Anda di halaman 1dari 11

Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z.

, Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol untuk Aplikasi 43


Kolektero Surya Menggunakan Pipa Kalor

Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol


untuk Aplikasi Kolektor Surya
Menggunakan Pipa Kalor
Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z.

Teknik Mesin Universitas Negeri Makassar


022-2502342, djuanda89@yahoo.com

Abstrak

Salah satu alat yang dapat mengubah radiasi matahari menjadi bentuk energi termal adalah
kolektor surya. Intensitas radiasi matahari yang diterima kolektor surya tidak kontinyu tetapi
berfluktuasi karena adanya hambatan cuaca. Salah satu cara untuk mengatasi fluktuasi
radiasi maka digunakan kolektor surya pipa kalor uap bersirkulasi, sehingga kalor dapat
segera dipindahkan secara cepat. Fluida kerja yang dipergunaan juga bersifat khusus, oleh
karena itu diperlukan kajian khusus mengenai sifat termodinamika dari fluida kerja yang
digunakan. Kajian meliputi sifat entalpi, tekanan, konduktifitas, dan viskositas fluida. Hasil
penelitian yang dilakukan dengan mengkaji sifat termodamika menghasilkan beberapa studi
fluida kerja yaitu air, methanol dan ethanol. Temperatur fluida diberikan antara 30 sampai
100⁰C. Dengan meningkatnya temperatur fluida maka tekanan dan entalpi fluida akan
semakin tinggi sedangkan viskositas akan menurun. Entalpi uap dari fluida cenderung
konstan seiring dengan meningkatnya temperatur. Entalpi terbesar dihasilkan oleh air
kemudian oleh ethanol dan methanol.

Kata kunci: absorbsi, pendingin, hidrokarbon, mineral oil, termofisik

1. PENDAHULUAN
Sebagai negara tropis, Indonesia fluktuasi radiasi maka digunakan kolektor
diuntungkan dengan potensi energi surya surya yang responsif, agar kalor dapat
yang melimpah sepanjang tahun. Potensi segera dipindahkan secara cepat. Dari
radiasi rata-rata harian mencapai 4,8 berbagai tipe solar kolektor tetap yang ada
kWh/m2 (Departemen dan Energi, 2003) maka kolektor tipe plat datar dengan
yang sebagian besar belum termanfaatkan. menggunakan pipa kalor menjadi pilihan
Hanya sebagian kecil dimanfaatkan dalam penelitian ini.
menjadi energi listrik (fotovoltaik) serta Kolektor surya tipe plat datar
pemanas air. Pemanfaatan terbesar justru dengan pipa kalor telah banyak diteliti
dilakukan secara tradisional untuk sejak beberapa tahun yang lalu. Penelitian
pengeringan hasil pertanian dan perikanan. rata-rata menfokuskan pada fluida kerja
Salah satu alat yang dapat yang digunakan, aplikasi pemanfaatan,
mengubah radiasi matahari menjadi bentuk serta karakteristik dan performansi dari
energi termal adalah kolektor surya. kolektor surya. Konfigurasi utama dari
Intensitas radiasi matahari yang diterima solar kolektor yang ada dewasa ini
kolektor surya tidak kontinyu tetapi menggunakan dua fluida kerja, yaitu fluida
berfluktuasi karena adanya hambatan kerja primer yang digunakan dalam pipa
cuaca. Salah satu cara untuk mengatasi kalor dan fluida kerja sekunder yang
44 TEKNOLOGI VOLUME 16 NO. 1 APRIL 2017

