Anda di halaman 1dari 17

2.

1 PENGERTIAN
Pengertian motivasi menurut beberapa para ahli :
a. T. Hani Handoko
“Keadaan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan
kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”.
b. H. Hadari Nawawi
“Suatu keadaan yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu
perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar”.
c. Anwar Prabu Mangkunegara
“kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku
yang berubungan dengan lingkungan kerja”.
d. Henry Simamora
“Sebuah fungsi dari pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan
menghasilkan tingkat kinerja yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau
hasil yang dikehendki”.
e. Chung dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes
“Tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang mengejar suatu tujuan dan
berkaitan dengan kepuasan kerja dan perfoman pekerjaan”. 
Dari pengertian-pengertian motivasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang dilakukannya
sehingga ia dapat mencapai tujuannya (Cristian pradana. 2017
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI Motivasi sebagai
proses batin atau proses psikologis dalam diri seseorang, sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1 Faktor Ekstern
a. Lingkungan social
b. Pemimpin dan kepemimpinannya
c. Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas
d. Dorongan atau bimbingan atasan
2 Faktor Intern
a. Pembawaan individu
b. Tingkat pendidikan
c. Pengalaman masa lampau
d. Keinginan atau harapan masa depan. (Robbins P, Stephen. 2007)
3 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Menurut para ahli:
a. Muhidin Syah
a) Faktor internal adalah faktor ynag ada dalam diri manusia itu sendiri yang
berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pengalaman dan cita-cita.
b) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri
yang terdiri dari :
1) Lingkungan sosial, yang meliputi lingkungan masyarakat, tetangga,
teman, orangtua/keluarga dan teman sekolah.
2) Lingkungan non sosial meliputi keadaan gedung sekolah, letak sekolah,
jarak tempat tinggal dengan sekolah, alat-alat belajar, kondisi ekonomi
orangtua dan lain-lain.
b. Sumanto
Menggolongkan faktor yang mempengaruhi belajar anak menjadi tiga macam,
yaitu:
a) Faktor-faktor stimulasi belajar
Yang dimaksud faktor stimulasi belajar adalah segala hal di luar
individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulasi dalam
penelitian ini mencakup materiil serta suasana lingkungan yang ada di sekitar
siswa.
b) Faktor metode belajar
Metode yang dipakai guru sangat mempengaruhi belajar siswa. Metode
yang menarik dapat menimbulkan rangsangan dari siswa untuk meniru dan
mengaplikasikannya dalam cara belajarnya.
c) Faktor-faktor individual
Faktor ini menyangkut hal-hal berikut: kematangan, faktor usia, jenis
kelamin, pengalaman, kapasitas mental, kondisi kesehatan fisik dan psikis,
rohani serta motivasi.
2.3 FUNGSI MOTIVASI
Adapun fungsi motivasi ada tiga, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi.
2. Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu dengan menyisihkan perbuatan-
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut
2.4 KONSEP MOTIVASI
Konsep motivasi yang dijelaskan oleh Soekanto,Soerjono. 2005 adalah sebagai
berikut:
1. Model Tradisional
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerja meningkat perlu diterapkan
sistem insentif dalam bentuk uang atau barang kepada pegawai yang berprestasi.
2. Model Hubungan Manusia
Untuk memotivasi pegawai agar gairah kerjanya meningkat adalah dengan
mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan
penting.
3. Model Sumber Daya Manusia
Pegawai dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang atau barang tetapi
juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti.
2.5 JENIS-JENIS MOTIVASI
1. Motivasi Biogenetis
Motivasi biogenetis yaitu motivasi yang berasal dari diri manusia yang
dilakukan untuk kelangsungan hidupnya. Contoh makan, minum, bernafas, dan lain-
lain.
2. Motivasi Sosiogenetis
Motivasi ini dipelajari orang dan berasal dari lingkungan di mana orang
tersebut berada. Contoh ingin tahu, konferensi, cinta, harga diri, motivasi akan nilai
dan makna kehidupan, dan motivasi pemenuhan diri.
3. Motivasi Teogenesis
Motivasi teogenesis adalah berasal dari hubungan antara manusia dan
Tuhannya. Contoh : beribadah, berdo’a, shalat, dan sebagainya.
2.6 TEORI MOTIVASI
1. Teori Motivasi ABRAHAM MASLOW (Teori Kebutuhan)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat
kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya
akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat
paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting;
a. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
b. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
c. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
d. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari
potensinya).
2. Teori Motivasi HERZBERG (Teori dua faktor)
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik).
a. Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik)
b. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan,
yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat
kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
3. Teori Motivasi DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y
(positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer
a. Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b. Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan
dengan kerja.
e. Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat
teori Y :
a. Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat
dan bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
4. Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan )
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut
Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
a. Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas.
b. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome
tertentu).
c. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau
negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan.
Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan.
