Anda di halaman 1dari 22

Makalah

Peran Kepemimpinan Dalam Perawatan di Saat Masa Pandemi


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Tersturkur Mata Kuliah Kepemimpinan

Disusun Oleh:
Andi Prasetyo 1910631020066
Anwarudin Yusuf 1910631020070
Muhammad Rafly Abdulgan AlFattah 1910631020135
Naufal Dhiya Ulhaq 1910631020139
Ferdiansyah Heri 1910631020096

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2021

1
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat,
hidayah, dan karunia-Nya saya diberikan kemudahan dalam penyusunan
makalah sehingga dapat menyelesaikan makalah yang bejudul ” Peran
Kepemimpinan Dalam Perawatan di Saat Masa Pandemi”.
Makalah ini disusun dengan seluruh kekuatan diri, sepenuh hati dan
pikiran, meskipun demikian, kami menghadapi beberapa hambatan, baik yang
berasal dari faktor eksternal dan faktor internal. Namun, dengan penuh
kesabaran dan ketekunan, juga serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan di waktu yang tepat.
Terlebih dari itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Mengingat atas kemampuan yang dimiliki, kami merasa masih
terdapat kekurangan baik segi teknis maupun materi, untuk itu kritik dan saran
dari berbagai pihak kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat pada umumnya bagi pembaca dan
khususnya bagi diri pribadi.

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................2

Daftar isi................................................................................................................3

BAB I Pendahuluan………………………………………………………………….……..……….……4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5

1.3 Ruang lingkup………………………………………………………………………….……………...……5

1.4 Tujuan………………………….………….……………………………………………………………………5

BAB II Pembahasan …………………………………………………………………………….….…….6

2.1 Defenisi Kepemimpinan………………………………………..…………………….……..…………6

2.2 Mazhab Teori Kepemimpinan………………………………………………………….…….……..6

2.3 Gaya Kepemimpinan………………………………………………………………………..……………9

2.4 Sifat Kepemimpinan…………………………………………………………………….………………10

2.5 Pencegahan Situasi Krisis Akibat Pandemi……………………………………….………….14

2.6 Studi Kasus………………………………………………………………………………………………….21


BAB III Penutup……………………………………………………………………..……………………22

3.1 Saran………………………………………………………………………………………………………22
3.2 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………….22

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..23

3
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pandemi virus corona telah memberikan tuntutan yang sangat besar bagi
para pemimpin di sektor bisnis maupun sektor-sektor lainnya. Korban jiwa akibat
virus ini menimbulkan ketakutan di antara para pekerja dan berbagai pemangku
kepentingan. Wabah yang berskala besar dan ketidakpastian yang dihadapi
dapat menyulitkan para pemimpin untuk mengatasinya. Wabah ini memiliki ciri
khas sebagai krisis “landscape-scale” atau berskala luas yang dapat dimaknai
sebagai peristiwa tak terduga atau besar yang terjadi dengan kecepatan luar
biasa, sehingga menyebabkan tingkat ketidakpastian tinggi yang menimbulkan
disorientasi, perasaan kehilangan kendali, dan gangguan emosi yang kuat.
Hal pertama yang harus dilakukan oleh pemimpin adalah menyadari
bahwa perusahaan sedang menghadapi krisis. Hal ini merupakan langkah yang
cukup sulit, terutama di saat krisis datang perlahan dan berkembang di dalam
situasi yang terlihat wajar sehingga tidak terlihat secara nyata. Beberapa contoh
terkait krisis serupa ialah wabah SARS yang terjadi pada tahun 2002-03 dan
pandemik virus corona yang berlangsung saat ini. Untuk mengantisipasi ancaman
potensial dari krisis yang berkembang dengan lambat ini, para pemimpin perlu
menekan bias kenormalan (normalcy bias), yang dapat menyebabkan mereka
meremehkan kemungkinan maupun dampak yang dapat ditimbulkan.
Oleh karena itu, Makalah yang kami buat berkaitan dengan peran
kepemimpinan dalam perawatan di masa COVID-19.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kepemimpinan?
2. Apa saja mazhab teori kepemimpinan?
3. Apa saja gaya kepemimpinan?
4. Apa saja sifat kepemimpinan?
5. Bagaimana cara pencegahan situasi krisis akibat pandemi?
1.3 Ruang Lingkup
Pada makalah ini berfokus pada peran kepemimpinan dalam perawatan
di saat masa pandemi.
1.4 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan
2. Dapat mengetahui apa saja mazhab teori kepemimpinan
3. Dapat mengenal gaya-gaya kepemimpinan
4. Dapat mengetahui sifat-sifat kepemimpinan
5. Tahu cara pencegahan situasi krisis akibat pandemi

