Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setelah persalinan wanita akan mengalami masa puerperium, untuk dapat mengembalikan
alat genitalia interna kedalam keadaan normal, dengan tenggang waktu sekitar 42 hari atau
enam minggu atau satu bulan tujuh hari.(Ilmui kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Manuaba, hal 195).
Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama
6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan fisiologis,yaitu:
1.      Perubahan fisik
2.      Involusi uterus dan pengeluaran lochia
3.      Laktasi/pengeluaran ASI
4.      Perubahan psiikis
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih
kembali seperti keadaan seblum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genital ini dalam
keseluruhannya disebit involusi.(Ilmu Kebidanan, Sarwono, hal.237).
Perawatan postpartum dimulai sejak  kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-
kemungkinan perdarahan post partum, dan infeksi.(ilmu kebidanan, Sarwono, hal.238).
Sebagai calon bidan yang ahli dan profesional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu
kewajiban kita untuk mengetahui dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan
wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus
meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir–akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya peningkatan
dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan
kesalahan diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentag kasus gugatan/tuntutan hukum (perdata dan pidana) kepada bidan,
dokter dan tenaga medis lain, dan manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat
konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau
kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus–kasus itu terkatagori
malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu
diketahui dengan jelas, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar
profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Malpraktek masih menjadi topik utama dalam dunia kesehatan teruatama di Indonesia akhir-
akhir ini. Berbagai praktek kesehatan temasuk kedokteran dan keperawatan kini diarahkan
untuk mencegah terjadinya malpraktek. Malpraktek merupakan suatu tindakan tenaga
profesional yang bertentangan dengan standard Operating Procedure (SOP), kode etik
profesi, serta undang-undang yang berlaku (baik disengaja maupun akibat kelalaian) yang

1
mengakibatkan kerugian dan kematian terhadap orang lain. Standar pelayanan kesehatan
adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yaitu yang menyangkut masukan,
proses, dan luaran dari sistem pelayanan kesehatan.
Melihat fenomena di atas, maka penulis melalui makalah ini akan membahas satu kasus
malpraktik tentang Post Natalk Care di Indonesia.

B.     Tujuan
Memahami bagaimana pelayanan pada ibu nifas.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Masa Nifas
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat kandung
kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6-40 hari. Lamanya masa
nifas ini yaitu ± 6 – 8 minggu (Mochtar, 1998).
Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. (Abdul
Bari,2000:122).
Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi
minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil
yang normal. (F.Gary cunningham,Mac Donald,1995:281)

B.     Klasifikasi Masa Nifas


Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan
– jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang
lamanya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat
sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu – minggu, berbulan – bulan
atau tahunan.

C.  Tujuan Asuhan Nifas


Asuhan nifas bertujuan untuk :
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensip, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi yang
sehat.
4. Memberikan pelayanan KB.
5. Mempercepat involusi alat kandung.
6. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
7. Melancarkan fungsi alat gastro intestinal atau perkamihan
8. Meningkatkan kelancaran peredarahan darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan
pengeluaran sisa metabolisme.

3
D.  Perubahan–Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Nifas
1. Perubahan Fisiologi Masa Nifas Pada Sistem Reproduksi
Pada masa nifas ini akan terjadi perubahan fisiologi, yaitu :
a. Alat genitalia
Alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali
seperti keadaan sebelum hamil atau sering disebut involusi,selain itu juga perubahan-
perubahan penting lain,yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi karena
laktogenik hormone dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar mammae.
b. Fundus Uteri
Setelah plasenta lahir, TFU setinggi pusat, beratnya mencapai 1000 gr, diameter 12,5
cm.Setelah 1 minggu, TFU ½ pstsymphisis, beratnya 500 gr, diameter 7,5 cm.
Setelah 14 hari TFU tidak teraba, beratnya 350 gr, 5 cm
6 minggu post partum, TFU Normal, beratnya 60 gr, diameter 2,5 cm.
c. Serviks
Segera setelah post partum bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini
disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik
uteri tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan
serviks uteri terbentuk semacam cincin.
d. Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan
dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke
belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah
melahirkan karena ligamenta, fasia, jaringan alat penunjang genetalia menjadi
menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat
genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk
melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum sudah dapat diberikan
fisioterapi. Keuntungan lain adalah dicegahnya pula statis darah yang dapat
mengakibatkan thrombosis masa nifas.

