Anda di halaman 1dari 29

7

BAB II

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

TYPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS

2.1 Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengajaran yang

mengkondisikan seseorang untuk belajar. Dubois (2009) mengatakan bahwa

“pour apprendre, l’élève doit être attentif, écouter, suivre, imiter, répéter et

appliquer” yang dalam bahasa Indonesia berarti : untuk belajar, siswa harus

penuh perhatian, mendengarkan, mengikuti, meniru, ulangi dan menerapkan.

Dengan demikian, pembelajaran lebih memfokuskan diri agar siswa dapat

belajar secara optimal melalui berbagai kegiatan edukatif yang dilakukan oleh

guru.

Pembelajaran mencakup beberapa komponen. Hal ini dinyatakan oleh

Wahyudin (2006 :3.35) (1) fenomena kehidupan sosial masyarakat, bahasa,

lingkungan hidup, harapan dan cita yang tumbuh, (2) fenomena dunia

pengalaman dan pengetahuan murid, dan (3) kelas sebagai fenomena sosial.

Kontekstualitas merupakan fenomena yang bersifat alamiah, tumbuh dan

terus berkembang, serta beragam karena berkaitan dengan fenomena

kehidupan sosial masyarakat. Dalam kaitannya dengan ini, maka

pembelajaran pada dasarnya merupakan aktivitas mengaktifkan,

menyentuhkan, mempertautkan; menumbuhkan, mengembangkan, dan

membentuk pemahaman melalui penciptaan kegiatan, pembangkitan


8

penghayatan, internalisasi, proses penemuan jawaban pertanyaan, dan

rekonstruksi pemahaman melalui refleksi yang berlangsung secara dinamis.

Sementara itu, belajar pada dasarnya merupakan proses menyadari sesuatu,

memahami permasalahan, proses adaptasi dan organisasi, proses asimilasi

dan akomodasi, proses menghayati dan memikirkan, proses mengalami dan

merefleksikan, dan proses membuat komposisi dan membuka ulang secara

terbuka dan dinamis.

Adapun komponen-komponen dari pembelajaran itu sendiri,

diantaranya tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode

pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran dan evaluasi.

Selain itu adapun unsur-unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Manusia, yang terlibat dalam sistem pembelajaran antara lain: guru, siswa,

dan tenaga kependidikan lainnya seperti petugas laboratorium,

pustakawan.

2) Material, lebih merupakan bahan-bahan yang secara langsung membantu

proses pembelajaran seperti: buku, alat peraga, media pembelajaran, dsb.

3) Fasilitas dan perlengkapan, adalah segala hal yang dikategorikan sebagai

sarana yang menunjang langsung proses pendidikan seperti ruang kelas,

perpustakaan, fasilitas laboratorium, dsb.

4) Prosedur, meliputi metode, pendekatan ataupun strategi serta cara-cara

sistematis dari mulai perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.


9

Menurut Oemar Hamalik dalam Wahyudin, (2006:3.33) terdapat tiga

ciri khas dalam sistem pembelajaran, diantaranya:

1) Rencana ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang

merupakan unsur system pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.

2) Saling ketergantungan (interdependence) antara unsur sistem

pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat

esensial, dan masing-masing memberi sumbangannya kepada sistem

pembelajaran.

3) Tujuan, sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu yang hendak

dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat

manusia dan sistem yang alami.

Hal di atas berarti bahwa setelah mempunyai rencana dan tujuan

proses pembelajaran maka pembelajaran akan berhasil khususnya

pembelajaran bahasa.

Bahasa merupakan kunci penentu menuju keberhasilan dan memiliki

peran sentral, khususnya dalam perkembangan intelektual, sosial, dan

emosional seseorang dan dalam mempelajari semua bidang studi. Bahasa

diharapkan bisa membantu seseorang dalam hal ini adalah peserta didik untuk

mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan

dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa

tersebut, menemukan serta menggunakan kemampuan-kemampuan analitis

dan imaginative dalam dirinya.


10

Dalam standar kompetensi pembelajaran bahasa, khususnya dalam

pembelajaran bahasa Prancis kita mengenal empat kemampuan berbahasa :

• Compréhension orale (Kemampuan menyimak/mendengar)

• Expression orale (Kemampuan berbicara)

• Compréhension écrite (Kemampuan membaca)

• Expression écrite (Kemampuan menulis)

Di antara keempat keterampilan berbahasa tersebut, menulis

merupakan keterampilan tertinggi yang dimiliki oleh seseorang. Keterampilan

menulis diterima seseorang setelah dia mampu membaca. Seorang siswa di

kelas awal tentunya masih berlajar membaca dahulu sebelum belajar menulis.

Dari pernyataan di atas maka kemampuan yang akan diterapkan dalam

penelitian ini adalah kemampuan menulis (Expression écrite) siswa dengan

menggunakan model pembelajaran TGT, karena model pembelajaran TGT

memiliki salah satu tujuan pembelajaran yang meliputi kemampuan menulis

dengan menulis diharapkan siswa dapat memperkenalkan diri sendiri dan

orang lain dengan kata dan frasa dengan ejaan, tanda baca dan struktur yang

benar serta kosa kata yang tepat.

2.1.1 Kemampuan menulis (Expression écrite)

Kemampuan menulis atau yang dengan Expression écrite adalah

“Expression écrite est operation qui consiste à produire un message

écrite, en utillisant les signes graphiques d’une langue”(Galisson,et.al

1978 : 208) yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai proses

memproduksi sebuah pesan tertulis dengan menggunakan lambang


11

grafik dari sebuah bahasa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang

diungkapkan dalam (http://fr.wikipedia.org/wiki/%C3%89criture )

“L’écriture est un système de représentation graphique d’une


langue, au moyen de signes inscrits ou dessinés sur un support,
et qui permet l'échange d'informations sans le support de la
voix ”

Pernyataan diatas dalam bahasa Indonesia berarti : "Menulis

adalah representasi grafis dari suatu bahasa, melalui tanda-tanda tertulis

atau digambarkan dalam suatu dukungan, yang memungkinkan

pertukaran informasi tanpa dukungan suara"

Tarigan (1985 : 21) mendefinisikan “Menulis adalah melukiskan

lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang

dipahami oleh seseorang. Menurut Rusyana (1986 : 191) “Menulis

adalah kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam

penyampaianya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan

atau pesan.” Definisi serupa di paparkan oleh Sutari (1998 : 18),

“Menulis atau mengarang merupakan kemampuan mengekspresikan

pikiran, gagasan, perasaan, dan pengalaman secara sistematis dan logis

sehingga tulisannya mudah dipahami pembacanya.”

Tanaka dalam Ahmadi (1989 : 2) memberikan definisi “Menulis

adalah suatu proses penyusunan, mencatat, dan menghasilkan makna

dalam tataran ganda bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai

tujuan tertentu yang menggunakan suatu sistem tanda konvensional

yang dapat dilihat dan dibaca”.


12

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

menulis adalah suatu proses dan aktivitas yang melahirkan pikiran,

gagasan, dan perasaan kepada orang lain ataupun diri sendiri melalui

media bahasa berupa tulisan.

Memberikan batasan bahwa kemampuan menulis atau

mengarang adalah kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam

tampilan tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan.

Kemampuan menulis mencakup berbagai kemampuan, seperti

kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan, kemampuan

menggunakan unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan gaya, dan

kemampuan menggunakan ejaan serta tanda baca.

Fungsi utama menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak

langsung. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan.

Oleh karena itu, pada prinsipnya hasil (tulisan) yang paling utama

adalah dapat menyampaikan pesan penulis kepada pemabaca, sehingga

pembaca memahami maksud penulis yang dituangkan dalam tulisannya.

Rusyana (1986 : 14) menyebutkan bahwa “Fungsi menulis dapat

dilihat dari dua segi, yaitu segi kegunaan dan segi perannya dalam

mengarang.”

Fungsi utama menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak

langsung. Penulis dan pembaca dapat berkomunikasi melalui tulisan.

Oleh karena itu, pada prinsipnya hasil dari tulisan yang paling utama
13

ialah dapat menyampaikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga

pembaca memahami maksud penulis yang dituangkan dalam tulisannya.

Fungsi menulis berdasarkan kegunaannya (Rusyana, 1986:20-21) :

1) Melukiskan

Dalam hal ini, penulis menggambarkan atau mendeskripsikan sesuatu

baik menggambarkan wujud benda atau mendeskripsikan keadaan

sehingga pembaca dapat membayangkan secara jelas apa yang

digambarkan atau yang dideskripsikan penulisnya. Pembaca seolah-

olah melihat sendiri atau mengalami sendiri. Fungsi ini terdapat dalam

karangan lukisan.

2) Memberi petunjuk

Dalam tulisan ini, penulis memberikan petunjuk tentang cara

melaksanakan sesuatu. Fungsi seperti ini terdapat dalam resep,

pedoman dan lain-lain.

3) Memerintahkan

Penulis dalam karangan ini memberi perintah, permintaan anjuran,

nasihat, agar pembaca memenuhi keinginan penulis. Sebaliknya

penulis juga melarang, meminta, maupun menganjurkan untuk tidak

berbuat sesuatu dengan member alasan, mengapa hal ini harus

dilaksanakan atau dilarang. Tulisan ini terdapat pada tulisan berbentuk

undang-undang atau peraturan.

4) Mengingat
14

Penulis karangan mencatat peristiwa, keadaan, keterangan dengan

tujuan mengingat atau hal-hal penting itu tidak terlupakan. Tulisan

seperti ini biasanya, diperlukan untuk penulis itu sendiri atau bisa saja

keperluan orang lain, misalnya penulis piagam.

5) Berkorespondensi

Dalam karangan ini, penulis melakukan surat menyurat dengan orang

lain. Ia memberitahukan, menanyakan, memerintahkan, atau meminta

sesuatu kepada orang yang dituju dan mengharapkan orang itu

memenuhi apa yang dikemukakanya. Fungsi tersebut terdapat pada

karangan surat.

1) Fungsi Menulis berdasarkan Perannya (Rusyana, 1986:20-21)

Fungsi lain kegiatan menulis atau mengarang adalah sebagai berikut :

1) Fungsi penataan

Tulisan merupakan proses penataan terhadap gagasan, pikiran,

pendapat, dan imajinasi. Oleh karena itu, tulisan dapat

menggambarkan proses penataan gagasan, pikiran, pendapat, dan

imajinasi dari seorang penulis.

2) Fungsi pengawetan

Mengarang dapat berfungsi untuk mengawetkan pengutaraan sesuatu

wujud dokumen tertulis. Dokumen tersebut sangat berharga, misalnya

karena dapat mengungkapkan kehidupan zaman dahulu.

3) Fungsi penciptaan
15

Dengan menulis, kita menciptakan sesuatu yaitu mewujudkan sesuatu

hal yang baru. Karangan sastra menunjukkan fungsi yang demikian.

4) Fungsi penyampaian

Gagasan, pikiran, imajinasi yang sudah ditata dan diawetkan dalam

wujud tertulis sehingga dapat dibaca dan disampaikan kepada orang

lain.

Adapun tujuan dari menulis, “Tujuan menulis adalah response

atau jawaban yang diharapkan oleh penulis dari pembaca”(Tarigan,

1982 : 23). Menurut D’angelo dalam Tarigan (1982 : 24), di antara

tujuan menulis itu adalah sebagai berikut :

1) Tulisan yang bertujuan meyakinkan pembaca, disebut dengan

wacana persuasi ;

2) Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan, disebut wacana

informative ;

3) Tulisan yang bertujuan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi

yang kuat dan berapi-api, disebut wacan ekspresif.

Adapun tujuan lain dari penulisan adalah sebagai berikut :

(Rusyana, 1986:20-21)

1) Menginformasikan segala sesuatu, baik itu fakta, data maupun

peristiwa termasuk pendapat dan pandangan terhadap fakta, data dan

peristiwa agar khalayak pembaca memperoleh pengetahuan dan

pemahaman baru tentang berbagai hal yangdapat maupun yang terjadi

di muka bumi ini.


16

2) Membujuk; melalui tulisan seorang penulis mengharapkan pula

pembaca dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung

yang dikemukakan. Penulis harus mampu membujuk dan meyakinkan

pembaca dengan menggunakan gaya bahasa yang persuasif. Oleh

karena itu, fungsi persuasi dari sebuah tulisan akan dapat menghasilkan

apabila penulis mampu menyajikan dengan gaya bahasa yang menarik,

akrab, bersahabat, dan mudah dicerna.