5
BAB 2
Pembahasan
2.1 Defenisi Kepemimpinan
George R. Terry (1972:458):
Kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya
diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Ralph M. Stogdill dalam Sutarto (1998b:13):
Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan
sekelompok orang yang terorganisasi dalam usaha mereka menetapkan dan
mencapai tujuan.
Stoner:
Kepemimpinan adalah suatu proses mengenai pengarahan dan usaha
untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota kelompok.
Jadi, Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan memiliki 2 fungsi yaitu fungsi tugas
dan pemeliharaan. Fungsi tugas yaitu Menciptakan kegiatan, mencari
dannmemberi informasi, memberi pendapat, menjelaskan, mengoordinasikan,
meringkaskan, menguji kelayakan, mengevaluasi, mendiagnosis. Fungsi
pemeliharaan yaitu Mendorong semangat, menetapkan standar, mengikuti
(mengawasi), mengekspesikan perasaan, mengambil konsensus, menciptakan
keharmonisan, mengurangi ketegangan.

2.2 Mazhab Teori Kepemimpinan.


1. Teori The 'Great Man' (Thomas Carlyle-1888, Herbert Spencer-1896).  
    - Kepemimpinan adalah kemampuan yang melekat - Pemimpin besar
dilahirkan, bukan dibentuk.
    - Pemimpin besar muncul sebagai heroik, mitos dan ditakdirkan karena

6
diperlukan.
    - Disebut 'Great Man' karena pada saat itu pemimpin dianggap sebagai kualitas
laki-laki.

2. Teori Trait (Gordon Allport-1937, Hans Eynsenck-1967).


    - Pemimpin terbentuk karena warisan karakteristik perilaku tertentu yang
dimiliki seseorang.
    - Tetapi jika perilaku tertentu adalah indikator kepemimpinan, mengapa
banyak orang yang mempunyai sifat kepemimpinan tetapi tidak menjadi
pemimpin?

3. Teori Contingency (Joan Woodward-1958, Fiedler, FE-1958).


    - Kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan yang
menentukan gaya kepemimpinan.
    - Tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua situasi.
    - Keberhasilan pemimpin tergantung pada sejumlah variabel, termasuk gaya
kepemimpinan, kualitas para pengikut dan aspek lingkungan.

4. Teori Situational (Hersey dan Blanchard-1977).


    - Pemimpin harus memilih tindakan yang terbaik berdasarkan situasi yang
sedang di hadapi.
    - Gaya kepemimpinan berbeda-beda tergantung situasi yang berlainan.
    - Misalnya di tengah cendekiawan, gaya kepemimpinan demokratis mungkin
paling tepat diterapkan.
5. Teori Behavioral (Skinner-1967, Bandura-1982).
    - Sesuai prinsip behaviorism, seseorang pemimpin besar dapat dibentuk, tidak
selalu karena dilahirkan atau dimitoskan.
    - Kepemimpinan tergantung pada tindakan, bukan pada kualitas mental atau
kondisi internal.

7
    - Setiap orang dapat memiliki jiwa kepemimpinan melalui cara pembelajaran,
observasi, dan karena pengalaman.

6. Teori Particivative (Robert House-1996).


    - Gaya kepemimpinan yang ideal adalah mendorong partisipasi dan kontribusi
anggota kelompok.
    - Anggota kelompok merasa lebih memiliki dan berkomitmen pada proses
pengambilan keputusan
      dan pencapaian tujuan organisasi.
    - Untuk memotivasi partisipasi, pemimpin harus terbuka pada masukan
anggota kelompok.