5. Teori Motivasi ACHIEVEMENT Mc CLELLAND (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Teori yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada
tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
a. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
b. Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
c. Need for Power (dorongan untuk mengatur).
6. Teori Motivasi CLAYTON ALDERFER (Teori “ERG)
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada
kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan
pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder
mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat
dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan
kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.
7. Teori Penetapan Tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat
macam mekanisme motivasional yakni :
a. Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian
b. Tujuan-tujuan mengatur upaya
c. Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi
d. Tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan
seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat
subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak
seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan
sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang
menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai
konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang
mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang
merugikan.Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut
mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang
dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu
terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan
berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan
komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya
diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali
mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi
indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif
perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat
pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk
modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus
selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang
manusiawi pula.
2.7 PENGERTIAN PERILAKU SOSIAL
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku
adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-
tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktifitas masing – masing. Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang atau
organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan.( Koentjaraningrat. 2006).
.Menurut teori tentang perilaku :
a. Secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau
seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut (Soekidjo,1993).
b. Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai sebagai suatu aksi-reaksi organisme
terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan
tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoatmodjo,1997).
c. Robert Kwick (1974), perilaku adalah tindakan suatu organisme yang dapat diamati
dan bahkan dapat dipelajari.
d. Umum, perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan
lingkungannya sebagai manifestasi hayati dari bahwa dia adalah makhluk hidup
(Kusmiyati & Desminiarni, 1990).
e. Drs. Leonard F. Polhaupessy, Psi. dalam sebuah buku yang berjudul “Perilaku
Manusia”, menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar,
seperti orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Untuk
aktifitas ini mereka harus berbuat sesuatu, misalnya kaki yang satu harus diletakkan
pada kaki yang lain. Jelas, ini sebuah bentuk perilaku. Cerita ini dari satu segi. Jika
seseoang duduk diam dengan sebuah buku ditangannya, ia dikatakan sedang
berperilaku. Ia sedang membaca. Sekalipun pengamatan dari luar sangat minimal,
sebenarnya perilaku ada dibalik tirai tubuh, di dalam tubuh manusia.
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2005).
2.8 BENTUK-BENTUK PERILAKU
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua (Notoatmodjo, 2005):
1. Perilaku tertutup (convert behavior) Perilaku tertutup
adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain.
2.9 JENIS-JENIS PERILAKU
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku(manusia) adalah
semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar.( Notoatmodjo,2005).
Adapun jenis-jenis perilaku antara lain, yaitu :
1. Perilaku Refleksif
Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap
stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya kedip mata bila kena sinar;
gerak lutut bila kena sentuhan palu; menarik tangan apabila menyentuh api dan lain
sebagainya. Perilaku refleksif terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus
yang diterima organisme tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau otak sebagai pusat
kesadaran yang mengendalikan perilaku manusia. Dalam perilaku yang refleksif,
respons langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu stimulus
diterima oleh reseptor, begitu langsung respons timbul melalui afektor, tanpa melalui
pusat kesadaran atau otak.Perilaku ini pada dasarnya tidak dapat dikendalikan. Hal ini
karena perilaku refleksif merupakan perilaku yang alami, bukan perilaku yang
dibentuk oleh pribadi yang bersangkutan.
2. Perilaku Non-Refleksif
Perilaku non-refleksif adalah perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat
kesadaran/otak. Dalam kaitan ini, stimulus setelah diterima oleh reseptor langsung
diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran , dan kemudian terjadi
respons melalui afektor. Proses yang terjadi didalam otak atau pusat kesadaran inilah
yang disebut proses psikologis. Perilaku atau aktivitas atas dasar proses psikologis
inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis (Branca, 1964). Pada
perilaku manusia, perilaku psikologis inilah yang dominan, merupakan perilaku yang
dominan dalam pribadi manusia. Perilaku ini dapat dibentuk, dapat dikendalikan.
Karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar.
3.1 PROSES PERUBAHAN PERILAKU
Pembentukan perilaku merupakan bagian yang sangat penting dari usaha mengubah
perilaku seseorang. Berikut beberapa langkah yang perlu diambil untuk merubah
perilaku:
1. Menyadari.

