibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan elektroda dalam
memberikan output yang sama ketika diberikan input yang tetap. Reprodusibilitas
yang baik jika kesalahan yang dihasilkan dalam pengukuran kurang dari 5%, Dimana
dalam setiap 100 kali pengukuran terdapat kesalahan pengukuran kurang sari 5 kali.
Tabel 4.5 Nilai Reprodusibilitas Kalium dan Natrium
Konsentrasi Kalium Natrium
SD Kv (%) SD Kv (%)
0,01 ppm 1,00 0,38 1,73 0,83
0,1 ppm 0,58 0,22 0,58 0,27
1 ppm 1,73 0,62 1,00 0,42
5 ppm 0,00 0,00 1,00 0,38
10 ppm 0,58 0,17 1,00 0,36
20 ppm 1,73 0,50 1,00 0,35
30 ppm 1,53 0,42 0,58 0,20
40 ppm 0,58 0,16 1,15 0,38
50 ppm 1,00 0,27 0,58 0,19
42
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui nilai koefisien variasi (Kv) terendah pada
kalium adalah 0,00% pada konsentrasi 5 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 0,62%
pada konsentrasi 1 ppm. Hal ini menunjukkan respon elektroda K+ cukup baik karena
setiap kali melakukan pengulangan, kesalahan yang dihasilkan kurang dari 5%.
Sedangkan nilai koefisien variasi (Kv) terendah untuk natrium adalah 0,19% pada
konsentrasi 50 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 0,83% pada konsentrasi 0,01
ppm. Hal ini menunjukkan respon elektroda Na+ cukup baik karena setiap kali
melakukan pengulangan, kesalahan yang dihasilkan kurang dari 5%.
Kalium
7
6
Konsentrasi (ppm)
5 CaCl2
4
ISE
3
Flame
2
1
0
tanah A tanah B tanah C
Sampel
Kalium
3
2
Konsentrasi (ppm)
Air
2
ISE
1
Flame
1
0
tanah A tanah B tanah C
Sampel
Berdasarkan tabel 4.6 perbandingan kadar kalium dalam sampel tanah antara
metode potensiomteri dan flame fotomteri untuk ekstraktan CaCl2 diperoleh nilai teks
lebih kecil dibanding ttabel (ttabel = 2,78) dengan selang kepercayaan 95 %.Maka secara
statistik kedua metode tersebut tidak mempunyai perbedaan signifikan dalam
menentukan kadar kalium dalam sampel tanah baik menggunakan metode
potensiomteri maupun flame fotomteri. Sedangkan untuk ekstraktan air diperoleh
nilai teks lebih besar dibanding ttabel (ttabel = 2,78) dengan selang kepercayaan 95 %.
Artinnya ada perbedaan signifikan dalam menentukan kadar kalium dalam sampel
tanah baik menggunakan metode potensiomteri maupun flame fotomteri.
Tabel 4.6 Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Kalium antara Metode
Potensiometri dan Spektrometri
Tanah Nilai t eks Nilai ttabel
CaCl2 Air
A 2,16 19,30 2,78
B 1,78 27,13 2,78
C -0,37 3,8 2,78
Perbedaan ini disebabkan oleh ekstraktan yang digunakan baik CaCl2 maupun
air lebih memiliki kecenderungan sebagai ekstraktan untuk metode potensiomteri
daripada flame fotomteri. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.11 dan 4.12 dimana
konsentrasi kalium tertinggi diperoleh dari metode potensiomteri. Pada metode
potensiomteri kekeruhan sampel tidak menjadi permasalahn yang cukup berarti,
dikarenakan ISE dapat tetap bekerja meskipun larutan sampel keruh. Hanya saja
dalam ISE harus memperhatikan ekstraktan yang digunakan, karena dikhawatirkan
adanya ion-ion pengganggu elektroda yang ada dalam sampel.
45
Natrium
7
6
Konsentrasi (ppm)
5 CaCl2
4
ISE
3
Flame
2
1
0
tanah A tanah B tanah C
Sampel
Natrium
18
16
Konsentrasi (ppm)
14 Air
12
10 ISE
8
6 Flame
4
2
0
tanah A tanah B tanah C
Sampel
konsentrasi natrium yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode flame
fotometri dengan menggunakan ekstraktan CaCl2, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 4.13. Sementara itu hasil pengukuran natrium dengan metode potensiometri
menggunakan ekstraktan air jauh lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan
metode flame fotometri, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.14.
