PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Televisi Dan Film
Dosen :
Dr. Henny Sri Mulyani, M. Si.
Disusun Oleh :
Ivany Hanifa Rahmi
210410160035
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Palapah dan Syamsudin (1986:114) Film adalah salah satu media yang
berkarakteristik masal, yang merupakan kombinasi antara gambar-gambar bergerak
dan perkataan. Film kemudian juga didefinisikan oleh Pemerintah Republik Indonesia
melalui UU No. 33 th 2009 sebagai sebuah karya seni budaya yang merupakan suatu
pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasar atas kaidah
sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan. Berdasarkan
fungsinya, film dibuat yaitu bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada orang
lain/permisa. Pembuat film mencoba untuk melakukan proses komunikasi melalui
media film (Nugroho, 2014: 12). Film yang merupakan salah satu media dalam
komunikasi massa sering digunakan untuk merepresentasikan potret-potret realitas
kehidupan masyarakat sebagai makhluk sosial selalu hadir setiap saat, setiap tempat,
bahkan setiap waktu.
1
“Cacat” didefinisikan oleh WHO sebagai istilah umum, yang meliputi gangguan,
keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah masalah dalam
fungsi atau struktur tubuh; keterbatasan aktivitas adalah kesulitan yang dihadapi oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas atau tindakan; sementara pembatasan partisipasi
adalah masalah yang dialami oleh individu yang terlibat dalam situasi kehidupan.
Karenanya, kecacatan bukan hanya masalah kesehatan. Ini adalah fenomena yang
kompleks, mencerminkan interaksi antara fitur tubuh seseorang dan fitur masyarakat
di mana ia tinggal1. Disabilitas itu kompleks, dinamis, multidimensi, dan
diperdebatkan. Selama beberapa dekade terakhir, Aksi sosial gerakan orang-orang
cacat bersama dengan banyaknya penelitian baik dari ilmu sosial dan dari ilmu
kesehatan kemudian mengidentifikasi peran hambatan sosial dan fisik dalam
disabilitas. Sudut pandang ini bergeser dari perspektif medis menjadi perspektif sosial
di mana orang dipandang sebagai orang cacat oleh masyarakat daripada oleh tubuh
mereka.
2
yang minim perhatian pada isu difabel, tapi juga kalangan akademisi. Kemudian, selain
representasi yang sedikit, representasinya pun kerap keliru (misrepresented). Ada
penggambaran yang tidak tepat atau bahkan tidak adil pada penyandang disabilitas
yang berdampak pada posisi sosial mereka (Zhang dan Haller, 2013) dan kebijakan
publik terkait pemenuhan hak mereka.2
2
Roy Thaniago : Remotivi “ Bolehkah Saya Menjumpai Difabel di Media dengan Layak?”
3
Di saat karakter Diana yang berada dalam kondisi buta ia berpenampilan sederhana
dan cenderung pemalu, Diana-pun berhasil terbalaskan cintanya terhadap Andika,
salah seorang temannya di sekolah luar biasa tersebut. Padahal di situasi yang lain,
apabila mereka tidak mengalami cacat fisik Diana dapat menjadi seorang ballerina
yang cantik dan percaya diri serta Andhika, akan mengorbankan cintanya kepada
perempuan lain kemudian di saat mereka bertemu romansa di antara keduanya
mungkin tidak akan terpercik. Selain itu, Film ini juga berhasil memenangkan
NETPAC Award dalam International Film Festival Rotterdam (2013), Maya Awards
(2013) dalam Kategori Best Director, Supporting Role, dan Cinematography, serta
Indonesian Movie Awards (2014) dalam kategori Best Actor, Actress, and Newcomer.
Serta telah ditayangkan dalam berbagai pementasan film Internasional seperti
Sundance Film Festival, Busan International Film Festival, serta Créteil International
Women's Film Festival.
4
1. Mengetahui signifikansi difabel yang terdapat dalam film Yang Tidak
Dibicarakan Saat Membicarakan Cinta melalui sub-plot Diana dan Andhika.
2. Mengetahui makna denotasi dan konotasi pengalaman difabel dalam film Yang
Tidak Dibicarakan Saat Membicarakan Cinta.
3. Mengetahui bagaimana makna mitos terhadap karakterisasi yang terdapat
dalam film diterima oleh masyarakat.
5
Hasil penelitian diharapkan mampu memperkaya pustaka referensi
didunia komunikasi khususnya dalam keilmuan film.
1.5 Kerangka Pemikiran
6
merupakan interaksi antar elemen-elemen pendukung, proses produksi,
distribusi maupun eksebisinya, bahkan lebih jauh dari itu, perspektif ini
mengasumsikan interaksi antara film dengan idelogi serta kebudayaan di mana
film diproduksi dan dikonsumsi.
