Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM SYARAF : TUMOR OTAK, TRAUMA

KEPALA DAN ROM (RANGE OF MOTION)

RESUME

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu

Dede Nur Aziz Muslim S.Kep., Ners., M.Kep

Oleh

Mutia Maudina

191FK01078

2C

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA KEPALA

A. PENGERTIAN
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial dalam substansi otak
tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008)

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
a. SKG 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. SKG 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. SKG 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. ETIOLOGI
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil
2. Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan
3. Cedera akibat kekerasan

Adapun pendapat para ahli yaitu


Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas.
2. Terjatuh
3. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
4. Olah raga
5. Benturan langsung pada kepala.
6. Kecelakaan industri.
D. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F. PATHWAY

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan Terputusnya Jaringan otak rusak
vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang

Gangguan suplai darah -Perubahan outoregulasi


Resiko Nyeri -Odem cerebral
A. infeksi
-Perdarahan
B. Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan


Gangg. Neurologis
jln. nafas
fokal 2. Obstruksi
C. jln. nafas
Peningkatan TIK Mual – muntah 3. Dispnea
Papilodema 4. Henti nafas
Pandangan kabur Defisit Neurologis 5. Perub. Pola
Penurunan fungsi nafas
D.
Girus medialis lobus pendengaran
E.
temporalis tergeser Nyeri kepala
Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
F. volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata
G.
Mesesenfalon tertekan Resiko injuri
Resiko gangg.
integritas kulit
Immobilisasi
Gangg. kesadaran
Kurangnya
Cemas perawatan diri

Sumber : WOC Trauma kepala


G. KOMPLIKASI
1. Komplikasi lain secara traumatic :
a. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
b. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,
abses otak)
c. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
2. Komplikasi lain:
a. Hemorrhagie
b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
e. Kegagalan nafas
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2. Rotgen Foto
3. CT Scan
4. MRI
I. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
J. ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien : meliputi nama, tanggal lahir, alamat, pendidikan,
pekerjaan, umur, suku/bangsa.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya : Apakah pasien pernah menderita, Stroke,
Infeksi Otak, DM, Diare/muntah, Tumor Otak, Trauma kepala.
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
2) Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3) Sistem saraf :
Kesadaran  GCS.
Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
4) Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar  tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
5) Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6) Pemeriksaan 6B :
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis,
maka dapat terjadi : Perubahan status mental, Perubahan dalam
penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian
lapang pandang, foto fobia.
d. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera.
Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara
pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula
terjadi penurunan tonus otot.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
a. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
b. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
c. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya
kesadaran.
d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
e. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi
pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.

3. Intervensi Keperawatan
DX Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Atur posisi nyaman dan latih 1. Posisi nyaman dan
keperawatan selama 2 X 24 nafas dalam nafas dalam dapat
jam klien mampu mengontrol 2. Latih teknik relaksasi dan membantu mengurangi
nyeri distraksi rasa nyeri
3. Observasi status nyeri (skala, 2. Teknik relaksasi dan
kriteria hasil :
lokasi,dan waktu) distraksi dapat digunakan
1)    Melaporkan nyeri hilang 4. Berikan terapi obat analgetik untuk mengalihka
atau terkontrol sesuai order dokter perhatian terhadap nyeri

2)    Mengikuti program 3. Mengetahui


5. Berikan penkes mengenai
pengobatan yang diberikan perkembangan klien dan
proses perjalanan nyeri
sebagai bahan evaluasi
keefektifan intervensi
yang diberikan
4. Analgetik dapat
mengurangi atau bahkan
mengurangi nyeri
5.Menambah
pengetahuan klien
2 i. Perfusi jaringan serebral 1. Bila akan memiringkan , harus 1.Bedrestbertujuan
adekuat yang ditandai menghindari adanya tekukan mengurangi kerja tisik, beban
dengan tidak ada pusing pada anggota badan, fleksi kerja jantung; mengatasi
hebat, kesadaran tidak (harus bersamaan). keadaan high output, yang
menurun 2. Berikan pelembek tinja untuk disebabkan oleh tiroksin,
mencegah adanya valsava anemia, beri-beri, dan
ii. Tidak terdapat tanda-tanda
maneuver. lainnya.
peningkatan tekanan
3. Ciptakan lingkungan yang 2. memberikan rasa
intrakranial.
tenang, gunakan sentuhan nyaman dan mencegah
therapeutic, hindari ketegangan.
percakapan yang emosional.
3. Membantu drainase
4. Pemberian obat-obatan untuk
vena untuk mengurangi
mengurangi edema atau
konges serebrovaskular.
tekanan intrakranial sesuai
program. 4. Mencegah resiko

