Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pandan wangi merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan daunnya sebagai
bahan pewarna hijau dan pemberi aroma (Faras, et al, 2014). Tanaman pandan
wangi mudah dibudidayakan dan sangat cocok tumbuh di daerah tropis. Tanaman
ini juga sering kita jumpai di halaman rumah. Daun pandan wangi berwarna hijau,
serta daunnya tunggal dengan pangkal memeluk batang. Daunnya aromatik, tipis,
licin, ujung runcing, bertulang sejajar, panjang 40 - 80 cm, lebar 3 - 5 cm, dan tanpa
tepi bergerigi (Peter, 2006).
Berdasarkan data produksi perkebunan rakyat provinsi Jawa Barat, produksi
daun pandan dari tahun 2013-2015 mengalami penurunan. Tahun 2013, produksi
daun pandan tercatat sebesar 346 ton, namun produksinya mengalami penurun
menjadi 340 ton di tahun 2014 dan 203 ton pada tahun 2015 (Disbun Jabar, 2016).
Rendahnya nilai produksi daun pandan wangi disebabkan karena kurangnya petani
yang membudidayakan tanaman daun pandan wangi yang dirasa memiliki harga
jual yang rendah jika dijual dalam bentuk segar daun pandan wangi. Daun pandan
wangi sering dimanfaatkan dalam bentuk segar sehingga tidak memiliki nilai
tambah, oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut sehingga memiliki
nilai tambah dan harga jual yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai
tambah daun pandan wangi yaitu diolah menjadi minyak atsiri.
Masyarakat biasa memanfaatkan daun pandan wangi untuk penyedap aroma
dan pewarna alami pada masakan. Menurut Hidayat (2008), manfaat lain daun
pandan wangi diantaranya sebagai pewarna makanan, kosmetik, tanaman hias,
bahan kerajinan makanan, obat dan bahan aroma. Aroma harum yang sangat khas
dimiliki daun pandan wangi sangat populer terutama di daerah Bali, sebagai
pemberi aroma pada makanan dan minuman, dan sebagai pelengkap sarana upacara
adat. Selain itu, aroma daun pandan wangi digunakan sebagai bahan pengharum
ruangan dan aroma terapi dalam industri spa. Keharuman daun pandan wangi yang
khas disebabkan adanya kandungan minyak atsiri di dalam daun (Wartini, 2015).

1
2

Menurut Wongpornchai (2006), senyawa volatil yang terkandung dalam daun


pandan wangi adalah kelompok alkohol, aromatik, asam karboksilat, keton,
aldehid, ester, hidrokarbon, furan, furanones, dan terpenoid.
Kebutuhan bahan untuk aroma terapi terus meningkat sejalan dengan semakin
berkembangnya industri jasa spa, untuk itu perlu diupayakan penyediaan bahan
tersebut termasuk minyak atsiri daun pandan wangi (Wartini, et al, 2015). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wartini, et al (2015), dengan menggunakan metode
ekstraksi perendaman menggunakan pelarut n-heksana selama 4 jam dilanjutkan
dengan proses re-ekstraksi dengan etanol dan dihasilkan nilai senyawa penyusun
absolute minyak atsiri daun pandan wangi hasil perlakuan curing dua hari terdiri
atas golongan senyawa alkana (12,58-14,88%), alkena (20,09- 30,24%), benzene
(3,85-41,17%), alkohol (4,55-9,42%), fenol (0-12,47%), terpen (8,72-12,05%), dan
ester (0-4,49%).
Keberhasilan pengambilan minyak atsiri dari bahan bakunya dan kualitas
minyak atsiri yang dihasilkan ditentukan oleh metode ekstraksi, kondisi proses
ekstraksi dan kondisi bahan baku yang diproses (Wartini, et al, 2015). Hal tersebut
telah banyak dilaporkan dalam beberapa penelitian seperti pemanfaatan ekstrak
Lavandula angustifolia miller oleh Yusufoglu, et al (2004), perbandingan minyak
atsiri Xanthogalum purpurascens lallem oleh Ozek, et al (2006), isolasi minyak
Rosemary oleh Boutekedjiret, et al (2004), ekstraksi cairan supercritical dan
fraksinasi berbeda tanaman rosemary olahan oleh Ibanez, et al (1999).
Proses ekstraksi secara umum dapat dilakukan secara maserasi, enflurasi,
perkolasi, refluks, ekstraksi dengan alat soxhlet, digesti dan infusa. Proses ekstraksi
tersebut membutuhkan waktu lama. Perlu adanya proses ekstraksi yang dapat
mempercepat ekstraksi, yaitu dengan cara mengkombinasikan pelarut dibantu
gelombang micro (microwave), yang disebut dengan Microwave Assisted
Extraction (MAE). Metode ini memiliki kelebihan yaitu waktu ekstraksi lebih
cepat, lebih efisien, serta gelombang micro yang terdapat di microwave dapat
meningkatkan suhu pelarut pada bahan, yang dapat menyebabkan dinding sel pecah
dan zat-zat yang terkandung di dalam sel keluar menuju pelarut, sehingga rendemen
yang dihasilkan meningkat (Yulianti, et al, 2014). Kelemahan dari metode MAE
3