berfungsi memindahkan kalor dari fluida dkk., 2002), meningkatkan perpindahan


primer ke sistem lain. kalor pada chip elektronik (Launay dkk.,
Dengan menggunakan konfigurasi 2004), konversi energi, luar angkasa, serta
kolektor surya seperti yang ada saat ini, penggunaan pipa kalor di kolektor surya.
maka akan terdapat beberapa kelemahan Beberapa jenis pipa kalor yang ada
mendasar, yaitu: (1) respon dan saat ini antara lain adalah pipa kalor
performansi dari kolektor surya sangat konvensional, pipa kalor panel, pipa kalor
dipengaruhi oleh efektifitas kondensor loop, vapour-dynamic termosifon, pipa
dalam memindahkan kalor dari fluida kalor mikro, pipa kalor berputar dan
primer ke fluida sekunder; (2) karakteristik sebagainya. Prinsip kerja dari pipa kalor
dan performansi dari kolektor surya sangat dapat dilihat pada Gambar 1.
bergantung pada karakteristik fluida
sekunder; (3) fabrikasi sangat menyulitkan
terutama bila diinginkan menggunakan fin
pada kondensor untuk meningkatkan luas
permukaan perpindahan kalor; serta (4)
kemungkinan kebocoran fluida sekunder
pada kolektor surya sangat tinggi.
Dalam penelitian ini diusulkan
penggunaan konfigurasi baru kolektor
surya yaitu hanya menggunakan satu fluida
kerja yang berfungsi sebagai fluida primer
sekaligus sebagai fluida sekunder. Dengan
konfigurasi ini berbagai kelemahan yang
ada dapat diminimalkan. Penelitian
meliputi kajian fluida kerja yang
digunakan, konfigurasi kolektor surya, Gambar 1. Prinsip kerja pipa kalor
desain kolektor surya dan performansi
Pipa kalor adalah pipa maupun
kolektor surya. Dari penelitian ini
susunan pipa yang berfungsi sekaligus
diharapkan diperoleh kolektor surya tipe
sebagai evaporator dan kondensor. Fluida
plat datar dengan pipa kalor yang lebih
kerja diisikan ke dalam pipa dengan
efisien dibandingkan yang ada saat ini.
perbandingan rasio pengisian (fill ratio)
tertentu, selain itu dapat juga ditambahkan
2. STUDI PUSTAKA
wick sebagai saluran bagi cairan untuk
Pipa kalor adalah salah satu cara
kembali ke evaporator. Fluida kerja akan
untuk meningkatkan perpindahan kalor.
menguap ketika kalor masuk ke bagian
Peningkatan ini diperoleh disebabkan
evaporator, uap kemudian akan bergerak
perpindahan kalor yang terjadi berdasarkan
ke sisi kondensor dan melepaskannya ke
perubahan fasa dari fluida kerjanya. Ini
fluida pendingin. Fluida kerja kemudian
berarti dengan dimensi yang sama terhadap
akan mengalami perubahan fasa ke cair
pipa biasa akan diperoleh perpindahan
dan akan turun kembali melalui sisi
kalor yang lebih tinggi bila sistem
permukaan pipa maupun wick.
menggunakan pipa kalor.
Pipa kalor pertama kali digunakan
Aplikasi pipa kalor dewasa ini
oleh R.S. Gaugler pada tahun 1942 (Dunn
sudah sangat beragam. Sebagai contoh
dan Reay, 1982). Akan tetapi
dalam bidang konservasi energi untuk daur
perkembangannya semakin diperhatikan
ulang buangan gas panas, dan aplikasi
berbagai kelebihan pipa kalor berhasil
industri serta pendingin komputer (Moon
diungkapkan oleh G. M. Grover pada awal
Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z., Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol untuk Aplikasi 45
Kolektero Surya Menggunakan Pipa Kalor

tahun 1960an. Kelebihan utama dari pipa


kalor adalah: 8𝜇𝑣 𝑚̇ 𝑙𝑒 +𝑙𝑐
Δ𝑃𝑣 = − [𝑙𝑎 + ] (4)
1. Daya hantar termal yang sangat tinggi 𝜌𝑣 𝑟𝑣4 2

(very high thermal conductance)


