Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

PRAKTER ACARA PERDATA


Dosen Oleh : I Gusti Ngurah Anom,SH.,MH.

Dibuat Oleh
Komang Detta Sukma Alviananta
1804742010291 (22)
6D Eksekutif

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

KOTA DENPASAR

2021
1. Pembuktian merupakan salah satu prosedur tahapan penyelesaian dalam hukum acara
perdata, pembuktian ini sangat penting karena berkaitan dengan penentuan putusan
hakim melalui pengadilan atau suatu cara yang dilakukan oleh pihak berperkaara untuk
memberikan dasar kepada hakim tentang kepastian kebenaran suatu peristiwa yang
didalilkan.
b. Sudikno Mertokusumo, pembuktian mengandung arti logis, konvensional dan yuridis.
Dalam arti logis, adalah memberikan kepastian yang mutlak. Dalam arti konvensional
berarti kepastian hanya saja bukan kepastian mutlak.
a. Menurut Subekti, hukum pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran
dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan

2. Alat Bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan , dimana
dengan alat –alat bukti tersebut , dapat di pergunakan sebagai bahan pembuktian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah
dilakukan oleh terdakwa. Alat-alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata
sebagaimana diatur dalam pasal 164 HIR/284 RBG Pasal 1866 KUH Perdata, yaitu :
surat-surat, saksi-saksi, pengakuan, sumpah, persangkaan hakim. Pada prinsipnya dalam
persidangan perkara perdata hakim cukup membuktikan dengan preponderance of
evidence (memutus berdasarkan bukti yang cukup). Alat-alat bukti yang cukup tersebut
tentunya memiliki beberapa kualifikasi agar memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna dan mengikat.
Jenis alat bukti dalam perkara perdata terdapat 5 jenis yakni:
1. bukti tertulis” atau surat atau akta dalam hukum acara perdata suatu yang utama sebab
hukum acara perdata menekankan pembuktian secara formil, contohnya saja ketika
seseorang medalilkan dirinya sebagai pemilik sebidang tanah maka ia wajib menghadirkan
asli Sertifikat Hak Milik (SHM) yang benar diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN)
maka hakim akan membenarkan kepemilikannya itu. jenis-jenis “bukti tertulis” atau surat
atau akta yang telah diatur di dalam hukum acara perdata membagi ke dalam tiga jenis dan
memiliki nilai pembuktian yang berbeda. jenis-jenisnya yakni:
a. Akta Otentik
akta otentik telah ditentukan di dalam Pasal 1868 KUH-Perdata, yakni “Suatu akta
otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.”
b. Surat Di Bawah Tangan

Akta di bawah tangan dapat dilihat di dalam Pasal 1869 KUH-Perdata, yakni  “Suatu akta
yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenang atau
tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam
bentuknya, mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani
oleh para pihak.” Surat di bawah tangan ini memiliki ciri atau kekhasan tersendiri,
berupa:
1. Bentuknya bebas;
2. Pembuatannya tidak harus dihadapan pejabat umum;
3. Tetap mempunyai kekuatan pembuktian selama tidak disangkal oleh pembuatnya,
artinya bahwa isi dari akta tersebut tidak perlu dibuktikan lagi kecuali ada yang bisa
membuktikan sebaliknya (menyangkal isinya);
4. Dalam hal harus dibuktikan, maka pembuktian tersebut harus dilengkapi juga
dengan saksi-saksi & bukti lainnya. Oleh karena itu, biasanya dalam akta di bawah
tangan, sebaiknya dimasukkan 2 orang saksi yang sudah dewasa untuk memperkuat
pembuktian.

c. Surat biasa
Surat biasa ini dalam beberapa literatur diterangkan sebagai surat yang dalam
penulisannya tidak diniatkan atau tidak ditujukan akan dijadikan bukti baik di depan
maupun di luar persidangan, tetapi jika suatu saat surat itu digunakan sebagai bukti
maka itu bersifat kebetulan saja. Contoh surat menyurat antara dua sahabat yang
dipisahkan oleh jarak, surat seorang anak di perantauan kepada orang tuanya untuk
menginformasikan tentang keadaan dan lain-lain.

2. Bukti Saksi
Saksi yang dihadirkan di hadapan hakim bertujuan untuk menguatkan peristiwa yang
didalilkan di depan persidangan. Jumlah saksi yang dihadirkan dapat minimal dua orang
dewasa dan cakap hukum, keterangan satu saksi di depan persidangan tidak dapat
dipercaya sepanjang tidak didukung dengan alat bukti yang lain, sesuai ketentuan Pasal
1905 KUH Perdata yang menyatakan “keterangan seorang saksi saja tanpa alat pembuktian
lain, dalam Pengadilan tidak boleh dipercaya”.

3. Persangkaan
Alat bukti yang diakui di dalam hukum adalah “persangkaan” yang dalam Pasal 1915 KUH
Perdata diberi pengertian yakni “Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang
atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa
yang tidak diketahui umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan
undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang.”

4. Pengakuan
dalam ketentuan Pasal 1925 KUH Perdata yang isinya menyatakan “Pengakuan yang
diberikan di hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang
telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang diberi
kuasa khusus untuk itu”.
5. Sumpah
Dalam sumpah ini dibekan menjadi 3 bagian yakni:

Decisoir/sumpah pemutus yaitu sumpah yang oleh pihak satu (boleh penggugat atau
tergugat) diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara
atas pengucapan atau pengangkatan sumpah. Syarat formil sumpah pemutus sebagai alat
bukti adalah:

Tidak ada bukti apapun, persyaratan sumpah ini diatur di dalam ketentuan Pasal 1930 ayat
(2) KUH Perdata dan Pasal 156 ayat (1) HIR. Sumpah ini dimohonkan oleh pihak-pihak dalam
perkara jika sama sekali tidak tersedia alat bukti. Dan pengangkatan sumpah merupakan
satu-satunya cara bagi pemohon sumpah untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya.