7. Teori Transaksional (Max Webber-1977, Bernard Bass-1981).


    - Teori Transaksional atau Teori Manajemen, berfokus pada peran pengawasan
kerja, organisasi dan kelompok karyawan.
    - Teori ini berdasarkan pada reward dan punishmen - karyawan dihargai
apabila sukses dan ditegur atau dihukum apabila melanggar aturan yang
disepakati.

8. Teori Transformational (James McGregor Burns-1978, Bernard Bass-1981).


    - Teori Transformational, atau Teori Relationship, berfokus pada pola
hubungan antara pemimpin dan pengikutnya.
    - Pemimpin memotivasi dan menginspirasi orang agar melihat kepentingan
tugas.
    - Pemimpin memperhatikan potensi orang dan memiliki standar etika dan
moralitas kepemimpinan yang
       tinggi.

8
2.3 Gaya Kepemimpinan.

Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian

Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung
jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para
bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Tipe kepemimpinan
yang otoriter biasanya berorientasi kepada tugas. Artinya dengan tugas yang
diberikan oleh suatu lembaga atau suatu organisasi, maka kebijaksanaan dari
lembaganya ini akan diproyeksikan dalam bagaimana ia memerintah kepada
bawahannya agar kebijaksanaan tersebut dapat tercapai dengan baik. Di sini
bawahan hanyalah suatu mesin yang dapat digerakkan sesuai dengan
kehendaknya sendiri, inisiatif yang datang dari bawahan sama sekali tak pernah
diperhatikan.

Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan


wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu
mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang
tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Tipe kepemimpinan demokratis
merupakan tipe kepemimpinan yang mengacu pada hubungan. Di sini seorang
pemimpin selalu mengadakan hubungan dengan yang dipimpinnya. Segala
kebijaksanaan pemimpin akan merupakan hasil musyawarah atau akan
merupakan kumpulan ide yang konstruktif. Pemimpin sering turun ke bawah
guna mendapatkan informasi yang juga akan berguna untuk membuat
kebijaksanaan-kebijaksanaan selanjutnya.

9
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire

Gaya ini mendorong kemampuan anggota untuk mengambil inisiatif. Kurang


interaksi dan kontrol yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bias
berjalan apabila bawahan memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan
akan mengejar tujuan dan sasaran cukup tinggi. Dalam gaya kepemimpinan ini,
pemimpin sedikit sekali menggunakan kekuasaannya atau sama sekali
membiarkan anak buahnya untuk berbuat sesuka hatinya.

Adapun ciri-ciri gaya kepemimpinan Laissez Faire adalah sebagai berikut:

• Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-


tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser;

• Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah


atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang
berhasil, sebagai dorongan;

• Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum
manajer bertindak cukup baik;

• Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-


tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk
memberikan pendapatannya.

2.4 Sifat Kepemimpinan.

1. Cerdas

Mampu berpikir luwes dan memiliki ide-ide segar/kreatif


untuk keberlangsungan kepentingan kelompoknya.Menjadi seorang

10
pemimpin yang memiliki kercerdasan dalam berpikir  di butuhkan agar sebuah
perusahaan tidak stuck disatu tempat dan menumbukan kreatifitas. 

2. Berinisiatif

Mampu menggerakkan dirinya sendiri terlebih dahulu untuk memulai segala


sesuatunya tanpa adanya paksaan.seorang pemimpin yang memiliki sebuah
inisiatif yang tinggi dapat menemukan sebuah jalan baru bagi sebuah
perusahaan yang bahkan tidak sempat terpikirkan dan bisa saja mendapatkan
sebuah inovasi baru dari gerakan inisiatif tersebut.

3. Jujur

Memasuki Era moderanisasi saat ini jarang sekali kita temui sosok pemimpin
yang jujur dan amanah. Seorang pemimpin yang hanya mencari keuntungan bagi
dirinya sendiri akan berfokus pada bagaimana cara memanipulasi apapunyang 
menjadi tanggung jawabnya dan  apa yang dilakukannya sudah tidak obyektif
lagi. Kejujuran adalah simbol moralitas tertinggi yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Ada sosok pemimpin yang memiliki kejujuran dalam menjalankan keb
enaran tetapi banyak sekali orang disekitarnya yang mencoba menggeser
kedudukannya sebagai seorang pemimpin karena dianggap menghalangi niatnya 
untuk berbuat tidak baik.Seorang pemimpin akan melakukan apa yang benar dan 
akan mengatakan apabila memang salah.Kejujuran seorang pemimpin dapat kita 
lihat dari sikap dan perilakunya. Karena perkataanseorang pemimpin adalah
cerminan dari dalam hatinya.