2. Memiliki kemampuan sebagai Serta beda tekanan hidrostatik:
transformator fluks termal (thermal
flux transformer) Δ𝑃𝑔 = 𝜌𝑙 𝑔𝑙 sin 𝜙 (5)
3. Permukaan isotermal dengan
impedansi yang rendah. Dimana  adalah sudut yang dibentuk
Agar pipa kalor dapat beroperasi antara pipa kalor dan bidang horisontal.
dengan baik maka cappilary pumping head Perpindahan kalor maksimum dalam pipa
maksimum (∆𝑃𝑐 )𝑚𝑎𝑥 haruslah lebih besar kalor ditentukan dengan persamaan:
dari total penurunan tekanan yang terjadi.
Komponen yang menyebabkan terjadinya 𝑄𝑚𝑎𝑥 = 𝑚̇𝑚𝑎𝑥 𝐿 (6)
penurunan tekanan terdiri dari:
1. Penurunan tekanan ∆𝑃𝑙 yang Dimana :
dibutuhkan agar cairan dari kondensor
𝜌𝑙 𝐾𝐴𝑤 2𝜎𝑙
dapat kembali ke evaporator 𝑚̇𝑚𝑎𝑥 = ( cos 𝜃 − 𝜌𝑙 𝑔𝑙𝑒𝑓𝑓 sin 𝜙)
𝜇𝑙 𝑙𝑒𝑓𝑓 𝑟𝑐
2. Penurunan tekanan ∆𝑃𝑣 yang
mengakibatkan uap mengalir dari (7)
evaporator ke kondensor
3. Beda grafitasi ∆𝑃𝑔 yang dapat bernilai Dan L adalah entalpi penguapan fluida
kerja.
negatif, positif, atau nol.
Selama masa kerja awal dan
Sehingga:
temperatur tinggi maka kecepatan uap
dapat mencapai kecepatan suara, pada
(∆𝑃𝑐 )𝑚𝑎𝑥 ≥ ∆𝑃𝑙 + ∆𝑃𝑣 + ∆𝑃𝑔 (1)
kondisi ini efek kompresibilitas harus
diperhitungkan. Kondisi sonik menjadi
Jika kondisi ini tidak terpenuhi maka wick salah satu faktor kemampuan perpindahan
akan mengering di daerah evaporator dan kalor maksimum yang dimungkinkan oleh
pipa kalor tidak akan bekerja. pipa kalor. Beberapa faktor lain yaitu pada
Untuk media porous persamaan temperatur rendah oleh gaya viskos, limit
Blake-Kozeny memberikan hubungan peningkatan temperatur dibatasi oleh
antara penurunan tekanan sepanjang entrainment limit, capillary limit dan burn
porous, yaitu: out.
Pembatasan kemampuan
150𝜇(1−𝜀′)2 𝑙𝑒𝑓𝑓 𝑣
∆𝑃𝑙 = (2) permindahan kalor ini diperlihatkan pada
𝐷2 𝜀′3
Gambar 2.
Dimana v adalah kecepatan permukaan

𝑚̇
𝑣= (3)
𝜌𝑙 𝐴

Dan ’ adalah perbandingan antara ruang


kosong dan lubang porous.
Persamaan Coter dan Busse
dipergunakan untuk menentukan
penurunan tekanan uap total untuk aliran
inkompresibel:
46 TEKNOLOGI VOLUME 16 NO. 1 APRIL 2017

hanya menggunakan pompa kalor yaitu


Entrainment
2,58.
limit Yoga (2010) telah membuat dan
menguji sistem kolektor surya pipa kalor
Axial heat flux, q

