Anda di halaman 1dari 25

E.

Seborrhea

Seborrhea disebut pula dengan Dermatitis seboroik yaitu kelainan kulit berupa peradangan
superfisial dengan papuloskuamosa yang kronik dengan tempat predileksi di daerah-daerah
seboroik yakni daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti pada kulit kepala, alis, kelopak
mata, naso labial, bibir, telinga, dada, axilla, umbilikus, selangkangan dan glutea. Pada
dermatitis seboroik didapatkan kelainan kulit yang berupa eritem, edema, serta skuama yang
kering atau berminyak dan berwarna kuning kecoklatan dalam berbagai ukuran disertai adanya
krusta.

Istilah dermatitis seboroik (DS) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh factor
konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis seboroik (DS) adalah
penyakit kulit dengan peradangan superfisialis kronis, dengan predileksi pada area seboroik,
yang remisi dan eksaserbasi.

Area seboroik yaitu bagian badan yang banyak kelenjar sebasea (kalenjar lemak) yaitu: kepala
(“Scalp”, telinga, saluran telinga, belakang telinga, leher), muka (alis mata, kelopak mata,
glabella, lipatan nasolabial, bibir, kumis, pipi, hidung, janggut/ dagu), badan atas ( daerah
presternum, daerah interskapula, areolae mammae) dan pelipatan-pelipatan (ketiak, pelipatan
bawah mammae, umbilicus, pelipatan paha, daerah anogenital dan pelipatan pantat).

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar
sebasea. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti adanya
peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena.

Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan.
Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering
mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya
seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.

Dermatitis seborrheic umumnya hanya terjadi pada bayi karena hal ini terkait dengan hormon
androgen milik ibunya yang masih tersisa di dalam tubuhnya. "Itulah kenapa, lewat dari masa
bayi, masalah ini akan menghilang seiring dengan berkurangnya kadar hormon androgen.
Namun, tidak semua bayi akan mengalami dermatitis seborrheic. Jadi hanya bayi tertentu saja,
terutama yang mengalami atopik, yakni kecenderungan untuk bereaksi menyimpang terhadap
bahan-bahan yang bersifat umum. Bila reaksi menyimpang itu terjadi di kulit kepala, maka akan
timbul dermatitis seborrheic bahkan eksim. Bila dermatitis seborrheic ini tidak ditangani secara
tepat, mungkin saja akan berlanjut menjadi infeksi. Biasanya disertai proses inflamasi atau
peradangan di dalam kulitnya. Ditandai dengan sisik yang berada di atas kulit yang kemerahan.
a. Epidemiologi Seborrhea

Dermatitis seboroik bisa ditemukan pada seluruh ras, dan lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya aktifitas kelenjar sebasea yang
diatur oleh hormon androgen.

Dermatitis seboroik menyerang 2% - 5% populasi. Dermatitis seboroik dapat menyerang bayi


pada tiga bulan pertama kehidupan dan pada dewasa pada umur 30 hingga 60 tahun. Insiden
memuncak pada umur 18–40 tahun. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Berdasarkan pada suatu survey pada 1.116 anak–anak, dari perbandingan usia dan jenis
kelamin, didapatkan prevalensi dermatitis seboroik menyerang 10% anak laki–laki dan 9,5%
pada anak perempuan. Prevalensi semakin berkurang pada setahun berikutnya dan sedikit
menurun apabila umur lebih dari 4 tahun. Kebanyakan pasien (72%) terserang minimal atau
dermatitis seboroik ringan.

Pada penderita AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome), dapat terlihat pada hampir 35%
pasien Terdapat peningkatan insiden pada penyakit Parkinson, paralisis fasial, pityriasis
versicolor, cedera spinal, depresi dan yang menerima terapi psoralen ditambah ultraviolet A
(PUVA). Juga beberapa obat–obatan neuroleptik mungkin merupakan faktor, kejadian ini sering
terjadi tetapi masih belum dibuktikan. Kondisi kronik lebih sering terjadi dan sering lebih parah
pada musim dingin yang lembab dibandingkan pada musim panas.

b.   Etiopatogenesis Seborrhea

Etiologi dari penyakit ini belum terpecahkan. Faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi
berupa status seboroik (seborrhoic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum
dipastikan. Ini merupakan dermatitis yang menyerang daerah–daerah yang mengandung
banyak glandula sebasea, bagaimanapun bukti terbaru menyebutkan bahwa hipersekresi dari
sebum tidak nampak pada pasien yang terkena dermatitis seboroik apabila dibandingkan
dengan kelompok sehat. Pengaruh hormonal seharusnya dipertimbangkan mengingat penyakit
ini jarang terlihat sebelum puberitas. Ada bukti yang menyebutkan bahwa terjadi status
hiperproliferasi, tetapi penyebabnya belum diketahui.

Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut
aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 8-12 tahun akibat stimulasi
hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-
bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil baligh dan insidennya mencapai
puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis
seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan kelenjar
tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik
dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Pada orang
yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan
oleh faktor kelelahan, stres emosional, infeksi, atau defisiensi imun.

Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu jamur lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis


(Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat
didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan
pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung.
Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat
produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena
kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek
bagus dengan pemberian anti jamur.

Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan
faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin
dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul
kembali setelah pubertas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan
setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati
bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin
meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini
diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek
pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan
dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada pasien defesiensi
nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS juga
terjadi pada defesiensi pyridoxine.