7
dalam kehidupan ekonomi dan sosial utama masyarakat. Terdapat 3 Prinsip
Representasi media terhadap penyandang disabilitas yaitu;
1. Terminologi Disabilitas
Pertama, 'orang dengan disabilitas' berasumsi bahwa disabilitas
adalah milik individu dan bukan milik masyarakat. Di sini istilah
'cacat' dan 'cacat' mengacu pada kondisi medis; Kedua, dengan
mengaitkan 'disabilitas' dengan 'penurunan nilai' frasa ini dengan
mudah memihak konsekuensi dari diskriminasi institusional
terhadap orang-orang cacat - kemiskinan, ketergantungan dan
isolasi sosial - dan, dengan implikasi, kebutuhan akan perubahan.
Ketiga, adalah penolakan eksplisit terhadap politik atau 'identitas
cacat'. Frasa seperti 'penyandang cacat' merusak identitas itu.
Penggunaan frasa seperti 'orang cacat', 'orang cacat', 'orang cacat',
'orang buta', 'orang tuli', 'orang tuli dan bisu', 'orang cacat' cenderung
tidak manusiawi dan merobohkan orang cacat dan harus dihindari.
8
bagi penyandang cacat dan ketergantungan pada amal untuk hal-hal
penting seperti pendidikan, pelatihan. adaptasi rumah, kursi roda dll
dalam kampanye iklan mereka. Pengiklan tidak boleh
menggambarkan orang cacat dalam iklan kecuali mereka adalah
bagian dari grup yang lebih besar yang mewakili populasi secara
keseluruhan.Semua pengiklan yang terkait dengan kecacatan harus
menunjukkan bagaimana mereka menggunakan sumber daya
mereka, lebih disukai dalam kampanye iklan mereka. Banyak iklan
amal menyiratkan bahwa bagian terbesar dari pendapatan amal
dihabiskan untuk penyediaan bagi orang-orang cacat ketika dalam
banyak kasus digunakan untuk mendanai penelitian medis - sesuatu
yang tidak ada hubungannya dengan orang cacat atau cacat.
Pengiklan seperti The Muscular Dystrophy Group, The Multiple
Sclerosis Society, The Spastics Society dll, yang namanya
menyiratkan bahwa mereka adalah organisasi penyandang cacat,
yaitu dikendalikan dan dijalankan oleh penyandang cacat, harus
menyatakan dengan jelas dalam iklan mereka bahwa mereka adalah
organisasi untuk orang cacat dikendalikan dan dijalankan oleh
orang-orang yang tidak cacat.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
8
Sanders
Pierce
Teori
representasi
Stuart Hall
Representasi Perempuan Sigit dengan pisau
4 Metropolitan dalam Film Jurnal
Surahman bedah teori
7 Hati 7 Cinta 7 Wanita
Semiotika
Roland
Barthes
9
merupakan bentuk dari kekerasan terhadap anak. Secara mitos, makna
kekerasan seksual sendiri dibangun berdasarkan nilai nilai yang terkandung
dalam masyarakat itu sendiri. Dalam film Silenced ini kita dapat
menyimpulkan bahwa kekerasan seksual pada anak di Korea Selatan juga
tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Karena indikator kekerasan seksual
itu sendiri berkiblat pada UNICEF.
10
ditunjukkan dengan cara memperjuangkan Indonesia setelah kembali dari
studinya dalam bidang industri dirgantara; Representasi nasionalisme yang
kedua diinterpretasikan dengan rancangan akan kebutuhan potensi sumber
daya manusia yang dibutuhkan oleh Indonesia dalam bidang industri
dirgantara, perikanan, pertanian dan maritim; Representasi nasionalisme
Rudy Habibie yang ketiga diinterpretasikan dengan falsafah dari orang
tuanya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi nusa dan bangsa
Indonesia; Representasi nasionalisme yang keempat diinterpretasikan
dengan puisi Habibie tentang sumpah terhadap ibu pertiwi untuk
mewujudkan mimpi dan cita-cita bangsa Indonesia.
11
2.2 Landasan Teori
Dalam teori semiotik, suatu tanda adalah segala sesuatu yang mewakili sesuatu
yang lain — yaitu, suatu tanda berarti suatu objek atau konsep (Hoopes, 1991, hlm.
141; Eco, 1986, hlm. 15) yang mengindentifikasikan bahasa sebagai dua bagian dari
kesatuan psikologis. Ia menggunakan istilah “kendaraan tanda dan artinya” untuk
kendaraan tanda (pengalaman pendahulunya, atau kata, atau ekspresi, atau suara
ucapan) dan kata yang ditandakan untuk arti tanda (pengalaman konsekuen, atau hal,
atau konten, atau konten respon di pendengar).