4. Dapat Dipercaya

Karakter ini timbul dari seberapa berhasilnya seorang pemimpin dalam


menggerakkan anggotanya dan bijak dalam mengambil keputusan. Seorang

11
pemimpin yang dapat dipercaya terjadi karena dalam mengambil sebuah
keputusan atau kebijakan seorang pemimpin memperhatikan segala aspek dalam
pengambilan keputusan tersebut dan seorang pemimpin dapat dipercaya karena
memiliki sebuah kecerdasan,inisiatif bahkan rasa tanggung jawab yang besar.

5. komunikatif

komunikasi memiliki cakupan makna yang lebih luas daripada sekedar apa yang  
diucapkan. Komunikasi adalah bagaimana anda “mengatakannya”. Komunikasi 
adalah tentang mendengarkan, berbicara, dan bertindak untuk mengungkapkan 
perasaan dan pikiran anda kepada orang lain.Begitu pula bagi seorang pemimpin 
harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik kepada bawahannya agar apa 
yang menjadi tujuan yang ingin di capai dari kepemimpinannya dapat di 
sampaikan kepada para bawahan.

6. Pendengar yang baik

Bayangkan jika anda mempunyai seorang leader yang tidak mau mendengar 
bawahannya, tentunya sedikit sekali informasi yang akan di dapat oleh leader 
tersebut.Tidak banyak seorang leader yang mau menjadi pendengar yang baik, 
riset membuktikan hanya 25% saja pesan yang di simpan saat seseorang
menerima pesan. Menjadi pendengar yang baik bukanlah hal yang mudah bagi 
seorang leader, tetapi mulai dari hal kecil seperti ini akan membawa dampak
yang besar bagi perusahaan. Jadilah seorang leader yang banyak mendengar dari
pihak lain terutama dari bawahan sendiri. Biasakan mendengar dengan seksama 
ideide yang muncul. Jika  merasa tidak cocok dengan ide tersebut paling tidak
kita  mendapat sudut pandang baru dan jika ide terebut sesuai dengan 
pandangan maka sebagai seorang leader tidak perlu merasa gengsi. Menjadi 
pendengar yang baik terhadap bawahan akan menambah kewibawaan sebagai 
seorang leader.

12
7. Integritas

Leader yang mempunyai integritas selalu bertindak sesuai dengan ucapannya, sel
alu konsisten dengan apa yang sudah di yakini dan yang dilakukannya,antara 
sikap dan tindakan juga antara nilai hidup yang di anut dengan nilai hidup yang
dijalankan. Bertindak tanpa kompromi atas kebenaran yang ada.Di dalam 
menjalankan perusahaan seorang leader akan berfokus pada kebenaran untuk 
tujuan kemajuan bersama. Para bawahan akan dapat membedakan leader yang 
mempunyai integritas dengan yang tidak, karena integritas tidak dapat di 
rekayasa tetapi timbul dari dalam diri.

8. Komitmen

Komitmen di bangun satu sama lain dengan tujuan agar setiap individu
berpegangteguh dan berfokus pada keputusan yang di ambil, tanpa 
mempertanyakan  apapun keadaan yang akan terjadi. Begitu pula sebagai 
seorang pemimpin yang telah berkomitmen untuk memajukan perusahaan,maka
semua yang dilakukan nya sematamata adalah untuk memajukan perusahaan
menjadikan perusahaan lebih baik.Komitmen bukan hanya sekedar kata-kata
untuk berkomitmen tetapi harus di wujudkan dengan sebuah sikap, perilaku dan 
hasil sesuai dengan apa yang telah di ucapkannya.lebih baik. Komitmen bukan 
hanya sekedar katakata untuk berkomitmen tetapi harus di wujudkan dengan 
sebuah sikap, perilaku dan hasil sesuai dengan apa yang telah di ucapkannya.

9. Rendah Hati

Kerendahan hati merupakan hal yang sangat penting bagi seorang pemimpin 
yanghebat. pemimpin tidak akan pernah berhasil dalam membangun bisnis 
apabila tidak mengintrospeksi diri terhadap setiap kesalahan pribadi dan 
mengakui bahwa sebenarnya ada kontribusi orang lain dalam kesuksesannya.

13
Bagaimana cara pemimpin memunculkan sikap rendah hati ini? Salah satu nya 
adalah terbuka terhadap semua Ide.Seorang pemimpin bukanlah makluk
sempurna yang tau segalanya dan menguasai semua materi. Opini pihak lain 
sangatlah diperlukan, kita perlu mempercayakan sesuatu kepada ahli nya,kepada
mereka yang memiliki kualifikasi dan keahlian yang relevan dengan haltersebut. 
Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang tau kapan saatnya menunda dan 
mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain. Anda juga  harus tau tidak 
semua Ide bagus itu datang dari ahlinya bisa saja ide bagus tersebut datang dari 
bawahan anda. Yang kedua adalah salah satu tugas seorang pemimpin adalah 
membantu bawahan anda, membimbing mereka dan membuat mereka terus 
berkembang. Seorang pemimpin harusnya melayani dan bukan selalu 
mendampakan pelayanan. Dalam banyak kasus,para bawahan anda akan segera 
mengenali apakah anda sebagai pemimpin tulus membantu mereka atau hanya 
berusaha untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Untuk itu ketulusan melayani 
adalah sikap mutlak yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

2.5 Pencegahan Situasi Krisis Akibat Pandemi.


A. Membentuk jaringan satuan tugas (satgas)
Saat terjadi krisis, para pemimpin perlu menghilangkan keyakinan bahwa
respon yang bersifat top-down akan membawa stabilitas. Untuk menangani
keadaaan darurat, pada umumnya perusahaan mengandalkan struktur
command-and-control untuk mengelola kegiatan operasionalnya dengan baik
dengan menerapkan respon yang terencana. Namun, dalam krisis yang penuh
dengan ketidakpastian, para pemimpin menghadapi masalah baru yang belum
pernah dialami sebelumnya. Jajaran eksekutif puncak suatu perusahaan tidak
mampu mengumpulkan informasi atau mengambil keputusan yang cukup cepat
untuk merespon secara efektif.

14
Para pemimpin dapat menggerakkan organisasi perusahaan secara lebih
baik dengan menetapkan prioritas penanganan dan memberdayakan karyawan
untuk mencari serta menerapkan solusi yang mendukung prioritasprioritas yang
ada. Untuk mendorong penyelesaian masalah dan eksekusi dengan cepat dalam
kondisi di bawah tekanan dan ketidakpastian, para pemimpin dapat membentuk
jaringan satgas. Meskipun jaringan satgas merupakan bentuk yang tidak asing
lagi, namun bentuk ini perlu dicermati karena belum banyak perusahaan yang
berpengalaman dalam penerapannya. Jaringan satgas ini terdiri dari beberapa
kelompok yang mampu beradaptasi dengan cepat, bersatu dalam tujuan yang
sama dan bekerja sama seperti halnya para anggota yang berkolaborasi dalam
suatu tim.
Beberapa tim dari jaringan tersebut akan menjalankan kegiatan di luar
operasional bisnis pada umumnya. Tim lainnya mengidentifikasi implikasi krisis
terhadap rutinitas kegiatan bisnis dan melakukan penyesuaian, seperti
membantu pekerja lainnya beradaptasi menerapkan budaya kerja baru. Dalam
banyak kasus, jaringan satgas memiliki pusat saraf terintegrasi atau integrated
nerve center yang terdiri dari empat divisi sebagai berikut: perlindungan tenaga
kerja (workforce protection), stabilisasi rantai pasokan (supplychain
stabilization), interaksi dengan konsumen (customer engagement), serta financial
stress.
B. Memperkuat karakter pemimpin dalam masa krisis: Manfaat atas sikap
‘deliberate calm’ dan ‘bounded optimism’.
Jajaran pemimpin senior di perusahaan harus siap untuk sementara
waktu mengalihkan beberapa tanggung jawab dari hierarki command-and
control ke jaringan satgas serta memberdayakan anggotanya untuk memimpin
beberapa aspek penanganan krisis organisasi. Hal ini termasuk memberi
wewenang untuk mengambil dan mengimplementasikan keputusan tanpa harus
mendapatkan persetujuan. Salah satu peran penting yang dapat dimainkan oleh
pemimpin senior adalah membangun arsitektur pengambilan keputusan dengan