diantaranya yaitu, suhu sulit diketahui pada saat ekstraksi sedang berlangsung, suhu
yang dihasilkan tinggi sehingga dapat menyebabkan degradasi thermolabil
(Mandal, et al, 2007). Bahan yang akan diekstrak harus bersifat cair, jika bahan
bersifat padat maka harus ditambahkan pelarut, dan proses ekstraksi menyebabkan
degradasi sehingga komponen yang tidak diinginkan akan ikut terekstrak.
Teknologi microwave tidak hanya diaplikasikan pada pengolahan bahan
makanan saja. Tetapi salah satu aplikasi yang saat ini sedang banyak dikaji adalah
untuk isolasi minyak atsiri dari bahan tanaman menggantikan teknologi
konvensional seperti distilasi uap (hydrodistillation), ekstraksi dengan lemak
(enfleurage), dan ekstraksi pelarut (solvent extraction). Salah satu penelitian
terdahulu mengenai penggunaan Microwave Assisted Extraction (MAE) yaitu,
penelitian (Purwanto, et al, 2010) tentang pengembangan metode MAE pada
produksi minyak jahe, hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak jahe hasil
ekstraksi menggunakan metode MAE memiliki kadar zingiberene lebih besar yaitu
19,79%, sedangkan kadar zingiberene menggunakan metode ekstraksi dengan
pemanasan konvesional sebesar 14,9%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ekstraksi menggunakan metode MAE memberikan pengaruh
nyata terhadap kadar yang diuji dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan
ekstraksi lainnya.
Faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi selain pemilihan pelarut adalah
waktu ekstraksi, daya microwave, dan karakteristik bahan, jenis pelarut (Sarker dan
Lutfun, 2012). Waktu ekstraksi merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi hasil ekstraksi, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan pengaruh waktu terhadap mutu minyak atsiri daun pandan wangi.
Penelitian ekstraksi menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE)
telah digunakan pada beberapa penelitian dalam pengambilan senyawa beberapa
tanaman, akan tetapi metode ini belum pernah diaplikasikan pada ekstraksi daun
pandan wangi sehingga ekstraksi daun pandan wangi menjadi perhatian yang
menarik untuk dipelajari. Hal ini disebabkan kurangnya informasi mengenai
ekstraksi daun pandan wangi. Sementara daun pandan wangi merupakan tanaman
yang sangat potensial untuk dikembangkan, dengan harganya yang relatif murah,
4

mudah tumbuh walaupun pada lahan yang sempit, manfaatnya yang sangat besar,
cocok dengan iklim tropis di Indonesia, dan jika diekstrak daun pandan wangi dapat
menghasilkan minyak atsiri.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah
bagaimana pengaruh waktu pada proses ekstraksi daun pandan wangi dengan
metode Microwave Assisted Extractioan (MAE) agar diperoleh mutu minyak atsiri
daun pandan wangi terbaik?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh parameter waktu
ekstraksi terhadap mutu minyak atsiri daun pandan wangi dengan metode
Microwave Assisted Extraction (MAE).

1.4 Kegunaan Penelitian


Seluruh informasi dan hasil penelitian mengenai ekstraksi daun pandan wangi
dengan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) diharapkan mampu
memberikan manfaat untuk keperluan akademisi, farmasi maupun industri.