Wicking or tipe plat datar. Fluida kerja yang


Sonic velocity capillary limit
limit digunakan adalah air dan tidak
Boiling limit
menggunakan wick. Dengan menggunakan
dua kolektor surya yang disusun secara seri
Viscous limit temperatur air keluar kolektor dapat
mencapai 80°C untuk laju aliran 0,004
Temperatur kg/s.
Gambar 2. Pembatasan pada perpindah- Kolektor surya pipa kalor tipe plat
an kalor dalam pipa kalor datar juga dipergunakan oleh Facao dan
(Dunn dan Reay, 1982) Oliveira (2005), analisa numerik dengan
menggunakan pendekatan quasi-steadi
Aplikasi pipa kalor pada solar state dibandingkan dengan hasil yang
kolektor juga telah banyak dikaji dan diperoleh dari pengujian. Penelitian
dipublikasikan, Beberapa kajian itu antara menunjukkan efisiensi kolektor mencapai
lain oleh Rittidech dan Wannapakne 64% dan koefisien kehilangan kalor
(2007) yang menggunakan pompa kalor keseluruhan kolektor 5,5 W/m2K.
oskilasi (oscillating heat pipe) dengan Persamaan efisiensi yang diperoleh dari
fluida kerja adalah R-134a. Efisiensi hasil pengujian diberikan dengan:
kolektor surya yang dapat dicapai 62%.
Huang dkk. (2005) menggunakan 𝑇𝑓𝑚 −𝑇𝑎
𝜂𝑠𝑐 = 0,64 − 5,5 (8)
kolektor surya pipa kalor yang 𝐼
Kolektor surya pipa kalor tipe
dikombinasikan dengan pompa kalor untuk
tabung vakum telah dipergunakan oleh
pemanas air. Pompa kalor dioperasikan
Redpath dkk. (2008) untuk pemanas air.
bila radiasi matahari terlalu rendah untuk
Konstruksi kondensor dan saluran masuk-
menyuplai pemanas air, dan pipa kalor
keluar aliran air ditunjukkan pada Gambar
dioperasikan bila radiasi matahari tinggi.
3.
Operasi hibrid ini akan meningkatkan COP
sistem menjadi 3,32 dibandingkan dengan

Gambar 3. Konstuksi kondensor dan saluran masuk-keluar aliran air (Redpath dkk., 2008)
Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z., Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol untuk Aplikasi 47
Kolektero Surya Menggunakan Pipa Kalor

Konstruksi yang mirip juga 4) Tekanan uap tidak boleh terlalu tinggi
dipergunakan oleh berbagai penelitian lain maupun terlalu rendah untuk daerah
seperti Walker dkk. (2004), maupun yang kerja yang dibutuhkan
telah ada dipasaran seperti yang dibuat 5) Kalor laten yang tinggi
oleh Kingspan Solar, SolarCollect, dan 6) Konduktifitas termal yang tinggi
Sussex Solar (2011). 7) Viskositas uap dan cair yang rendah
8) Tegangan permukaan yang tinggi
3. TUJUAN PENELITIAN 9) Titik didih dan cair yang sesuai
Tujuan umum penelitian ini adalah Beberapa fluida kerja yang biasa
menghasilkan studi termodinamika digunakan pada pipa kalor untuk berbagai
campuran air-methanol yang sesuai daerah temperatur kerja diberikan pada
digunakan pada pipa kalor uap Tabel 1. Data menunjukkan erbagai jenis
bersirkulasi. Studi dimaksudkan untuk fluida yang telah digunakan secara luas
mengenai sifat dasar dari campuran untuk berbagai daerah temperatur kerja.
sehingga nantinya efisiensi kolektor surya Untuk daerah temperatur rendah terdapat
yang akan dihasilkan akan memiliki fluida kerja seperti helium, ammonia,
efisiensi yang tinggi. nitrogen dan pentane. Sedangkan untuk
temperatur kerja dari rendah sampai
4. HASIL DAN PEMBAHASAN medium temperatur terdapat acetone,
Penelitian tahap pertama mengkaji methanol, Fluetech, air dan lainnya. Untuk
fluida kerja yang digunakan pada pipa Temperatur tinggi biasanya dipergunakan
kalor. Tujuan akhirnya adalah menentukan logam cair seperti perak, lithium, sodium
jenis fluida kerja yang sesuai digunakan dan sebagainya.
pada kolektor surya dengan mengunakan Penggunaan pipa kalor untuk
pipa kalor sebagai basis sistem. Kajian aplikasi kolektor surya membutuhkan
meliputi sifat termodinamika dan sifat daerah temperatur kerja antara 30 sampai
transport dari fluida. Penelitian 150⁰C. Sehingga kajian penelitian akan
menggunakan program Refrop 8 untuk berfokus pada fluida air, ethanol dan
mengetahui perbandingan berbagai sifat methanol. Hal lain yang mesti diperhatikan
termodinamika dari fluida kerja. dalam pemilihan fluida kerja adalah
Syarat utama yang harus dipenuhi kompatibilitas fluida terhadap material
oleh fluida kerja pipa kalor adalah: yang dipergunakan seperti pipa, katup,
1) Kompatibel dengan material pipa dan pompa dan lainnya. Hal ini disebabkan
wick beberapa fluida kerja tidak sesuai
2) Stabilitas termal yang baik dipergunakan untuk beberapa material
3) Material pipa dan wick terbasahi secara seperti penggunaan ammonia tidak sesuai
baik untuk tembaga karena akan menyebabkan
terjadinya korosi.
48 TEKNOLOGI VOLUME 16 NO. 1 APRIL 2017