2. Perubahan Psikologis Dalam Masa Nifas


Periode masa nifas merupakan suatu waktu yang sangat rentan untuk terjadinya
stress, terutama pada ibu primipara sehingga dapat membuat perubahan psikologis
yang berat. Periode adaptasi psikologi masa nifas, dideskripsikan oleh Reva Rubin
ada 3, yaitu:

4
a.       Taking in Period
i. Terjadi pada hari 1-2 setelah persalinan, ibu umumnya menjadi pasif dan sangat
tergantung dan fokus perhatian terhadap tubuhnya.
ii. Ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami
iii. Tidur yang tidak terganggu sangat penting buat ibu untuk mencegah efek kurang baik
yaitu kurang tidur, kelemahan fisik, gelisah, gangguan proses pemulihan kesehatan.
iv. Tambahan makanan kaya gizi sangat penting dibutuhkan sebab nafsu makan biasanya
akan meningkat. Kurang nafsu makan memberi indikasi bahwa proses pemulihan
kesehatan tidak berlangsumg normal.
b.      Taking Hold Period
i. Periode ini berlangsung pada 3-4 hari setelah persalinan, ibu menjadi berkonsentrasi
pada kemampuannya menjadi ibu yang sukses, dan menerima tanggung jawab
sepenuhnya terhadap perawatan bayinya
ii. Fokus perhatiannya pada kontrol fungsi tubuh misalnya proses defekasi dan miks,
kekuatan, dan daya tahan tubuh ibu
iii. Ibu mulai merasa sanggup dan terampil merawat bayinya seperti menggendong,
memandikan, menyusui bayinya dan mengganti popok
iv. Ibu menjadi sangat sensitif pada masa ini sehingga mungkin membutuhkan bimbingan
dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu
v. Bidan sebaiknya memberikan penyuluhan dan support emosional pada ibu
e.       Letting go Period
i. Periode ini umumnya dialami oleh ibu setelah ibu tiba dirumah dan secara penuh
merupakan waktu pengaturan
ii. Kumpul bersama keluarga
iii. Ibu telah menerima tanggung jawab sebagai ibu dan ibu merasa menyadari kebutuhan
bayinya sangat tergantung kesiapannya sendiri sebagai ibu, ketergantungannya kepada
orang lain, serta dipengaruhi oleh interaksi sosial budaya keluarga.

E.     Tujuan Kunjungan Masa Nifas


Kunjungan masa nifas terdiri dari :
1.      Kunjungan I
6- 8 jam setelah persalinan :
Tujuannya :
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila perdarahan
berlanjut
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
4) Pemberian ASI awal.
5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.

5
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi
2.      Kunjungan II
6 hari setelah persalinan :
Tujuannya: :
1)      Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah
umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2)      Menilai adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.
3)      Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat
4)      Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda – tanda penyakit.
5)      Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari– hari.
3.      Kunjungan III
2        minggu setelah persalinan
Tujuannya :
Sama dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan )
4.      Kunjungan IV
6        minggu setelah persalinan
Tujuannya
1)      Menanyakan ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami
2)      Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998)
Tujuan kunjungan masa nifas antara lain yaitu :
Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu
nifas dan bayinya
Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas
Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas
maupun bayinya

F.      Perawatan Masa Puerperium


            Perawatan pueperium lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan “ mobilisasi
dini ”( early mobilization). Perawatan mobilisasi mempunya keuntungan :
a.       Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi pueperium

6
b.      Memperlancar involusi alat kandungan
c.       Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan
d.      Menigkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan
pengeluaran sisa metabolisme.

G.    Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas


Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun
peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain:
1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas
2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
4. Membuat kebijakan perencanaan program kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan
anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi
5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
6. Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekkan kebersihan yang aman
7. Melakukan manajemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan data,
menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk
mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan
ibu dan bayi selama priode nifas.
8. Memberikan asuhan kebidanan secara professional

Malpraktik
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seorang dokter atau
tenaga keperawatan dari seseorang (perawat danbidan) untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Berlakunya norma etika dan norma hukum dalam profesi bidan.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum.
Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur
atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang etika
disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice. Hal