Inisiatif berada pada pihak yang memerintahkan, syarat ini diatur di dalam ketentuan Pasal
1929 ayat (1) KUH Perdata dan Pasal 156 ayat (1) HIR. Sumpah pemutus merupakan sumpah
yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan
putusan perkara padanya. Itu sebabnya, sumpah pemutus disebut juga sumpah pihak
karena inisiatif atau prakarsanya datang dari pihak yang berperkara atau berada di tangan
pihak yang memerintahkan.

Suppletoir/sumpah tambahan yaitu sumpah tambahan atas perintah hakim kepada salah
satu pihak yang berperkara supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau
dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan. Sumpah tambahan ini diatur dalam Pasal
1940 KUH Perdata “Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang
berperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan
perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.” 

Yahya Harahap menjelaskan dalam buku yang berjudul tersebut di atas pada Halaman 767
bahwa syarat formil sumpah tambahan dikarenakan; Pertama  alat bukti yang diajukan tidak
mencukupi, inilah syarat utama. Harus ada lebih dahulu permulaan pembuktian sebagai
landasan menerapkan sumpah tambahan. Dengan demikian, sumpah tambahan tidak dapat
berdiri sendiri sebagai alat bukti. Baru dapat didirikan apabila ada permulaan
pembuktian. Kedua Atas perintah hakim, Sumpah tambahan harus atas perintah hakim
berdasrkan jabatannya. Hakim yang berwenang menilai dan mempertimbangkan apakah
perlu atau tidak diperintahkan pengucapan sumpah tambahan.

Aestimatoire/sumpah penaksir adalah sumpah yang diterapkan untuk menentukan jumlah


ganti rugi atau harga barang yang digugat.

Yahya Harahap menjelaskan bahwa syarat formil yang utama bagi pemohon sumpah agar
sumpah penaksir dapat diterapkan apabila penggugat telah mampu membuktikan haknya
atas dalil pokok gugatan. Karena sumpah penaksir tersebut asesor kepada hak yang
menimbulkan adanya tuntutan atas sejumlah ganti rugi atau sejumlah harga barang, maka
selama belum dapat dibuktikannya hak, tidaklah mungkin menuntut ganti rugi atau harga
barang.

3. Dalam perkara perdata alat bukti surat merupakan alat bukti yang paling dan paling
utama di bandingkan dengan yang lainnya karena dalam surat segala sesuatu yang
memuat tanda-tanda bacaan yang merupakan buah pikiran atau isi hati dari orang yang
mebuatnya. Jadi surat yang dijadikan alat pembuktian lebih ditekankan pada adanya
tanda-tanda bacaan yang menyatakan buah pikiran dari seseorang yang membuatnya.
Walaupun ada sesuatu benda yang memuat tanda-tanda bacaan akan tetapi tidak
menyatakan buah pikiran atau isi hati, maka hal tersebut tidak termasuk sebagai alat bukti
tertulis atau surat, selain hal tersbut surat juga menyatakan hak kepemilikan seseorang,
hak terhadap penguasaan benda, dan perjanjian/perikatan, oleh sebab itu di dalam
persidangan majelis hakim harus mendahulukan untuk mendapatkan alat bukti tertulis
dari pada alat bukti lainnya, bahka meskipun telah selesai tahap pembuktian. Dalam hal
perkara pihak masih mengajukan alat bukti tabahan berupa alat bukti surat, maka alat
bukti tersebut patut diterima dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dan alat bukti
tulisan yang ada tidak mencukupi batas minimal pembuktian karena alat bukti tulisan
yang dimilik penggugat hanya berkualitas sebagai permulaan pembuktian tulisan. Dengan
demikian jalan keluar yang dapat ditempuh penggugat untuk membuktikan dalil
gugatannya ialah dengan cara menghadirkan saksi-saksi yang kebetulan melihat,
mengalami sendiri atau mendengar sendiri kejadian yang diperkarakan tersebut.

4. Dapat dijelaskan relevansi antara alat bukti surat dan saksi dalam kaitannya dengan
gugatan, replik penggugat dan jawaban duplik bagi tergugat adalah dalam kapasitasnya
alat bukti surat tersebut merupakan alat untuk membuktikan suatu tindak pidana yang
salah satunya berupa surat, setelah itu saksi dalam porsinya menjelaskan atas alat bukti
surat tersebut yang dimana dalam keterangan saksi tersebut dapat diperkuat dengan
adanya alat bukti surat baik itu dalam proses replik, pledoi, maupun duplik, lalu atas itu
semua akan meningkatkan keyakinan dari Hakim dalam menentukan keputusan yang
akan diambil.

5. Daftar pertanyaan yang mungin di ajukan dalam sebuah perkara perdata yakni sebagai
berikut:
1. Apakah saudara dalam keadaan sehat dan bersedia untuk memberikan keterangan
dengan sebenar-benarnya?
2. Apakah saudara kenal dengan penggugat, jika kenal kapan, dimana, dalam hal apa
dan apakah ada hubungan saudara?
3. Apa yang saudara ketahui mengenai permasaahan yang di gugat oleh penggugat?
4. Bagaimana awalnya sehingga bisa penggugat membuat gugatan terkait permasalahan
penggugat?
5. Apa yang dikatakan oleh penggugat dan tergugat pada saat terjadinya permasalahan
tersebut?
6. apakah ada bukti terkait permasalahan tersebut?
7. Apakah sudah benar semua keterangan saudara berikan kepada kami?
8. Apakah sauadara dalam memberikan keterangan merasa dipaksa, ditekan dan
dipengaruhi?

Anda mungkin juga menyukai