Tabel 1. Beberapa fluida kerja yang biasa dipergunakan di pipa kalor (Reay, D.A.Dunn, P.,
2006)

Tabel 2 memperlihatkan antara Air dan ethanol dapat digunakan di


kompatibilitas fuida kerja terhadap pipa kalor. Pemilihan jenis campuran
berbagai material. Air dan methanol didasarkan bahwa air memiliki kalor laten
keduanya dapat menggunakan material yang tinggi, dengan demikian laju aliran
yang terbuat dari tembaga, tetapi kalor yang dibutuhkan untuk
penggunaan methanol pada material dari memindahkan energy akan semakin kecil
aluminium mesti dihindari. Sedangkan dibandingkan dengan fluida lainnya.
untuk air penggunaannya pada baja Entalpi penguapan air pada temperatur
karbon, aluminium, nikel harus dihindari 80⁰C adalah 2307,99 kJ/kg. Harga ini jauh
karena menyebabkan terjadinya korosi lebih tinggi dibandingkan dengan entalpi
pada material. penguapan methanol dan ethanol yaitu
Hasil kajian termodinamika dan masing-masing sebesar 1069,27 kJ/kg dan
sifat transport dari penelitian ini 847,01 kJ/kg.
memberikan kesimpulan bahwa campuran
Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z., Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol untuk Aplikasi 49
Kolektero Surya Menggunakan Pipa Kalor

Tabel 2. Kompatibilitas fuida kerja terhadap material (Reay, D.A.Dunn, P., 2006)

Pemilihan methanol dibandingkan adalah 78,37⁰C. Selain itu alasan lain


dengan methanol disebabkan titik didih pemilihan methanol adalah entalpi
methanol yang lebih rendah dibandingkan penguapan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan titik didih ethanol. Titik didih yang dengan ethanol. Kedua fluida tersebut
rendah akan mengakibatkan tekanan uap dapat bercampur dengan air.
methanol lebih juga lebih rendah Entalpi pada fasa uap air, methanol
dibandingkan dengan ethanol. Ini dan ethanol dapat dilihat pada Gambar 7.
menyebabkan pada kondisi vakum Entalpi fasa uap tertinggi dihasilkan oleh
temperatur mulai menguap dari methanol air kemudian oleh ethanol dan yang
akan lebih cepat daripada ethanol. Ttitik terendah adalah methanol.
didih methanol adalah 64,7⁰C dan ethanol
50 TEKNOLOGI VOLUME 16 NO. 1 APRIL 2017

3000
2500

Entalpi Uap [kJ/kg]