7
ini perlu difahami mengingat dalam profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma
hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethica malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang
jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua
bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (Lord Chief Justice, 1893).
Jenis–jenis Malpraktek dan Hukumnya
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang
hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice,Civil malpractice dan Administrative
malpractice.
1.      Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni perbuatan tersebut (positive act
maupun negative act) merupakan perbuatan tercela dan dilakukan dengan sikap batin yang
salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau
kealpaan (negligence).
a.       Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):
      Pasal 344 KUHP, tentang Euthanasia, yang berbunyi:
“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas
tahun.”
b.      Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness)
Misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
c.       Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati
melakukan proses kelahiran.
      Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.
      Pasal 359 KUHP, Karena kelalaian menyebabkan orang mati :
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
2.      Civil malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar
janji).

Tindakan bidan yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain:

8
a.       Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b.      Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
c.       Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d.      Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka
rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya (bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3.      Administrative malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice jika bidan tersebut telah
melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja,
Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.
Kasus Malpraktik Selama Masa Nifas/Post Natal Care (PNC)
Seorang ibu muda  mengalami luka robek di bagian anusnya, hingga tidak bisa buang air.
Diduga korban yang kini harus buang air besar melalui organ kewanitannya, disebabkan
kelalaian bidan yang masih magang di puskesmas setempat yang menangani persalinannya.
Kasus ini dialami Ika Agustinawati, Ibu muda berusia 22 tahun ini menjadi korban dugaan
malpraktek, usai menjalani proses persalinan anak pertamanya, Irza Praditya Akbar, yang
kini berusia 1 bulan. 
Diduga karena kecerobohan bidan yang masih magang saat menolong persalinannya di
Puskesmas, Ika mengalami luka robek di bagian organ vital hingga ke bagian anus.
Akibatnya, selain terus-terusan mengalami kesakitan, sejak sebulan lalu korban terpaksa
buang kotoran melalui alat kelaminnya.
Saat menjalani proses persalinan, korban dibantu oleh beberapa bidan magang, atas
pengawasan bidan puskesmas. Namun, salah seorang bidan magang diduga melakukan
kesalahan saat menggunting dinding kemaluan korban.

Pembahasan Hukum
Malpraktik yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses
kelahiran akan mendapatkan hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku, seperti yang
tercantum dalam Pasal 360 KUHP Ayat (1) yaitu Barangsiapa karena kealpaannya
menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.

9
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada
rumah sakit/sarana kesehatan.

10
BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Masa nifas atau puerpurium merupakan suatu yang normal dan setiap saat dapat berubah
menjadi abnormal. Dengan pencegahan yang semaksimal mungkin saat kehamilan,persalinan
dan nifas,keadaan yang abnormal dapat ditekan seminimal mungkin.Untuk itu sangat
diperlukan sekali penyebaran informasi dan kesadaran bagi ibu hamil dan keluarga untuk
melakukan ANC ( antenatal care ) secara rutin,dan melakukan persalinan pada tenaga
kesehatan, baik dokter ataupun bidan.
Dengan adanya asuhan postnatal akan membantu kesiapan ibu utuk belajar dan menjalani
masa nifas secara fisiologis. Ibu meyakin bahwa bidan memperhatikannya sebagai individu.
Berdasarkan kebutuhan yang diutarakan pasien, keadaan wanita pada saat itu dan hal-hal
yang dibutuhkan. Tinjauan ulang tentang sistem-sistem tubuh perlu dilakukan setiap
pertemuan. Setiap tanda harus dikaji secara mendalam, identifikasi rasa tidak nyaman yang
mencerminkan rasa tidak nyaman pada masa nifas . Pengkajian akan kemungkinan adanya
infeksi pada organ reproduksi, terjadinya bendungan ASI dan lain-lain. Respon psikososial
terhadap masa nifas dan pendekatan menjadi orang tua.

B.        Saran
Tenaga kesehatan terutama bidan diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang asuhan
pada ibu nifas sehingga dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin pada setiap ibu post
partum agar keadaan ibu dan janin tetap baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonata. Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Ambarwati, 2008.
Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Mochtar, 1990. Obstetri Fisiologi (kin Obstetri Patologi, Jilid I, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif, Obstetri Sosial, EGC, Jakarta.
Sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan, Edisi 111, Cetakan 4, YBS — SP.
Lusa.web.id

12
 

13

Anda mungkin juga menyukai