KAJIAN EFEKTIFITAS
INSEKTISIDA NABATI
TAHUN 2019
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
BALAI BESAR TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT SURABAYA
Jl. Sidoluhur 12 Surabaya 60175
www.btklsby.go.id email : info@btklsby.go.id
KATA PENGANTAR
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 1
1.3 Penerima Manfaat 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1. Penyakit Pes 3
2.2. Agent (Penyebab) Penyakit Pes 3
2.3. Vektor Penyakit Pes 4
2.4. Inang Reservoir Kuman Pes 6
2.5. Mimba 6
BAB III METODOLOGI PENNELITIAN 8
3.1. Jenis Kajian 8
3.2. Lokasi dan Waktu Kajian 8
3.3. Cara Kerja 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 13
LAMPIRAN / DOKUMENTASI 14
ABSTRAK
Sebagai salah satu cara dalam mengatasi kurangnya air bersih dan
higiene sanitasi individu yang buruk adalah dengan menggunakan tisu basah
berantiseptik, sehingga dapat mengeliminasi tumbuhnya bakteri penyebab
penyakit. Kebersihan tangan sangat berpengaruh dalam penyebaran penyakit
infeksi melalui jalur fecal – oral. Tisu basah merupakan alternatif yang biasa
dipakai untuk menggantikan cuci tangan menggunakan sabun dan air dalam
menjaga kesehatan.
Tujuan umum kegiatan ini adalah Meningkatkan teknologi tepat guna
dalam pembuatan Tisu Basah Antiseptik sebagai pengganti cuci tangan dengan
sabun dan air dan tujuan khususnya adalah : mengetahui nilai dari hasil uji
sterilitas swab tangan tisu basah antiseptik di lapangan, mengetahui penilaian
masyarakat berkaitan dengan produk tisu basah antiseptik, mengetahui
kepuasan masyarakat berkaitan dengan pemakaian produk tisu basah antiseptik
dan mengumpulkan kritik dan saran dari masyarakat untuk peningkatan produk
tisu basah antiseptik.
Kesimpulan dari kajian ini adalah terdapat penurunan jumlah bakteri pada
usap tangan sebelum dan sesudah dilakukan pemakaian tisu basah antiseptik
sebesar 88,6 %, penilaian masyarakat berkaitan dengan produk tisu basah
antiseptik antara lain mengenai : Bentuk luar kemasan produk tisu basah
antiseptik, bahwa 98 % responden memilih puas terhadap bentuk luar kemasan
produk tisu basah antiseptik, Bentuk handglove tisu basah antiseptik, 98 %
responden merasa puas terhadap pemakaian tisu basah antiseptik berbentuk
handglove, ukuran kemasan produk tisu basah, 90 % responden menilai bentuk
ukuran kemasan produk tisu basah antiseptik telah sesuai, bentuk kemasan tisu
basah antiseptik yang dikemas satu persatu, 99 % responden setuju terhadap
bentuk ukuran kemasan produk tisu basah antiseptik, kepuasan masyarakat
berkaitan dengan pemakaian produk tisu basah antiseptik, pengunaan tisu basah
antiseptik sebelumnya, 93 % belum pernah menggunakan tisu basah antiseptik
berbentuk handglove, kelembaban tisu basah antiseptik di kulit, 93 % belum
pernah menggunakan tisu basah antiseptik berbentuk handglove, rasa lengket di
kulit setelah pemakaian tisu basah antiseptik, 74 % merasakan pemakaian tisu
basah antiseptik tidak lengket di kulit, aroma parfum pada tisu basah antiseptik,
76% menyukai aroma yang ditambahkan di dalam tisu basah antiseptik.
Responden juga sebagian besar juga menyukai aroma parfum segar dan lembut,
i
kandungan cairan pada tisu basah antiseptik, 90 % responden tidak merasakan
tisu basah yang mengandung banyak larutan, ritik dan saran dari responden
untuk peningkatan produk tisu basah antiseptik antara lain : penentuan stabilitas
dari kandungan lautan tisu basah antiseptik, penentuan batas kadaluarsa tisu
basah antiseptik, tisu basah antiseptik dapat disalurkan untuk kebutuhan
masyarakat yang memerlukan serta, dapat disalurkan pada kondisi KLB disaat
masyarakat kesulitan untuk mendapatkan air yang digunakan sebagai upaya
meningkatkan higiene sanitasi dasar.