5. Pemberian terapi cairan ketidakseimbangan cairan


intravena dan antisipasi
kelebihan cairan karena dapat
meningkatkan edema serebral.
6. Monitor intake dan out put.
3 1. Kebutuhan sehari-hari anak 1. Bantu dalam memenuhi 1. Memandikan klien
terpenuhi yang ditandai kebutuhan aktivitas, makan – merupakan, salah satu
dengan berat badan stabil cara memperkecil infeksi
minum, nosokomial.
atau tidak menunjukkan
penurunan berat badan mengenakan pakaian, BAK 2. Membersihkan mulut
dan BAB,membersihkan dan gigi klien,
2. tempat tidur bersih, tubuh
perawat dapatmenemukan
anak bersih tempat tidur, dan kebersihan
berbagai kelainan seperti
perseorangan. adanya gigi palsu, karies
3. tidak ada iritasi pada kulit,
buang air besar dan kecil Berikan makanan via gigi, krusta, gusi berdarah,
dapat dibantu. bau aseton sebagai ciri
parenteral bila ada indikasi.
khas penderita DM, serta
2. Perawatan kateter bila adanya tumor.
terpasang. 3. Kolonisasi bakteri pada
3. Kaji adanya konstipasi, bila kulit segera dimulai
setelah lahir, walaupun
perlu pemakaian pelembek mikroorganisme tersebut
tinja untuk memudahkan tidak patogen
BAB.
4. Libatkan orang tua dalam
perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan
demonstrasikan, seperti
bagaimana cara memandikan.
4 1. Tidak ditemukan tanda- 1. Kaji intake dan out put. 1. Kebiasaan makan
tanda kekurangan volume 2. Kaji tanda-tanda dehidrasi: klien akan memengaruhi
cairan atau dehidrasi yang keadaan nutrisinya.
ditandai dengan membran turgor kulit, membran
2. Makanan yang telah
mukosa lembab mukosa, dan ubun-ubun disediakan disesuaikan
2. Integritas kulit baik atau mata cekung dan out put dengan kebutuhan klien.
3. Nilai elektrolit dalam batas urine. 3. Pemberian makanan
normal. 3. Berikan cairan intra vena pada klien disesuaikan
dengan kebutuhan nutrisi
sesuai program. dan diagnosis penyakit.
4. Kaji intake dan out put.
5 1. Pola nafas dan bersihan 1. KajiAirway, Breathing, 1. Hipoventilasi biasanya
jalan nafas efektif yang Circulasi. terjadi atau menyebabkan
ditandai dengan tidak ada
2. Kaji anak, apakah ada fraktur akumulasi/atelektasis
sesak atau kesukaran
bernafas cervical dan vertebra. Bila ada atau pneumonia
hindari memposisikan kepala (komplikasi yang sering
2. Jalan nafas bersih
ekstensi dan hati-hati dalam terjadi).
3. Pernafasan dalam batas
mengatur posisi bila ada 2. Menggambarkan akan
normal.
cedera vertebra. terjadinya gagal napas
3. Pastikan jalan nafas tetap yang memerlukan
terbuka dan kaji adanya sekret. evaluasi dan intervensi
Bila ada sekret segera lakukan medis dengan segera.
pengisapan lendir. 3.Berikan oksigen
4. Kaji status pernafasan dengan cara yang tepat
kedalamannya, usaha dalam seperti dengan kanul
bernafas. oksigen, masker,intubasi
5. Pemberian oksigen sesuai
program.

4. Evaluasi
Setelah mendapatkan intervensi keperawatan, maka pasien dengan trauma tulang
belakang diharapkan sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berkurang
b. Pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
c. Tidak ada dekubitus
d. Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cairan atau
e. Dehidrasi
f. Jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran
bernafas

ASUHAN KEPERAWATAN KEGANASAN SISTEM SYARAF


(TUMOR OTAK)
A. PENGERTIAN
Tumor Otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Banyak jenis
tumor yang berbeda-beda. Beberapa tumor otak bukan merupakan kanker (jinak)
dan beberapa tumor otak lainnya adalah kanker (ganas). Tumor otak dapat berasal
dari otak (tumor otak primer) atau kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan
merambat ke otak (tumor otak sekunder / metastatik).

Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(Sylvia.A, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun
metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut
tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti
kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder.
(Mayer. SA,2002).