Menyadari merupakan proses dimana seseorang membuat identifikasi tentang apa/


bagian mana yang diinginkan untuk diubah dan mengapa perubahan tersebut diinginkan.
Dalam hal ini perlu diingat bahwa kesadaran tersebut harus menyatakan keinginan bukan
ketakutan.

Contoh:

 Seorang mahasiswa yang belajar di bidang kesehatan sebelumnya tidak peduli


akan kebersihan diri dan perawatan dirinya. Setelah belajar tentang pentingnya
perawatan dan kebersihan diri serta penyakit yang dapat ditimbulkan jika tidak
adanya personal hygiene, maka siswa tersebut mulai peduli dengan kesehatan
dirinya, kemudian dia akan mengaplikasikan bagaimana cara merawat
kesehatan dirinya
 Seorang mahasiswa kedokteran yang sedang meneliti tentang penyakit kista,
menemukan bahwa salah satu penyebabnya adalah pola makan yang tidak sehat.
Dalam penelitiannya mahasiswa ini benar-benar menghayati betapa pentingnya
pola makan yang sehat dan seimbang bagi kesehatan seseorang. Karena itu,
mahasiswa tersebut mulai menerapkan pola makan sehat dan seimbang.
2. Mengganti
Setelah seseorang menyadari untuk merubah perilakunya, maka proses selanjutnya
yang perlu dilakukan adalah mengganti. Mengganti merupakan proses melawan bentuk
keyakinan, pemikiran, dan perasan yang diyakini salah.

Contoh:

 Dulu seorang bidan atau perawat melakukan perawatan tali pusat dengan
membubuhi tali pusat dengan betadhine atau  alkohol. Kemudian bidan atau
perawat juga membungkus tali pusat. Ini dimaksudkan agar bayi terhindar dari
adanya infeks pada tali pusat. Akan tetapi setelah adanya Evidence Based maka
diketahui hal ini sebenarnya hal ini yang justru meningkatkan kemungkinan
infeksi. Betadhine dan alkohol akan menyebabkan tali pusat lembab bahkan
basah. Apalagi ditambah dengan pembungkusan tali pusat yang membuat tali
pusat semakin basah dan tidak adanya pertukaran udara. Hal ini justru bgi
bakteri dan kuman untuk merupakan lingkungan yang baik bagi bakteri dan
kuman untuk berkembang biak dan berpeluang besar menghakibatkan infeksi.
Oleh karena itu kebiasaan merawat tali pusat dengan membungkus dan
membubuhi tali pusat dengan betadhine atau alcohol diganti dengan perawatan
tali pusat tanpa membungkus dan membubuhi tali pusat dengan betadhine
ataupun alcohol. Kini perawatan tali pusat cukup dengan hanya membersihkan
dengan air DTT dan mengeringkannya.
 Sebelum diketahui betapa pentingnya Inisiasi Menyusui Dini dan Bounding
Attachment, ibu cenderung dipisahkan dengan bayinya pasca kelahiran bayinya
tersebut. Ini dimaksudkan agar sang bayi tidak mengganggu istirahat ibu pasaca
persalinan yang melelahkan. Akan tetapi, saat ini tidak lagi. Sebisa mungkin
bidan atau tenaga kesehatan lain yang menolong persalinan akan berusaha
untuk terciptanya IMD dan Bounding Attachment. Ini dilakukan karena sangat
penting terciptanya keterikatan hubungan emosional ibu dan bayi segera setelah
persalinan dan juga menginngat betapa besarnya keuntungan IMD bagi ibu dan
bayinya.
3. Mengintrospeksi

