Disusun oleh :
Dosen Pembimbing :
Dr. drh. Dwi Priyowidodo, M.P.
YOGYAKARTA
2021
STUDI KASUS PARASITOLOGI
Infestasi Cysticercus pisiformis pada Kelinci
Etiologi
Taenia pisiformis merupakan cestoda (cacing pita) yang telah menyebar
secara global. Siklus hidup lengkap T. pisiformis meliputi stadium larva yang
terjadi di dalam tubuh lagomorpha sebagai hospes intermediet dan stadium
dewasa yang terjadi di di dalam tubuh karnivora sebagai hospes definitif (Zhang,
2019). Cysticercus pisiformis merupakan bentuk larva dari Taenia pisiformis.
Cysticercus pisiformis ditemukan pada kelinci yang merupakan hospes
intermediet dari T. pisiformis. Cacing dewasa Taenia pisoformis hidup di
intestinum karnivora (anjing, kucing, dan rubah) sebagai hospes definitif yang
dapat menyebabkan infeksi pada intestinum, sedangkan stadium larva hidup di
tubuh hospes intermediet. Infeksi ditularkan melalui pakan yang terkontaminasi
oleh feses anjing atau kucing yang mengandung telur T. pisiformis. Infestasi
Cysticercus pisiformis pada permukaan serosa abdomen dan atau hepar dapat
menyebabkan kerugian ekonomi karena dapat menyebabkan masalah kesehatan
seperti gangguan pencernaan, infeksi sekunder bakteri, dan lesi pada hepar
(Mogalli, 2020). Menurut Lavikainen (2014), klasifikasi taksonomi Taenia
pisiformis adalah sebagai berikut:
Kingdom: Animalia
Phylum Platyhelminthes
Clas: Cestoda
Ordo: Cyclophyllidea
Family: Taeniidae
Genus: Taenia
Spesies: Taenia pisiformis
(a) (b)
Siklus Hidup
Siklus hidup Taenia pisiformis melibatkan hospes definitif berupa anjing,
rubah, dan kucing serta hospes intermediet berupa lagomorpha (kelinci). Cacing
dewasa T. Pisiformis berkolonisasi di intestinum tenue (duodenum, jejunum, dan
ileum) hospes definitif. Proglotid cestoda yang mengandung telur keluar dari
tubuh hospes definitif bersama dengan feses. Hospes intermediet terinfeksi
apabila menelan pakan yang telah terkontaminasi oleh feses yang mengandung
proglotid. Setelah tertelan, telur cacing menetas dan mengeluarkan embrio
heksakan atau oncosphere yang menembus dinding intestinum dan bermigrasi ke
rongga peritoneum melalui hepar. Embrio heksakan setelah mencapai hepar akan
berkembang dan melakukan diferensiasi menjadi stadium larva dua yang sering
disebut dengan Cysticercus pisiformis. Cysticercus pisiformis terbentuk setelah 2-
4 minggu post infeksi kemudian menuju ke rongga peritoneum. Siklus hidup T.
pisiformis lengkap apabila hospes definitif memakan jaringan atau organ kelinci
yang mengandung Cysticercus pisiformis (Betacourt-Alonso et al, 2011; Pritt et
al, 2012).
Patogenesis
Cysticercus pisiformis pada kelinci umumnya tidak menunjukkan tanda
klinis, apabila terdapat tanda klinis yang muncul biasanya infeksi C.pisiformis
sudah berat. Tanda klinis awal yang muncul adalah kelemahan dan penurunan
berat badan. Migrasi Cysticercus pisiformis ke hepar dapat menyebabkan hepatitis
kronis dapat berakibat kematian. Cysticercus pisiformis yang menempel pada
dinding intestinum dengan jumlah yang banyak dapat menyebabkan obstruksi
(Pritt et al, 2012).
Gejala Klinis
Infeksi Cysticercus pisiformis pada kelinci umumnya bersifat asimtomatik
dan tidak menunjukkan gejala khusus. Gejala klinis yang timbul antara kelinci
yang satu dengan yang lain berbeda (Bentacourt-Alonso, 2011). Beberapa kasus
sistiserkosis pada kelinci akibat menyebabkan kelemahan, depresi, membran
mukosa pucat, anoreksia, letargi, dan xanthoderma (Mir et al, 2006; Mogalli,
2020). Infeksi berat Cysticercus pisiformis yang ditemukan di mesenterium dapat
menimbulkan gejala rasa sakit pada abdomen dan distensi (Pritt et al, 2012).
Epidemiologi
Sistiserkosis yang disebabkan oleh larva Taenia pisiformis merupakan
penyakit parasit yang penting pada kelinci. Sistserkosis pada kelinci merupakan
salah satu masalah penting bagi negara-negara yang memproduksi daging kelinci
seperti Italia, Prancis, Spanyol, Rusia, India, dan China karena dapat
menyebabkan penurunan produksi dan kerugian ekonomi (Yang et al, 2014).
Kejadian sistiserkosis pada kelinci akibat larva Taenia pisiformis di Indonesia
masih belum ditemukan dan dilaporkan. Sistiserkosis yang menjadi perhatian di
Indonesia adalah sistiserkosis yang disebabkan oleh Taenia saginata dan Taenia
solium yang karena bersifat zoonosis.
Diagnosis
Diagnosa dengan melihat gejala klinis tidak efektif karena tidak ada gejala
khusus. Diagnosa dilakukan dengan pemeriksaan post mortem dilakukan pada
organ hepar, pulmo, dan peritoneum untuk menemukan Cysticercus pisiformis.
Pemeriksaan peri mortem bisa dilakukan dengan teknik imaging seperti radiografi
dan ustrasonografi untuk melihat perubahan pada hepar (Pritt et al, 2012).
Pemeriksaan
Pemeriksaan parasitologi pada kasus sistiserkosis pada kelinci dilakukan
dengan pemeriksaan organ dan pemeriksaan histopatologis. Sampel yang
digunakan dalam pemeriksaan organ dan histopatologi adalah hepar, pulmo, dan
peritoneum. Pemeriksaan organ dilakukan setelah nekropsi dan dilakukan untuk
mengkonfirmasi adanya sista secara morfologi pada organ yang diperiksa.
Pemeriksaan histopatologi menggunakan potongan jaringan blok parafin dengan
pewarnaan hematoksilin dan eosin. Sampel organ yang telah dipilih, difiksasi
dengan buffer formalin 10% pada pH 7-7,6 selama 24 jam. Sampel ditanam dalam
blok parafin kemudian dipotong setebal 5-7 mikromili. Hasil potongan
selanjutnya diwarnai menggunakan hematoksilin dan eosin (Stancampiano et al,
2019).
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan parasitologi pada omentum dan hepar
menunjukkan bahwa kelinci tersebut terinfeksi Cysticercus pisiformis.
Mengetahui
Dosen Pembimbing Parasitologi Mahasiswa Koasistensi
Diagnosa Laboratorik