1.5 Kerangka Pemikiran


Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) merupakan jenis tumbuhan
monokotil dari famili Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam
tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Pandanus
amaryllifolius Roxb. merupakan satu-satunya spesies Pandanus yang memiliki
daun yang wangi (Nonato, et al, 2008). Data statistik perkembangan produksi
perkebunan berdasarkan komoditi di Jawa Barat tahun 2013-2015 menunjukkan,
daun pandan memiliki nilai produksi yaitu 346, 340, dan 203 ton/tahun (Disbun
Jabar, 2016). Dari tahun 2013 sampai 2015 produksi daun pandan mengalami
penurunan.
5

Daun pandan wangi merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak
manfaat. Salah satu manfaatnya yaitu sebagai tanaman obat karena mengandung
komponen polifenol yang bermanfaat bagi tubuh manusia sebagai antioksidan
penangkal radikal bebas (Dalimartha, 1999). Menurut Hidayat, et al (2008),
manfaat lain dari daun pandan wangi adalah sebagai bahan aroma, pewarna
makanan, kosmetik, dan tanaman hias. Komponen yang bermanfaat bagi tubuh
manusia dalam daun pandan wangi antara lain alkaloida, saponin, flavonoida, tanin,
polifenol dan zat warna (Dalimartha, 1999). Komponen kimia Pandanus
amryllifolius Roxb. telah dipelajari memiliki senyawa volatil dan fraksi berat
molekul lebih tinggi. Studi awal melaporkan bahwa sejumlah senyawa volatil yang
terkandung dalam Pandanus amryllifolius Roxb. adalah kelompok alkohol,
aromatik, asam karboksilat, keton, aldehid, ester, hidrokarbon, furan, furanones dan
terpenoid (Wongpornchai, 2006).
Minyak atsiri dapat diperoleh dengan menggunakan bebrapa metode seperti
destilasi, maserasi, enfleurasi, Ultrasound Assisted Extraction (UAE) dan ekstraksi
dengan gelombang mikro (MAE). Menurut Wartini, et al (2015), keberhasilan
pengambilan minyak atsiri dipengaruhi oleh metode ekstraksi yang digunakan.
Metode ektraksi yang pernah dilakukan untuk mengekstrak minyak atsiri daun
pandan wangi adalah soxhletasi, dan ekstraksi perendaman (maserasi). Ekstraksi
maserasi sangat sederhana dan ekonomis, namun kelemahan dari metode ini adalah
memerlukan pelarut yang banyak dan waktu yang lebih lama (Elkhori, et al, 2006).
Beberapa tahun terakhir, telah dikembangkan teknik ekstraksi yang cepat dan
efisien yakni ekstraksi dengan memanfaatkan gelombang micro. Microwave
Assisted Extraction (MAE) adalah ekstraksi yang memanfaatkan gelombang micro
pada microwave untuk meningkatkan suhu pelarut pada bahan yang dapat
menyebabkan dinding sel pecah dan zat-zat yang terkandung di dalam sel keluar
menuju pelarut, sehingga rendemen yang dihasilkan akan meningkat (Yulianti, et
al, 2014). Metode ekstraksi minyak atsiri yang digunakan dalam penelitian ini
adalah adalah Microwave Assisted Extraction (MAE) untuk menghasilkan minyak
atsiri yang lebih optimal.
6