Mengintrospeksi merupakan proses dimana seseorang membuat penilaian


mengenai apa yang sudah diraih dan apalagi yang perlu untuk dilakukan. Di samping itu
instropeksi juga berguna untuk mendeteksi kadar self-excusing yang bisa jadi masih tetap ada
dalam diri seseorang hanya karena lupa membuat elaborasi, analogi, atau interpretasi dalam
memahami dan melaksanakan.
Contoh:

 Seorang ibu yang hamil anak keduanya, dia akan cenderung mengingat
pengalaman hamil sebelumnya. Dia akan mencoba memperbaiki perilakunya
saat hamil agar kehamilannya kali ini sama dengan kehamilan sebelumnya
atau lebih baik dari sebelumnya. Contoh lainnya: jika sebelumnya seorang ibu
melahirkan bayi prematur maka pada kehamilannya yang selanjutnya dia akan
mencari penyebabnya dan memperbaiki pola perilakunya saat kehamilan ini
agar anaknya lahir dengan keadaaan aterm.
 Dulu penghisapan lendir rutin pada BBL sering dilakukan dengan tujuan
membantu proses pernafasan bayi. Tetapi setelah dinilai, hal ini tidak efektif.
Penghisapan lendir bahkan dapat membahayakan jiwa bayi bila tidak
dilakukan dengan benar (Sobur, Alex. 2009). 
3.2 PENGERTIAN CULTURAL AWARENESS
Kesadaran budaya (Cultural awareness) adalah kemampuan seseorang untuk
melihat ke luar dirinyasendiri dan menyadari akan nilai-nilai budaya, kebiasaan
budaya yang masuk.Selanjutnya, seseorang dapat menilai apakah hal tersebut normal
dan dapat diterima pada budayanya atau mungkin tidak lazim atau tidak dapat
diterima di budaya lain.Oleh karena itu perlu untuk memahami budaya yang berbeda
dari dirinya dan menyadari kepercayaannya  dan adat istiadatnya dan mampu untuk
menghormatinya.( Ircham,Machfoedz. 2008).
Wunderle (2006) menyebutkan bahwa kesadaran budaya (cultural awareness)
sebagai suatu kemampuan mengakui dan memahami pengaruh budaya terhadap nilai-
nilai dan perilaku manusia.  Implikasi dari kesadaran budaya terhadap pemahaman
kebutuhan untuk  mempertimbangkan budaya, faktor-faktor penting dalam
menghadapi situasi tertentu. Pada tingkat yang dasar, kesadaran budaya merupakan
informasi, memberikan makna tentang kemanusian untuk mengetahui tentang
budaya.Prinsip dari tugas untuk mendapatkan pemahaman tentang kesadaran budaya
adalah mengumpulkan informasi tentang budaya dan mentranformasikannya melalui
penambahan dalam memberikan makna secara progresif sebagai suatu pemahaman
terhadap budaya.
Pantry (dalam Sturges, 2005) mengidentifikasikan 4 kompetensi yang dapat
terhindari dari prejudis, miskonsepsi dan ketidakmampuan dalam menghadapi kondisi
masyarakat  majemuk yaitu: Kemampuan berkomunikasi
(mendengarkan,menyimpulkan, berinteraksi), Kemampuan proses (negosiasi, lobi,
mediasi, fasilitasi), Kemampuan menjaga informasi (penelitian, menulis, multimedia),
Kemampuanmemiliki kesadaran dalam informasi, cara mengakses informasi, dan
menggunakan informasi.  Keempat kompetensi tersebut memberikan peran penting
dalam menghadapi masyarakat yang multikultural dalam kesadaran budaya.
Fowers & Davidov (Thompkins  et al,  2006) mengemukakan bahwa proses
untuk menjadi sadar terhadap nilai yang dimiliki, bias dan keterbatasan meliputi
eksplorasi diri pada budaya hingga seseorang belajar bahwa perspektifnya
terbatas,memihak, dan relatif pada latar belakang diri sendiri.Terbentuknya kesadaran
budayapada individu merupakan suatu hal yang terjadi begitu saja. Akan tetapi
melalui berbagai hal dan melibatkan beragam faktor diantaranya adalah persepsi dan
emosi maka kesadaran (awareness) akan terbentuk.
Berdasarkan hal di atas,  pentingnya nilai-nilai yang menjadi faktor penting
dalam kehidupan manusia akan turut mempengaruhi kesadaran budaya (terhadapnilai-
nilai yang dianut) seseorang dan memaknainya.  Penting  bagi kita  untukmemiliki
kesadaran budaya (cultural  awareness)  agar  dapat memiliki kemampuan untuk
memahami budaya dan faktor-faktor penting yang dapat mengembangkan nilai-nilai
budaya sehingga dapat terbentuk karakter bangsa.

3.3 TINGKAT CULTURAL AWARENESS


Wunderle (2006) mengemukakan limatingkat kesadaran budaya yaitu:
1. Data dan information.
Data merupakan tingkat terendah dari tingkatan informasi secara kognitif.
Data terdiri dari signal-signal atau tanda-tanda yang tidak melaluiproses
komukasi antara setiap kode-kode yang terdapat dalam sistim, atau  rasa yang
berasal dari lingkungan yang mendeteksi tentang manusia. Dalam tingkat
inipenting untuk memiliki data dan informasi tentang beragam perbedaan yang
ada. Dengan adanya data dan informasi maka hal tersebut dapat membantu
kelancaranproses komunikasi.
2. Culture consideration.
Setelah memiliki data dan informasi yang jelas tentangsuatu budaya maka kita
akan dapat memperoleh pemahaman terhadap budaya dan faktor apa saja yang
menjadi nilai-nilai  dari budaya tertentu.  Hal ini akan memberikan
pertimbangann tentang konsep-konsep yang dimiliki oleh suatubudaya secara
umum dan dapat memaknai arti dari  culture code  yang ada. Pertimbangan
budaya ini  akan membantu kita untuk memperkuat proses komunikasi dan
interaksi yang akan terjadi.
3. Cultural knowledge.
Informasi dan pertimbangan yang telah dimiliki memangtidak mudah untuk
dapat diterapkan dalam pemahaman suatu budaya. Namun, pentingnya
pengetahuan budaya merupakan faktor penting bagi seseorang untuk
menghadapi situasi yang akan dihadapinya. Pengetahuan budaya tersebut tidak
hanya pengetahuan tentang budaya oranglain namun juga penting
untukmengetahui budayanya sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan terhadap
budayadapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan khusus.Tujuannya adalah
untuk membuka pemahaman terhadap sejarah suatu budaya.Ini termasuk pada
isu-isu utama budaya seperti kelompok, pemimpin, dinamika, keutaman budaya
danketerampilan bahasa agar dapat memahami budaya tertertu.
4. Cultural Understanding.
Memiliki pengetahuan tentang budaya yang dianutnya dan juga budaya orang
lain melalui berbagai aktivitas dan pelatihan penting agar dapat memahami
dinamika yang terjadi dalam suatu budaya tertentu. Oleh karena itu, penting
untuk terus menggali pemahaman budaya melalui pelatihan lanjutan.Adapun
tujuannya adalah untuk lebih mengarah pada kesadaran mendalam pada
kekhususan budaya yang memberikan pemahaman hingga pada proses berfikir,
faktor-faktor yang memotivasi, dan isu lain yang secara langsung 
mendukungproses pengambilan suatu keputusan.
5. Cultural Competence.
Tingkat tertinggi dari kesadaran budaya adalah kompetensi budaya.
Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu
keputusan dan kecerdasan budaya.  Kompetensi budaya  merupakan pemahaman
terhadap  kelenturan  budaya  (culture adhesive). Dan hal ini penting karena 
dengan kecerdasan budaya yang memfokuskan pemahaman padaperencanaan
dan pengambilan keputusan pada suatu situasi tertentu. Implikasidari kompetensi
budaya adalah pemahaman secara intensif terhadap kelompoktertentu. Seperti
yang dijelaskan di awal, sesungguhnya kebudayaan itu sendiri mempunyai tiga
bentuk dasar, yaitu yang berwujud ide, kelakuan, dan wujud fisik. Ketiga wujud
kebudayaan tersebut ada dalam masyarakat. Hal ini yang harusnya kita lestarikan
dan kita perhatikan karena kebudayaan merupakan identitas jati diri kita. Maka
dari itu, kesadaran budaya perlu untuk kita tumbuh dan kembangkan sejak dini.
Untuk menumbuhkan jiwa yang sadar akan budaya tersebut, berikut sekiranya
ada 4 cara, yaitu:
a. Penanaman sikap multikulturalisme sejak dini, Penanaman sikap untuk
saling bertoleransi dan untuk saling menghargai antar budaya merupakan
fondasi awal agar seseorang mampu menyadari akan perbedaan dari masing-
masing budaya. Sikap mental akan pentingnya saling menghargai
kebudayaan diharapkan nantinya integrasi bangsa menjadi semakin kuat
karena penanaman sikap saling menghormati dan menghargai tersebut juga
sudah mendarah daging di masyarakat.
b. Sosialisasi budaya melalui lembaga pendidikan. Dimasukkannya budaya
lokal dalam kurikulum pendidikan sebagai muatan lokal merupakan langkah
yang bijak untuk lebih menjaga eksistensi budaya lokal mengingat sekarang
ini mulai banyaknya generasi muda yang mulai enggan untuk
memperhatikan kebudayaannya yang sesungguhnya itu merupakan asset
kekayaan yang sekiranya wajib dan harus untuk kita lestarikan.
c. Penyelenggaraan berbagai pentas budaya, Penyelenggaraan berbagai pentas
budaya tentu hal ini merupakan salah satu cara yang mampu untuk
menumbukan kesadaran akan berbudaya. Pentas ini dapat berupa tari-tari
daerah ataupun juga musik-musik daerah yang dilakukan dengan melibatkan
kaum-kaum muda sebagai salah satu cara menghidupkan kembali budaya
masing-masing daerah dengan melibatkan generasi muda sebagai generasi
penerus. Seni budaya yang akan ditampilkan pun dapat berupa seni
tradisional, modern, ataupun juga gabungan dari keduanya.
d. Mencintai dan menjaga budaya yang dimiliki. Hal inilah yang sekiranya
penting untuk selalu kita wujudkan. Rasa cinta dan rasa untuk menjaga
budaya yang kita miliki haruslah muncul sesuai dengan keinginan dan
kesadaran dari dalam diri kita masing-masing. Tanpa rasa cinta dan peduli
terhadap kebudayaan mustahil kita dapat menjaga eksistensi budaya yang
kita miliki.
Selain itu, Robert Hanvey menyebutkan 4 tingkat cross-cultural awareness (Yan
li, 2007) yaitu:
a. Awareness of superficial or visible cultural traits.
Pada tingkat ini informasi yangdiperoleh oleh seseorang berasal dari
media atau saat dia mengunjungi suatuNegara atau daerah atau dari
pelajaran di sekolah. Yan-li (2007) menyatakan padalevel ini pemahaman
mereka hanya terlihat dari cirri yang nampak dan merekajadikan sebagai
pandangan streotipe terhadap budaya yang tidak benar-benarmereka pahami.
b. Awareness of significant and subtle cultural traits that  others are different
and therefore problematic.
Pada level ini seseorang mulai memahami dengan baiktentang
signifikansi dan ciri budaya yang sangat berbeda dengan caranya sendiri.Hal
ini terkadang menimbulkan frustrasi dan kebingungan sehingga terjadi
konflikdalam dirinya.
c. Awareness of significant and subtle cultural traits that others are believable
in anintellectual way.
Pada level ini seseorang sudah memahami secara signifikan dan
perbedaan budayanya dengan orang lain, namun pada level ini seseorang
sudah mampu untuk menerima budaya lain secara utuh sebagai manusia.
d. Awareness of how another culture feels from the standpoint of the insider.
Level ini adalah level yang tertinggi dari cross-cultural awareness.
Pada level ini seseorang mengalami bagaimana perasaan yang dirasakan
oleh budaya lain melalui pandangan dari dalam dirinya. Hal ini melibatkan
emosi dan juga perilaku yang dilakukannya melalui pengalaman-
pengalaman langsungnya dengan situasi dan budaya tertentu seperti belajar
bahasa, kebiasaan, dan memahami nilai-nilai yang ada dalam budaya
tersebut (Dellawati. 2016.).
3.4 ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU
KESEHATAN
Ada beberapa aspek sosial yang mempengaruhi status kesehatan antara lain
adalah
1. Umur Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit
berdasarkan golongan umur. Misalnya balita lebiha banyak menderita penyakit