2000
1500 Ethanol
1000 Air

500 Methanol

0
30 40 50 60 70 80 90 100
Temperatur [C]

Gambar 7. Entalpi uap fluida kerja

Perubahan entalpi terhadap temperatur diperlihatkan pada Gambar 8. Tekanan


tidak terlalu signifikan meski cenderung yang paling tinggi peningkatannya
mengalami peningkatan. Semakin tinggi diberikan oleh methanol kemudian oleh
temperatur akan mengakibatkan entalpi ethanol dan yang terakhir adalah air.
fasa uap juga mengalami peningkatan. Dalam sistem pipa kalor, tekanan fluida
Selain entalpi, sifat termodinamika lain akan divakum sehingga pengaruh tekanan
yang meningkat seiring dengan naiknya terhadap konstruksi perpipaan menjadi
temperatur adalah tekanan, seperti sangat kecil.

4
3,5
3
Tekanan [bar]

2,5
2 Ethanol

1,5 Air

1 Methanol

0,5
0
30 40 50 60 70 80 90 100
Temperatur [C]

Gambar 8. Pengaruh temperatur terhadap tekanan fluida

Syarat pemilihan fluida kerja pipa kalor cepat. Konduktifitas fluida pipa kalor
lainnya adalah konduktifitas termal yang ditinjukkan pada Gambar 9.
tinggi. Fluida dengan konduktifitas tinggi
menghasilkan perpindahan kalor yang
Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z., Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol untuk Aplikasi 51
Kolektero Surya Menggunakan Pipa Kalor

0,8
0,7

Konduktifitas Cair [W/m.K] 0,6


0,5
0,4 Ethanol

0,3 Air

0,2 Methanol

0,1
0
30 40 50 60 70 80 90 100
Temperatur [C]

Gambar 9. Konduktifitas fasa cair fluida kerja

Konduktifitas ethanol dan methanol sisitem pipa kalor diperlukan viskositas


cenderung tidak berubah dengan naiknya cair dan uap yang rendah. Pada tahap ini
temperatur. Hal ini berbeda dengan air juga ditinjau perubahan viskositas terhadap
yang sedikit mengalami peningkatan ketika temperatur. Kenaikan temperatur pada
temperatur fluida mengalami peningkatan. umumnya akan menurunkan viskositas cair
Konduktifitas air berada pada kisaran 0,65 maupun viskositas pada fasa uap, seperti
W/m,K. diperlihatkan pada Gambar 10.
Agar proses perpindahan massa
dapat terjadi dengan baik, maka pada

0,0012

0,001
Viskositas Cair [Pa.s]

0,0008

0,0006 Ethanol
Air
0,0004
Methanol
0,0002

0
30 40 50 60 70 80 90 100
Temperatur [C]

Gambar 10. Viskositas fluida pada fasa cair


52 TEKNOLOGI VOLUME 16 NO. 1 APRIL 2017

Viskositas ethanol lebih tinggi Huang, B.J., Lee, J.P., Chyng, J.P.,
dibandingkan viskositas air dan methanol. 2005, Heat-pipe enhanced solar-assisted
Sehingga dapat disimpulkan kemampuan heat pump water heater, Solar Energy, 78,
mengalir dari methanol akan lebih tinggi pp. 375-381.
bila dibandingkan dengan air maupun Hussein, H.M.S., 2007, Theoretical and
ethanol. experimental investigation of wickless heat
5. Kesimpulan pipes solar collector with cross flow heat
Hasil penelitian yang dilakukan exchanger, Energy Conversion and
dengan mengkaji sifat termodamika Management, 48, pp. 1266-1272.
campuran menghasilkan beberapa studi Hussein, H.M.S., Mohamad, M.A., El-
fluida kerja yaitu air, methanol dan Asfouri, A.S., 2001, Theoritical analysis of
ethanol. Kajian meliputi entalpi, tekanan, laminar-film condensation heat transfer
konduktifitas, dan viskositas fluida. inside inclined wickless heat pipes flat-
Temperatur fluida diberikan antara 30 plate solar collector, Renewable Energy,
sampai 100⁰C. Dengan meningkatnya 23, pp. 525-535.
temperatur fluida maka tekanan dan entalpi
fluida akan semakin tinggi sedangkan Kingspan Solar, Thermomax HP200,
viskositas akan menurun. Entalpi uap dari http://www.kingspansolar.com/pdf/HP200.
fluida cenderung konstan seiring dengan pdf, April 2011.
meningkatnya temperatur. Entalpi terbesar Launay, S., Sartre, V., Lallemand, M.,
dihasilkan oleh air kemudian oleh ethanol 2004, Experimental study on silicon micro-
dan methanol. heat pipe arrays, Applied Thermal
6. REFERENSI Engineering, 24, pp. 233-243.

Departemen Energi dan Sumber Daya Moon, S.,H., Hwang, G., Yun, H.G.,
Mineral, 2003, Kebijakan Pengembangan Choy, T.G., Kang, Y.I., 2002, Improving
Energi Terbarukan dan Konservasi Energi thermal performance for notebook PC
(Energi Hijau), Jakarta. cooling, Microelectronics Reliability, 42,
pp. 135-140.
Djuanda, Suwono, A., Pasek, A.D.,
Reay, D.A.Dunn, P., 2006, Heat Pipes
Tandian, N.P., 2009, Experimental study
Theory and Aplications, Pergamon Press,
on a solar-assisted heat pump, Proceedings
England.
of the International Conference on Fluid
and Thermal Energy Conversion 2009, Redpath, D.A.G., Griffiths, P.W., Lo,
Tongyeong, South Korea, December 7 – S.N.G., Heron, M., 2008, Experimental
10. investigation of fluid flow regime in
thermosyphon heat-pipe of evacuated tube
Facao, J., Oliveira, A.C., 2005, The
solar water heater, Conference on Passive
effect of condenser heat transfer on the
and Low Energy Architecture (PLEA),
energy performance of a plate heat pipe
Dublin 22-24 Oktober.
solar collector , International Journal of
Energy Research, 29, pp. 903 – 912. Rittidech, S., Wannapakne, S., 2007,
Experimental study of the performance of
Hermanto, A., 2005, Pengembangan a solar collector by closed-end oscillating
Metode Simulasi Sistem Pengkondisian
heat pipe (CEOHP), Applied Thermal
Udara Energi Surya, Disertasi, Institut Energy, 27, pp. 1978-1985.
Teknologi Bandung.
Djuanda, Amiruddin, Muhsin Z., Studi Termodinamika Air, Methanol dan Ethanol untuk Aplikasi 53
Kolektero Surya Menggunakan Pipa Kalor

SolarCollect, Vacuum tube heat pipe


solar collector from Tec-Solar Type TS-
20-58PA,
http://www.solarcollect.co.uk/downloads/s
olcollinstman.pdf, April 2011.
Sussex Solar, Solar system evacuated
heat-pipe collector unvented hot water
cylinder owners manual,
http://www.sussexsolar.com/
SolarSystemUsermanual
(mainspressurecylinder).pdf, April 2011.
Vongchanh, K., 2010, Simulation and
experimental studies of solar hybrid fish
dryer, Disertasi, Institut Teknologi
Bandung.
Walker, A., Mahjouri, F., Stiteler, R.,
2004, Evacuated-tube heat-pipe solar
collectors applied to the recirculation loop
in a federal building, National Renewable
Energy Laboratory, Colorado.
Yoga, N.G., Suwono, A.,
Abdurrachim, Hardianto, T., 2010, Kaji
eksperimental penggunaan pipa kalor
sebagai penyerap energi termal surya
untuk penyuplai pompa kalor temperatur
tinggi, Proceeding Seminar Nasional
Tahunan Teknik Mesin 9 (SNTTM 9),
Palembang.

Anda mungkin juga menyukai