Disusun Oleh:
Windra Nandhitya B1A016102
1
I. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai burung berkicau, pasti tidak akan terlepas dari satu jenis
burung yang disebut dengan nama burung murai. Burung murai batu yang bernama
latin Copsychus malabaricus adalah anggota keluarga Turdidae. Burung keluarga
Turdidae dikenal memiliki kemampuan berkicau yang baik dengan suara merdu,
bermelodi, dan sangat bervariasi (Saputro et al., 2016).
Sekalipun relatif pemalu, murai batu merupakan burung yang relatif mudah
beradaptasi, mudah dijinakkan, dan tidak mudah stres asal diberikan perawatan yang
memadai. Murai batu mempunyai tingkat kecerdasan yang cukup tinggi dibandingkan
dengan burung-burung lainnya. Salah satunya ditunjukkan dengan kemampuannya
dalam merekam, mengingat, dan kemudian menirukan berbagai macam suara burung
lain dan suara benda di sekitarnya menjadi lagu suaranya sendiri . Selain itu, murai
batu dapat bernyanyi dan menghasilkan suara yang merdu, lantang, memiliki variasi
lagu suara yang tidak terputusputus, dan dilakukan dengan satu tarikan nafas.
Sewaktu bernyanyi murai batu juga mampu menunjukkan gaya bertarungnya yang
sangat aktraktif, yakni dengan menggerak-gerakkan bagian ekornya, menegakkan atau
membungkukkan bagian dadanya, serta menggerak-gerakkan kepalanya (Saputro et
al., 2016).
Selain murai batu, pada penelitian lainnya juga dilakukan pengamatan perilaku
pada burung Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) atau sering disebut sebagai
Changeable Hawk-Eagle dengan tujuan untuk mengetahui estimasi luasan dan
perkembangan daerah jelajah elang brontok yang dilepasliarkan setelah melewati
masa rehabilitasi. Elang brontok yang telah melewati masa rehabilitasi dan
2
dilepasliarkan pun kemungkinan perilaku alamiahnya akan berubah, mulai dari
perilaku makan, berburu, terbang dan daerah jelajahnya (Widiana et al., 2017).
3
II. PEMBAHASAN
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata frekuensi makan jantan (25,6
%) selama 43,35 menit lebih rendah dibandingkan dengan betina (35,73%) selama
50,21 menit. Hal ini dapat terjadi karena betina memerlukan lebih banyak nutrisi
untuk mempersiapkan organ reproduksi dan pembentukan sel telur. Menurut
Partodiharjo (1992), pakan yang dikonsumsi oleh unggas berpengaruh terhadap
peningkatan hormon estrogen yang diperlukan untuk pembentukan sel telur. Rata-rata
frekuensi perilaku minum murai batu jantan (6,63%) selama 0,35 menit juga lebih
rendah dibandingkan dengan betina (11,17%) selama 0,49 menit. Hal ini diduga dapat
terjadi karena betina makan lebih banyak dibandingkan dengan jantan.
4
Perilaku diam merupakan perilaku burung saat diam tidak bergerak. Indikatornya
adalah bertengger, berjemur, dan beristirahat. Bertengger, adalah aktivitas pasif yang
dilakukan dengan posisi tubuh bertengger pada kayu dengan kedua mata terbuka.
Istirahat, adalah aktivitas yang dilakukan dengan posisi diam sedangkan kedua mata
memperhatikan setiap gerakan benda di luar kandang. Berjemur, adalah aktivitas yang
dilakukan pada pagi hari dengan cara merentangkan kaki dan sayap menghadap
matahari pagi.
5
.
Data yang diambil hanya perilaku mendekati betina yang dilakukan oleh
jantan. Berdasarkan Gambar 3 didapat hasil rata-rata frekuensi jantan mendekati
betina adalah 4,70% selama 0,38 menit. Bila murai batu sudah menunjukkan
perilaku mendekati betina berarti murai batu sudah siap berproduksi. Bila sudah
siap, murai batu melakukan proses perkawinan. Proses ini dilakukan dibagian
bawah kandang penangkaran dan berlangsung sangat cepat hanya beberapa detik.
Setelah berhasil murai batu jantan terbang ke atas kemudian akan berkicau.
6
Elang melakukan aktivitas berburu dengan dua macam teknik. Teknik
pertama adalah dengan cara bertengger pada dahan di daerah perburuan sambil
mengamati gerakan-gerakan disekitarnya yang mencurigakan sebagai gerakan
mangsanya. Apabila posisi mangsa sudah diketahui maka akan diincar, lalu
segera disambar dengan kedua cakarnya. Teknik yang kedua yaitu dengan cara
terbang rendah diatas tajuk pohon kemudian berputar-putar sambil mencari dan
mengawasi mangsa di daerah sekitarnya. Apabila mangsa sudah terlihat maka
segera meluncur dan menyambar mangsa yang berada di dahan atau di atas tanah
lantai hutan. Perilaku kawin mulai terlihat pada awal pembuatan sarang.
Pasangan elang biasanya memulai dengan terbang bersama selama beberapa
menit kemudian mereka hinggap pada suatu dahan pohon sarang atau pohon
lainnya yang dekat dengan pohon sarang. Selanjutnya betina akan merundukkan
tubuhnya hingga posisi hampir mendatar dengan sayap terbuka dan sambil
mengepakkannya. Kemudian individu jantan akan menaiki betina dari belakang
dengan sayap terbuka juga. Setelah kawin elang jantan akan bertengger sebentar
lalu terbang.
DAFTAR REFERENSI
7
Partodiharjo., 1992. Ilmu Reproduksi Ternak. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Saputro, A. D., Nova, K., & Kurtini, T., 2016. Perilaku Burung Murai Batu
(Copsychus malabaricus) Siap Produksi. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu,
4(3), pp. 188-194.
Widiana, A., Iqbal, R. M., & Yuliawati, A., 2017. Estimasi Luasan dan
Perkembangan Daerah Jelajah Elang Brontok (Nisaeatus cirrhatus) Pasca
Rehabilitasi di Pusat Konservasi Elang Kamojang Garut Jawa Barat. 10(2), pp.
123-137.