Rencana Tindak Lanjut kegiatan ini adalah produksi massal tisu basah
antiseptik guna mendukung program pemerintah dibidang gerakan masyarakat
dalam penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan program Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM), penentuan stabilitas dari kandungan larutan
tisu basah antiseptik, penentuan batas kadaluarsa tisu basah antiseptik.
BAB I
PENDAHULUAN
I.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Kajian ini bertujuan untuk menemukan bahan insektisida nabati pengganti
insektisida kimiawi yang efektif terhadap pengendalian pinjal
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kemampuan biji mimba untuk membunuh pinjal
2. Untuk mengetahui dinamika interaksi antara mimba dan tikus
3. Untuk mengetahui keberhasilan aplikasi mimba pada dalpin
1
Memberikan masukan / input untuk penyusunan kebijakan dalam
pengendalian penyakit dan faktor risiko (NSPK).
b. Propinsi :
Memberikan masukan / input untuk melaksanakan koordinasi
operasional dan penyusunan kebijakan teknis skala propinsi.
c. Kabupaten/Kota:
Memberikan masukan / input pelaksanaan operasional pengendalian
vektor pes.
d. BBTKL PP
Meningkatkan peran B/BTKL PP dalam rangka layanan pengendalian
vektor dan binatang pembawa penyakit melalui monev resistensi
insektisida vektor Pes secara khusus di wilayah kerja BBTKLPP
Surabaya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Yersinia pestis yang dikenal sebagai penyebab penyakit pes, Yersinia pseudo-
tuberculosis, dan Yersinia enterocolitica penyebab diare.
Bakteri Yersinia pestis bersifat fakultatif anaerob, non motil, dan tidak
membentuk spora. Bakteri ini mudah diwarnai dengan cat anilin. Dalam kondisi
pertumbuhan normal bakteri berupa sel tunggal, berbentuk cocco-bacillus
bipolar, bersifat gram negatif. Di dalam laboratorium, temperatur optimum Y.
pestis untuk mengadakan perbanyakan adalah antara 28oC – 30oC dan pH 7,2 –
7,6. Organisme ini memiliki kemampuan toleransi dalam temperatur 4oC – 40oC,
pH 5–9,0. Pada suhu 28C merupakan suhu optimum tetapi kapsul tidak
terbentuk. Suhu 37C merupakan suhu terbaik bagi pertumbuhan bakteri.
Yersinia pestis termasuk parasit yang mudah ditumbuhkan pada berbagai media
baik medium semi solid maupun medium cair (Chu et al,1991). Kemampuan
hidup Y. pestis sebagaimana agent penyakit tular vektor yang lain sangat
tergantung pada kemampuannya beradaptasi di dalam tubuh pinjal dan inang
mamalia. ( Straley dan Peggy dalam Chu,1991).
Tabel. 1. Mortalitas pinjal Xenopsyilla cheopis dan Stivallius cognatus dengan uji
metode kontak langsung terhadap serbuk biji mimba
Jenis Pinjal Pinjal Jumlah kematian pinjal uji dalam ekor (%) per
Kontrol hari
Pinjal Uji
1 2 3 4 5 6 7
X. 0 35 12 7 4 0 0
58 10
cheopis
(0) (60,3) (20,6) (12,2) (6,9) (0) (0)
S. 0 5 22 4 2 0 0
cognatus 33 10
() (15,4) (66,5) (12,1) (6,0) (0) (0)
Menurut Intan Akhmad (1993), serangga dewasa yang terkena efek dari
zat aktif mimba akan teracuni dan mengakibatkan tidak mau makan dan menjadi
mandul. Bahkan dari beberapa serangga akan menyebabkan kecacatan tubuh
dan tubuh menjadi mengeluarkan cairan singga menimbulkan kematian. Pada
pinjal, kematian tidak dapat berlangsung cepat antara lain disebabkan karena
kerasnya bagian kulit luar dari pinjal tersebut sehingga penetrasi dari zat aktif
dari mimba ke dalam tubuh pinjal menjadi lambat.
Kajian penggunaan mimba pada pinjal kemungkinan dapat diteruskan
dengan melihat efek dari biji mimba terhadap pengendalian populasi pinjal
khususnya dengan kemungkinan efek mimba yang dapat menyebabkan
kemandulan. Mimba didapati dapat menyebabkan perkembangan larva dari ulat
Crocidolomia binotalis tidak dapat menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan
morfologi (Djoko P, dkk., 1993).