Meskipun media mungkin terlalu luas dan umum untuk memberikan informasi
yang tepat yang diperlukan untuk berhasil mempengaruhi sikap, media memang
menumbuhkan dan memperkuat sikap negatif dengan penggambaran berdasarkan
informasi yang salah dan stereotip. Bernotavicz menyatakan bahwa perubahan sikap
12
terdiri dari tiga tahap: perhatian, pemahaman, dan penerimaan. Dua yang pertama harus
diproses sebelum penerimaan akhir dapat terjadi. Media yang digunakan untuk
memperoleh perubahan sikap harus memasukkan berbagai argumen untuk
melakukannya, karena banyak variabel telah diproses untuk membangun sikap saat ini.
Mengacu pada konstruk sikap (Liebert;35) baik komponen kognitif dan afektif harus
tertarik oleh perpaduan daya tarik rasional dan emosional yang relevan dengan
kebutuhan penonton dan menggunakan urutan argumen yang tidak akan mengasingkan
atau mengancam audiens. Tingkat kecemasan audiens harus dipertimbangkan, karena
semakin besar kecemasan, semakin besar kemungkinan sikap negatif terhadap
rangsangan yang memunculkan kecemasan. Mengingat bahwa sebagian besar
penggambaran disabilitas berhubungan dengan penyakit mental dan terutama terjadi
pada drama dan program lain yang memanfaatkan ketegangan, maka tidak
mengherankan bahwa sikap langsung terhadap disabilitas dianggap sebagai hambatan
komunikasi negatif. Media, dengan perhatian penonton yang luas, telah memainkan
fungsi yang menentukan dalam memperkuat dan memperkuat sikap-sikap ini.
Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan dalam bidang ini, waktu untuk memulai
penggambaran yang akurat dan non-stereotip mengenai orang-orang cacat dalam media
sudah lama tertunda.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
13
difabel pada film ini. Ia kemudian dianalisis menggunakan analisis semiologis
Roland Barthes menggunakan indikator berikut :
Gagasan signifikansi Roland Barthes dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama
Signfikansi, merupakan hubungan antara penanda dan petanda dalam sebuah
realitas. Tahap kedua disebut Barthes sebagai makna denotasi yaitu makna yang
nyata dari sebuah tanda, dimana di tahapan ini Peneliti akan melihat visual dan
audio-visual berupa perkataan dan tindakan dari tokoh, selanjutnya dari makna
denotasi diperoleh makna konotasi atau signifikasi tahap kedua. Kemudian ditahap
ketiga akan digambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan
perasaan atau emosi dari penonton serta nilai-nilai kebudayaan yang dianut (Mitos).
Dalam tahap terakhir ini peneliti akan melihat keterkaitan antara tanda yang
terdapat dalam film dengan pengetahuan masyarakat mengenai penyandang
disabilitas.
14
ulang. Penulis yang juga disini berperan sebagai analis kemudian membuat hasil
diseksi tersebut menjadi sesuatu yang muncul yang dapat dilihat.
3. Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan menggunakan literatur-literatur dari beberapa
buku pendukung yang berhubungan dengan ilmu komunikasi terutama
semiotika untuk mencari informasi yang penting. Selain itu data-data juga
15
diperoleh dari kamus, internet dan lain-lain, yang dapat mendukung dan relevan
untuk dipergunakan dalam penelitian ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2009. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosda Karya
Ardianto, Elvinaro, Siti Karlinah & Lukiati Komala. (2015). Komunikasi Massa: Suatu
Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Barnes, Colin & BCODP. 1992. Disabling Imagery and The Media: An Exploration of
the Principles for Media Representations of Disabled People. Halifax: The British
Council of Disabled People and Ryburn Publishing Limited
Denny Briellian Christandi. 2013. Representasi Perempuan Dalam Film Sang Penari
(Analisis Semiotika Roland Barthes). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Komunikasi. Universitas Kristen Satyawacana: Salatiga
Fitriani Nur Magfiroh. 2017. Representasi Kekerasan Seksual Pada Anak Tuna Rungu
Dalam Film Silenced (Analisis Semiotika Roland Barthes). Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Serang
Elliott, Timothy & K Byrd, E. (1982). Media and disability. Rehabilitation literature.
43. 348-55.
Keith Kenney, dkk. 2005. Handbook of Visual Communication : Theory, Methods, and
Media. Mahwah, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates,Inc.,Publishers
Nurma Yuwita. (2018). Representasi Nasionalisme Dalam Film Rudy Habibie (Studi
Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce). Jurnal Heritage, Januari 2018: 1-9