Tabel 4.7 Data Perbandingan Nilai t eks dan ttabel Kadar Natrium antara Metode
Potensiometri dan Spektrometri
Tanah Nilai t eks Nilai t tabel
CaCl2 Air
A -4,31 -0,82 2,78
B -0,36 -9,99 2,78
C -1,88 -1,36 2,78
Berdasarkan tabel 4.7 perbandingan kadar natirum dalam sampel tanah antara
metode potensiomteri dan flame fotometri dengan menggunakan ekstraktan CaCl2
dan air diperoleh nilai teks lebih kecil dibanding ttabel (ttabel = 2,78) dengan selang
kepercayaan 95 %. Maka secara statistik kedua metode tersebut tidak mempunyai
perbedaan signifikan dalam menentukan kadar natrium dalam sampel tanah baik
menggunakan metode potensiomteri maupun flame fotometri.
Berdasarkan data yang diperoleh pada analisis natrium dengan mengguanakan
ekstraktan CaCl2 dan air pada metode flame fotometri memberikan respon yang tidak
cukup baik atau terlalu tinggi. Hal ini disebabkan Ca merupakan salah satu
pengganggu spectral pada flame fotometri. Gangguan ini dapat terjadi apabila adanya
unsur Ca yang terdapat bersama dengan unsur yang akan dianalisa. Gangguan ini
disebabkan karena penggunaan filter untuk memilih λ yang akan diukur
intensitasnya. Pada penelitian ini dikhawatirkan Ca yang ada di dalam ekstraktan ikut
tersaring dan berada di dalam filtrat yang akan dianalisis sehingga menyebabkan
respon yang dihasilkan menjadi sangat tinggi.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ekstraktan optimum untuk K dan Na adalah CaCl2 dan Air, karena ekstraktan
tersebut juga dapat digunakan untuk mengekstrak nitrat, ammonium dan
fosfat dan air juga merupakan ekstraktan yang paling mudah untuk didapatkan
dibandingkan dengan keempat ekstraktan yang lainnya.
2. Waktu optimum untuk proses ekstraksi K dan Na adalah 5 menit, dikarenakan
nilai beda potensial antara waktu satu dengan waktu yang lainnya dapat
dikatakan tidak berbeda secara signifikan baik yang menggunakan ekstraktan
CaCl2 ataupun air dan pemilihan waktu ini juga berdasarkan pada efisisensi
waktu.
3. Perbandingan metode potensiometri dan spektrometri`untuk analisis kalium
dan natrium dalam tanah dapat dikatakan tidak berbeda signifikan. Hal ini
dikarena nilai teks lebih kecil dibanding ttabel. Namun untuk analisis kalium
menggunakan ekstraktan air nilai teks lebih besar dibanding ttabel, hal ini
dikarenakan ekstraktan air tidak cocok digunakan pada metode spektrometri
namun masih dapat digunakan pada metode potensiomteri.
5.2 Saran
1. Untuk pengembangan analisis unsur-unsur hara lainnya dalam tanah dengan
mengggunakan metode potensiometri disarankan menggunakan ekstraktan
yang tidak mengganggu kinerja dari elektroda yang digunakan.
2. Disarankan apabila menggunakan working electrode dan reference electrode
harus memperhatikan cara pemakaian dan penyimpannya agar saat dipakai
elektroda tidak berkurang sensitivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, J.S. dan M. Sudjadi. 1983. Penilaian beberapa cara ekstraksi kalium
tersedia pada tanah sawah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk (1):
5−10.
Afandie Rosmarkam dan Nasih Widya Yuwono. 2009. Ilmu Kesuburan Tanah.
Yogyakarta: Kanisius.
Bernasconi, G., Gerster, H., Hauser, H., Stauble, H., dan Schneifer, E., 1995.
Teknologi Kimia. Bandung: PT. Pradnya Paramita
Caulcutt, R. 1995. Statistic for Analytical Chemist. London : Chapman and Hall.
Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Helmke, P.A. and D.L. Sparks. 1996. Lithium, sodium, potassium, rubidium, and
cesium. In Methods of Soil Analysis. Part 3 Chemical Methods-SSSA Book
Series No. 5
Herdiani, H. 2000. Uji Kalibrasi Kalium Tanah Untuk Tanaman Jagung (Zea Mays
L.) Dengan Berbagai Metode Ekstraksi Pada Tanah Tropika Masam Di
Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Hui, Y.H. 1982. Encyclopedia of Food Sciense and Technology. New York: John
Wiley & Sons.
Kellner, R., Mermet, J. M., Otto, M., and Winder, H. M. 1998. Analytical Chemistry.
Weinhein: Willey-VHC.
Miller, J.C., & Miller, J.N. 1991. Statistika untuk Kimia Analitik edisi kedua.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Mitchell, C. 2000. Soil Testing Issues for the Southeastern U.S. Clemson: Clemson
university
Purwanto, S. dan J.S. Adiningsih. 1980. Hubungan penyediaan kalium pada tanah
sawah dengan produksi bahan kering dan serapan K. Prosiding No.
