TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
1
B. Anatomi dan Fisiologi
2
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang mengandung
sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang, kelenjar limfe dan
paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer. Fungsi utama sel
kupfer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri) yang masuk ke
dalam hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
1. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati dan
diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit. Selanjutnya glikogen
diubah kembali menjadi glukosa dan jika diperlukan dilepaskan ke dalam
aliran darah untuk mempertahankan kadar glukosa yang normal. Glukosa
tambahan dapat disintesis oleh hati lewat proses yang dinamakan
glukoneogenesis. Untuk proses ini hati menggunakan asam-asam amino hasil
pemecahan protein atau laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
1. Konversi amonia
2. Metabolisme protein
3. Metabolisme lemak
3
dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi bagi otot
serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi bahan
keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk metabolisme
sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang tidak
terkontrol.
4
4. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut
meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu
lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi
(pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk membentuk
substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat diekskresikan
ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.
5. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik
seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan
melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
6. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup
sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam
darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi
asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit
ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat
penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi
penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi
saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai
akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
(Smeltzer & Bare, 2001)
C. Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
5
7. Zat toksik
6
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).
D. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum
minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein
turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang
berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati
dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum
minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan
konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini
dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut
memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita
malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan
dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen
atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki
penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan
mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec
ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel
hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga
kadangkadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat
pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi
7
alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis
alkoholik (Tarigan, 2001).
E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara
lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-
selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi
sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati
yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan
perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali
ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa
organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata
lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan
demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan
semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau
diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
8
shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan
jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui
inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
9
1. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada
inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah
diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian
bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan
pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk
varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat
mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian
harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan
tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan
mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi
masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
2. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
10
asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
4. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori
tinggi protein, lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh.
Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan
sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik
dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak
500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
11
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton
dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya
edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan
furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160
mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg,
nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau
normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada varises.
12
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.
G. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma/ ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal
H. Pengkajian
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai berikut:
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
13
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis,
perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi jantung ekstra, DVJ; vena
abdomen distensi.
c. Eliminasi
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena,
urine gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering,
turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
e. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/
tak jelas.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
14
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
ekspansi paru terbatas (asites), hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik,
ekimosis, petekie.
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah
lengan, pubis)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan
cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan ekspansi paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal paru (rales)
f. Abdomen :
1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan bunyi usus
3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras
4) Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital :
1) Atropi testis
15
2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
h. Integumen :
Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas :
Edema, penurunan kekuatan otot
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Darah lengkap
Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.
Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan
defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai akibat
hiperplenisme.
2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT
3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan masa protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen menurun
8) BUN meningkat
b. Pemeriksaan diagnostik
Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu:
1) Radiologi
Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
2) Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
3) USG
16
4) Angiografi
Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/ biopsi hati
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
17
18
20
19
J. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut
Doenges (2000) antara lain:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada
kulit.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam
darah.
20
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan dengan
akumulasi cairan dalam abdomen. 2) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi,
posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma.
3) Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam, dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi paru dan memobilisasi sekret.
4) Berikan tambahan oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mencegah hipoksia.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.
Intervensi :
1) Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan
pemasukan.
2) Berikan makan sedikit tapi sering.
Rasional : Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin
berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/ asites.
3) Berikan perawatan mulut sering dan sebelum makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa
tidak enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator
langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total
protein dan amonia.
21
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan
simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema. Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance cairan.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran.
b. Berat badan stabil.
c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.
Intervensi :
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya
bunyi tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat
mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan
komplikasi.
3) Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
22
b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya
kekuatan.
Intervensi :
1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP). Rasional : Memberikan
kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K) Rasional : Memberikan
nutrien tambahan.
3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk
melakukan latihan dalam batas toleransi klien.
4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu
yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
23
3) Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan
meningkatkan mobilisasi edema.
4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika
dilakukan dengan benar.
24
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral
sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh. Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari
infeksi ulang.
Intervensi :
1) Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi
sekunder.
4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam
darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perubahan proses pikir.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan
perubahan mental.
Intervensi :
1) Observasi perubahan perilaku dan mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
25
3) Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan
kebutuhan metabolik hati.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN,
glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,
hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya
koma hepatik.
26
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SEROSIS HEPATIS + HM
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 49 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku bangsa : jawa
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan : SLTA
Alamat : KH ABDUL HAMID
Tanggal MRS : 13 Oktober 2015
Diagnose Medis : SH Child B + EH gr (membaik) + Tipoid fever + Hipoalbumin
II. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
a. Keluhan Utama
Panas , Lemas
b. Upaya yang telah dilakukan
Keluarga Px mengatakan, Px sudah pernah masuk rumah sakit di pasuruan
c. Terapi/ Operasi yang sudah dilakukan
Keluarga Px mengatakan, Px diberi obat oral… mg parasetamol tiap 6 jam
III. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
a. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga Px mengatakan,Px 6 bulan yang lalu pernah menderita hepatitis B dan
dirawat di rumah sakit pauruhan selama 2 minggu. Setelah pulang di rumah
selama 5 buln, Px panas tinggi, badan nyeri semua dan lemas, Px dibawa ke
rumah sakit pasuruhan selama 8 hari, kemudian Px dirujuk ke rumah sakit Dr.
Soetomo masuk IRD pada tanggal 12 Oktober 2015 dan kemudian dipindahkan
ke ruang pandan 2.
b. Alergi
Keluarga Px mengatakan, Px tidak memiliki riwayat elergi.
27
c. Genogram
Keterangan :
= laki - laki
= perempuan
= penderita penyakit
= meninggal dunia
28
MRS : Keluarga Px mengatakan, Px tidak olahraga badminton tidak
merokok dan mengkonsumsi kopi
2. Pola nutrisi dan metabolisme
SMRS : Keluarga Px mengatakan, Px makanya normal tetapi waktu
makanya tidak teratur hanya 2 kali sehari, Px makan habis 1 porsi
MRS : Keluarga Px mengatakan, Px nafsu makanya berkurang dan
hanya menghabiskan setengah porsi dari makanan yang telah disediakan.
3. Pola eliminasi
SMRS : 2 hari sebelum MRS Px BAB dengan warna cokelat kehitama,
BAK normal dengan volume urine kurang lebih 1500cc
MRS : 3 hari Px dapat BAB dengan warna cokelat
4. Pola tidur istirahat
SMRS : Keluarga Px mengatakan, Px istirahatnya kurang teratur
karena apabila Px lembur kerja , Px istirahat/tidurnya tidak teratur
MRS : Keluarga Px mengatakan, Px tidurnay sewaktu-waktu dan
tidak ada gangguan tidur
5. Pola aktivitas
SMRS : Keluarga Px mengatakan, aktivitas Px sebagai pengusaha
wiraswasta , Px olahraga badminton rutin satu minggu sekali
MRS : Keluarga Px mengatakan, Px melakukan aktivitasnya
diatas tempat tidur, , Px melakukan BAB/BAK di tempat tidur dengan
bantuan keluarga Px, dan makan dengan bantuan keluarga
6. Pola nilai dan kepercayaan
Px beragama islam , dalam pelaksanaan ibadah sebelum masuk rumah sakit Px
menjalankan shalat 5 waktu , shalat sunah dan puasa senin – kamis. Selama
masuk rumah sakit Px tidak dapat menjalankan shalat 5 waktu, shalat sunah dan
puasa 5 waktu
7. Pola hubungan dan peran
SMRS : Px adalah kepala rumah tangga yang beekerja sebagai pegawai swasta
hubungan Px dengan keluarga dan tetangga baik
MRS : Selama di rumah sakit Px ditunggu keluarganya
29
8. Pola Reproduksi Seksual
Pola Reproduksi Seksual tidak terkaji
9. Pola Sensori dan Kognitif
Daya penciuman, rasa, raba, dan pendengaran Px normal
10. Pola Penanggulangan Stress
Pola penanggulangan stress tidak terkaji
11. Pola persepsi dan konsep diri
Pola penanggulangan stress tidak terkaji
V. PEMERKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kondisi kesadaran Px komosmentis
Suara bicara kurang jelas ,
GCS : 456
SMRS :
TB : 170 cm
BB : 60 kg
MRS :
TB : 170 cm
BB : 50 kg
2. Tanda – tanda vital
TD :
N : 100 x/mnt
RR : 20 x / mnt
Temp : C
3. Rambut
Rambut Px ukuranya tebal, kelenturan rabuh dan ada kerontokan
4. Mata
30
Alis mata Px normal, sclera terdapat icterus, kelopak mata tidak terdapat oedema,
entropion dan ectropion, konjungtiva enemis
5. Telinga
Telinga Px tidak ada sekret/serum, Px masih bias mendengar dengan baik dan
bentuk telinga simetris
6. Hidung
Bentuk hidung Px simetris, pernafasan cuping hidung tdk ad dan tidak ada
tonjolan
7. Mulut
Bibir Px kering, tidak terdapat karies gigi , gusi tidak terdapat perdarahan dan
ulkus
8. Leher
Leher simetris, tidak kaku kuduk
9. Thorak
Bentuk torak normal, payudara gynecomastia, warna areola cokelat, terdengar
suara sonor
10. Abdomen
Perut Px membuncit, tidak tampak peristaltic, umbilicus masuk kedalam, perut
terdengar shifting dullness, warna kulit perut, nyeri tekan abdomen, hati teraba
( terdapat benjolan pada perut dekstra kuadran 1 dengan tepi tajam)
11. Ekstermitas
Ekstermitas atas : tangan dapat digerakan tetapi dengan kondisi lemah
Ekstermitas bawah : kaki dapat digerakan sedikit dengan kondisi lemah
Edema pada tungkai
31
VI. DATA PENUNJANG
1. Darah lengkap + Pcv +Retic ( 13 Oktober 2015 )
MONO% 24 % 4,30 – 10,10
EOS% 0,1 % 0,6 – 5,4
BASO% 0,6 % 0,3 – 1,4
LUC% 24 % 0–4
NRBC% 0 % 0,0 – 2,0
NEUT% 4,60 % 0,00 – 0,00
LYMPH% 0,62 3/µL 0,00 – 0,00
MONO# 0,17 3/µL 0,00 – 0,00
EOS# 0,01 3/µL 0,00 – 0,00
BASO# 0,04 3/µL 0,00 – 0,00
LUC# 1,72 3/µL 0,00 – 0,00
APTT
APTT 39,5 Detik 23 – 33 detik
Control APTT 23 Detik
L77 – PPT
PPT 13,4 Detik 9 – 12 detik
Control PPT 12,1 Detik
ELEKTROLIT
L63 – K , Na, DAHCL
Natrium 132, 4 Mmol 136 – 144
Kalium 5,14 Mmol 3,8 – 5,0
Klorida 97,3 Mmol 47 – 103
URINE LENGKAP
L100-Urine Lengkap
GLU Negative Negative
BIL Negative Negative
KET Negative Negative
SG 1.020 1010-1015
BLD Negative -
Ph 5,0 6–8
32
PRO 1+ Negative
URO 3,2 Umol/L < 17
NIT Negative Negative
LEN Negative Negative
BUN 43 Mg/dL 10 – 20
ALBUMIN 2,37 Mg/dL 3,40 – 5,00
DIREK BILIRUBIN 0,97 Mg/dL < 0,20
GLUKOSA 135 Mg/dL 40 – 121
KREATIN SERUM 0,93 Mg/dL 0,50 – 1,20
SGOT 63 U/L < 41
SGPT 38 U/L < 38
TOTAL BILIRUBIN 2,10 Mg/dL 0,00 – 1,00
CRP KIMIA 188,59 Mg/dL 0,00 – 10,00
ANTROPO METRI
TERAPI
1. Diet EH 1700 kal
2. Infus comafusin hepar : clinimix : D5 = 2 : 1 : 1
3. Injeksi meropenem 3 x 1 gr
4. Injeksi omeprazole 2 x 4 gr
33
5. Injeksi mexomizol 3 x 1 gr
6. Transfuse PRC 2 kolf , Hb =10
ANALISA DATA
Nama : Tn. M
No. RM : 12.44.96.47
34
NO DATA PENYEBAB MASALAH
1 DS : Mual muntah Ketidak seimbangan
Keluarga Px mengatakan , Px mual nutrisi kurang dari
muntah , nafsu makan turun kebutuhan
DO : Intake tidak adekuat
Px hanya makan ½ porsi,
nasi dan lauk Px masih
tersisa
BB menurun : Nutrisi tidak seimbang
SMRS : 60 Kg
MRS : 50 Kg
Hb : 5,8 g/dL
Turgor kulit menurun
Albumin : 2,37
Perut shifting dunlles
Diet EH 1700 Kal
= 17,3 (Gizi
Kurang)
2
DS :
Intoleransi aktivitas
Px mengatakan badannya lemas
DO :
TD :
N : 100 x/mnt
Kelemahan otot
RR : 20 x / mnt
Temp : C
35
atas tempat tidur dengan Intoleransi aktivitas
bantuan keluarganya
Px mkan dengan bantuan
keluarganya
Semua kegiatan Px di lakukan
di atas tempat tidur
Px di seka oleh keluarga 2 kali
sehari
Px di bantu keluarganya alih
posisi tidur
DIAGNOSA KEPERAWATAN
2
Intoleransi aktivits
berhubungan dengan 16 Oktober 2015
kelemahan otot
NTERVENSI
Perencanaan
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Tindakan keperawatan Rasionalisasi
hasil
1. Ketidak Tujuan : Setelah di 1. Kaji adanya alergi 1.Untuk menentukan
seimbangan lakukan tindakan makanan makanan px dalam
nutrisi kurang keperawatan selama 2 2. Kolaborasi dengan pemenuhan
dari kebutuhan X 24 jam Nutrisi ahli gizi untuk kebutuhan nutrisi.
berhubungan kurang bisa teratasi menentukan jumlah 2.Untuk pemberian
37
dengan intake dengan kriteria hasil : kalori dan nutrisi diet px dalam
nutrisi kurang yang di butuhkan. pemenuhan nutrisi .
- Nafsu makan
dari adekuat di 3. Berikan px 3.Untuk
px meningkat
tandai dengan: makanan dalam meningkatkan
dengan habis 1
porsi kecil tapi asupan nutrisi px.
Px porsi
sering. 4.Untuk membantu
nafsumakan - Mual-muntah
4. Kolaborasi dengan pemenuhan nutrisi
ya turun hilang
dokter tentang px dan mengurangi
Px hanya - Peningkatan
kebutuhan rasa mual muntah.
makan ½ atau
suplemen makanan 5.Px dan keluar px
porsi mempertahank
atau obat. sadar tentang
BB menurun an BB
5. Informasikan pada pentingnya
: - Hb normal:
px dan keluarga pemenuhan
SMRS : 13,5 – 17,5
tentang manfaat kebutuhan nutrisi
60 Kg g/dL
nutrisi. tubuh.
MRS :
50 Kg
Hb : 5,8
g/Dl
Turgor kulit
menurun
Albumin :
2,37
Perut
shifting
dunlles
Diet EH
1700 Kal
Tujuan : setelsh
39
BB menurun : Meropenem 3 x 1 gr
SMRS : 60 Kg
Omeprazole 2 x 1 gr
MRS : 50 Kg
Hb : 5,8 g/dL Metamizole 3 x 1 gr
N : 95
RR : 20
Temp : 36, 5
10.00
40
EVALUASI
- Px hanya makan ½
porsi
- BB menurun :
SMRS : 60 Kg
MRS : 50 Kg
- Hb : 5,8 g/Dl
- Turgor kulit
menurun
- Albumin : 2,37
- Perut shifting
dunlles
- Diet EH 1700 Kal
41
LAPORAN PENDAHULUAN
I. PENEGERTIAN
Serosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertaii nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut ( Suzanne C.
smeltzer dan Brenda G. Bare, 2011 )
Serosisi hepatis adalah penyakit kronnik hati yang dikarakteristikan oleh
gangguan struktur dan perubahan degenerasi , gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya
aliran darah ke hati ( Doenges ,dkk 2000 : 544 )
Hematemesis melena merupakan suatu pedarahan saluran cerna bagian bawah
yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena pecahnya varises
esophagus, gastritiserosif, atau ulus peptikum ( Arief Masjoer, 2000 : 634 )
II. ETIOLOGI
Banyak factor yang menyebabkan serosisi hepatis , menurut Lewis, dkk (2000 : 1203)
dan Price dkk ( 1995 : 446 )nmengemukakan beberapa factor pendukung terjadinya
penyakit ini, diantaranya :
1. Alcohol / sirosis leannec
Alcohol merupakan 50% penyebab dari serosis hati , perubahan pertama pada hati
yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara gradual di dalam sel – sel
hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya gangguan metabolic termasuk
pembentukan trigleserida secara berlebihan pemakaiannya berkurang dalam
pembentukan lipoprotein dalam penurunan oksidasi asam lemak.
2. Serosis postnekrotik
42
Merupakan akibat akhir dari penyakit hepatitis virus B dan C yang kronis (25%) .
presentasi kecil kasus dikarenakan oleh bahan kimia industri , racun, obat – obatan ,
seperti fosfat, klorofrom dan karbon teraklorida atau jamur beracun.
3. Sirosis biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai dari sekitar daktus biliaris akan menimbulkan pola
serosis biliaris, penyebab seerosis biliaris yang paling umum adalah obstruksi biliaris
post hepatic, statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa ahti
denagan kerusakan sel – sel hati terbentuk
Lembar. Lembar fibrosa di tepi lebus, hati membesar keras, bergranula halusdan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi awal dan primer timbul puritus malabsorsi
dan steatorrea.
III. Patofisiologi
Etiologi timbulnya sirosis hepatis melibatkan beberapa faktor penyebab yaitu konsumen
minum alkohol, defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein, riwayat penyakit hepatitis dan
peradangan pada saluran empedu.Cholestatis kronik intra, obstruksi aliran vena hepatic (gagal
jantung kanan), kelainan metabolisme dan DM, awal penyakit sirosis hepatis adalah timbul nyeri
abdomen. Jika hal ini berlangsung terus-menerus ukuran hati akan berkurang akibatnya timbul
jaringan parut dan nekrosis hati. Dengan adanya nekrosis hati akan terjadi akan terjadi
peningkatan tekanan vena vortal bawah seperti vena esopage, vena para umbilikalis, vena
hemoroidalis, sehingga darah akan mengalir dan berkumpul pada vena-vena terssebut.Jika hal ini
terus berlanjut maka vena-vena tersebut akan pecah dan terjadi pendarahan atau ferises esofagus,
hemoroid, kaput modusa atau penonjolan umbilikus.
44
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hematemis dan melena
5. Gangguan pola nafas berhubungan dengan ekpansi paru menurun
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan efek kekuatan otot
7. Defisit perawatan dari berhubungan dengan kelemahan fisik
VIII. Komplikasi
1. Ulkus peptikum
2. Perdarahan saluran cerna
3. Ensefalopati hepatic
4. Carsinoma hepatoseluler
5. Koma hepatilum
NUTRISI
Pengertian
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit,
termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan dan bahan-bahan
dari lingkungab hidupnya dan menggunakan bahan tersebut untuk beraktivitas penting dalam
tubuhnya serta mengelurakan sisanya (Evelync. Pearce. 1989)
Nutrisi berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh mengatur proses-
proses dalam tubuh, sebagai sumber tenaga, serta untuk melindungi tubuh dari serangan
penyakit,. Dengan demikian fungsi utama nutrisi (Suitor dan hunter, 1980) adalah untuk
memberikan energi bagi aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangka dan jaringan tubuh, serta
mengatur berbagai proses kimia dalam tubuh.
Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan metabolisme tubuh serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara umum faktor yang mempengaruhi kebutuhan
nutrisi adalah fisiologis untuk kebutuhan metabolisme basal. Faktor pafisidogi seperti adanya
penyakit tertentu yang mengganggu pencernaan atau meningkatkan kebutuhan nutrisi, faktor
sosio ekonomi sperti adanya kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Nutrien adalah suatu unsur yang dibutuhkan untuk proses dalam fungsi tubuh . Gizi
adalah subtansi organik dan nonorganik yang ditemukan dalam makanan dan dibutuhkan oleh
tubuh agar dapat berfungsi dengan baik.
45
Komponen-Komponen Nutrien :
1. Air
2. Karbohidrat
3. Protein
4. Lemak
5. Vitamin
6. Mineral
Contoh : Besi, Seng, Mangan, Iodium, Selenium, Coblat, Kronium, Tembaga dan
Klorida
a. Kebudayaan
b. Agama
e. Cetak Geografi
46
f. Faktor Ekonomi
1. Bayi
Pada bayi pencernaan dan absorsi masih sederhana sampai umjur 6 bulan kalori
dibutuhkan sekitar 110-120 kal/kg/hari. Kebutuhan cairan sekitar 140-160 ml/kg/hari. Bayi
sebelum usia 6 bulan pemberian nutrisi yang cocok adalah ASI.
Kebutuhan kalori, protein, mineral, dan viamin sangat tinggi kaitannya dengan keitannya
dengan pertumbuhan.
47
Kebutuhan nutrisi pada dewasa muda selain untuk proses pemeliharaan dan perbaikan tubuh
dari pertumbuhan. Kebutuhan nutrisi pada umumnya lebih di utamakan pada tipe dan
kualitas dari pola kuantitas.
6. Dewasa ( 31-45)
kebutuhan gizi untuk orang dewasa berdsarkan tingkat pekerjaan
Keadaan pekerjaan
Unsur gizi ringan sedang berat
L P L P LP
Kalori 2100 1750 2500 2100 3000 2500
Protein 60 55 65 65 70 70
Kalsium 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
Ferum 8 10 8 8 10 8
Vit A 2500 2500 2500 2500 2500 2500
Vit B 1 0,8 1,2 1 1,5 1,5
48
b. Lemak cukup, yaitu 20 -25 % dari kebutuhan energy total, dalam bentuk yng
mudah dicerna
c. Protein sedikit tinggi, yaitu 1,25 – 1,5 g/kg BB supaya terjadi anabolisme protein.
Apabila terdapat gejala ensefalopati yang disertai dengan peningkatan amoniak
dalam darah, pemberian protein sebanyak 36 – 40 g/hari sedangkan pada serosis
hepatis terkompensasi protein diberikan sebanyak 1,25 g/kgBB
d. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defesiensi
e. Natrium dibatasi sesuai dengan tingkat edema dan asites, bila pasien mendapat
diuretik maka garam dapat diberikan lebih leluasa
f. Bentuk makanan biasa sesuai dengan saluran cerna , diberikan makanan lunak
bila ada keluah mual muntah
g. Porsi yang diberikan kecil tapi sering
h. Cairan diberikan lebih banyak kecuali bila da kontra indikasi
i. Hindari bahan makanan yang menimbulkan gas
j. Pemberian natrium dibatasi bila ada edema dan asites
Penderita sirosis hepatis tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi mereka dengan oral, mungkin
akibat ensefalopati , anoreksia dan pendarahan gastrointestinal. Pada kasus ini nutrisi enternal
dan parenteral mungkin dapat digunakan.
49
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA PSIEN SIROSIS HEPATIS + HM
I. PENGKAJIAN
Pengkajian pada pasien sirosis hepatis menurut Doenges (2000) sebagai berikut:
1. Demografi
a. Usia : diatas 30 tahun
b. Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c. Pekerjaan : riwayat terpapar toksin
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP
3. Pola Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan.
Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat Gagal Jantung Kongestif (GJK) kronis, perikarditis, penyakit
jantung rematik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia, bunyi
jantung ekstra, DVJ; vena abdomen distensi.
c. Eliminasi
Gejala : Flatus. Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat mencerna, mual/
muntah.
Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk,
ikterik : angioma spider, napas berbau/ fetor hepatikus, perdarahan gusi.
50
e. Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
f. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas.
Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri sendiri.
g. Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas
(asites), hipoksia.
h. Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik, ekimosis, petekie.
i. Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan, pubis)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik, konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis dileher
e. Dada : 1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki) 2) Penurunan ekspansi
paru 3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan 4) Disritmia, gallop 5) Suara
abnormal paru (rales)
f. Abdomen : 1) Perut membuncit, peningkatan lingkar abdomen 2) Penurunan bunyi
usus 3) Ascites/ tegang pada perut kanan atas, hati teraba keras 4) Nyeri tekan ulu hati
g. Urogenital : 1) Atropi testis 2) Hemoroid (pelebaran vena sekitar rektum)
h. Integumen : Ikterus, palmar eritema, spider naevi, alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas : Edema, penurunan kekuatan otot
5. Pemeriksaan penunjang
51
a. Pemeriksaan laboratorium Menurut Smeltzer & Bare (2001) yaitu: 1) Darah lengkap
Hb/ Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia
terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada sebagai
akibat hiperplenisme. 2) Kenaikan kadar SGOT, SGPT 3) Albumin serum menurun
4) Pemeriksaan kadar elektrolit : hipokalemia 5) Pemanjangan masa protombin 6)
Glukosa serum : hipoglikemi 7) Fibrinogen menurun 8) BUN meningkat
b. Pemeriksaan diagnostik Menurut smeltzer & Bare (2001) yaitu: 1) Radiologi Dapat
dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal. 2) Esofagoskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus. 3) USG 4) Angiografi Untuk mengukur
tekanan vena porta. 5) Skan/ biopsi hati Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis,
kerusakan jaringan hati. 6) Partografi transhepatik perkutaneus Memperlihatkan
sirkulasi sistem vena portal.
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges (2000)
antara lain:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah.
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa keperawatan dengan
intervensi dan rasional sebagai berikut:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, asites.
52
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif. Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/ menit) tanpa
terdengarnya suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh tanpa gejala pernapasan
dangkal.
d. Tidak mengalami gejala sianosis.
Intervensi :
Intervensi :
53
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak
enak pada mulut dimana menambah anoreksia.
4) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator
langsung status nutrisi karena ada gambaran edema/ asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein
dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan
simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance cairan.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan volume cairan stabil dengan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran.
b. Berat badan stabil.
c. Tanda vital dalam rentang normal dan tidak ada edema.
Intervensi :
1) Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan status volume sirkulasi.
2) Auskultasi paru, catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi
tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi,
gangguan pertukaran gas, dan komplikasi.
3) Dorong untuk tirah baring bila ada asites.
Rasional : Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.
4) Awasi TD dan CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan.
5) Awasi albumin serum dan elektrolit.
Rasional : Penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotik koloid
plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran terhadap aktivitas.
54
Kriteria hasil :
a. Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan klien.
b. Merencanakan aktivitas untuk memberikan kesempatan istirahat yang cukup.
c. Meningkatkan aktivitas dan latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
Intervensi :
1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien untuk melakukan
latihan dalam batas toleransi klien.
4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
5) Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
5. Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan batang tubuh.
b. Tidak memperlihatkan luka pada tubuh.
c. Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala eritema, perubahan warna atau
peningkatan suhu didaerah tonjolan tulang.
Intervensi :
1) Batasi natrium seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
2) Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan
sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
3) Balik dan ubah posisi klien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi
edema.
55
4) Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan
dengan benar.
6. Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi
perdarahan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
b. Menunjukkan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan sehubungan dengan
mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam homeostasis karena sirosis.
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor pembekuan.
3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan
kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan evaluasi lanjut.
4) Awasi Hb/ Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5) Catat perubahan mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral
sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi
ulang.
56
Intervensi :
1) Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2) Lakukan teknik isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan efektif.
Rasional : Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko komplikasi
sekunder.
4) Berikan obat sesuai indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/ membatasi infeksi sekunder.
8. Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan amonia dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perubahan
proses pikir. Kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku/ pola hidup untuk mencegah/ meminimalkan perubahan
mental.
Intervensi :
1) Observasi perubahan perilaku dan mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Konsul pada orang terdekat tentang perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3) Pertahankan tirah baring, bantu aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan,
menurunkan kebutuhan metabolik hati.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH, BUN,
glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,
hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma
hepatik.
57