Untuk mengetahui dinamika interaksi antara mimba dan tikus maka telah
dilakukan suatu pengamatan tingkah laku tikus coba di dalam labirin yang
memiliki pakan pada kedua sisinya dan salah satu sisi diletakkan serbuk biji
mimba di depan tempat pakan tersebut. Setiap menit ke-30 maka dihitung jumlah
tikus yang berada di masing-masing tempat makan. Dilakukan sebanyak 5 kali
perlakuan dan setiap perlakuan diletakkan sebanyak 5 ekor tikus coba. Hasil dari
pengamatan ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kecenderungan tikus coba untuk makan pada tempat pakan yang terdapat
serbuk biji mimba di depannya dan tempat pakan tanpa serbuk mimba
Perlakuan Jumlah rata-rata tikus yang berada di tempat pakan per 30 menit Rata-
Rata
30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Pakan
Tanpa
4,4 5 4,4 4,2 5 4,6 4 5 4,6 4,4 4,56
serbuk
Mimba
Pakan
dengan
serbuk 0,2 0 0,4 0 0 0,2 0,6 0 0,2 0,2 0,36
mimba di
depannya
Dari tabel tersebut bisa dilihat dari kecenderungan tikus coba untuk
memilih makan di tempat pakan yang tidak terdapat serbuk biji mimba di depan
tempat makannya lebih tinggi (rata-rata 4,56 tikus per 30 menit) dibandingkan
dengan makan di tempat pakan yang terdapat serbuk biji mimba di depannya
(rata-rata 0,36 tikus per 30 menit). Biji mimba setelah digerus menjadi serbuk biji
mimba akan mengeluarkan minyak atsirinya. Minyak tersebut mengeluarkan
aroma yang menyengat dan ternyata tidak disukai oleh tikus coba. Dengan masih
adanya tikus coba yang makan di tempat pakan yang terdapat serbuk mimba di
depannya menunjukkan bahwa tikus coba masih memiliki toleransi terhadap bau
dari serbuk biji mimba.
Selama dua minggu dilakukan pengujian aplikasi penggunaan serbuk biji
mimba pada alat pengendali pinjal (Dalpin) dan dilakukan pengamatan setiap
hari. Tingkat kunjungan tikus ke dalam Dalpin (Contact rate) dilihat dari adanya
jejak dan pakan yang dimakan.
Tabel 3. Tingkat kunjungan tikus ke dalam Dalpin (Contact rate) dilihat dari adanya jejak
dan pakan yang dimakan
Dalpin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
CR Dalpin 20
0 0 0 5 0 0 10 0 5 0 0 0 5 0
atas (%)
CR Dalpin 20
0 10 5 0 15 0 0 5 0 5 0 5 10 0
bawah (%)
Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa tingkat kunjungan tikus ke dalam Dalpin
sangat kecil hanya berkisar antara 1-3 Dalpin saja (5%-15%) dan sebagian besar
justru tidak dimasuki oleh tikus. Hasil ini sesuai dengan hasil kajian sebelumnya
bahwa tikus tidak menyukai bau dari serbuk biji mimba tersebut. Umpan kelapa
bakar yang berada di dalam Dalpin tidak mampu menarik kehadiran tikus untuk
memasuki Dalpin. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena bau dari serbuk biji
mimba yang begitu kuat menyebabkan tikus tidak tertarik untuk memakan umpan
yang ada.
BAB V
KESIMPULAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT
V.1. Kesimpulan
Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa serbuk biji mimba tidak
efektif dalam mengendalikan pinjal karena memiliki daya bunuh yang relatif lama.
Selain itu serbuk biji mimba memiliki bau yang tidak disukai oleh tikus yang
menyebabkan tikus enggan mendekat ke tempat yang terdapat serbuk biji
mimbanya sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk menggantikan insektisida
kimiawi yang selama ini digunakan pada alat pengendali pinjal (Dalpin)
Rachmawati Farida dan Shofyatul Y., 2008, Perbandingan Angka Kuman pada
Cuci Tangan dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Isllam
Indonesia, In: Logika. Volume 5 No. 1. Yogyakarta
Sari Retno., Dewi I. dan Noorma R., 2004, Pemanfaatan Sirih sebagai Sediaan
Hand Gel Antiseptic : I. Studi Formulasi, Laporan Penelitian, Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga
Sastroamidjojo S., 1988, Obat Asli Indonsia, PT. Dian Rakyat, Jakarta
29