Central Brain Tumor Registry for the United States (CBTRUS)


memperkirakan bahwa akan terdapat 190.600 tumor otak yang akan terdiagnosis
pada 2005. Dari jumlah tersebut 43.800 diperkirakan adalah tumor otak primer
dan sisanya adalah sekunder atau metastasis. Insiden umum untuk tumor otak
primer dan CNS adalah 14 kasus per 100.000 orang/tahun. Insiden tumor otak
tampaknya makin meningkat, tetapi ini mungkin mencerminkan diagnosis yang
lebih cepat dan lebih akurat. CBTRUS mencatat bahwa, pada tahun 2000, sekitar
359.00 orang di Amerika Serikat hidup dengan tumor otak primer dengan 75%
memiliki tumor jinak dan 23% memiliki tumor ganas.

B. ETIOLOGI

Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor otak
primer. Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering kali dapat
diidentifikasi, mekanisme yang menyebabkan sel bertindak abnormal tetap belum
diketahui. Kecenderungan keluarga, imunosupresi, dan faktor-faktor lingkungan
sedang diteliti. Waktu puncak untuk kejadian tumor otak adalah decade kelima
dan ketujuh. Selain itu, pria terkena lebih sering dari pada wanita.
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Adapun
faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali
pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-
anggota sekeluarga. Dibawah 5% penderita glioma mempunyai sejarah keluarga
yang menderita brain tumor. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang
dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor
familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti
yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada
neoplasma.
2. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas
dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi
pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya
suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
6. Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga mendesak massa
otak akhirnya terjadi tumor otak.

C. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang disebabkan
oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial
(TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut
dan dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron akibat
kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke dalam jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti bertambahnya
massa dalam tengkorak, edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor
ganas menyebabkan edema dalam jaringan otak yang diduga disebabkan oleh
perbedaan tekanan osmosis yang menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi
vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar di otak, menimbulkan
peningkatan volume intracranial dan meningkatkan TIK.
Peningkatan TIK membahayakan jiwa jika terjadi dengan cepat. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi
efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini meliputi volume darah intrakranial, volum CSS,
kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan
yang tidak diatasi akan mengakibatkan herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak. Herniasi
menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak
ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser ke bawah melalui foramen
magnum oleh suatu massa posterior.
Kompresi medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan gangguan pernapasan.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis mungkin tidak spesifik yang dapat disebabkan oleh edema
dan peningkatan TIK atau spesifik yang disebabkan oleh lokasi anatomi tertentu.
1. Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan tingkat
kesadaran atau sensoris dapat ditemukan. Perubahan status emosional dan mental,
seperti letargi dan mengantuk, kebingungan, disorientasi, serta perubahan
kepribadian dapat ditemukan.
2. Sakit Kepala
Sakit Kepala merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak
yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten.
Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan
terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher. 
Sakit kepala dapat terbatas atau keseluruhan. Biasanya intermiten dengan
durasi meningkat dan dapat diperparah dengan perubahan posisi atau mengejan.
Sakit kepala parah dan berulang pada klien yang sebelumnya bebas sakit kepala
atau sakit kepala berulang di pagi hari yang frekuensi dan keparahannya
meningkat dapat menandakan suatu tumor intrakranial dan membutuhkan
pengkajian lebih lanjut.
3. Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena tekanan pada
medula, yang terletak pusat muntah. Klien sering mengeluhkan sakit kepala parah
setelah berbaring di ranjang. Saat sakit kepala makin nyeri, klien juga dapat
mengalami mual atau muntah yang spontan. Selama episode muntah biasanya
nyeri kepala akan berkurang.
4. Papiledema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat menyebabkan
papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari hal ini masih belum
diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial mengganggu aliran balik vena dari
mata dan menumpuk darah di vena retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked
disc”, papiledema umum pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin
merupakan manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya dapat
dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah dapat
bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
5. Kejang
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan tumor
intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat parsial atau
menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu membatasi lokasi tumor.

E. PENATALAKSANAAN
Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan:
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor

Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian kortikostreoid


yang bertujuan untuk memberantas edema otak. Pengaruh kortikostreoid terutama
dapat dilihat pada keadaan-keadaan seperti nyeri kepala yang hebat, deficit motorik,
afasia dan kesadaran yang menurun. Beberapa hipotesis yang dikemukakan:
meningkatkan transportasi dan reasirbsi cairan serta memperbaiki permeabilitas
pembuluh darah. Jenis kortikostreoid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling
banyak dipakai ialah deksametason, selain itu dapat diberikan prednisone atau
prednisolon. Dosis deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam
untuk mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi
intracranial (Greenberg et al., 1999). Selain itu terapi suportif yang dapat dilakukan
yaitu IVFD RL XX tetes/menit (makro), ceftriaxon vial 1 gram/12 jam, ranitidine
ampul 1 gram/12 jam, dexamethason 1 ampul/6 jam.
Untuk tumor otak metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu :

1) Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk tumor primer
maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan. Pembedahan tumor biasanya
harus melalui diagnosis yang histologis terlebih dahulu.
2) Terapi Medikamentosa
a. Antikonvulsan untuk epilepsi
b. Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan intrakranial.
Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal sementara dengan
mengobati edema otak
c. Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai ajuvan
pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit spesialistik neuro
onkologi.
3) Terapi Radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan
akselerator linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih 6.000 Gy
yang diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk klien dengan tumor
metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih 3.000 Gy. Dosis pasti akan
bergantung pada karakteristik tumor, volume jaringan yang harus diradiasi
biasanya diberikan dalam periode yang lebih pendek untuk melindungi jaringan
normal di sekitarnya. Bentuk lain dari terapi radiasi, walaupun tidak dianggap
konvensional dan belum tersedia luas, adalah terapi radiasi partikel berat,
radioterapi neutron cepat, terapi fotodinamik, dan terapi tangkapan neutron boron.
Walaupun penggunaannya luas, terapi radiasi bukan tanpa konsekuensi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun
proses lainnya.
2. Foto Polos Dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis
yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak
yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan
patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan
proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi Stereostatik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

Menurut Muttaqin (2008) ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang digunakan


dalam mengindikasi penyakit tumor otak, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Computed Tomography Scan (CT-Scan)


Computed Tomography (CT) Scan merupakan suatu teknik diagnostik dengan
menggunakan sinar sempit dari sinar-X untuk memindai kepala dalam lapisan yang
berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari
otak, dengan membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang kepala, korteks,
struktur subkortikal, dan ventrikel. Bayangan ditunjukkan pada osiloskop atau
monitor TV dan difoto. Lesi-lesi pada otak terlihat sebagai variasi kepadatan
jaringan yang berbeda dari jaringan otak normal sekitarnya. Jaringan abnormal
sebagai indikasi kemungkinan adanya massa tumor, infark otak dan atrofi kortikal.
Oleh karena itu, CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi
pasen yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi
tumor yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil.
Gambaran CT Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal
berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak
dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah.
Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan
sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih
nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.

G. ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR OTAK


A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang menyeluruh dan akurat sangat penting
dalam merawat pasien yang memiliki masalah saraf. Perawat perlu waspada
terhadap berbagai perubahan yang kadang samar dalam kondisi pasien yang
mungkin menunjukkan perburukan kondisi.
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan durasinya
makin meningkat
c. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat meningkat
dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan mental seperti
disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia
atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga
dengan tumor kepala.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic
test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-
tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel),
dan B6 (Bone).
a. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan
sesak napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga hermiasi dan
kompresi medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien normal,
tidak menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas, dan biasanya
memerlukan alat bantu pernapasan dengan kadar oksigen 2 LPM.
b. Kardiovaskular B2 (Blood)
Desak ruang intracranial akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu
terjadi ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan bradikardi. Klien
tidak mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung normal, akral hangat, nadi
bradikardi.
c. Persyarafan B3 (Brain)
1) Penglihatan (mata)   : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman
atau diplopia.
2) Pendengaran (telinga) : Terganggu bila mengenai lobus temporal
3) Penciuman (hidung)  : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus
frontal
4) Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
 Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
 Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
 GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a) Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b) Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-
ulang) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c) Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar/menarik ekstremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon

d) Berdasarkan Fokal : Tumor Lobus Frontalis

 Gangguan keperibadian dan mental seperti apatis,kesukaran


dalam pandangan ke depan, regresi dalam tingkah laku social
 Graps refleks (reflek memegang)
 Spasme tonik pada jari-jari kaki atau tangan
 Kejang fokal atau wajah
 Todd’s paralisis
 Afasia motorik
 Jika terjadi di traktus kortikospinalis :hemiparesis sampai
hemiplegia kontralateral lesi
 Sindrom foster kennedy
e) Tumor lobus temporalis
 Kajang parsiil
 Movement motoric automatic
 Nyeri epigastrium
 Perasaan fluttering di epigastrik atau toraks
 Dejavu
f) Tumor lobus parietalis
 Astereognosis
 Antopognosis
 Hemianestesia
 Tidak dapat membedakan kanan atau kiri
 Loss of body image
g) Tumor lobus oksipitalis
 Gangguan yojana penglihatan
 Nyeri kepala di daerah oksipital
 Hemianopsia homonym
h) Tumor Serebellum
 Nyeri kepala, muntah ban pupil edema
 Ganguan gait dan gangguan koordinasi
 Bila berjalan kan jatuh ke sisi lesi
 Ataksia, tremor, nistagmus hipotonia
i) Tumor daerah thalamus
 Refleks babinsky positif, hemiparesis, hiperrefleks
 Tekanan intracranial yang tinggi
 Lama kelamaan bisa menjadi hidrosefalus
j) Tumor daerah pineal/epifise
 Tanda perinaud fenomena bell
 Fenomena puppenkoft
 Pupil argyl Robertson
 Pubertas prekoks
 Diabetes insipidus
i) Tumor batang otak
 Kesadaran menurun
 Gangguan N III
 Sindrom webber
 Sindrom benedict
 Sindrom claude
j) Tumor sudut sereblo pontin
 Gangguan pendengaran
 Vertigo
i) Berdasarkan PTIK
Nyeri kepala,kejang, gangguan mental, pembesaran kepala,
papiledema, sensasi abnormal di kepala, false localizing sign
d. Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan control sfinter urine, kebersihan bersih, bentuk alat
kelamin normal, uretra normal, produksi urin normal
e. Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
sehingga menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah
ini biasanya akan diikuti dengan penurunan nafsu makan pada pasien.
Kondisi mulut bersih dan mukosa lembab.
f. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan
bahkan kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi
tubuh kelelahan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3. Risiko ketidakefekifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik
7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan tekanan
intrakranial.

NOC NIC
Tujuan :  setelah dilakukan tindakan Pain Management (1400)
keperawatan selama 1x24 jam nyeri 1) Mengurangi/menghilangkan faktor-
yang dirasakan berkurang 1 atau dapat faktor yang memimbulkan /
diadaptasi oleh klien dengan kriteria meningkatkan pengalaman nyeri
hasil : 2) Memilih dan mengimplementasikan
a. Klien mengungkapkan nyeri satu jenis tindakan (farmakologi,
yang dirasakan berkurang atau non-farmakologi, interpersonal)
dapat diadaptasi ditunjukkan untuk memfasilitasi pertolongan
penurunan skala nyeri. Skala = 2 nyeri
b. Klien tidak merasa kesakitan. 3) Mempertimbangkan jenis dan
c. Klien tidak gelisah sumber nyeri ketika memilih strategi
Domain-Health Knowledge & pertolongan nyeri
Behaviour (IV) 4) Mendorong klien untuk
Pain Control (1605) menggunakan pengobatan nyeri
Klien dapat mengenal onset nyeri yang adekuat
Klien dapat menggambarkan faktor 5) Instruksikan pasien/keluarga untuk
penyebab melaporkan nyeri dengan segera jika
Klien mengenal gejala yang nyeri timbul.
berhubungan dengan nyeri (160509) 6) Mengajarkan  tehnik relaksasi dan
Melaporkan kontrol nyeri (160511) metode distraksi
Pain: Disruptive Effects (2101) 7) Observasi adanya tanda-tanda nyeri
Hubungan interpersonal tidak non verbal seperti ekspresi wajah,
terganggu gelisah, menangis/meringis,
Tindakan peran seperti semula perubahan tanda vital.
Dapat melakukan ktivitas sehari-hari Kolaborasi: Analgesic Administration
Aktivitas fisik tidak terganggu (2210)
8) Menentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan keparahan nyeri
sebelum pengobatan klien
9) Mengecek permintaan medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi dari
analgesik yang telah ditentukan
(resep)
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Airway Management (3140)
keperawatan selama 1x24 jam pola 1) Monitor status respirasi dan
pernafasan kembali normal dengan oksigenasi, yang tepat
kriteria Hasil : Respiratory Management (3350)
a. Pola nafas efekif 1) Monitor kecepatan, irama,
b. GDA normal kedalaman dan upaya pernafasan.
c. Tidak terjadi sianosis 2) Monitor pola pernapasan
3) Monitor tingkat saturasi oksigen
Domain-Physiologic Health (II)
dalam klien yang tenang
Class-Cardiopulmonary (E)
4) Auskultasi suara napas, mencatat
Respiratory Status (0415)
area penurunan ketiadaan ventilasi
Respiraroty Rate normal
dan keberadaan suara tambahan
Respiraory Rhytm normal
Kedalaman inspirasi normal
Saturasi oksigen normal
Tidak ada sianosis

3. Risiko ketidakefekifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Intracranial Pressure (ICP) Monitoring
keperawatan selama 1x24 jam perfusi (2590)
jaringan klien membaik ditandai 1) Monitor kualitas dan karakteristik
dengan tanda-tanda vital stabil dengan dari bentuk gelombang TIK
kriteria hasil : 2) Monitor tekanan perfusi cerebral
a. Tekanan perfusi serebral  3) Monitor status neurologis
>60mmHg, tekanan intrakranial 4) Monitor TIK klien dan respon
<15mmHg, tekanan arteri rata- neurologis untuk merawat aktivitas
rata 80-100mmHg dan stimuli lingkungan
b. Menunjukkan tingkat kesadaran 5) Monitor jumlah, kecepatan, dan
normal karakteristik dari aliran cairan
c. Orientasi pasien baik serebrospinal (CSF)
d. RR 16-20x/menit 6) Memberikan agen farmakologi
e. Nyeri kepala berkurang atau untuk menjaga TIK pada batas
tidak terjadi tertentu
7) Memberi jarak waktu intervensi
Domain-Physiologic Health (II)
keperawatan untuk meminimalkan
Class-Cardiopulmonary (E)
PTIK
Perfusi Jaringan: Serebral (0406)
8) Monitor secara berkala tanda dan
Tekanan intracranial normal
gejala peningkatan TIK
Tekanan darah sistolik normal
a. Kaji perubahan tingkat
Tekanan darah diastolic normal
kesadaran, orientasi, memori,
Mean Blood Pressure normal
periksa nilai GCS
Sakit kepala hilang
b. Kaji tanda vital dan bandingkan
Tidak mengalami penurunan tingkat
dengan keadaan sebelumnya
kesadaran
c. Kaji fungsi autonom: jumlah dan
Tidak ada gangguan reflek neurologik
pola pernapasan, ukuran dan
reaksi pupil, pergerakan otot
d. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
muntah, papila edema, diplopia,
kejang
e. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan posisi dengan
meninggikan bagian kepala
15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
4. Hindari faktor yang dapat
meningkatkan TIK
9) Istirahatkan pasien, hindari tindakan
keperawatan yang dapat
mengganggu tidur pasien
10) Berikan sedative atau analgetik
dengan kolaboratif.

4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Fall Prevention (6490)
keperawatan selama 1x24 jam 1) Identifikasi tingkah laku dan faktor
diagnosa tidak menjadi masalah actual yang berpengaruh pada risiko jatuh
dengan kriteria hasil : 2) Memberikan tanda untuk
a. Pasien dapat mengingatkan klien untuk meminta
mengidentifikasikan kondisi- tolong ketika pergi dari tempat tidur,
kondisi yang menyebabkan yang tepat
vertigo 3) Menggunakan teknik yang sesuai
b. Pasien dapat menjelaskan untuk mengantar klien ked an dari
metode pencegahan penurunan kursi roda, tempat tidur, toilet dan
aliran darah di otak tiba-tiba lainnya
yang berhubungan dengan 4) Kaji tekanan darah pasien saat
ortostatik. pasien mengadakan perubahan
c. Pasien dapat melaksanakan posisi tubuh.
gerakan mengubah posisi dan 5) Diskusikan dengan klien tentang
mencegah drop tekanan di otak fisiologi hipotensi ortostatik.
yang tiba-tiba. 6) Ajarkan teknik-teknik untuk
d. Menjelaskan beberapa episode mengurangi hipotensi ortostatik
vertigo atau pusing. a. Untuk mengetahui pasien
mengakami hipotensi ortostatik
Domain-Health Knowledge &
ataukah tidak.
Behaviour (IV)
b. Untuk menambah pengetahuan
Class-Risk Control & Safety (T)
klien tentang hipotensi
Falls Occurrence (1912)
ortostatik.
Tidak terjadi jatuh ketika posisi
c. Melatih kemampuan klien dan
berdiri, berjalan, duduk dan ketika
memberikan rasa nyaman ketika
tidur
Domain-Health Knowledge & mengalami hipotensi ortostatik.
Behaviour (IV)
Class-Risk Control & Safety (T)
Physical Injury Severity (1913)
Cedera bedah kepala tidak ada
Gangguan mobilitas tidak ada
Penurunan tingkat kesadaran tidak
terjadi
Perdarahan tidak terjadi

5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Nutrition Monitoring (1160)
keperawatan selama 1x24 jam 1) Kaji tanda dan gejala kekurangan
kebutuhan nutrisi klien dapat nutrisi: penurunan berat badan,
terpenuhi dengan adekuat dengan tanda-tanda anemia, tanda vital
kriteria hasil: 2) Monitor intake nutrisi pasien
a. Antropometri: berat badan tidak 3) Berikan makanan dalam porsi
turun (stabil) kecil tapi sering.
b. Biokimia: albumin normal 4) Timbang berat badan 3 hari sekali
dewasa (3,5-5,0) g/dl 5) Monitor hasil laboratorium: Hb,
c. Hb normal (laki-laki 13,5-18 albumin
g/dl, perempuan 12-16 g/dl) 6) Kolaborasi dalam pemberian obat
1) Clinis: tidak tampak kurus, antiemetic
terdapat lipatan lemak,
rambut tidak jarang dan
merah
2) Diet: klien menghabiskan
porsi makannya dan nafsu
makan bertambah
Nutritional Status (1004)
Intake nutrisi adekuat
Intake makanan adekuat
Intake cairan adekuat
Hidrasi

6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan motorik

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, 1) Kaji fungsi motorik secara berkala
gangguan mobilitas dapat diminimalkan 2) Menjaga pergelangan kaki 90
dengan kriteria Hasil : derajat dengan papan kaki.
1. Mempertahankan posisi fungsi Gunakan trochanter rolls
yang dibuktikan dengan tidak sepanjang paha saat di ranjang
adanya kontraktur. Foodtrop 3) Ukur dan pantau tekanan darah
2. Meningkatkan kekuatan tidak pada fase akut atau hingga stabil.
terpengaruh/ kompenssi bagian Ubah posisi secara perlahan
tubuh 4) Inspeksi kulit setiap hari. Kaji
3. Menunjukan teknik eprilaku yang terhadap area yang tertekan dan
meingkinkan dimulainya kembali memberikan perawatan kulit
kegiatan secara teliti
Mobility (0208) 5) Membantu mendorong pulmonary
Keseimbangan terjaga hygiene seperti napas dalam,
Koordinasi terjaga batuk, suction
Bergerak dengan mudah 6) Kaji dari kemerahan,
bengkak/ketegangan otot jaringan
betis

7. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam 2) Kaji rentang gerak leher klien
memberikan kenyamanan gerak leher 3) Memberi helth education  kepada
pada klien dengan kriteria Hasil : pasien mengenai  penurunan fungsi
a. Klien dapat menggerakan leher gerak leher
secara normal 4) Kolaburasi dengan fisioterapi
b. Klien dapat beraktifitas secara 5) Mengetahui kemampuan gerak
normal leher klien
6) Membantu pasien untuk dapat
menerima kondisi yang dialami
7) Terapi dapat membantu
mengembalikan gerak leher klien
secara normal

RANGE OF MOTION (ROM)


A. DEFINISI ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot
(Potter & Perry, 2005).
Range of motion adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan (Suratun, dkk, 2008).  
Latihan range of motion (ROM) merupakan istilah baku untuk menyatakan
batas atau batasan gerakan sendi yang normal dan sebagai dasar untuk menetapkan
adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal (Arif,
M, 2008).

B. KLASIFIKASI LATIHAN ROM


Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan
bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah
baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing
klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang
gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada
ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien
sendri secara aktif.

C. PRINSIP DASAR LATIHAN ROM


1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari

2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien


3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa,
tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan
rutin telah di lakukan.         

D. TUJUAN ROM
1. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
5. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan

E. MANFAAT ROM
1. Memperbaiki tonus otot
2. Meningkatkan mobilisasi sendi
3. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
4. Meningkatkan massa otot
5. Mengurangi kehilangan tulang

F. INDIKASI
1. Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
2. Kelemahan otot
3. Fase rehabilitasi fisik
4. Klien dengan tirah baring lama

G. KONTRA INDIKASI
1. Trombus/emboli dan keradangan pada pembuluh darah
2. Kelainan sendi atau tulang
3. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
4. Trauma baru dengan kemunginan ada fraktur yang tersembunyi atau luka dalam
5. Nyeri berat
6. Sendi kaku atau tidak dapat bergerak

H. JENIS-JENIS ROM
Range of Motion dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. ROM Aktif
ROM Aktif merupakan gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)
dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai
dengan rentang gerak sendi normal. Kekuatan otot yang digunakan mencapai
75%.
Gerakan ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif. Sendi yang digerakkan pada ROM
aktif adalah sendi di seluruh tubuh klien secara aktif yakni dari kepala sampai
ujung jari kaki klien.

2. ROM Pasif
ROM Pasif merupakan gerakan dimana energi yang dikeluarkan untuk latihan
berasal dari orang lain atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian
klien sesuai dengan rentang gerak yang normal. Kekuatan otot yang digunakan
pada gerakan ini adalah 50%.
Range of Motion pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot individu lain secara pasif, misalnya
perawat membantu mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang
digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada
ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara
mandiri.