15
segera, sehingga memiliki akuntabilitas yang jelas dan dibuat oleh pemegang
wewenang yang tepat di berbagai tingkatan. Para pemimpin senior juga harus
memastikan bahwa mereka memberdayakan orang yang tepat untuk membuat
keputusan penanganan krisis di seluruh jaringan satgas. Karena pembuat
keputusan mungkin akan melakukan beberapa kesalahan, mereka harus dapat
belajar dengan cepat dan membuat koreksi tanpa bereaksi berlebihan atau
melumpuhkan organisasi. Pada awal krisis, para pemimpin senior harus
menunjuk para pembuat keputusan untuk mengarahkan penanganan krisis.
Namun, semakin berkembangnya krisis, para pemimpin penanganan krisis yang
baru akan muncul secara alami dalam jaringan satgas yang dibentuk, dan para
pemimpin tersebut tidak harus selalu dari jajaran pemimpin senior.
Dalam kondisi darurat pada umumnya, pengalaman merupakan nilai yang
paling berharga bagi para pemimpin. Namun, dalam krisis berskala luas yang
baru, karakter seorang pemimpin merupakan hal yang lebih penting. Pemimpin
yang tanggap krisis harus mampu menyatukan tim untuk mencapai satu tujuan
dan merumuskan pertanyaan yang perlu dikaji oleh tim. Pemimpin terbaik dalam
krisis akan menunjukkan beberapa karakter. Salah satunya adalah sikap tenang
yang diperhitungkan atau “deliberate calm”, yaitu kemampuan untuk
melepaskan diri dari situasi cemas dan berpikir jernih tentang cara
mengendalikan situasi tersebut. Ketenangan yang penuh perhitungan ini sering
ditemukan pada individu berpengalaman yang rendah hati namun bukan berarti
tidak berdaya. Karakter penting lainnya adalah sikap optimisme yang realistis
atau “bounded optimism” atau sikap percaya diri yang didasarkan oleh realita.
Jika di awal krisis para pemimpin sudah menunjukkan kepercayaan diri
berlebihan terhadap keadaan yang benar-benar sulit, mereka dapat kehilangan
kredibilitasnya. Akan lebih efektif jika para pemimpin menunjukkan optimisme
bahwa organisasi akan menemukan solusi dalam situasi sulit yang dihadapi, dan
bahwa mereka menyadari ketidakpastian yang diakibatkan oleh krisis serta

16
upaya menghadapinya dengan mengumpulkan lebih banyak informasi. Ketika
krisis telah berlalu, sikap optimis akan lebih bermanfaat dan tidak terbatas.
C. Membuat keputusan di tengah ketidakpastian: Berhenti sejenak untuk
menilai dan mengantisipasi, lalu bertindak.
Menunggu terkumpulnya fakta yang lengkap sebelum memutuskan
tindakan merupakan kesalahan umum yang dilakukan para pemimpin dalam
masa krisis. Karena krisis melibatkan banyak kejutan dan hal yang belum
diketahui, bisa saja fakta yang terkumpul belum cukup jelas saat tenggat
pengambilan keputusan. Namun, para pemimpin sebaiknya juga tidak
menggunakan intuisi mereka sendiri. Pemimpin lebih baik mengatasi
ketidakpastian dan perasaan jamais vu (kebalikan dari déjà vu) dengan terus
mengumpulkan informasi seiring perkembangan krisis dan dengan mengamati
seberapa baik respon yang telah diberikan berhasil.
Dalam praktiknya, ini berarti bahwa para pemimpin secara rutin perlu
melakukan jeda (pause) dalam mengendalikan krisis, menilai situasi dari berbagai
sudut pandang, mengantisipasi kemungkinankemungkinan selanjutnya,
kemudian mengambil tindakan. Siklus jeda-menilai-mengantisipasibertindak
harus terus berlangsung, karena hal ini akan membantu pemimpin untuk
mempertahankan kondisi tenang (deliberate calm) dan menghindari reaksi
berlebihan terhadap informasi baru. Meskipun ada beberapa saat dalam masa
krisis yang menuntut tindakan cepat tanpa adanya waktu untuk menilai atau
mengantisipasi, namun pada akhirnya pemimpin akan menemukan kesempatan
untuk berhenti, introspeksi, dan berpikir ke depan sebelum membuat keputusan
lebih lanjut.
Terdapat dua perilaku kognitif yang dapat membantu para pemimpin saat
mereka menilai dan mengantisipasi krisis. Perilaku yang pertama, disebut dengan
updating atau memperbarui, yang melibatkan kegiatan merevisi ide-ide
berdasarkan informasi baru yang didapatkan dan pengetahuan yang
dikembangkan oleh tim. Perilaku yang ke-dua adalah doubting atau meragukan.

17
Perilaku ini membantu para pemimpin mempertimbangkan secara kritis tindakan
yang sedang dilakukan dan tindakan yang akan dilakukan, lalu memutuskan
apakah tindakan tersebut perlu dimodifikasi, diadopsi, atau dibuang. Updating
dan doubting membantu para pemimpin memediasi impuls yang berlawanan
untuk menyusun solusi berdasarkan pengalaman sebelumnya dan memberikan
solusi baru tanpa bergantung pada pengalaman di masa lalu. Sebaliknya, para
pemimpin mengacu kepada pengalaman mereka saat wawasan baru muncul.
Ketika para pemimpin memutuskan tindakan, mereka harus bertindak dengan
tegas. Ketegasan yang terlihat tidak hanya akan membangun kepercayaan
organisasi pada pemimpin; namun hal ini juga akan memotivasi jaringan satgas
buntuk terus mencari solusi atas tantangan yang dihadapi perusahaan.
D. Menunjukkan empati: Menghadapi tragedi kemanusiaan sebagai prioritas
pertama.
Dalam krisis berskala luas, fokus utama para pekerja adalah kelangsungan
hidup dan kebutuhan dasar mereka. Apakah saya akan sakit atau menjadi tidak
berdaya? Bagaimana dengan keluarga saya? Apa yang akan terjadi kemudian?
Siapa yang akan merawat kami? Pemimpin hendaknya tidak menugaskan bagian
komunikasi atau bagian hukum untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Krisis adalah saat yang paling penting bagi para pemimpin untuk
memperkuat aspek penting dalam peran kepemimpinan mereka: yaitu membuat
perubahan positif dalam kehidupan banyak orang. Untuk melakukan hal ini, para
pemimpin dituntut untuk mengenali tantangan pribadi dan tantangan
profesional karyawan selama krisis baik yang dialami mereka sendiri maupun
orang-orang yang mereka cintai.
Pada pertengahan Maret 2020, COVID-19 telah menjadi tragedi yang
merenggut ribuan nyawa. Lebih dari 100.000 kasus telah terkonfirmasi; dan
jumlah yang diproyeksikan jauh lebih banyak lagi. Pandemi ini juga memicu efek
second-order yang kuat. Pemerintah menerapkan kebijakan karantina dan
larangan bepergian. Hal ini penting guna menjaga kesehatan masyarakat, namun

18
di saat yang sama juga membatasi masyarakat dalam melakukan kegiatan
bermasyarakat atau beribadah. Penutupan sekolah di beberapa wilayah juga
menjadi tambahan beban pada orang tua yang bekerja. Karena setiap krisis akan
memengaruhi masyarakat dengan cara yang berbeda-beda, pemimpin harus
memperhatikan dengan cermat kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat, dan
kemudian mengambil tindakan yang sesuai untuk membantu mereka. Penting
bagi para pemimpin untuk tidak hanya menunjukkan rasa empati, tetapi juga
membuka diri untuk menerima empati dari orang lain tanpa melupakan
kesehatan diri sendiri. Ketika stres, lelah, dan ketidakpastian meningkat selama
krisis, para pemimpin mungkin merasakan bahwa kemampuan mereka menurun
dalam hal memproses informasi, berpikir secara jernih, dan menilai dengan baik.
Dalam menghadapi penurunan fungsional ini, alangkah lebih baik jika pemimpin
memberikan kesempatan kepada kolega untuk menyampaikan keresahan dan
mendengar apa yang merekas sampaikan. Menginvestasikan waktu untuk
kesehatan diri akan menjadikan para pemimpin mampu untuk mempertahankan
efektivitas kerja selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan selama krisis
berlangsung.

E. Berkomunikasi secara efektif: Mempertahankan transparansi dan


memberikan pemberitahuan rutin
Para pemimpin sering kali mengkomunikasikan krisis dengan cara yang
kurang tepat. Dari waktu ke waktu, kita melihat para pemimpin yang terlalu
percaya diri, menyampaikan nada optimis di tahap awal krisis—dan menambah
kecurigaan pemangku kepentingan mengenai hal-hal yang sebenarnya diketahui
para pemimpin dan seberapa baik kemampuan mereka dalam menanganinya.
Para tokoh yang berwenang juga cenderung menunda pemberitahuan ke
masyarakat dalam waktu yang lama karena menunggu terkumpulnya fakta dan
keputusan yang dibuat. Kedua pendekatan tersebut tidak meyakinkan. Seperti
yang ditulis oleh Amy Edmondson baru-baru ini, Transparansi adalah pekerjaan

19
pertama bagi para pemimpin dalam keadaan krisis. Jelaskan tentang apa yang
Anda ketahui, apa yang belum Anda ketahui, dan apa yang akan Anda lakukan
untuk mempelajari lebih jauh. Komunikasi yang bijak dan rutin menunjukkan
bahwa pemimpin memahami situasi dan menyesuaikan respon seiring dengan
bertambahnya informasi yang dipelajari. Hal ini membantu pemimpin
meyakinkan para pemangku kepentingan bahwa mereka sedang melakukan
upaya untuk menghadapi krisis. Pemimpin harus memberikan perhatian khusus
dalam menjawab segala kekhawatiran, pertanyaan, dan keingintahuan.
Memberikan kesempatan kepada anggota tim penanggulangan krisis untuk
secara langsung menyampaikan apa yang mereka lakukan dapat menjadi cara
yang sangat efektif.
Komunikasi sebaiknya tidak berhenti begitu krisis berlalu. Menawarkan
pandangan yang optimis dan realistis dapat memberikan efek yang kuat pada
karyawan dan pemangku kepentingan, serta menginspirasi mereka untuk
mendukung pemulihan perusahaan.

20
2.6 Studi Kasus
Mudik Dilarang vs Wisata Dibuka
Larangan mudik Lebaran tahun 2021 demi mencegah penyebaran COVID-19 bertolak
belakang dengan pembukaan objek wisata yang berpotensi memicu kerumunan dan
mengakibatkan lonjakan kasus COVID-19. Dua kebijakan ini dianggap membingungkan
masyarakat. Kebijakan larangan mudik pada tahun 2021 disampaikan Menteri
Perhubungan Budi Karya Sumadi. “Sesuai dengan arahan Presiden, kita tegas untuk
melarang mudik dan kami juga mengimbau agar bapak-ibu yang berkeinginan mudik
untuk tinggal di rumah saja,” ujarnya dalam keterangan pers usai sidang kabinet
paripurna.Di sisi lain, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan
bakal memfasilitasi objek wisata saat libur Lebaran.Tak hanya membuat bingung,
kebijakan ini juga membuat “kepatuhan masyarakat menurun.” Mereka akan berpikir
untuk apa pula berkorban untuk tidak mudik demi menekan laju pandemi tapi objek
wisata dibuka di mana-mana, tidak bisa pemerintah mau mengambil untung untuk
menekan pandemi tapi juga mencari-cari celah agar ekonomi bangkit lewat pariwisata.
sebelum melarang mudik, pemerintah sudah beberapa kali memberikan imbauan untuk
tidak bepergian saat libur panjang dan hasilnya tetap ada peningkatan mobilitas warga
pada beberapa hari libur panjang lalu.

21
BAB 3
Penutup
3.1 Saran

3.2 Kesimpulan

22

Anda mungkin juga menyukai