1/Penelitian Tanah: 137−147. Bogor: Pusat Penelitian Tanah.
Skoog DA, Holler FJ, Nieman TA. 1980. Prinsiple of Instrumental Analisis, 3rd
edition. USA: Saunders College Publising.
Sutedjo, M.M., 2000. Analisa Tanah, Air dan Jaringan Tanaman. Jakarta: Rineka
Cipta
Svehla, G. 1985. Vogels Buku Teks Analysis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro edisi kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka
V1 = 0,5 mL
∑( ) ,
= = = 2,46
= +3
= − +3
= 252,27 + (3 2,46) = 259,66
54
2. Natrium
Konsentrasi Beda Potensial Blanko − ( − )
Na (mV)
0 ppm 213 -12 144
218 -7 49
226 1 1
231 6 36
238 13 169
232 7 49
227 2 4
223 -2 4
226 1 1
226 1 1
222 -3 9
222 -3 9
221 -4 16
220 -5 25
230 5 25
Rata-rata
( ) 225 542
∑( )
= = = 6,22
55
= +3
= − +3
= 225 + (3 6,22) = 243,67
Persamaan regresi linier
y = 39,83x + 237,8
243,67 = 39,83x + 237,8
243,67- 237,8 = 39,83x
x = 1,40 ppm
D. Perhitungan Reprodusibilitas
1 Kalium
Contoh perhitungan :
Mencari SD dan Kv pada larutan deret standar K 50 ppm
∑( )
= = =1
SD 1
Kv = x 100% = x 100% = 0,27%
X 377
Konsentrasi Kalium
mV X SD Kv (%)
0.01 ppm 263 262 261 262 1,00 0,38
0.1 ppm 265 266 266 266 0,58 0,22
1 ppm 279 282 279 280 1,73 0,62
5 ppm 320 320 320 320 0,00 0,00
10 ppm 335 334 334 334 0,58 0,17
20 ppm 348 348 351 349 1,73 0,50
30 ppm 358 360 361 360 1,53 0,42
40 ppm 370 371 370 370 0,58 0,16
50 ppm 378 377 376 377 1,00 0,27
56
2 Natrium
Contoh perhitungan :
Mencari SD dan Kv pada larutan deret standar Na 30 ppm
∑( ) ,
= = = 0,58
SD 0,58
Kv = x 100% = x 100% = 0,2%
X 295
Konsentrasi Natrium
mV X SD Kv (%)
0.01 ppm 210 207 207 208 1,73 0,83
0.1 ppm 215 216 216 216 0,58 0,27
1 ppm 240 239 238 239 1,00 0,42
5 ppm 265 264 266 265 1,00 0,38
10 ppm 278 277 279 278 1,00 0,36
20 ppm 286 287 288 287 1,00 0,35
30 ppm 295 295 294 295 0,58 0,20
40 ppm 302 302 300 301 1,15 0,38
50 ppm 310 310 309 310 0,58 0,19
CaCl2
Konsentrasi
Tanah Beda Potensial (mV) X
(ppm)
P1 P2 P3
U1 302 299 299 0,40 0,35 0,35 2,53 2,24 2,24
A U2 297 300 297 0,31 0,37 0,31 2,06 2,33 2,06
U3 297 298 302 0,31 0,33 0,40 2,06 2,15 2,53
U1 324 320 319 0,80 0,73 0,71 6,29 5,33 5,12
B U2 325 320 321 0,82 0,73 0,74 6,56 5,33 5,56
U3 325 323 321 0,82 0,78 0,74 6,56 6,04 5,56
U1 319 320 318 0,71 0,73 0,69 5,12 5,33 4,91
C U2 318 318 315 0,69 0,69 0,64 4,91 4,91 4,34
U3 318 315 315 0,69 0,64 0,64 4,91 4,34 4,34
Konsentrasi yang didapat adalah anti log dari x, sehingga konsentrasi kalium
yang didapat sebesar 1,02 ppm
Air
Konsentrasi
Tanah Beda Potensial (mV) X
(ppm)
P1 P2 P3
U1 285 280 281 0,10 0,01 0,03 1,26 1,02 1,06
A U2 282 280 281 0,04 0,01 0,03 1,11 1,02 1,06
U3 284 281 281 0,08 0,03 0,03 1,20 1,06 1,06
U1 285 283 287 0,10 0,06 0,13 1,26 1,16 1,36
B U2 286 288 281 0,12 0,15 0,03 1,31 1,42 1,06
U3 281 285 286 0,03 0,10 0,12 1,06 1,26 1,31
U1 299 295 297 0,35 0,28 0,31 2,24 1,90 2,06
C U2 294 301 296 0,26 0,39 0,30 1,82 2,43 1,98
U3 295 299 294 0,28 0,35 0,26 1,90 2,24 1,82
CaCl2
Konsentrasi
Tanah Beda Potensial (mV) X
(ppm)
P1 P2 P3
U1 258 260 262 0,51 0,56 0,61 3,21 3,61 4,05
A U2 262 257 261 0,61 0,48 0,58 4,05 3,03 3,82
U3 255 256 260 0,43 0,46 0,56 2,70 2,86 3,61
U1 270 268 266 0,81 0,76 0,71 6,43 5,73 5,11
B U2 268 272 273 0,76 0,86 0,88 5,73 7,22 7,65
U3 272 272 269 0,86 0,86 0,78 7,22 7,22 6,07
U1 269 272 269 0,78 0,86 0,78 6,07 7,22 6,07
C U2 269 270 271 0,78 0,81 0,83 6,07 6,43 6,82
U3 272 267 271 0,86 0,73 0,83 7,22 5,41 6,82
Air
Konsentrasi
Tanah Beda Potensial (mV) X
(ppm)
P1 P2 P3
U1 239 236 239 0,17 -0,02 0,17 1,49 0,96 1,49
A U2 240 238 236 0,24 0,11 -0,02 1,73 1,29 0,96
U3 240 239 235 0,24 0,17 -0,08 1,73 1,49 0,82
U1 237 234 234 0,05 -0,15 -0,15 1,11 0,71 0,71
B U2 237 233 235 0,05 -0,21 -0,08 1,11 0,61 0,82
U3 237 236 232 0,05 -0,02 -0,28 1,11 0,96 0,53
U1 234 233 232 -0,15 -0,21 -0,28 0,71 0,61 0,53
C U2 235 234 230 -0,08 -0,15 -0,41 0,82 0,71 0,39
U3 234 236 232 -0,15 -0,02 -0,28 0,71 0,96 0,53
CaCl2
Tanah Beda Potensial (mV) Konsentrasi (ppm)
P1 P2 P3
U1 3 3 3 1,84 1,84 1,84
A U2 3 3 3 1,84 1,84 1,84
U3 3 3 3 1,84 1,84 1,84
U1 5 5 5 3,96 3,96 3,96
B U2 5 5 5 3,96 3,96 3,96
U3 5 5 5 3,96 3,96 3,96
U1 7 6 7 6,08 5,02 6,08
C U2 6 7 6 5,02 6,08 5,02
U3 6 8 7 5,02 7,15 6,08
Air
Tanah Beda Potensial (mV) Konsentrasi (ppm)
P1 P2 P3
U1 2 2 2 0,78 0,78 0,78
A U2 2 2 2 0,78 0,78 0,78
U3 2 2 2 0,78 0,78 0,78
U1 2 2 2 0,78 0,78 0,78
B U2 2 2 2 0,78 0,78 0,78
U3 2 2 2 0,78 0,78 0,78
U1 3 3 3 1,84 1,84 1,84
C U2 3 3 3 1,84 1,84 1,84
U3 3 3 3 1,84 1,84 1,84
CaCl2
Konsentrasi (ppm)
Tanah Beda Potensial (mV)
P1 P2 P3 []
U1 20 19 21 17,06 16,05 18,07
A U2 22 19 22 19,09 16,05 19,09
U3 18 22 23 15,04 19,09 20,10
U1 24 25 23 21,11 22,12 20,10
B U2 23 21 22 20,10 18,07 19,09
U3 18 22 20 15,04 19,09 17,06
U1 27 28 26 24,15 25,16 23,14
C U2 27 25 26 24,15 22,12 23,14
U3 29 27 28 26,17 24,15 25,16
Air
Tanah Beda Potensial (mV) Konsentrasi (ppm)
P1 P2 P3
U1 19 18 20 16,05 15,04 17,06
A U2 16 15 17 13,01 12,00 14,03
U3 18 15 15 15,04 12,00 12,00
U1 22 19 22 19,09 16,05 19,09
B U2 21 22 20 18,07 19,09 17,06
U3 18 20 22 15,04 17,06 19,09
U1 25 23 21 22,12 20,10 18,07
C U2 20 18 22 17,06 15,04 19,09
U3 18 23 22 15,04 20,10 19,09
fk =
,
= 1,35
65
fk =
,
= 1,23
[Na ] = 44,75
[Na ] = 10,21
68
[K ] = 65,48
[K ] = 13,96
71
x − x
t =
1 1
S n + n
61,24 − 73,28
t = = −0,37
1 1
40,08 3 + 3
x − x
t =
1 1
S n + n
8,83 − 244,85
t = = −1,36
1 1
212,63 3 + 3
74