I. MACAM-MACAM GERAKAN ROM


Terdapat berbagai macam gerakan ROM antara lain :
1. Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian.
2. Ekstensi, yaitu bertambahnya sudut persendian.
3. Hiperekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut.
4. Abduksi, yaitu gerakan menjauhi dari garis tengah tubuh.
5. Adduksi, yaitu gerakan mendekati garis tengah tubuh.
6. Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat dari tulang
7. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak membentuk
sudut persendian.
8. Inversi, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak membentuk
sudut persendian.
9. Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak ke
bawah.
10. Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak ke
atas.
11. Oposisi, yaitu gerakan menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada
tangan yang sama.

J. GERAKAN ROM BERDASARKAN BAGIAN TUBUH


Menurut Potter dan Perry (2005), Range of Motion terdiri dari gerakan pada
persendian sebagai berikut.
1. Leher, Spina, Servikal

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°

Ekstensi Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°

Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45°

Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh rentang 40-45°


mungkin kearah setiap bahu,

Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan rentang 180°


sirkuler,

2. Bahu

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh rentang 180°


ke depan ke posisi di atas kepala,

Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di samping rentang 180°


tubuh,

Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap rentang 45-60°


lurus,

Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di atas rentang 180°


kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala,

Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan menyilang rentang 320°


tubuh sejauh mungkin,

Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan rentang 90°
menggerakan lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke belakang,

Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan rentang 90°


sampai ibu jari ke atas dan samping kepala,

Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360°

3. Siku

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan bahu rentang 150°


bergerak ke depan sendi bahu dan tangan
sejajar bahu,

Ektensi Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°

2. Lengan Bawah

Gerakan Penjelasan Rentang

Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan sehingga rentang 70-90°


telapak tangan menghadap ke atas,

Pronasi Memutar lengan bawah sehingga telapak rentang 70-90°


tangan menghadap ke bawah,

3. Pergelangan Tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian rentang 80-90°


dalam lengan bawah,

Ekstensi Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari- rentang 80-90°


jari, tangan, lengan bawah berada dalam
arah yang sama,

Hiperekstens Membawa permukaan tangan dorsal ke rentang 89-90°


i belakang sejauh mungkin,

Abduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30°


ibu jari,

Adduksi Menekuk pergelangan tangan miring ke rentang 30-50°


arah lima jari,

4. Jari-jari Tangan

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Membuat genggaman, rentang 90°


Ekstensi Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°

Hiperekstensi Menggerakan jari-jari tangan ke belakang rentang 30-60°


sejauh mungkin,

Abduksi Mereggangkan jari-jari tangan yang satu rentang 30°


dengan yang lain,

Adduksi Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°

5. Ibu Jari

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan ibu jari menyilang permukaan rentang 90°


telapak tangan,

Ekstensi menggerakan ibu jari lurus menjauh dari rentang 90°


tangan,

Abduksi Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°

Adduksi Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°

Oposisi Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan -


pada tangan yang sama.

6. Pinggul

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°

Ekstensi Menggerakan kembali ke samping tungkai rentang 90-120°


yang lain,

Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°

Abduksi Menggerakan tungkai ke samping menjauhi rentang 30-50°


tubuh,

Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke posisi rentang 30-50°


media dan melebihi jika mungkin,

Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai rentang 90°
lain,

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi rentang 90°


tungkai lain,

Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -

7. Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°

8. Mata Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Dorsifleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki rentang 20-30°


menekuk ke atas,

Plantarfleksi Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki rentang 45-50°


menekuk ke bawah,

9. Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°


Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°

10. Jari-jari Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°

Ekstensi Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°

Abduksi Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang rentang 15°


lain,

Adduksi Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2010. Buku Ajar keperawtanmedikalbedah, edisi 8 vol.3.EGC. Jakarta


Bulechek, G. Butcher, H. K. Dochterman, J. M. 2008. Nursing Intervention Classification
(NIC) Fifth Edition. Mosby: Elsevier Inc.
Herdman, T. H. (Ed.). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell
Kozier and Erb’s, 2008. Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice 8 thed.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Moorhead, S. Johnson, M. Maas. M. L. Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. Mosby: Elsevier Inc.
Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 3. Jakarta
: EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati, Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan volume 2. Jakarta: EGC
Perry, Potter Peterson. 2005. Keterampilan dan Prosedur dasar. Jakarta: EGC
Potter, Perry.2006.Konsep Proses dan praktik, Fundamental Keperawatan, vol. 2, edisi 4.
Penerbit buku kedokteran EGC.
Perry,A,G.& Potter,P.A. 1999.Fundamental Keperawatan,buku kedokteran.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai