Tugas KMB II Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan (Mutia Maudina 191fk01078 2c)
Tugas KMB II Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan (Mutia Maudina 191fk01078 2c)
RESUME
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu
Oleh
Mutia Maudina
191FK01078
2C
A. PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalam substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. SKG 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil
2. Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan
3. Cedera akibat kekerasan
Trauma kepala
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan Terputusnya Jaringan otak rusak
vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang
3. Intervensi Keperawatan
DX Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Atur posisi nyaman dan latih 1. Posisi nyaman dan
keperawatan selama 2 X 24 nafas dalam nafas dalam dapat
jam klien mampu mengontrol 2. Latih teknik relaksasi dan membantu mengurangi
nyeri distraksi rasa nyeri
3. Observasi status nyeri (skala, 2. Teknik relaksasi dan
kriteria hasil :
lokasi,dan waktu) distraksi dapat digunakan
1) Melaporkan nyeri hilang 4. Berikan terapi obat analgetik untuk mengalihka
atau terkontrol sesuai order dokter perhatian terhadap nyeri
4. Evaluasi
Setelah mendapatkan intervensi keperawatan, maka pasien dengan trauma tulang
belakang diharapkan sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berkurang
b. Pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
c. Tidak ada dekubitus
d. Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau
e. Dehidrasi
f. Jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran
bernafas
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(Sylvia.A, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun
metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut
tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti
kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder.
(Mayer. SA,2002).
B. ETIOLOGI
Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor otak
primer. Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering kali dapat
diidentifikasi, mekanisme yang menyebabkan sel bertindak abnormal tetap belum
diketahui. Kecenderungan keluarga, imunosupresi, dan faktor-faktor lingkungan
sedang diteliti. Waktu puncak untuk kejadian tumor otak adalah decade kelima
dan ketujuh. Selain itu, pria terkena lebih sering dari pada wanita.
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Adapun
faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Dibawah 5% penderita glioma mempunyai sejarah keluarga
yang menderita brain tumor. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang
dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor
familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti
yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada
neoplasma.
2. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya
suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
6. Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga mendesak massa
otak akhirnya terjadi tumor otak.
C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan
oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial
(TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut
dan dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat
kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti bertambahnya
massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor
ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh
perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi
vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak, menimbulkan
peningkatan volume intracranial dan meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi
efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah intrakranial, volum CSS,
kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan
yang tidak diatasi akan mengakibatkan herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak
ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis mungkin tidak spesifik yang dapat disebabkan oleh edema
dan peningkatan TIK atau spesifik yang disebabkan oleh lokasi anatomi tertentu.
1. Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan tingkat
kesadaran atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status emosional dan mental,
seperti letargi dan mengantuk, kebingungan, disorientasi, serta perubahan
kepribadian dapat ditemukan.
2. Sakit Kepala
Sakit Kepala merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak
yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan
terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.
Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten dengan
durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan posisi atau mengejan.
Sakit kepala parah dan berulang pada klien yang sebelumnya bebas sakit kepala
atau sakit kepala berulang di pagi hari yang frekuensi dan keparahannya
meningkat dapat menandakan suatu tumor intrakranial dan membutuhkan
pengkajian lebih lanjut.
3. Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena tekanan pada
medula, yang terletak pusat muntah. Klien sering mengeluhkan sakit kepala parah
setelah berbaring di ranjang. Saat sakit kepala makin nyeri, klien juga dapat
mengalami mual atau muntah yang spontan. Selama episode muntah biasanya
nyeri kepala akan berkurang.
4. Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat menyebabkan
papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari hal ini masih belum
diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial mengganggu aliran balik vena dari
mata dan menumpuk darah di vena retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked
disc”, papiledema umum pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin
merupakan manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya dapat
dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah dapat
bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
5. Kejang
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan tumor
intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat parsial atau
menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu membatasi lokasi tumor.
E. PENATALAKSANAAN
Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan:
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
1) Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk tumor primer
maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan. Pembedahan tumor biasanya
harus melalui diagnosis yang histologis terlebih dahulu.
2) Terapi Medikamentosa
a. Antikonvulsan untuk epilepsi
b. Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan intrakranial.
Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan
mengobati edema otak
c. Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai ajuvan
pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit spesialistik neuro
onkologi.
3) Terapi Radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan
akselerator linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih 6.000 Gy
yang diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk klien dengan tumor
metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih 3.000 Gy. Dosis pasti akan
bergantung pada karakteristik tumor, volume jaringan yang harus diradiasi
biasanya diberikan dalam periode yang lebih pendek untuk melindungi jaringan
normal di sekitarnya. Bentuk lain dari terapi radiasi, walaupun tidak dianggap
konvensional dan belum tersedia luas, adalah terapi radiasi partikel berat,
radioterapi neutron cepat, terapi fotodinamik, dan terapi tangkapan neutron boron.
Walaupun penggunaannya luas, terapi radiasi bukan tanpa konsekuensi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun
proses lainnya.
2. Foto Polos Dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis
yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak
yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan
proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi Stereostatik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3. Risiko ketidakefekifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik
7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan tekanan
intrakranial.
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Pain Management (1400)
keperawatan selama 1x24 jam nyeri 1) Mengurangi/menghilangkan faktor-
yang dirasakan berkurang 1 atau dapat faktor yang memimbulkan /
diadaptasi oleh klien dengan kriteria meningkatkan pengalaman nyeri
hasil : 2) Memilih dan mengimplementasikan
a. Klien mengungkapkan nyeri satu jenis tindakan (farmakologi,
yang dirasakan berkurang atau non-farmakologi, interpersonal)
dapat diadaptasi ditunjukkan untuk memfasilitasi pertolongan
penurunan skala nyeri. Skala = 2 nyeri
b. Klien tidak merasa kesakitan. 3) Mempertimbangkan jenis dan
c. Klien tidak gelisah sumber nyeri ketika memilih strategi
Domain-Health Knowledge & pertolongan nyeri
Behaviour (IV) 4) Mendorong klien untuk
Pain Control (1605) menggunakan pengobatan nyeri
Klien dapat mengenal onset nyeri yang adekuat
Klien dapat menggambarkan faktor 5) Instruksikan pasien/keluarga untuk
penyebab melaporkan nyeri dengan segera jika
Klien mengenal gejala yang nyeri timbul.
berhubungan dengan nyeri (160509) 6) Mengajarkan tehnik relaksasi dan
Melaporkan kontrol nyeri (160511) metode distraksi
Pain: Disruptive Effects (2101) 7) Observasi adanya tanda-tanda nyeri
Hubungan interpersonal tidak non verbal seperti ekspresi wajah,
terganggu gelisah, menangis/meringis,
Tindakan peran seperti semula perubahan tanda vital.
Dapat melakukan ktivitas sehari-hari Kolaborasi: Analgesic Administration
Aktivitas fisik tidak terganggu (2210)
8) Menentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan keparahan nyeri
sebelum pengobatan klien
9) Mengecek permintaan medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi dari
analgesik yang telah ditentukan
(resep)
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140)
keperawatan selama 1x24 jam pola 1) Monitor status respirasi dan
pernafasan kembali normal dengan oksigenasi, yang tepat
kriteria Hasil : Respiratory Management (3350)
a. Pola nafas efekif 1) Monitor kecepatan, irama,
b. GDA normal kedalaman dan upaya pernafasan.
c. Tidak terjadi sianosis 2) Monitor pola pernapasan
3) Monitor tingkat saturasi oksigen
Domain-Physiologic Health (II)
dalam klien yang tenang
Class-Cardiopulmonary (E)
4) Auskultasi suara napas, mencatat
Respiratory Status (0415)
area penurunan ketiadaan ventilasi
Respiraroty Rate normal
dan keberadaan suara tambahan
Respiraory Rhytm normal
Kedalaman inspirasi normal
Saturasi oksigen normal
Tidak ada sianosis
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Intracranial Pressure (ICP) Monitoring
keperawatan selama 1x24 jam perfusi (2590)
jaringan klien membaik ditandai 1) Monitor kualitas dan karakteristik
dengan tanda-tanda vital stabil dengan dari bentuk gelombang TIK
kriteria hasil : 2) Monitor tekanan perfusi cerebral
a. Tekanan perfusi serebral 3) Monitor status neurologis
>60mmHg, tekanan intrakranial 4) Monitor TIK klien dan respon
<15mmHg, tekanan arteri rata- neurologis untuk merawat aktivitas
rata 80-100mmHg dan stimuli lingkungan
b. Menunjukkan tingkat kesadaran 5) Monitor jumlah, kecepatan, dan
normal karakteristik dari aliran cairan
c. Orientasi pasien baik serebrospinal (CSF)
d. RR 16-20x/menit 6) Memberikan agen farmakologi
e. Nyeri kepala berkurang atau untuk menjaga TIK pada batas
tidak terjadi tertentu
7) Memberi jarak waktu intervensi
Domain-Physiologic Health (II)
keperawatan untuk meminimalkan
Class-Cardiopulmonary (E)
PTIK
Perfusi Jaringan: Serebral (0406)
8) Monitor secara berkala tanda dan
Tekanan intracranial normal
gejala peningkatan TIK
Tekanan darah sistolik normal
a. Kaji perubahan tingkat
Tekanan darah diastolic normal
kesadaran, orientasi, memori,
Mean Blood Pressure normal
periksa nilai GCS
Sakit kepala hilang
b. Kaji tanda vital dan bandingkan
Tidak mengalami penurunan tingkat
dengan keadaan sebelumnya
kesadaran
c. Kaji fungsi autonom: jumlah dan
Tidak ada gangguan reflek neurologik
pola pernapasan, ukuran dan
reaksi pupil, pergerakan otot
d. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
muntah, papila edema, diplopia,
kejang
e. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan posisi dengan
meninggikan bagian kepala
15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
4. Hindari faktor yang dapat
meningkatkan TIK
9) Istirahatkan pasien, hindari tindakan
keperawatan yang dapat
mengganggu tidur pasien
10) Berikan sedative atau analgetik
dengan kolaboratif.
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Fall Prevention (6490)
keperawatan selama 1x24 jam 1) Identifikasi tingkah laku dan faktor
diagnosa tidak menjadi masalah actual yang berpengaruh pada risiko jatuh
dengan kriteria hasil : 2) Memberikan tanda untuk
a. Pasien dapat mengingatkan klien untuk meminta
mengidentifikasikan kondisi- tolong ketika pergi dari tempat tidur,
kondisi yang menyebabkan yang tepat
vertigo 3) Menggunakan teknik yang sesuai
b. Pasien dapat menjelaskan untuk mengantar klien ked an dari
metode pencegahan penurunan kursi roda, tempat tidur, toilet dan
aliran darah di otak tiba-tiba lainnya
yang berhubungan dengan 4) Kaji tekanan darah pasien saat
ortostatik. pasien mengadakan perubahan
c. Pasien dapat melaksanakan posisi tubuh.
gerakan mengubah posisi dan 5) Diskusikan dengan klien tentang
mencegah drop tekanan di otak fisiologi hipotensi ortostatik.
yang tiba-tiba. 6) Ajarkan teknik-teknik untuk
d. Menjelaskan beberapa episode mengurangi hipotensi ortostatik
vertigo atau pusing. a. Untuk mengetahui pasien
mengakami hipotensi ortostatik
Domain-Health Knowledge &
ataukah tidak.
Behaviour (IV)
b. Untuk menambah pengetahuan
Class-Risk Control & Safety (T)
klien tentang hipotensi
Falls Occurrence (1912)
ortostatik.
Tidak terjadi jatuh ketika posisi
c. Melatih kemampuan klien dan
berdiri, berjalan, duduk dan ketika
memberikan rasa nyaman ketika
tidur
Domain-Health Knowledge & mengalami hipotensi ortostatik.
Behaviour (IV)
Class-Risk Control & Safety (T)
Physical Injury Severity (1913)
Cedera bedah kepala tidak ada
Gangguan mobilitas tidak ada
Penurunan tingkat kesadaran tidak
terjadi
Perdarahan tidak terjadi
5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi.
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Nutrition Monitoring (1160)
keperawatan selama 1x24 jam 1) Kaji tanda dan gejala kekurangan
kebutuhan nutrisi klien dapat nutrisi: penurunan berat badan,
terpenuhi dengan adekuat dengan tanda-tanda anemia, tanda vital
kriteria hasil: 2) Monitor intake nutrisi pasien
a. Antropometri: berat badan tidak 3) Berikan makanan dalam porsi
turun (stabil) kecil tapi sering.
b. Biokimia: albumin normal 4) Timbang berat badan 3 hari sekali
dewasa (3,5-5,0) g/dl 5) Monitor hasil laboratorium: Hb,
c. Hb normal (laki-laki 13,5-18 albumin
g/dl, perempuan 12-16 g/dl) 6) Kolaborasi dalam pemberian obat
1) Clinis: tidak tampak kurus, antiemetic
terdapat lipatan lemak,
rambut tidak jarang dan
merah
2) Diet: klien menghabiskan
porsi makannya dan nafsu
makan bertambah
Nutritional Status (1004)
Intake nutrisi adekuat
Intake makanan adekuat
Intake cairan adekuat
Hidrasi
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, 1) Kaji fungsi motorik secara berkala
gangguan mobilitas dapat diminimalkan 2) Menjaga pergelangan kaki 90
dengan kriteria Hasil : derajat dengan papan kaki.
1. Mempertahankan posisi fungsi Gunakan trochanter rolls
yang dibuktikan dengan tidak sepanjang paha saat di ranjang
adanya kontraktur. Foodtrop 3) Ukur dan pantau tekanan darah
2. Meningkatkan kekuatan tidak pada fase akut atau hingga stabil.
terpengaruh/ kompenssi bagian Ubah posisi secara perlahan
tubuh 4) Inspeksi kulit setiap hari. Kaji
3. Menunjukan teknik eprilaku yang terhadap area yang tertekan dan
meingkinkan dimulainya kembali memberikan perawatan kulit
kegiatan secara teliti
Mobility (0208) 5) Membantu mendorong pulmonary
Keseimbangan terjaga hygiene seperti napas dalam,
Koordinasi terjaga batuk, suction
Bergerak dengan mudah 6) Kaji dari kemerahan,
bengkak/ketegangan otot jaringan
betis
7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam 2) Kaji rentang gerak leher klien
memberikan kenyamanan gerak leher 3) Memberi helth education kepada
pada klien dengan kriteria Hasil : pasien mengenai penurunan fungsi
a. Klien dapat menggerakan leher gerak leher
secara normal 4) Kolaburasi dengan fisioterapi
b. Klien dapat beraktifitas secara 5) Mengetahui kemampuan gerak
normal leher klien
6) Membantu pasien untuk dapat
menerima kondisi yang dialami
7) Terapi dapat membantu
mengembalikan gerak leher klien
secara normal
D. TUJUAN ROM
1. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
5. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
E. MANFAAT ROM
1. Memperbaiki tonus otot
2. Meningkatkan mobilisasi sendi
3. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
4. Meningkatkan massa otot
5. Mengurangi kehilangan tulang
F. INDIKASI
1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama
G. KONTRA INDIKASI
1. Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
2. Kelainan sendi atau tulang
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
4. Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
5. Nyeri berat
6. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak
H. JENIS-JENIS ROM
Range of Motion dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. ROM Aktif
ROM Aktif merupakan gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)
dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai
dengan rentang gerak sendi normal. Kekuatan otot yang digunakan mencapai
75%.
Gerakan ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM
aktif adalah sendi di seluruh tubuh klien secara aktif yakni dari kepala sampai
ujung jari kaki klien.
2. ROM Pasif
ROM Pasif merupakan gerakan dimana energi yang dikeluarkan untuk latihan
berasal dari orang lain atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian
klien sesuai dengan rentang gerak yang normal. Kekuatan otot yang digunakan
pada gerakan ini adalah 50%.
Range of Motion pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot individu lain secara pasif, misalnya
perawat membantu mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada
ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara
mandiri.
2. Bahu
Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan rentang 90°
menggerakan lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke belakang,
3. Siku
2. Lengan Bawah
3. Pergelangan Tangan
4. Jari-jari Tangan
5. Ibu Jari
6. Pinggul
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai rentang 90°
lain,
7. Lutut
8. Mata Kaki
9. Kaki
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 3. Jakarta
: EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta: EGC
Perry, Potter Peterson. 2005. Keterampilan dan Prosedur dasar. Jakarta: EGC
Potter, Perry.2006.Konsep Proses dan praktik, Fundamental Keperawatan, vol. 2, edisi 4.
Penerbit buku kedokteran EGC.
Perry,A,G.& Potter,P.A. 1999.Fundamental Keperawatan,buku kedokteran.Jakarta:EGC