3) Mendidik adalah salah satu tujuan dari komunikasi melalui tulisan.

Melalui membaca hasil tulisan wawasan pengetahuan seseorang akan

terus bertambah, kecerdasan terus diasah, yang pada akhirnya akan

menentukan perilaku seseorang. Orang-orang yang berpendidikan

misalnya, cenderung lebih terbuka dan penuh toleransi, lebih

menghargai pendapat orang lain, dan tentu saja cenderung lebih

rasional.

4) Menghibur; fungsi dan tujuan menghibur dalam komunikasi, bukan

monopoli media massa, radio, televisi, namun media cetak dapat

pula berperan dalam menghibur khalayak pembacanya.

Hartig dalam Tarigan (1985 : 24-25) mengemukakan tujuan

menulis sebagai berikut :

1) Tujuan penugasan

Penulis tidak memiliki tujuan, untuk apa dia menulis. Penulis

hanya menulis, tanpa mengetahui tujuannya. Dia menulis karena

mendapat tugas, bukan atas kemauan sendiri. Misalnya siswa


17

ditugaskan merangkum sebuah buku atau seorang guru disuruh

membuat laporan oleh kepala sekolahnya.

2) Tujuan altrustik

Penulis bertujuan untuk menyenangkan pembaca,

menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para

pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalrannya,

ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan

menyenangkan dengan karyanya itu. Penulis harus

berkeyakinan, bahwa pembaca adalah “teman” hidupnya,

sehingga penulis benar-benar dapat mengkomunikasikan suatu

ide atau gagasan bagi kepentingan pembaca.

3) Tujuan persuasif

Penulis bertujuan mempengaruhi pembaca, agar pembaca yakin

akan kebenaran gagasan atau ide yang dituangkan atau

diutarakan oleh penulis. Tulisan semacam ini banyak

dipergunakan oleh para penulis untuk menawarkan sebuah

produksi barang dagangan, atau dalam kegiatan politik.

4) Tujuan penerangan

Penulis menuangkan ide/gagasan dengan tujuan memberi

informasi atau keterangan-keterangan kepada pembaca. Di sini,

penulis berusaha menyampaikan informasi agar pembaca menjadi

tahu mengenai apa yang di informasikan oleh penulis.

5) Tujuan pernyataan diri


18

Penulis berusaha untuk memperkenalkan atau menyatakan dirinya

sendiri kepada para pembaca. Dengan melalui tulisannya,

pembaca dapat memahami “siapa” sebenarnya penulis itu.

Adapun ciri-ciri tulisan yang baik adalah sebagai berikut Tarigan (1985 :

26) :

1) Tulisan merupakan hasil rakitan dari berbagai bahan atau pengetahuan

yang dimiliki oleh penulis. Tulisan bukan hanya sekadar tempelan-

tempelan bahan yang diperoleh penulis dari berbagai literatur atau

bahan bacaan. Apabila ini terjadi, penulis bukan sebagai perakit,

tetapi hanyalah sebagai pemulung. Buku yang hanya terkesan sebagai

tempelan bahan bukan merupakan tulisan yang baik. Tulisan tidak

lancar dan seakan-akan terpotong-potong mengakibatkan

ketidakutuhan sebuah tulisan.

2) Mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis dengan jelas dan

tidak samar-samar, memanfaatkan struktur kalimat dengan tepat,

dan memberi contoh-contoh yang diperlukan sehingga maknanya

sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis. Dengan demikian,

pembaca tidak perlu bersusah-susah memahami makna yang tersurat

dan tersirat dalam sebuah tulisan.

3) Mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis secara

meyakinkan, menarik minat pembaca terhadap pokok pembicaraan,

serta mendemontrasikan suatu pengertian yang masuk akal. Dalam

hal ini haruslah dihindari penyusunan kata-kata dan pengulangan


19

hal-hal yang tidak perlu. Setiap kata haruslah menunjang pengertian

yang sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis.

4) Mencerminkan kemampuan penulis untuk mengkritisi masalah

tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. Seorang penulis

hendaknya bersedia dan mampu merevisi naskah pertamanya.

5) Mencerminkan kebanggaan penulis terhadap naskah yang dihasilkan.

Penulis harus mampu mempergunakan ejaan dan tanda baca secara

saksama, memeriksa makna kata dan hubungan ketatabahasaan

dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikan kepada para pembaca.

Penulis yang baik menyadari benar-benar bahwa hal-hal kecil seperti

itu dapat memberi akibat yang kurang baik terhadap karyanya.

2.2 Definisi Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara

khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan

bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Dubois (2009) “Le modèle

béhavioriste, dont Skinner fut l’un des fondateurs, part du principe que

l’acquisition des connaissances s’effectue par paliers successifs” yang

dalam bahasa Indonesia berarti : "Model behavioris, adalah perolehan

pengetahuan berlangsung dalam tahap berturut-turut"

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha

Weil dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Waterfall_model (1990)


20

mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1)

model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model

personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati

demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut

diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah

tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut :

Bagan II. 1

(:http://pbsindonesia.fkipuninus.org/media.php?module=detailmateri&id=20).

Berdasarkan uraian di atas, untuk dapat melaksanakan tugasnya

secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki

keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model


21

pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana

diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang

dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak

ditawari aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk

kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan)

sangat sulit menemukan sumber-sumber literaturnya. Namun, jika para

guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar

pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori)

pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru

pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model

pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat

kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model

pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin

memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

2.2.1 Definisi Cooperative Learning

Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang bersifat

student center, artinya dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk

aktif. Widiharto, (2004 : 16) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah

pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas

dijadikan kelompok -kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang

untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran


22

kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok

kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai

wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi

sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik

untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia

menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Widiharto, (2004:17)

menyatakan bahwa belajar kooperatif secara nyata semakin meningkatkan

pengembangan sikap sosial dan belajar dari teman sekelompoknya dalam

berbagai sikap positif dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan

pendidikan. Hal tersebut juga sejalan dengan yang diungkapkan Diane

(2005), “l’apprentisage cooperatif a pour objeitif d’ameliorer la reussite

des eleves en misant sur la qualite des relations interpersonnelles lors des

activites proposees.”, yang dalam bahasa Indonesia berartikan :

pembelajaran cooperatif meningkatkan keberhasilan siswa dengan berfokus

pada kualitas hubungan interpersonal dalam kegitan yang sedang dijalani.

Karsenti (2004) juga mengungkapkan hal yang serupa :

“L’apprentissage coopératif est une méthode pédagogique qui


favorise l’apprentissage actif des élèves regroupés en petits groupes
hétérogènes. L’apprentissage coopératif, c’est apprendre à coopérer
et coopérer pour apprendre

Arti dalam bahasa Indonesia yaitu : Pembelajaran kooperatif adalah

metode pengajaran yang mendorong siswa belajar aktif yang dikelompokkan


23

menjadi kelompok-kelompok heterogen kecil. Pembelajaran kooperatif adalah

belajar untuk bekerja sama dan bekerja sama untuk belajar.

2.2.2 Tujuan dan Ciri-ciri Cooperative Learning

Ibrahim et, al. dalam Isjoni (2009 :27) mengemukakan tujuan dari

pembelajaran kooperatif ini antara lain:

1) Memberi kesempatan pada setiap siswa untuk mengembangkan masalah

secara rasional

2) Mengembangkan sikap social dan semangat gotong royong dalam

kehidupan

3) Mendinamiskan kelompok dalam belajar, sehingga setiap kelompok

merasa diri sebagai bagian dari kelompok yang bertanggung jawab

4) Mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada setiap kelompok

dalam memecahkan masalah kelompok.

Dari tujuan pembelajaran kooperatif dapat dilihat setiap anggota

berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang

bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama

pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya

untuk menyelesaikan tugasnya.

Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu

meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam

tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara


24

sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa

yang sama.

Pembelajaran kooperatif terjadi ketika peserta didik berbagi tanggung

jawab untuk mencapai tujuan bersama. Pengembangan keterampilan

bekerjasama dalam kelompok meliputi waktu, praktek, dan penguatan

perilaku yang sesuai. Guru memegang peran penting dalam menciptakan

lingkungan yang mendukung aktivitas belajar siswa. Kerja kelompok yang

kooperatif dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman dan rasa

senang serta memiliki sikap yang positif, baik pekerjaannya maupun terhadap

dirinya sendiri.

Menurut Ibrahim, dkk. pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang

positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan

peningkatan hasil belajar yang signifikan.

Model pembelajaran cooperative learning biasa disebut juga dengan

model pembelajaran gotong royong. Falsafah yang mendasari model ini

adalah falsafah homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia

merupakan makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat

penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak akan ada individu,

keluarga, organisasi atau sekolah.

Ciri-ciri dari pembelajaran cooperative learning diantaranya (Lie,

2005 :31):

1) Siswa bekerja secara berkelompok untuk menguasai bahan-bahan

akademik.
25

2) Kelompok dibentuk berdasarkan kemampuan siswa yang beragam

(anggota kelompok memili kemampuan tinggi, sedang dan rendah)

3) Kelompok dibentuk tanpa memandang ras dan jenis kelamin

4) Sistem penghargaan atau penilaian lebih berorientasi pada penghargaan

kelompok daripada individu.

5) Anggota kelompok bekerja secara bertatap muka, saling berbagi,

menerangkan, dan saling memberi semangat.

2.2.3 Unsur-unsur Pembelajaran Cooperative Learning

Terdapat lima unsur model pembelajaran cooperative learning (Lie,

2005 :31), diantaranya :

1) Saling ketergantungan Positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok

harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai

tujuan mereka. Selanjutnya guru akan mengevaluasi mereka mengenai

seluruh bagian. Dengan cara ini, mau tidak mau setiap anggota merasa

bertanggung jawab untuk menyelesikan tugasnya agar yang lain bias

berhasil. Penilaiannya juga dilakukan dengan cara yang unik. Setiap

siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok

dibentuk dari sumbangan anggota.

2) Tanggung jawab Perseorangan


26

Jika tugas dan penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab

untuk melakukan yang terbaik. Masing-masing anggota kelompok

harus melaksanakan tanggung jawab sendiri agar tugas selanjutnya

dalam kelompok dapat dilaksanakan.

3) Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan

berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar

untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil

pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran

dari satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai

perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan

masing-masing.

4) Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para siswa dibekali dengan

keterampilan berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian

mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok juga bergantung

pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan

kemampuan mereka mengutarakan pendapat.

5) Evaluasi Proses Kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok utnuk

mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar

selanjutnya bias bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi


27

tidak perlu diadakan setiapkali ada kerja kelompok, tetapi bias

diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali kegiatan

pembelajaran.

2.2.4 Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Learning

Setelah kelima unsur cooperative learning disebutkan, selanjutnya

akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pembelajaran cooperative

learning (Ine, 2005 : 20):

Table II.1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru


Fase 1
Menyampaikan Tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan
memotivasi siswa pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
Fase 2 siswa untuk belajar
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau
Fase 3 lewat bahan bacaan
Mengorganisasikan siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
Fase 4 agar setiap kelompok melakukan
Membimbing kelompok bekerja dan transisi secara efesien
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
Fase 5 mengerjakan tugas-tugas mereka
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang dipelajari atau
Fase 6 masing-masing kelompok
Memberikan penghargaan mempresentasikan hasil kerjanya
28

Guru mencarikan cara untuk


menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu maupun kelompok.

Lundgren dalam Falah, ((2004) tersedia : www.

Geocities.com/guruvalah/artikel pendidikan7) memberikan beberapa hasil

penelitian yang menunjukkan manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan

hasil yang rendah antara lain:

1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas

2) Rasa harga diri lebih tinggi.

3) Memperbaiki sikap.

4) Memperbaiki kehadiran.

5) Angka putus sekolah menjadi lebih rendah.

6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.

7) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

8) Konflik antar pribadi berkurang.

9) Sikap apatis berkurang.

10) Pemahaman yang lebih mendalam.

11) Motivasi lebih besar.

12) Hasil belajar lebih tinggi.

13) Retensi lebih lama.

14) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.


29

2.2.5 Teknik-teknik Dalam Pembelajaran Cooperative Learning

Pembelajaran cooperative learning (Lie, 2005:54): terdiri dari

beberapa teknik, diantaranya (1) Mencari pasangan, (2) Bertukar pasangan,

(3) Berpikir berpasangan berempat, (4) Berkirim salam dan soal, (5) Kepala

bernomor, (6) Kepala bernomor terstruktur, (7) Dua tinggal dua tamu, (8)

Keliling kelompok, (9) Kancing gemerincing, (10) Keliling kelas, (11)

Lingkaran kecil lingkaran besar, (12) Tari bamboo, (13) Jigsaw, dan (14)

Bercerita berpasangan.

Selain yang dikemukakan oleh Lie, ada beberapa macam teknik

cooperative learning yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya :

Circle Learning, Investigation Group, Co-op Co-op, Jigsaw, Numbered

Head Together (NHT), Student Teams Achievement Division (STAD), Team

Assited Individualization (TAI) dan Teams Games Tournament (TGT).

(Widdiharto, 2004:16).

2.3 Pengertian TGT

TGT merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif. TGT

dikembangkan oleh Slavin dalam

http://pendidikan.infogue.com/pembelajaran_kooperatif_tipe_teams_games

_tournaments_tgt, pada tahun 1990. Penekanan TGT terletak pada

kerjasama antar anggota kelompok dalam menyumbangkan skor terhadap

kemajuan perolehan nilai kelompok disamping nilai individu. TGT

mengandung unsur model pembelajaran kompetisi karena dalam TGT


30

terdapat turnamen akademik yang identik dengan kompetisi. Kompetisi

dalam TGT yang menonjol bukan kompetisi individu, melainkan kompetisi

kelompok. Hal itulah yang menjadi pendorong agar setiap anggota

kelompok memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi untuk kemajuan

kelompoknya. Karakteristik lain dari TGT adalah adanya kompetisi yang

mengandung permainan.

Menurut Saco dalam http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-

pembelajaran-kooperatif/ (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-

permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim

mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis

berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.

Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan

dengan kelompok (identitas kelompok mereka).

TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan

siswa dalam kelompok - kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6

orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras

yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok

mereka masing - masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS

kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama - sama

dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak

mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain

bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum

mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.


31

Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah

menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan

akademik. Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja -

meja turnamen, dimana setiap meja turnamen terdiri dari 5 sampai 6 orang

yang merupakan wakil dari kelompoknya masing - masing. Dalam setiap

meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari

kelompok yang sama. Siswa dikelompokkan dalam satu meja turnamen

secara homogen dari segi kemampuan akademik, artinya dalam satu meja

turnamen kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara. Hal ini dapat

ditentukan dengan melihat nilai yang mereka peroleh pada saat pre-test. Skor

yang diperoleh setiap peserta dalam permainan akademik dicatat pada lembar

pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan menjumlahkan skor - skor

yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota

kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk memberikan

penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan predikat tertentu.

2.3.1 Langkah-langkah TGT

Menurut Slavin dalam

http://pendidikan.infogue.com/pembelajaran_kooperatif_tipe_teams_games_t

ournaments_tgt pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah

tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam

kelompok (teams), permainan (geams), pertandingan (tournament), dan

perhargaan kelompok ( team recognition)


32

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan apabila akan melaksanakan

pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu:

1) Presentasi kelas

Presentasi di kelas hanya menyangkut pokok-pokok materi dan

penjelasan tentang teknik pembelajaran yang akan digunakan. Penyusunan

materi pelajaran dibuat sedemikian rupa dengan maksud agar dapat disajikan

dalam: presentasi kelas, belajar kelompok, dan turnamen akademik. Bentuk

kegiatan tersebut dikemas dalam satu perangkat pembelajaran yang terdiri

dari program satuan pembelajaran, rencana pembelajaran, bahan ajar dan

lembar kerja siswa (yang akan dipelajari siswa dalam belajar kelompok),

perlengkapan turnamen (yang akan digunakan pada turnamen akademik) dan

tes hasil belajar yang akan diujikan setelah pembelajaran selesai.

2) Kelompok belajar

Kelompok belajar yaitu pembentukan kelompok yang terdiri dari 4-6

siswa dengan kemampuan yang beragam, anggota kelompok mewakili strata

yang ada dalam hal kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras.

Fungsi utama dari sebuah kelompok adalah untuk menyiapkan anggota

kelompok telah belajar, yang lebih khusus lagi bahwa fungsi sebuah

kelompok adalah untuk menyiapkan anggotanya supaya dapat mempelajari

bahan ajar dan LKS (lembar kerja siswa) serta dapat mengerjakan latihan ,

saling membandingkan jawaban atas tugas yang diberikan, memeriksa dan

mengoreksi pekerjaan sesama anggota satu kelompok. Dalam penempatan

kelompok ini siswa tidak memilih sendiri dalam menentukan anggota


33

kelompoknya, melainkan ditentukan oleh guru. Perangkat pembelajaran yang

diperlukan yaitu bahan ajar dan LKS.

Kegiatan utama pada tahap ini adalah siswa mempelajari bahan ajar

sesuai dengan materi yang sedang dipelajari dan mengerjakan LKS secara

berkelompok. Selama belajar kelompok siswa selalu berada dalam

kelompoknya, tugas dari anggota kelompok adalah mempelajari atau

menguasai materi yang dipelajari.

3) Turnamen akademik

Dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, turnamen akademik bertujuan

untuk menguji pengetahuan yang telah dicapai setiap siswa. Soal turnamen

disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi

yang dipelajari. Setiap anggota dalam satu kelompok menuju meja turnamen

yang berbeda, setiap meja turnamen dilakukan oleh tiga atau empat orang

siswa yang mempunyai kemampuan akademik yang setara. Perlengkapan yang

digunakan untuk turnamen adalah “kartu soal” dan “kartu jawaban”. Siswa

yang mendapat giliran pertama mengambil kartu dan membacakan pertanyaan

secara keras agar siswa lain dapat mendengarkan kemudian menjawabnya,

apabila tidak bisa menjawab, siswa bisa menyatakan lewat dan dilemparkan ke

siswa yang mendapatkan giliran ke dua. Pada akhir turnamen dilakukan

penghitungan kartu yang telah dikumpulkan siswa untuk menentukan skor

siswa dalam turnamen.


34

Setiap siswa yang mempunyai kemampuan akademik setara dan

mewakili kelompok yang berbeda bersaing untuk mendapatkan nilai maksimal

dan berusaha untuk menyumbangkan bagi kelompoknya.

Untuk menggambarkan hubungan antara kelompok yang anggotanya

heterogen dengan meja turnamen yang anggotanya homogeny dapat dilihat

pada gambar berikut :

Bagan II.2

Penempatan Siswa pada meja turnamen

(http://pendidikan.infogue.com/pembelajaran_kooperatif_tipe_teams_games_t

ournaments_tgt)

A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4
Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

Meja Meja Meja Meja


Turnamen 1 Turnamen 2 Turnamen 3 Turnamen 4
A1, B1, C1 A2, B2, C2 A3, B3, C3 A4, B4, C4

C1 C2 C3 C4
Tinggi Sedang Sedang rendah
35

Meja turnamen 1 adalah meja tempat berkompetisis siswa dengan

kemampuan tertinggi dalam kelompok, sebagai meja turnamen, maka meja ini

adalah meja turnamen yang mempunyai tingkatan paling tinggi dalam

permainan ini.

Setelah turnamen selesai selanjutnya dilakukan perhitungan skor, guru

melakukan pengaturan kembali posisi siswa untuk turnamen berikutnya. Siswa

yang memperoleh skor tertinggi dari setiap meja turnamen posisinya digeser

satu tingkat ke meja turnamen yang mempunyai tingkatan yang lebih tinggi

dari meja semula, sedangkan siswa yang memperoleh skor terendah akan

bergeser kemeja turnamen yang mempunyai tingkatan lebih rendah dari meja

semula. Siswa yang mempunyai skor tertinggi pada meja yang tingkatannya

tertinggi, posisinya tidak dapat digeser lagi. Begitupun siswa yang memperoleh

skor terendah pada meja turnamen yang tingkatannya rendah, tidak dapat

digeser lagi.

4) Penghargaan kelompok

Pada setiap akhir turnamen dilakukan penghitungan skor, untuk

menentukan kelompok mana yang memiliki nilai tertinggi.

5) Bumping (pergeseran)

Pergeseran posisi untuk setiap siswa pada meja turnamen, dilakukan,

setiap selesai dilaksanakannya turnamen akademik, untuk mengatur posisi

siswa pada kompetisi berikutnya. Pergeseran posisi tersebut dilakukan

berdasarkan skor yang diperoleh oleh siswa.

Anda mungkin juga menyukai