Anda di halaman 1dari 6

MEMBUAT LATAR BELAKANG, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN DAN

MANFAAT PENELITIAN

TUGAS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu

Vina Vitniawati, S.Kep., Ners., M.Kep

Oleh

Mutia Maudina

191FK01078

2C

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2021
GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG TERAPI DZIKIR UNTUK
MENGATASI INSOMNIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin tahun jumlah lansia semakin bertambah. Menurut WHO lanjut usia
(lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau lebih. Secara global
pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah
11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus
meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Data WHO menunjukan
pada tahun 2000 usia harapan hidup orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012
naik menjadi 70 tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia
di Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009
menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011 menjadi 7,69%
dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total populasi
(WHO, 2015).
Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66
juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia
tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan tahun
2035 (48,19 juta) (KemenKes, 2017).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat tahun 2017
jumlah lansia di Jawa Barat sebanyak 4,16 juta jiwa atau sekitar 8,67% dari total
penduduk Jawa Barat, yang terdiri dari sebanyak 2,02 juta jiwa (8,31%) lansia laki-
laki dan sebanyak 2,14 juta jiwa (9,03%) lansia perempuan.
Gangguan tidur yang paling sering dijumpai saat ini yaitu insomnia. Insomnia
merupakan kesukaran dalam memulai dan mempertahankan tidur sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas
(Saputra, 2013). Biasanya seseorang yang mengalami insomnia akan lebih sulit
memulai tidur, sering terbangun saat tidur hingga terbangun lebih dini dan sulit untuk
tidur kembali (Atoilah & Kusnadi, 2013). Penyebabnya dikarenakan gangguan fisik
maupun karena faktor mental seperti perasaan gundah maupun gelisah (Ambarwati,
2014).
Pada kelompok lansia kejadian insomnia tujuh kali lebih besar dibandingkan
dengan kelompok 20 tahun (Vaughans, 2013). Didunia, angka prevalensi insomnia
pada lansia diperkirakan sebesar 13-47% dengan proporsi sekitar 50-70% terjadi
pada usia diatas 65 tahun. Sebuah penelitian Aging Multicenter melaporkan bahwa
sebesar 42% dari 9.000 lansia yang berusia diatas 65 tahun mengalami gejala
insomnia (Suasari, et al. 2014).
Perubahan yang sangat menonjol pada pola tidur gangguan insomnia lansia
adalah pengurangan pada gelombang lambat, terutama stadium 4, gelombang alfa
menurun, dan meningkatnya frekuensi sering terbangun dimalam hari. Gangguan
tersebut terjadi juga karena lansia sensitif terhadap stimulus dari lingkungan, pada
usia dewasa muda normal akan terbangun 2-4 kali namun pada usia lansia akan lebih
sering terbangun (Darmojo, 2009).
Gangguan tidur pada lansia walaupun begitu rata-rata waktu tidur lansia dan
usia dewasa hampir sama. Ritmik 4 sirkadian tidur-bangun lansia yang terganggu, jam
biologik cenderung lebih pendek dan fase tidurnya yang lebih maju. Seringnya
terbangun di malam hari menyebabkan lansia letih, mengantuk dan mudah jatuh tidur
pada siang hari. Sehingga menyebabkan toleransi fase tidur dan bangun lansia
menurun. Adanya gangguan ritmik sirkadian ridur akan berpengaruh terhadap
penurunan sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan kortisol yang
merupakan hormon yang dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi melatonin juga
akan berkurang, yang berfungsi mengontrol sirkardian tidur. Sekresi melatonin
terutama terjadi pada malam hari, apabila terpajan cahaya terang akan menyebabkan
sekresi melatonin berkurang (Guyton, 2007).
Dampak insomnia pada lansia dapat mengakibatkan perubahan pada
kehidupan sosial, psikologi dan fisik. Selain itu juga akan berdampak pada ekonomi
dimana hilangnya produktivitas serta biaya pengobatan pada pelayanan kesehatan.
Insomnia dapat meningkatkan risiko penyakit generatif seperti hipertensi dan jantung,
depresi dan stress juga merupakan manifestasi dari insomnia pada lansia (Ghaddafi,
2010). Selain itu insomnia meningkatkan resiko jatuh pada lansia (Helbig, et al.,
2013). Insomnia merupakan gejala yang dapat mengganggu aktivitas dan produktifitas
lansia. Oleh karena itu, lansia harus mendapatkan terapi yang sesuai. Terapi pada
penderita insomnia dapat berupa farmakologi atau non-farmakologi. Terapi non-
farmakologi menjadi pilihan karena biaya lebih murah dan lebih efektif dibandingkan
dengan terapi farmakologi, dimana terapi farmakologi dapat menimbulkan efek
samping seperti penggunaan obat benzodiazepine yang dapat menimbulkan efek
samping merasa pusing, hipotensi dan distress respirasi serta memungkinkan
kekambuhan setelah penghentian obat (Ghaddafi, 2010).
Terapi non-farmakologi memiliki kelebihan dibandingkan terapi farmakologi
yang tidak menimbulkan ketergantungan dan efek samping. Seperti dalam penelitian
Al Azis (2016) yang melakukan terapi masase kaki dan aromaterapi sereh terhadap
penurunan insomnia pada lansia. Pemberian terapi tersebut terbukti berpengaruh
dalam menurunkan insomnia pada lansia (Al Azis & Maliya, 2016). Salah satu terapi
nonfarmakologi yang dapat diterapkan untuk menurunkan insomnia pada lansia
adalah dengan dengan terapi dzikir.
Terapi dzikir merupakan penanganan non-farmakologi yang dapat bermanfaat
bagi lansia dengan insomnia karena tidak memiliki efek samping.Ketika seseorang
berdzikir, hal tersebut memasukkan dan menghidupkan sifat-sifat dan asma-asma
Allah yang mempunyai kekuatan yang tak terhingga didalam tubuh. Dengan hal
tersebut, dalam diri akan tumbuh suatu kekuatan spiritual yang akan membuat jiwa
merasa nyaman dan tentram dan kembali seimbang. Keadaan seimbang didalam tubuh
dapat mengembalikan dan menormalkan fungsi organ tubuh seperti sedia kala
(Zamry, 2012). Dengan mekanisme tersebut dimana dzikir dapat membuat jiwa
merasa nyaman dan tentram sehingga dapat mencegah insomnia pada lansia.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “gambaran pengetahuan lansia tentang terapi dzikir sebelum
memulai tidur terhadap insomnia”

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai

berikut bagaimanakah gambaran pengetahuan lansia tentang terapi dzikir ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan lansia tentang terapi dzikir terhadap

insomnia
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan lansia tentang pengertian terapi dzikir

b. Untuk mengidentifikasi pengetahuan lansia tentang manfaat terapi dzikir

c. Untuk mengidentifikasi pengetahuan lansia tentang dampak insomnia

d. Untuk mengidentifikasi pengetahuan lansia tentang terapi dzikir

e. Untuk mengidentifikasi pengetahuan lansia tentang manfaat terapi dzikir

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki banyak manfaat bagi banyak pihak antara lain:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menambah

informasi dan kontribusi terhadap pengembangan ilmu kesehatan dan

keperawatan khususnya dibidang Keperawatan Gerontik

1.4.2 Manfaat praktis

a. Bagi institusi

Dapat memberi informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah literatur

kepustakaan yang berhubungan dengan pengetahuan lansia mengenai

terapi dzikir sebelum memulai tidur terhadap insomnia.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat memberikan data awal yang dapat digunakan untuk melakukan

penelitian yang berhubungan dengan terapi dzikir sebelum memulai tidur

terhadap insomnia

c. Bagi tempat penelitian.


Memberikan data awal untuk mengetahui pengetahuan lansia mengenai

terapi dzikir sebelum memulai tidur terhadap insomnia.

Anda mungkin juga menyukai