Proses persiapan bahan seperti pelayuan daun pandan wangi dan pengecilan
ukuran dilakukan sebelum proses ekstraksi. Daun pandan wangi dilayukan selama
2 hari pada suhu ruangan. Menurut Adiyasa, et al (2014), kondisi bahan baku
mempengaruhi karakteristik minyak atsiri yang terkandung dalam bahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiraguna, et al (2015), mengenai
pengaruh metode curing dan lama curing terhadap karakteristik daun pandan wangi
menunjukkan bahwa, daun pandan wangi dengan metode curing alami 2 hari
menghasilkan daun pandan wangi terbaik dengan karakteristik kadar air (71,67%),
gula reduksi (0,033%), total N (1,600%), total asam (0,217 mek NaOH/g), dan pH
(5,480). Kondisi daun pandan wangi yang segar masih memiliki kadar air yang
tinggi sedangkan bahan yang kering dan bubuk harus dilakukan pengeringan
menggunakan oven dengan suhu 50˚C selama 6 jam, hal tersebut akan merusak
senyawa kimia (terutama minyak atsiri) yang ada didalam daun pandan. Sehingga
pada penelitian ini kondisi bahan yang akan digunakan adalah daun pandan wangi
dengan kondisi layu. Proses pelayuan bahan dilakukan selama 2 hari pada suhu
ruang dengan menghamparkan bahan baku dan mengatur daun pandan wangi agar
tidak bertumpuk untuk menghindari pelayuan yang tidak merata.
Daun pandan wangi yang telah dilayukan selama 2 hari selanjutnya dilakukan
pemotongan dengan ukuran 2 mm. tujuan dari pengecilan ukuran daun pandan
wangi adalah untuk memperluas permukaan bahan pada saat diekstrak.
Berdasarkan penelitian pendahuluan, apabila ukuran pemotongan daun pandan
wangi lebih besar dari 2 mm maka daun pandan wangi tidak akan terendam oleh
pelarut. Hal tersebut dapat menyebabkan kurang efektifnya dalam proses ekstraksi,
karena terdapat daun pandan wangi yang tidak berkontak langsung dengan pelarut.
Daun pandan wangi layu dengan ukuran 2 mm yang akan diekstrak
ditambahkan pelarut n-heksan. Hal ini mengacu pada penelitian Wartini, et al
(2015), mengenai pengaruh lama curing pada daun pandan wangi terhadap
karakteristik absolute minyak atsiri daun pandan wangi yang dihasilkan dengan
menggunakan pelarut n-heksan. Minyak atsiri bersifat non-polar, sehingga untuk
mengekstraknya harus menggunakan pelarut yang sama-sama non-polar yaitu n-
heksan. Penentuan jenis pelarut juga dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan
7

dengan cara melakukan ekstraksi minyak atsiri daun pandan wangi menggunakan
2 jenis pelarut yaitu n-heksan dan etil asetat. Ekstraksi minyak atsiri daun pandan
wangi dengan metode MAE pada daya 50% dengan menggunakan pelarut n-heksan
menghasilkan nilai rendemen yang lebih tinggi yaitu 2,100% (waktu ekstraksi 1
menit) dibandingkan pelarut etil asetat yang menghasilkan nilai rendemen sebesar
0,060% (waktu ekstraksi 1 menit) (data lebih lengkap tersaji pada Lampiran 2).
Ekstraksi menggunakan pelarut etil asetat tidak menghasilkan minyak atsiri, yang
tersisa hanya zat klorofil (Gambar tersaji pada lampiran 26). Berbeda dengan
ekstraksi menggunakan pelarut n-heksan yang menghasilkan minyak atsiri daun
pandan wangi (Gambar tersaji pada lampiran 26).
Perbandingan rasio bahan dengan pelarut yang digunakan pada penelitian
ini adalah 1:8 (b/v). Hal tersebut mengacu pada penelitian Purwanto, et al, (2010)
tentang pengembangan Microwave Assisted Extraction (MAE) pada minyak jahe
yang menggunakan rasio bahan pelarut 1:5, 1:6, 1:7, 1:8, 1:9, dan 1:10 pada
penelitiannya, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio b/v 1:8 merupan rasio
tertinggi dalam menghasilkan ekstrak. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang
disesuaikan dengan ukuran pemotongan bahan. Rasio 1:8 dipilih karena pada
perbanding bahan dengan pelarut tersebut bahan dengan ukuran 2 mm terendam
pelarut, sehingga bahan dapat berkontak langsung dengan pelarut selama proses
ekstraksi dilakukan.
Berdasarkan penenlitian sebelumnya, belum ada informasi mengenai waktu
optimal untuk ekstraksi minyak atsiri daun pandan wangi menggunakan metode
ekstraksi berbantu gelombang mikro. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Nurfa’izin, et al, (2015) mengenai ekstraksi daun daun surian menggunakan metode
MAE dengan variabel waktu yang digunakan 1 sampai 4 menit, hasil penelitian
menunjukan bahwa pada waktu 1 sampai 3 menit mengalami kenaikan total ekstrak
namun pada waktu 4 menit mengalami penurunan. Penentuan rentang waktu
ekstraksi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurfa’izin, et al, (2015) dan
berdasarkan penelitian pendahuluan yang mencoba melakukan ekstraksi dengan
waktu 7 menit, pada menit ke-7 banyak pelarut yang meluap sampai keluar
erlenmeyer sehingga menit ke-7 tidak digunakan dalam rentang waktu ekstraksi
8

karena dikhawatirkan menghasilkan hasil ekstraksi yang sangat sedikit sehingga


tidak dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya. Waktu ekstraksi 1, 2, 3, 4, dan 5 menit
dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama ekstraksi terhadap mutu minyak atsiri
daun pandan wangi.
Daya yang digunakan pada penelitian ini adalah 50% (350 watt).
Berdasarkan penelitian pendahuluan, ekstraksi minyak atsiri daun pandan wangi
dengan menggunakan daya 50% (350 watt) menghasilkan nilai rendemen lebih
tinggi yaitu 2,100% (waktu ekstraksi 1 menit) sedangkan daya 70% (490 watt)
menghasilkan nilai rendemen 0,090% (waktu ekstraksi 1 menit) (data lebih lengkap
tersaji pada Lampiran 2). Ketika proses ekstraksi dilakukan, pada daya 50% (350
watt) pelarut mendidih secara perlahan dan pelarut mendidih lebih cepat pada daya
70% (490 watt), sehingga rendemen yang dihasilkan daya 70% (490 watt) rendah.
Menurut Gao, et al, (2006), penggunaan daya yang lebih tinggi (400-1200 watt)
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen ekstraksi. oleh karena itu,
daya yang digunakan pada penelitian ini dibawah 400 watt yaitu 350 watt (50%).
Bahan yang telah diekstraksi selanjutnya dilakukan penyaringan
menggunakan kertas saring teknis dengan tujuan memisahkan antara ampas dengan
ekstrait I. Ekstrait I dilakukan pemisahan pelarut menggunakan rotary vacuum
evaporator dengan suhu 35˚C, 60 RPM, dan tekanan 281 mBar, sehingga diperoleh
concrete dari proses penguapan ini. Concrete yang dihasilkan ini masih belum
murni dan belum menghasilkan minyak atsiri yang berkualitas baik karena proses
ekstraksi dengan pelarut n-heksan menggunakan metode MAE hanya membantu
memecah dinding sel bahan saja. Concrete minyak atsiri daun pandan wangi
dimurnikan menjadi absolute menggunakan proses re-ekstraksi dengan cara
menambahkan pelarut etanol 96%. Penelitian yang dilakukan oleh Wibawa, et al,
(2014), mengenai karakteristik absolute minyak atsiri daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) hasil proses re-ekstraksi concrete dengan etanol
menggunakan perbandingan 1:2, 1:4, 1:6, 1:8, 1:10, 1:12, dan 1:14 (b/b). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perbandingan concrete minyak atsiri daun pandan
wangi dengan etanol 1:8 (b/b) merupakan perlakuan yang terbaik untuk
menghasilkan minyak atsiri daun pandan wangi. Concrete yang telah ditambahkan
9

etanol 96% dengan perbandingan 1:8 (b/b) kemudian didiamkan pada suhu ruang
selama 30 menit dengan dilakukan pengadukan secara berkala. Pemisahan antara
ekstrait II dengan fraksi lilin dengan cara penyaringan menggunakan kertas
whatman No.41. Hasil pemisahan antara fraksi lilin dengan ekstrait II didinginkan
dalam freezer pada suhu -5˚C selama 24 jam. Apabila setelah pendinginan tersebut
masih ada fraksi lilin pada ekstrait dalam bentuk endapan, maka proses penyaringan
fraksi lilin harus dilakukan ulang sampai ekstrait II bersih dari fraksi lilin. Ekstrait
II yang dihasilkan dari proses penyaringan fraksi lilin dipisahkan dari pelarut etanol
96% dengan menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 40˚C, RPM 70,
dan tekanan 220 mBar. Pemisahan pelarut etanol 96% yang terkandung dalam
ekstrait II menghasilkan minyak atsiri daun pandan wangi (absolute). Minyak atsiri
daun pandan wangi yang dihasilkan dari proses ekstraksi selanjutnya akan
dilakukan perhitungan rendemen dan pengujian mutu minyak atsiri daun pandan
wangi (warna, bobot jenis, indeks bias, kadar sisa pelarut, dan bilangan asam),
sehingga dapat diketahui waktu ekstraksi paling tepat untuk menghasilkan mutu
minyak atsiri daun pandan wangi terbaik dengan menggunakan metode ekstraksi
berbantu gelombang mikro.

Anda mungkin juga menyukai