infeksi, sedangkan golongan usila lebih banyak menderita penyakit kronis seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain-lain.
2. Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin akan menghasilkan penyakit yang berbeda
pula. Misalnya di kalangan wanita lebih banyak menderita kanker payudara,
sedangkan laki-laki banyak menderita kanker prostat.
3. Pekerjaan Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan pola penyakit. Misalnya
sebaliknya buruh yang bekerja di industri, misalnya di pabrik tekstil banyak yang
menderita penyakit saluran pernapasan karena banyak terpapar dengan debu.
4. Sosial Ekonomi Keadaan sosial ekonomi juga berpengaruh pada pola penyakit.
Misalnya penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat
yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan
di kalangan masyarakat yang status ekonominya rendah.
Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan
Menurut G.M. Foster (1973), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan :
1. Pengaruh tradisi Tradisi adalah suatu wujud budaya yang abstrak dinyatakan
dalam bentuk kebiasaan, tata kelakuan dan istiadat. Ada beberapa tradisi di
dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif juga positif.
a. Contoh negatif : tradisi cincin leher. Meskipun berbahaya karena
penggunaan cincin ini bisa membuat tulang leher menjadi lemah dan bisa
mengakibatkan kematian jika cincin dilepas, namun tradisi ini masih
dilakukan oleh sebagian perempuan Suku Kayan. Mereka meyakini bahwa
leher jenjang seperti jerapah menciptakan seksual atau daya tarik seksual yang
kuat bagi kaum pria. Selain itu, perempuan dengan leher jenjang diibaratkan
seperti naga yang kuat sekaligus indah.
b. Contoh positif: tradisi nyirih yang dapat menyehatkan dan menguatkan
gigi.
2. Sikap fatalistis
Sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan. Contoh :
beberapa anggota masyarakat di kalangan kelompok tertentu (fanatik) sakit
atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang berusaha untuk segera
mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.
3. Pengaruh nilai Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan. Contoh masyarakat memandang lebih bergengsi beras
putih daripada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1
lebih tinggi pada beras merah daripada beras putih.
4. Sikap ethnosentris Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling
baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misal sikap seorang
yang menggunakan vitsin pada makanannya yang menganggap itu lebih benar
daripada orang yang tidak menggunakan vitsin padahal vitsin tidak bagi
kesehatan.
5. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya Contoh : dalam upaya perbaikan
gizi, di suatu daerah pedesaan tertentu menolak untuk makan daun singkong,
walaupun mereka tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki
ternyata masyarakat beraggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan
kambing dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan
dengan kambing.
6. Pengaruh norma Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang
hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil sebagai
pengguna pelayanan.
Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan Apabila seorang petugas
kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus
dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan, menganalisis
faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan dan berusaha untuk memprediksi
tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai