Oleh:
Aa Mustofa Sugiatna
0520234009
Dalam setiap organisasi/perusahaan, perbedaan pendapat sering kali disengaja atau dibuat
sebagai salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut dapat
dilakukan dengan menciptakan sebuah konflik. Akan tetapi, konflik juga dapat terjadi secara
alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Seperti yang
dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot (Wirawan, 2010:8), konflik terjadi karena pihak-pihak
yang terlibat konflik memiliki tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan pihak
yang terlibat konflik sama tapi cara untuk mencapainya berbeda.
Dengan tidak terkendalinya konflik pada diri pegawai maka tidak tertutup kemungkinan
akan menimbulkan keadaan yang merugikan perusahaan. Konsentrasi kerja yang biasanya penuh
pada diri pegawai berubah menjadi tidak berkonsentrasi dalam bekerja. Dengan tidak adanya
konsentrasi dalam bekerja secara langsung akan mengakibatkan produktivitas pegawai menurun.
Dengan penurunan produktivitas kerja pegawai maka akan berakibat pada produktivitas
perusahaan. Konflik pada diri pegawai yang dapat dikendalikan maka akan berakibat pada
penurunan produktivitas kerja pegawai yang tidak begitu buruk. Akan tetapi jika konflik yang
terjadi tidak dapat dikendalikan, maka akan memperburuk kondisi kinerja pegawai.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dirumuskan masalah adalah
bagaimana pengaruh konflik kerja terhadap kinerja pegawai?.
Adapun tujuan penulisan yang hendak dicapai adalah mengetahui pengaruh konflik kerja
terhadap kinerja pegawai.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam kehidupan manusia termasuk dalam dunia kerja tidak akan terlepas dengan yang
namanya konflik. Konflik biasanya timbul dalam kerja sebagai hasil adanya masalah
komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Ketidaksesuaian antara dua lebih anggota
atau kelompok organisasi yang timbul adanya kenyataan bahwa mereka punya perbedaan status,
tujuan, nilai dan persepsi.
Secara definitif konflik memiliki pengertian yang berbeda-beda, demikian juga para ahli
dalam memberikan definisi konflik tidak ada yang sama, karena sudut pandang mereka yang
berbeda. Kata konflik berasal dari kata bahasa latin yaitu con yang berarti sama dengan figen
berarti penyerangan (Hartatik, 2005). Dalam kamus besar bahasa indonesia, konflik didefinisikan
sebagai percekcokan, perselisihan, atau pertentangan. Dengan demikian, secara sederhana
konflik merujuk pada adanya dua hal atau lebih yang berseberangan, tidak selaras, dan
bertentangan.
Banyak pengertian tentang konflik yang dapat diberikan oleh para ahli untuk
merumuskan suatu teori tentang konflik itu sendiri. Menurut Gillin dan Gillin melihat konflik
sebagai bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan (oppositional
process). Artinya, konflik adalah bagian dari sebuah proses interaksi sosial yang terjadi karena
adanya perbedaan-perbedaan baik fisik, emosi kebudayaan, dan perilaku.
Berikut definisi dan pengertian konflik kerja dari beberapa sumber buku:
Menurut Tommy (2010), konflik kerja adalah adanya pertentangan antara seseorang
dengan orang lain atau ketidakcocokan kondisi yang dirasakan pegawai karena adanya hambatan
komunikasi, perbedaan tujuan dan sikap serta ketergantungan aktivitas kerja.
Menurut Wahyudi (2011), konflik kerja adalah perselisihan, pertentangan antara dua
orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga
salah satu atau keduanya saling terganggu.
Menurut Mangkunegara (2000), konflik kerja adalah pertentangan yang terjadi antara apa
yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan dari
apa yang diharapkan.
Menurut Nawawi (2010), konflik kerja adalah ketidaksesuaian dua orang atau lebih
anggota atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa
mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan kerja atau karena
kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan nilai dan persepsi.
Menurut Rivai (2011), konflik kerja adalah ketidaksesuaian diantara dua atau lebih
anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/ perusahaan) yang harus membagi
sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa
mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.
Penyebab konflik dalam organisasi dan manajemen bisa dibagi dalam 3 kategori pokok
yaitu:
a. Faktor Komunikasi
Disebabkan oleh besarnya perusahaan atau organisasi yang secara implisit membawa
kesulitan komunikasi yang dapat menimbulkan konflik antara lain:
2) Konflik yang distimulir oleh salah paham dan tidak adanya usaha untuk memberikan
informasi satu sama lain.
4) Relasi yang sangat formal dan non pribadi memudahkan timbulnya konflik dalam
batin individu sendiri dan konflik antar unit.
5) Komunikasi yang tidak baik antara atasan dengan bawahan menimbulakn banyak
prasangka, kecemasan dan ketegangan batin, karena buruh dan karyawan serta bawahan sangat
bergantung pada penilaian atasan.
Konflik banyak terjadi diperusahaan dan lembaga-lembaga yang besar dalam struktur
organisasi yang luas. Intensitas dan keseriusan konflik bisa diperkuat oleh variabel-variabel
dibawah ini:
7) Struktur organisasi yang piramida, semakin mengkrucut ke atas dengan manajer eselon
atas semakin sedikit
Jika struktur organisasi merupakan suatu variabel yang bisa dikontrol, maka tingkah laku
pribadi itu tidak mudah atau tidak bisa dikontrol. Faktor tingkah laku mencakup:
b) Pemimpin yang neurotis adalah pemimipin yang selalu bimbang atau takut dalam
pengambilan keputusan.
2) Kepuasan dan apresiasi terhadap status sendiri, jika seseorang tidak bisa
mengandalkan apresiasi dan merasa tidak puas dengan status sendiri, dalam hal ini menjadi
konflik yang terbuka dan konflik batin.
3) Tujuan yang ingin dicapai oleh beberapa individu dari kelompok sama, maka orang
akan memperebutkan dengan sengit.
Seperti dikatakan diatas bahwa konflik adalah proses yang dinamis. Maksudnya, di dalam
konflik terdapat urutan waktu dan serangkaian peristiwa. Salah satu cara untuk memahami
konflik sebagai suatu proses, adalah dengan memakai model yang diajukan oleh Pondy (dalam
Nimran, 1997) yaitu conflict episode (episode konflik). Di dalam model tersebut ditunjukkan
adanya serangkaian tahap sebagai berikut:
1) Latent conflict
Yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik didalam
organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari situasi ini adalah persaingan untuk memperebutkan sumber
daya yang terbatas, konfik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi, dan perbedaan
tujuan diantara anggota organisasi.
2) Perceived conflict
Yaitu tahap dimana salah satu pihak memandang bahwa pihak lain seperti akan
menghambat atau mengancam pencapaian tujuannya. Keadaan ini bisa timbul dari salah
pengertian atau kurang pengertian, dan tidak selalu berasal dari latent conflict. Sebab beberapa
latent conflict ada yang tidak sampai dipersepsikan menjadi konflik.
3) Felt conflict
Yaitu tahap dimana konflik tidak hanya sekedar dipandang atau dianggap ada, tetapi
sudah benar-benar dirasakan dan dikenali keberadaannya.
4) Manifest conflict
Yaitu tahap dimana perilaku tertentu sudah mulai ditunjukan sebagai pertanda adanya
konflik, misalnya sabotase, agresi terbuka, konfrotasi, rendahnya kinerja, dan sebagainya.
5) Conflict resolution
Adalah tahap dimana konflik yang ada diselesaikan atau ditekan dengan berbagai macam
cara dan pendekatan, mulai dari menghindari terjadinya sampai pada menghadapi konflik itu
dalam usaha mencari jalan keluar sehingga pihak-pihak yang terlihat mencapai tujuannya.
6) Conflict aftermath
Tahap ini mewakili kondisi yang dihasilkan oleh proses sebelumnya (penyelesaian
konflik). Jika konflik benar-benar telah terselesaikan, maka hal itu akan meningkatkan hubungan
di antara para anggota organisasi, dan jika penyelesaiannya tidak tepat, hal tersebut akan dapat
jadi pemicu bagi timbulnya konflik baru.
Sedangkan proses konflik menurut Robbins (dalam Nawawi, 2010), adalah sebagai
berikut:
Ada tiga faktor yang dapat dianggap sebagai sebab atau sumber konflik, yaitu
komunikasi, struktur, dan variable pribadi.
Pada fase ini yang penting adalah isu-isu konflik cenderung mulai ditetapkan. Disisi lain
merupakan saat proses dan isi konflik mulai ditetapkan oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal
penting lainnya emosi memegang peran penting dalam menentukan konflik misalnya isu negatif
tentang pengurangan kepercayaan isu negatif dari perilaku pihak lain.
Perilaku ini biasa merupakan usaha nyata untuk mengimplementasi intensi-intensi dari
setiap pihak.
Hasil konflik yang terjadi antara yang terlibat bisa fungsional. Konflik tersebut dapat
meningkatkan kinerja kelompok. Namun konflik juga bersifat disfungsional yang sebaliknya
justru menghalangi dan menurunnya kinerja kelompok.
Konflik kerja karyawan dapat berpengaruh pada kinerja karyawan, kinerja karyawan
merupakan hal yang penting dalam pengembangan perusahaan. Menurut Sutrisno (2010:172) :
“Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas, kuantitas, waktu
kerja, dan kerja sama untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh organisasi.”
Kinerja karyawan yang baik selalu memberikan kontribusi yang positif. Pada umumnya
kinerja karyawan dapat dinilai dari peningkatan rating atau laporan keuangan dari perusahaan.
Jika perusahaan mengalami profit terus menerus, maka kinerja karyawan dinilai memberikan
kontribusi positif.
Konflik apabila dapat dikelola dengan baik dapat menjadi kekuatan untuk mendatangkan
perubahan dan kemajuan dalam organisasi. Menurut Rivai (2011), terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan untuk mengelola dan menyelesaikan konflik, yaitu:
Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan anggota, karena anggota pasif
yang disebabkan oleh situasi dimana konflik terlalu rendah. Metode ini digunakan untuk
merangsang konflik yang produktif. Metode stimulasi konflik ini meliputi:
Terdapat tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau
penekanan, kompromi, dan pemecahan masalah integratif.
Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik antar kelompok
dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui prosedur yang adil.
2. Kompromi
Manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui jalan tengah yang dapat diterima oleh
pihak yang bertikai. Bentuk-bentuk kompromi meliputi:
Penyuapan (bribing), salah satu pihak menerima kompensasi dalam pertukaran untuk
tercapainya penyelesaian konflik.
Pemecahan masalah integratif (secara menyeluruh). Konflik antar kelompok diubah
menjadi situasi pemecahan masalah bersama melalui teknik-teknik pemecahan masalah.
Disamping penekanan konflik atau pencarian kompromi, kedua belah pihak secara terbuka
mencoba menemukan penyelesaian yang dapat diterima semua pihak.
3. Integratif
Konsensus. Kedua pihak bertemu bersama untuk mencari penyelesaian terbaik masalah
mereka dan bukan mencari kemenangan satu pihak.
Konfrontasi. Kedua belah pihak menyatakan pendapatnya secara langsung satu sama lain,
dan dengan kepemimpinan yang terampil serta kesediaan untuk menerima penyelesaian, suatu
penyelesaian konflik yang rasional sering dapat ditemukan.
Penggunaan tujuan-tujuan lebih tinggi. Seorang manajer tidak mampu mengatasi sendiri
konflik yang timbul, maka manajer bisa menggunakan tenaga eksternal sebagai penengah atau
mediator. Hal ini karena manajemen tidak selamanya dapat menggunakan kekuasaan untuk
memaksakan atau mengatasi konflik yang ada.
BAB III
KESIMPULAN
Konflik kerja karyawan dapat berpengaruh pada kinerja karyawan, hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat memicu konflik. Selain itu konflik kerja juga dapat
diselesaikan dalam beberapa cara. Meskipun tidak dapat dihindari secara total, konflik kerja
dapat dikurangi dengan mengurangi faktor faktor yang dapat menyebabkan konflik kerja
tersebut, hal ini demi menciptakan suasana kerja yang kondusif sehingga kinerja baik pegawai
dapat dijaga. Kinerja karyawan yang baik selalu memberikan kontribusi yang positif. Pada
umumnya kinerja karyawan dapat dinilai dari peningkatan rating atau laporan keuangan dari
perusahaan. Jika perusahaan mengalami profit terus menerus, maka kinerja karyawan dinilai
memberikan kontribusi positif.
DAFTAR PUSTAKA
Anwari, M.R.,dkk. 2016. Pengaruh Konflik Kerja dan Stres Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan (Studi pada Karyawan PT Telkomsel Branch Malang). Jurnal Administrasi Bisnis
(JAB)|Vol. 41
Julvia, Cristine. 2016. Pengaruh Stres Kerja dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan. Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis, VOL. 16.
Mega Sari. 2008. Hubungan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bank
Perkreditan Rakyat Syariah Al Falah. Tugas Akhir.