Berikut ini beberapa hal yang berpotensial menyebabkan dermatitis seboroik yaitu:

1.      Aktivitas kelenjar sebum yang berlebihan

2.      Infeksi Pityrosporum ovale

3.      Infeksi oleh Candida atau Staphylococcus

4.      Hipersensitif terhadap bakeri ataupun antigen epidermal

5.      Kelainan neurotransmiter (mis : pada penyakit parkinson)


6.      Respon emosional terhadap stres atau kelelahan

7.      Proliferasi epidermal yang menyimpang

8.      Diet yang abnormal

9.      Obat-obatan (arsen, emas, metildopa, simetidin, dan dan neuroleptik)

10.  Faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban)

11.  Imunodefisiensi

efisiensi

c.  Patogenesis Seborrhea

Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari dermatitis seboroik belum
diketahui secara pasti.Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang tampak
berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak selalu didapatkan
pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan dermatitis seboroik saling
berhubungan. Pada pemeriksaan histologik, kelenjar sebasea berukuran besar. Selain itu
didapatkan juga perubahan komposisi lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya
peninggian kadar kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar squalene,
asam lemak bebas dan wax ester.

Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan reaksi imun
tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk metabolitnya di dalam
epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan sel langerhans dan aktivasi
limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka akan dapat
mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak,
selain Pityrosporum ovale, sering pula ditemukan Candida albicanspada lesi-lesi kulit.

Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan mengapa penyakit ini
cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu, dermatitis seboroik sering berkaitan
dengan kelainan-kelainan neurologik seperti penyakit parkinson pasca ensefalitis, epilepsi,
trauma supraorbital, paralisis nervus fasialis, polimielits, siringomielia, dan kuadriplegia.
Kelainan pada sistem neurologik menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan
bermanifestasi sebagai gangguan fungsi kelenjar sebum.Hal ini berdasarkan fakta, bahwa
beberapa obat yang dapat menginduksi parkinson ternyata juga dapat menginduksi dermatitis
seboroik, sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi parkinson, juga lesi kulit
dengan dengan dermatitis seboroik.
d. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan
histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada
dermatitis atopik atau psoriasis.Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit.

Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa hiperkeratosis, akantosis,


fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan psoriasis yang memiliki akantosis yang
regular, rete ridges yang tipis, eksositosis, parakeratosis dan tidak dijumpai spongiosis. Neutrofil
dapat dijumpai pada kedua jenis penyakit.

Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut dan sub akut,
terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada spongiosis dan
hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang tersumbat oleh proses
ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama yang mengandung neutropil yang
menutupi ostium folikularis.

Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh
darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik,
terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial,
spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan
parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung
netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis
bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi
kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas
yang hampir sama dengan gambaran psoriasis. 2-4

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:

1.         Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis
maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.

2.         Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik.

3.         Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik yang
khas yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar
squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
e.  Diagnosis Banding

Diagnosis banding dermatitis seboroik tergantung pada lokasi dari kelainan dan umur dari
pasien. Pada anak, diferensial diagnosisnya adalah dermatitis atopik, tinea kapitis dan psoriasis.

a.    Psoriasis Vulgaris

Psoriasis vulgaris meskipun jarang pada bayi, memiliki ciri yang mirip dengan dermatitis
seboroik. Bedanya terdapat skuama yang tebal, kasar, dan berlapis-lapis, disertai tanda tetesan
lilin, Kobner dan Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda, psoriasis sering terdapat di
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut, kuku dan daerah lumbosakral. Jika psoriasis
mengenai scalp, maka sukar dibedakan dengan DS. Perbedaannya ialah skuamanya lebih tebal
dan putih, seperti mika. Psoriasis inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat menyerupai
DS. Selain itu, pada pemeriksan histopatologis terdapat papilomatosis.

b.    Pitiriasis Rosea

Pitiriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan lesi
inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Lesi awal berupa herald patch, umumnya di badan,
soliter, bentuk oval dan terdiri atas eritema serta skuama halus dan tidak berminyak di pinggir.
Lesi berikutnya lebih khas yang dapat dibedakan dengan DS, yaitu lesi yang menyerupai pohon
cemara terbalik. Tempat predileksinya juga berbeda, lebih sering pada badan, lengan atas
bagian proksimal dan paha atas, jarang pada kulit kepala.

c.    Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofit dan biasanya menyerang anak–anak. Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai
dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih
berat, yaitu kerion. Bercak-bercak seboroik pada kulit kepala yang berambut kadang-kadang
membingungkan. Biasanya lesi DS pada kulit kepala lebih merata dan mempunyai lesi kulit yang
simetris distribusinya. Pada tinea kapitis dan tinea kruris, eritema lebih menonjol di pinggir dan
pinggirannya lebih aktif dibandingkan di tengahnya. Pada pemeriksaan didapatkan KOH positif
dimana terlihat hifa yang bersekat, bercabang, serta spora. Untuk menyingkirkan tinea kapitis
dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit pada kultur jamur.

d.   Liken Simpleks Kronikus

Liken simpleks kronikus adalah peradangan kulit kronis yang gatal, sirkumskrip ditandai dengan
kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenfikasi). Tidak biasa terjadi pada anak
tetapi pada usia ke atas, berbeda dengan DS yang sering juga terjadi pada bayi dan anak-anak.
Timbul sebagai lesi tunggal pada daerah kulit kepala bagian posterior atau sekitar
telinga.Tempat predileksi di kulit kepala dan tengkuk, sehingga kadang sukar dibedakan dengan
DS. Yang membedakannya ialah adanya likensifikasi pada penyakit ini.

e.    Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal. Biasanya
terjadi pada bayi atau anak-anak. Skuama kering dan difus, berbeda dengan DS yang
skuamanya berminyak dan kekuningan. Selain itu, pada dermatitis atopik dapat terjadi
likenfikasi.

Ciri khas yang paling berguna sebagai pembeda dermatitis seboroik dari dermatitis atopik
adalah adanya lesi yang makin meningkat jumlahnya di daerah dahi dan dagu pada tahap awal,
dan di axilla pada tahap lebih lanjut. Selain itu dermatitis seboroik biasanya hilang spontan
dalam usia 6-12 bulan. Tes-tes dengan bahan-bahan allergen dan pemeriksaan kadar IgE
merupakan tanda khas dermatitis atopik.

f.     Systemic Lupus Erythematosus

SLE adalah penyakit yang basanya bersifat akut, multisistemik dan menyerang jaringan konektif
dan vaskular. SLE sulit dibedakan dengan DS, oleh karena pada SLE juga dapat dijumpai skuama.
Yang dapat membedakan ialah lesi SLE berbentuk seperti kupu-kupu, tersering di area molar
dan nasal dengan sedikit edema, eritema dan atrofi. Terdapat gejala demam, malaise, serta tes
antibodi-antinuklear (+).

g.    Rosasea

Rosasea adalah penyakit kulit kronis pada derah sentral wajah (yang menonjol/ cembung).

f.  Kiat Mengatasi Seborrhea

Bila dermatitis seborrheic maupun infeksi ringworm sudah dalam kondisi yang parah, segeralah
minta bantuan ahli untuk mengatasinya. Pengobatan-pengobatan yang dilakukan oleh dokter
kulit misalnya, sangat diperlukan untuk penanganan yang efektif. Namun, meskipun
pertolongan ahli sangat diperlukan, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sendiri untuk
penyembuhan yang lebih maksimal:

1.         Umumnya anak yang berbakat atopik di kepala akan mengalami "ketombean" yang lebih
parah kalau cuaca sedang panas. Soalnya di saat seperti ini aktivitas kelenjar androgennya akan
meningkat. Usahakan meminimalisir suasana tidak nyaman tersebut, misalnya dengan memakai
payung bila keluar rumah, menghindari ruangan yang pengap, menghindari baju yang tebal,
dan sebagainya. Sangat baik bila kita bisa menyediakan ruangan ber-AC untuk anak.
2.         Sebaiknya, jangan mengangkat sisik di kepala anak sebelum ada perintah dokter.
Dikhawatirkan akan terjadi infeksi. Mungkin saja alat yang digunakan tidak steril. Bila infeksi
terjadi, maka bisa lebih berbahaya. Dokter akan memberikan obat bila sisik di kepala anak
terlihat banyak dan harus diangkat. Selain itu, terutama pada bayi, obat tersebut biasanya
dicampur dengan minyak agar mudah mengenai kulit kepala.

3.         Penggunaan sampo bisa saja dilakukan karena sampo merupakan produk yang dibuat
khusus untuk membersihkan kulit kepala dari kotoran. Namun hati-hati, gunakan sampo yang
betul-betul diperuntukkan bagi anak, bukan untuk orang dewasa. Sampo untuk orang dewasa
umumnya mengandung bahan sulfaktan, bahan pewangi, pengawet, dan sebagainya yang bisa
mengiritasi kulit dan mata. Sedangkan sampo bayi sengaja tidak mendapat tambahan bahan-
bahan yang bakal membahayakannya. Sampo tersebut harus lembut karena fungsi kelenjar
kulit pada bayi dan anak belum bekerja secara sempurna.

4.         Pada kasus karena infeksi ringworm, pengobatan tidak selalu harus dilakukan oleh
dokter. Kita bisa menggunakan obat antijamur yang bisa didapat di apotek. Carilah produk-
produk yang mengandung 2% clotrimezol. Pada beberapa anak yang sensitif dengan produk
krim, oleskan sedikit saja. Namun jika terjadi ruam, cobalah konsultasikan pada dokter untuk
mendapatkan alternatif pengobatan yang lain.

5.         Biasakan untuk selalu mencuci tangan sesudah menyentuh kulit kepala anak yang
terkena infeksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan lebih lanjut.

 g.  Pencengahan Seborrhea

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1.         Hindari rangsangan gesek, lebih berhati-hati menggunakan sabun dan handuk

2.         Hindari sabun yang beraroma

3.         Gunakan sabun yang tinggi kadar minyaknya

4.         Hindari makanan pemicu radang gatal, batasi makanan berprotein tinggi

5.         Mandi dengan air hangat cenderung dingin jangan air panas

6.         Hindari gosokan alkohol pada kulit yang meradang

7.         Hindari kontak langsung dengan bahan/senyawa penyebab alergi, bila bisa ditemukan

8.         Menggunakan krim pelembab (moisturiser). Krim pelembab dapat digunakan sesering


mungkin
9.         Menggunakan moisturiser atau atau bath oil untuk mandi

10.     Menghindari faktor-faktor di lingkungan yang memicu atau memperparah eksema,


misalnya:

a.       Mainan, air liur, atau makanan di sekitar mulut

b.      Bahan seperti wol aau pelapis cat seat

c.       Detergen, sabun, bubble bath, antiseptik

d.      Kontak dengan bulu hewan

e.       Mengatasi gatal. Garukan akan memperparah eksema dan berisiko menyebabkan infeksi.

Beberapa cara untuk mengatasi gatal dan garukan:

·           Mengalihkan perhatian anak saat ia mengaruk

·           Menghindari kondisi yang terlalu hangat untuk anak

·           Menggunakan krim pelembab (yang ditaruh di kulkas sebelumnya) sebelum tidur

·           Memakaikan sarung tangan pada anak saat tidur

·           Jika perlu, berikan obat yang diresepkan dokter untuk mengurangi gatal di malam hari

·           Selalu memotong pendek kuku anak

·           Jika gatal sangat berat, kompres dingin dan teknik balut basah dapat digunakan untuk
membantu anak tidur.

h. Pragnosis Seborrhea

Dermatitis seboroik pada anak memiliki prognosis yang baik. Dapat sembuh sendiri secara
spontan dalam 6 hingga 12 bulan dan mungkin dapat timbul kembali saat memasuki usia
pubertas. Meskipun demikian, bila terkena dermatitis seboroik pada saat kanak-kanak , bukan
berarti memiliki indikasi akan terkena dermatitis seboroik tipe dewasa suatu saat nanti.
F. Bisulan

Furunkel atau bisul adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh staphylococcus profunda yang
berbentuk nodul-nodul lemak eritematosa dan letaknya didalam, biasanya daerah muka,
pantat, leher, ketiak dan lain-lain. Nodul ini mengandung cairan yang dalam waktu beberapa
hari akan mengeluarkan bahan nekrotik bernanah.

a.Penyebab

Ada anggapan bisul pada anak akibat seringnya anak memakan telur. Sebenarnya, Secara
medis, tidak ada hubungan antara anak yang suka telur dengan bisul yang dialaminya. Bisul
sebenarnya sejenis peradangan pada kulit. Peradangan itu mengenai folikel rambut (bakal
atau goresan bersentuhan kulit dengan penderita bisul. Selain itu, kontak tidak langsung
dengan penderita bisul juga dapat menyebabkan bisul. Misalnya akar rambut tetpat tumbuhnya
rambut) dan kelenjar minyak kulit.

Penyebabnya infeksi kuman atau bakteri staphylococcus aureus. Siapa pun, usia berapa pun,
suka telur atau tidak bisa terkena bisul. Namun, pada anak-anak, bisul lebih sering menyerang
dibandingkan dengan orang dewasa.Bisul dapat menular jika anak dengan luka, pemakaian
handuk bersama, tempat tidur bersama, pakaian, permainan di arena publik, kolam renang dsb.

b.Macam-macam bisul

1. Folikulitis yakni peradangan hanya pada umbi akar (folikel rambut). Dari letak munculnya,
jenis ini ada dua macam yakni superficial (hanya di permukaan) dan profunda (letaknya lebih
dalam).

2. Furunkel yakni peradangan pada umbi akar dan sekitarnya. Umumnya berjumlah satu.

3. Furunkel losis yakni bisul jenis furunkel yang jumlahnya lebih dari satu.

4. Korbunkel yakni jika terdapat sekelompk furunkel.

5. Abses multiple yakni benjoan kelenjar keringat “tidak bermata” jumlahnya banyak dan
bergerombol di beberapa tempat seperti dada dan sebagainya. Abses multiple ini banyak
diderita anak-anak.

6. Hidra adinitis yakni bisul yang mengenai kelenjar apokrin biasanya muncul di ketiak atau
daerah genital.

7. Skrofulo derma yakni benjolan pada getah bening yang mirip bisul, namun lebih disebabkan
karena penyakit TBC.
c. Patofisiologi

Infeksi di kulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (Folikulitis) yang menyebar pada
jaringan sekitarnya.Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit di sebut pustule.Kulit
diatasnya sengat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengan mudah mengalir keluar.
Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam.

Kadang kadang nanah berada dalam isul di serap sendiri oleh tubuh tetapi lebih sering mengalir
sendiri melalui lubang pada kulit.Bakteri stafilokokus aureus umumnya masuk melalui luka,
goresan atau robekan pada kulit. Respon primer host terhadap infeksi stafilokokus aureus
adalah mengerahkan sel PMN ketempat masuknya kuman tersebut untuk melawan infeksi yang
terjadi. Sel PMN ini ditarik ketempat infeksi oleh komponen bakteri seperti formylated peptides
atau peptidoglikan dan sitokolin TNF (tumor necrosis factor) dan IL (interleukin) yang
dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofak yang teraktivasi, hal tersebut menyebabkan
inflamasi dan terbentuklah pus (gab sel darah putih, bakteri, dan sel kulit mati).

d.Tanda dan gejala bisul

Gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi, bergantung pada beratnya penyakit. Gejala
yang sering ditemui pada furunkel adalah sebagai berikut :

1. Nyeri pada daerah ruam.Muncul tonjolan yang nyeri, berbentuk halus,  berbentuk kubah dan
bewarna merah disekitarnya.
2.  Ruam pada daerah kulit berupa nodus eritematosa yang berbentuk kerucut dan memiliki
pustule.
3.  Nodul dapat melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik yang dapat pecah
membentuk fistel lalu keluar melalui lobus minoris resistensiae.
4.  Setelah seminggu, umumnya furunkel akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang
dengan sendirinya.
5. Ukuran tonjolan meningkat dalam beberapa hari dan dapat mencapai 3-10 cm atau bahkan
lebih.
6. Demam dan malaise sering muncul dan pasien tampak sakit berat.
7. Jika pecah spontan atau disengaja, akan mengering dan membentuk lubang yang kuning
keabuan pada bagian tengah dan sembuh perlahan dengan granulasi.
8. Waktu penyembuhan kurang lebih 2 mg.
9. Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.

KOMPLIKASI BISUL

Bisul dapat menyebabkan:


     1. Menyebabkan perkembangan abses organ
     2. Memungkinkan memiliki resiko pnomenia

     3. Memiliki resiko tinggi terhadap sepsis

     4. Pembentukan jaringan parut pada kulit yang permanen

PENATALAKSANAAN

Bisul merupakan penyakit menular dan salah satu penyakit yang cukup menganggu karena
dapat menimbulkan rasa sakit yang cukup meresahkan. Bisul yang dapat menyerang siapa saja,
termasuk bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa.Bisul tidak diketahui secara pasti gejalanya,
namun yang dapat diketahui adalah ketika timbul benjolan kecil dikelilingi dengan ruam kulit
yang merah, disertai rasa sakit bila disentuh atau dipencet. Gejala tersebut dinamakan bisul.Bisul
hampir sama dengan jerawat mulai dari gejalanya, namun jerawat yang tumbuh lebih besar dari
jerawat pada umumnya dapat tumbuh menjadi bisul. Penyebab yang banyak diketahui dari
timbulnya bisul adalah karena keadaan tubuh atau kebiasaan pola makan yang salah dan
pengaruh adanya polusi udara dari keseharian aktivitas yang dijalani setiap harinya.Bisul bukan
lah penyakit berbahaya, karena bisul dapat disembuhkan. Namun sebaiknya, bisul jangan
dipencet karena hanya akan membuat kulit menjadi infeksi, kemudian menyebarkan bakteri
lainnya ditempat berbeda kemudian bisul tumbuh kembali.

Berikut ini ada beberapa cara untuk mencegah timbulnya bisul :


1. Menjaga kebersihan tubuh. Dengan mandi 2 kali sehari untuk melindungi dan membuat tubuh
selalu bersih dan terbebas dari kuman serta penyakit atau bakteri penyebab timbulnya bisul.

2. Mengganti baju atau pakaian secara teratur terutama disaat tubuh sedang berkeringat, karena
di saat berkeringat tubuh mengeluarkan banyak uap dan bakteri yang bercampur dengan air
keringat.Menggunakan pakaian yang sama selama berhari-hari hanya akan membuat tubuh
semakin kotor meski tak terlihat dan meskipun mandi berkali-kali.

3. Keringkan tubuh dari keringat. Setiap melakukan aktivitas pastinya tubuh mengeluarkan


banyak keringat, karena merupakan bagian dari sekresi tubuh terhadap suhu udara. Bila sedang
berkeringat jangan langsung mengelap keringat dengan tissu atau menghilangkan keringat
dengan kipas angin agar kulit tidak lembab. Jika kulit tubuh dalam keadaan lembab, bakteri,
kuman dan jamur akan mudah berkembang biak dengan cepat di lapisan kulit. Biarkan keringat
hilang dengan sendirinya.

4. Mencuci tangan dan wajah. Biasakan untuk mencuci tangan dan wajah usai melakukan
aktivitas apapun dan usai berpergian dari luar rumah. Cara ini dinilai cukup efektif untuk
menghindari dan melindungi diri dari berbagai serangan kuman penyakit termasuk bisul.

5. Tidak menghindari beberapa jenis makanan yang mengandung protein tinggi. Mitos  yang
ada bahwa seseorang yang gemar mengkonsumsi telur yang mengandung protein tinggi, dapat
menimbulkan bisul.

G. Miliariasis 

Lima definisi dari miliariasis yang berbeda, yaitu:Miliariasis merupakan penyakit kulit
yang disebabkan oleh tertutupnya saluran kelenjar keringat. (Hassan, 1984). Miliariasis adalah
kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda,
1987). Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya
pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis yang timbul
akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab
seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas
dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan
pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya
menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan
peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto,
1988)
Yang kelima yaitu Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul
akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher,
bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami
tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh
produksi keringat yang berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi
kemerahan dan disertai banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra
Utama, 2000)
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, ataupickle
heat. Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat akibat tersumbatnya
pori kelenjar keringat.(Vivian Nani,2010)
a. Etiologi
Penyebab terjadinya milliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab serta adanya
infeksi bakteri.
1.            Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang
2.            Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat
3.            Aktivitas yang berlebihan
4.            Setelah menderita demam atau panas
5.            Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan
edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh stratum korneum

b.     Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya milliariasis di awali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat
sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ini ditandai dengan
adanya vesikel miliar dimuara kelenjar keringat lalu disusul dengan tingginya radang dan
oedema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar yang kemudian diabsorbsi oleh stratum
korneum.
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan
apendik yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul
pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu
kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah
sekitarnya.

c. Pembagian dan Tanda Gejala

1.            Milliria kristalina
Milliaria kristalina ini timbul pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah keringat, seperti
pasien demam yang terbaring ditempat tidur. Lesinya berupa vesikel yang sangat superfisial,
bentuknya kecil, dan menyerupai titik embun berukuran 1-2 mm. Umumnya lesi ini timbul
setelah keringat, vesikel mudah pecah karena trauma yang paling ringan, misalnya akibat
gesekan dengan pakaian. Vesikel yang pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan,
asimptomatik, dan berlangsung singkat. Biasanya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan
sendirinya.

2.            Milliaria rubra
Millia ruba memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritema di sekitarnya. Keringat
menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada daerah ruam dan
daerah disekitarnya, sering juga diikuti dengan infeksi sekunder lainnya dan dapat juga
menyebabkan timbulnya impetigo dan furunkel.
3.            Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah
miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat
di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih
banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda,
1987)
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian
atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban
yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis,
pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam
alkohol. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel
yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan
penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak
berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang hebat. (Hassan, 1984)
4.            Milliaria fustulosa
Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin
dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984). Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas,
superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)

d.     Gejala dan Tanda Milliariasis


Milliariasis pada bayi baru lahir memiliki gejala atau tanda sebagai berikut :
a.      Bintik kemerahan yang terjadi pada kulit bayi
b.      Bayi rewel

e.      Penatalaksanaan Milliariasis
Asuhan yang diberikan pada neonatus,bayi dan balita dengan milliariasis trgantung pada
beratnya penyakit dan keluhan yang dialami. Asuhan yang diberikan yaitu
1.            Mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul
2.            Menjaga kebersihan tubuh bayi
3.            Mengupayakan menciptakan lingkungan dengan kelembapan yang cukup serta suhu yang
sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal diruang ber ac atau didaera \yang sejuk dan kering
4.            Menggunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu sempit
5.            Segera mengganti pakaian yang basah dan kotor
6.            Pada milliaria rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dengan menambahkan mentol 0,5-2%
yang bersifat mendinginkan ruam. 
H. Obstipasi

Obstipasi berasal dari bahasa latin ob berarti in the way adalah  perjalanan dan stipare yang


berarti to compress adalah menekan. Secara istilah obstipasi adalah bentuk konstipasi parah
dimana biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus (adanya obstruksi
usus).
Secara umum, obstipasi adalah pengeluaran mekonium tidak terjadi pada 24 jam pertama
sesudah kelahiran atau kesulitan atau keterlambatan pada faeces yang menyangkut konsistensi
faeces dan frekuensi berhajat. Sedangkan pada neonatus lanjut didefinisikan sebagai tidak
adanya pengeluaran feses selama 3 hari/lebih.

Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal. Lebih dari 90% bayi baru
lahir akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan
mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidah terjadi, maka harus
dipikirkan adanya obstipasi. Akan tetapi, harus diingat bahwa ketidakteraturan defekasi
bukanlah suatu obstipasi karena pada bayi yang menyusu dapat terjadi keadaan tanpa defekasi
selama 5-7 hari dan tidak menunjukkan adanya gangguan feses karena feses akan dikeluarkan
dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi. Hal ini masih dikatakan normal. Menurut data
WHO, keluhan obstipasi dapat terjadi pada segala usia dari bayi sampai orang tua. pada bayi
angka kejadian ini bisa mencapai 30-40% yang dapat mengalami masalah dengan keluhan
obstipasi ini. Di Indonesia sendiri angka insidennya belum ada yang menjelaskan secara nominal
tanpa melihat etiologinya, sedangkan berdasarkan etiologi obstipasi parsial didapatkan 10-15%
dari seluruh kejadian obstipasi. angka kejadian obstipasi pada bayi berdasarkan penyebabnya
memiliki frekuensi yang berbeda-beda berdasarkan keadaan yang mendasarinya.

a. Jenis – jenis Opstipasi

1. Obstipasi  Total

Memiliki ciri khas tidak keluarnya feses atau flatus dan pada pemeriksaan colok dubur didapat
rectum yang kosong, kecuali jika obstruksi terdapat pada rectum.

2.  Obstipasi  Parsial

Memiliki ciri pasien tidak dapat buang air besar selama beberapa hari, tetapi kemudian dapat
mengeluarkan feses disertai gas. Keadaan obstruksi parsial kurang darurat dari pada obstruksi
total.
b. Sebab Obstipasi

1.Obstipasi akibat obstruksi dari intralumen usus meliputi akibat adanya kanker dalam dinding
usus.

2.Obstipasi akibat obstruksi dari ekstralumen usus, biasanya akibat penekanan usus oleh massa
intra abdomen misalnya adanya tumor dalam abdomen yang menekan rectum.

3.Penyaluran makanan yang kurang baik, misalnya masukan makanan bayi muda kurang
mengandung air / gula, sedangkan pada bayi usia lebih tua biasanya karena makanan yang
kurang mengandung polisakarida atau serat.

4.Kemungkinan adanya gangguan pada usus seperti pada penyakit Hirschpung yang berarti usus
tidak melakukan gerakan peristaltic.

c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala obstipasi disebabkan oleh:

1. Pada neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama, pada bayi jika
tidak mengeluarkan feses selama 3 hari atau lebih.

2. Sakit dan kejang pada perut.

3. Bayi sering menangis.

4. Susah tidur dan gelisah.

5. Kadang-kadang muntah.

6. Abdomen distensi (kembung, karena usus tidak berkontraksi).

7. Bayi susah/tidak mau menyusui.

8. Bising usus yang janggal.

d. Patofisiologi dan Pathogenesis

Pada keadan normal sebagian besar rektum dalam keadaan kosong, kecuali bila ada refleks
masa dari kolon yang mendorong feses ke dalam rektum yang terjadi sekali atau dua kali sehari.
Hal tersebut memberikan stimulasi pada arkus aferen dari refleks defekasi. Dengan adanya
stimulasi pada arkus aferen tersebut akan menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen
sehingga terjadilah defekasi. Mekanisme usus yang normal terdiri atas 3 faktor, yaitu sebagai
berikut:
1.    Asupan cairan yang banyak.

2.    Kegiatan fisik dan mental.

3.    Jumlah asupan makanan berserat.

Keadaan normal, ketika bahan makanan yang akan dicerna memasuki kolon, air dan eletrolit
diabsorbsi melewati membran penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada perubahan
bentuk feses, dari bentuk cair menjadi bahan yang lunak dan berbentuk. Ketika feses melewati
rektum, feses menekan dinding rektum dan merangsang defekasi. Apabila bayi tidak
mengkonsumsi ASI (cairan) secara adekuat, produksi dari pencernaan lebih kering dan padat,
serta tidak dapat dengan segera digerakkan oleh gerakan peristaltik menuju rektum, sehingga
penyerapan terjadi terus-meneerus dab feses menjadi semakin kering, padat dan susah
dikeluarkan, serta menimbulkan rasa sakit. Ini yang menyebabkab bayi tidak bisa BAB dan akan
menyebabkan kemungkinan berkembangnya luka.

Proses dapat terjadi bila menurun peristaltik usus. Hal tersebut menyebabkan sisa metabolisme
berjalan lambat yang kemungkinan akan terjadi penyerapan air yang berlebihan.Bahan
makanan berserat sangat dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan
normal dari metabolisme dalam saluran cerna menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan
pada usus dapat juga menyebabkab obstipasi.

e. Diagnosa Obstipasi

Obstipasi didiagnosa melalui cara:

1.    Anamnesis
               Riwayat penyakit difokuskan pada gangguan untuk mengeluarkan baik feses maupun
gas. Perlu untuk menentukan apakah termasuk obstruksi total atau partial. Anamnesis
ditujukan untuk menggali lebih dalam riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
menstimulasi terjadinya obstipasi.
Dicari juga apakah ada kelainan usus sebelumnya, nyeri pada perut, dan masalah sistemik lain
yang penting, sebagai contoh riwayat adanya penurunan berat badan yang kronis dan feses
yang bercampur darah kemungkinan akibat obstruksi neoplasma.

               Anamnesis juga digunakan untuk Riwayat penyakit difokuskan pada gagal untuk
mengeluarkan baik feses maupun gas. Perlu untuk menentukan apakah termasuk obstruksi
total atau partial.   Anamnesis ditujukan untuk menggali lebih dalam akan riwayat penyakit
terdahulu yang mungkin dapat menstimulasi terjadinya obstipasi. Dicari juga apakah ada
kelainan usus sebelumnya, nyeri pada perut, dan masalah sistemik lain yang penting, sebagai
contoh riwayat adanya penurunan berat badan yang kronis dan feses yang bercampur darah
kemungkinan akibat obstruksi neoplasma.

2.    Pemeriksaan Fisik

               Pemeriksaan abdomen standar seperti inspeksi, auskultasi, perkusi,dan palpasi untuk


melihat apakah ada massa abdomen, nyeri abdomen, dan adanya distensi kolon. Obstruksi usus
pada fase lanjut tidak terdengar bising usus Pemeriksaan region femoral dan inguinal untuk
melihat apakah ada hernia atau tidak.

               Obstruksi kolon bisa terjadi akibat hernia inguinal kolon sigmoid. Pemeriksaan rectal
tussae (colok dubur) untuk mengidentifikasi kelainan rectum yang mungkin menyebabkan
obstruksi dan memberikan gambaran tentang isi rectum.

3.    Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada bayi yang menderita obstipasi
adalah : Pemeriksaan Hb, pemeriksaan urine dan pemeriksaan penunjang lain yang dianggap
perlu.

4.    Pencitraan

Pencitraan dengan CT scan, USG, X rays, dengan atau tanpa bahan kontras.Pencitraan untuk


melihat apakah ada dilatasi kolon. Dilatasi kolon tanpa udara menandakan obstruksi total dan
dilatasi kolon dengan terdapat udara menandakan partial obstruksi parsial. Pencitraan ini dapat
digunakan untuk menentukan letak obstruksi dan penyebab obstruksi.

5.     Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium seperti pemeriksaan elektrolit darah (mengetahui dehidrasi dan


ketidakseimbangan elektrolit), hematokrit (apakah ada anemia yang dihubungkan dengan
perdarahan usus missal akibat neoplasma), hitung leukosit (mengetahui infeksi usus).
Endoskopi untuk melihat bagian dalam kolon dan mennetukan sebab obstipasi.

f. Penanganan Obstipasi

Penatalaksanan yang dilakukan adalah:

1.                Mencari penyebab obstipasi.

2.      Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan memperhatikan gizi,


tambahan cairan, dan psikis.
3.      Pengosongan rektum jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk menegakkan
kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rektum bisa dilakukan dengan disimpaksi digital,
enema minyak zaitun, obat-obatan.

4.      Usahakan diet pada ibu dan bayi yang cukup mengandung makanan yang banyak serat,
buah-buahan dan sayur-sayuran.

5.      Diet pada obstruksi total dianjurkan tidak makan apa-apa.

6.      Pada obstruksi parsial, dapat diberikan makanan cair dan obat-obat oral.

7.      Pemberian laktasi hanya merupakan tindakan pariatif yaitu hanya bila diperlukan saja.

8.      Peningkatan intake cairan.

9.      Bila diduga terdapat penyakit hirscprung dapat dilakukan tes tekanan usus.

10.  Bayi kurang dari dua bulan yang menerima susu formula atau ASI yang memadai bisa diberi
1 sendok teh sirup jagung ringan pada botol  pagi dan malam hari.

11.  Apel atau jus prem efektif bagi bayi antara 2 bulan dan 4 bulan.

12.   Bayi antara 4 bulan dan 1 tahun dapat sembuh dengan sereal serat tinggi atau jus
aprikot,buah prem kering atau prem.

13.  Anak usia lebih dari 1 tahun sebaiknya diberi makan serat tinggi seperti buah-
buahan,kacang polong,sereal,keripik graham,buncis dan bayam.

14.   Perawatan medis

Resusitasi untuk mengoreksi cairan dan elektrolit tubuh, nasograstis decompression pada
obstruksi parah untuk mencegah muntah dan aspirasi, dan pengobatan lain untuk mencegah
semakin parahnya sakit.

15.  Operasi

Mengatasi obstruksi sesuai dengan penyebab obstruksi dan untuk mencegah perforasi usus
akibat tekanan tinggi. Obstipasi obstruksi total bersifat sangat urgen untuk dilakukan tindakan
segera dimana jika terlambat dilakukan dapat mengakibatkan perforasi usus, karena terdapat
peningkanan tekanan feses yang besar.
i. Bayi meninggal mendadak

Kematian bayi mendadak tidak terduga dan dengan alas an yang tetap tidak jelas,
bahkan setelah otopsi,merupakan sara kematian paling utama pada tahun pertama
kehidupan setelah masa neonatus. Peristiwa ini menggambarkan sindroma bayi mati
mendadak (SIDS =sudden infant death syndrome). Pada kasus yang khas seorang bayi
rusia 2-3 bulan yang tampak sehat, di tidurkan tanpa kecurigaan bahwa segala
sesuatunya di luar keadaan yang biasa . beberapa waktu kmeudian bayi di temukan
meninggal, dan otopsi konvensional gagal menemukan penyebbab kematian. Telah di
ungkapkan bahwa bayi tampak sehat sebelum meninggal, tetapi riwayat perinatal yang
lebih rinci serta pemeriksaan intensif fungsi kardiorespiratorik dan neurologik
menghasilkan bukti-bukti bahwa anak tidak berada dalam keadaan yang normal
sebelumnya.

a. Patologi

Diantara berbagai temuan yang telah dilaporkan pada bayi-bayi yang meninggal karena
SIDS bahwa pertambahan otot polos arteri paru-paru merupakan hal terpenting.
Keadaan ini tidak saja melibatkan dinding muscular arteri pulmonalis yang besar, tetapi
meluas ke pembuluh-pembuluh kecil di dekat di dekat alveoli. Temuan ini di anggap
sebagai bukti tidak langsung bahwa bayi-bayi dengan SIDS mengalami hipoksia kronik
yang menetap. Walawpun demikian, tidak di temukan bukti langsung hipoksia ini.
Banyak korban SIDS mengalami retardasi pertumbuhan fisik pasca natal.

b. Patogenesis

Kebingungan mengenai patogenesis SIDS mungkin mencerminkan besarnya


perbedaan kenelitian dalam mencari abnormaliyas spesifik setelah kelahiran. Lebih
lanjut, SIDS tampaknya mempunyai beberapa etiologi, dan beberapa kondisi langka
dapat berwujud seperti SIDS. Misalnya, apnea saat tidur yang memanjang pada masa
bayi yang telah di asosiasikan dengan suatu lesi desak ruang (astrositoma lobus
temporalis kiri), anomaly SSP congenital (tidak ada korpus kalosum), dan dengan
disfungsi neuromuscular yang menyertai botulismus infantil. Kematian mendadak juga
telah di sebabkan cincin vascular, biasanya didahului oleh tanda-tanda obstruksi
saluran nafas atas.
c. Factor-faktor yang mungkin menyebabkan bayi mati mendadak

1. Jeda pernafasan karena Apnea dan sianosis yang lama selama tidur telah
diobservasi pada dua bayi yang kemudian dianggap meninggal karena SIDS dan
telah diamati pula adanya obstruksi saluran nafas bagian atas dengan jeda
pernafasan serta bradikardia yang lama pada bayi-bayi dengan SIDS abortif.
Walaupun demikian masih belum pasti apakah apnea sentral atau apnea
obstruktif yang lebih penting daalam terjadinya SIDS
2. Cacat batang otak karena sedikitnya 2 kepingan bukti telah mengisyaratkan
bahwa bayi-bayi dengan SIDS memiliki abnormalitas pada susunan saraf pusat.
3. Fungsi saluran nafas atas yang abnormal, berdasarkan pada perkembangan dan
anatomi, maka bayi yang muda dianggap beresiko tinggi terhadap saluran
pernafasan bagian atas, apakah keadaan ini terjadi pada SIDS masih belum di
ketahui.
4. Reflek saluran nafas yang hiperreaktif karena masuknya sejumlah cairan ke
dalam laring dapat merangsang timbulnya reflek ini dan di duga menimblkan
apnea, maka di berikan perhatian yang cukup besar akan kemungkinan reflek
gasoesofagus dan aspirasi sebagai mekanisme primer terjadinya SIDS pada
beberapa bayi.
5. Abnormalita jantung, beberapa ahli mengajukan adanya ketidakstabilan pada
jantung muda, tetapi tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan saa ini untuk
menunjukan bahwa aritmia jantung memainkan perana pada SIDS.

d. Temuan-temuan pada bayi yang kemudian meninggal dunia

Beberapa bayi yang kemudian meninggal karena SIDS telah di pelajari sebelum
meninggal. Seorang bayi mempunyai suara tangisan yang bernada tinggi, lebih lemah
dari tangisan normal. Yang lain mengalami takikardia dengan variasi dari denyut ke
denyut yang kurang normal. Bayi yang lain lagi memperlihatkan frekuensi pernafasan
serta penurunan insiden apnea. Dan yang terakhir, seorang bayi labilitas yang lebih
tinggi dari normalserta stabilisasi denyut jantung yang lebih buruk.

e. Temuan-temuan pada bayi dengan risiko tinggi SIDS


Saudara sekandung dari bayi dengan SIDS menurut peneliti :

1. Sekelompok bayi yang merupakan saudara kandung dari bayi-bayi dengan SIDS
di jumpai dengan insiden yang meninggi, serta dengan pernafasan periodic yang
lebih lama pada saat tidur bila di bandingkan kelompok control atau bayi normal.
2. Peningkatan frekuensi pernafasan dan penurunan insidens jeda pernafasan
selama tidur diantara saudara sekandungbayi-bayi dengan SIDS; sampai jeda
yang panjang ( lebih dari sepuluh detik ), kelompok terakhir ini tidak dapat
dibedakan dari bayi-bayi yang normal.

Bayi-bayi dengan SIDS abortif atau hampir hilang


Pada suatu kelompok bayi dengan bukti-bukti SIDS abortif atau hamper hilang di
temukan dalam keadaan tidak responsif, sianotik, dan apneik, serta mendapat
resusitasi dari mulut ke mulut,di temukan bahwa dalam 4 bulan pertama kehidupan
bayi-bayi ini memiliki denyut jantung yang lebih cepat. Sedangkan pada kelompok bayi
yang hamper hilanh lainnya, peneliti lain menemukan peningkatan frekuensi pada
paparan gas dengan tegangan oksigen rendah. Dan pada kelompok bayi yang hamper
hilang lainnya, pemeriksaan neurologik yang rinci menemukan abnormalitas tonus otot
yang konsisten

f. Diagnosis
Semakin banyak bukti bahwa bayi dengan resiko SIDS mempunyai cacat fisiologik
sebelum lahir. Pada neonatus dapat di temukan nilai apgar yang rendah dan
abnormalitas control respirasi, denyut jantung dan suhu tubuh, serta dapat pula
mengalami retardasi pertumbuhan pasca natal.

g. Pencegahan SIDS

1. Selalu letakkan bayi Anda dalam posisi terlentang ketika ia sedang tidur,
walaupun saat tidur siang. Posisi ini adalah posisi yang paling aman bagi bayi
yang sehat untuk mengurangi risiko SIDS.
2. Jangan pernah menengkurapkan bayi secara sengaja ketika bayi tersebut belum
waktunya untuk bisa tengkurap sendiri secara alami.
3. Gunakan kasur atau matras yang rata dan tidak terlalu empuk. Penelitian
menyimpulkan bahwa risiko SIDS akan meningkat drastis apabila bayi diletakkan
di atas kasur yang terlalu empuk, sofa, bantalan sofa, kasur air, bulu domba atau
permukaan lembut lainnya.
4. Jauhkan berbagai selimut atau kain yang lembut, berbulu dan lemas serta
mainan yang diisi dengan kapuk atau kain dari sekitar tempat tidur bayi Anda.
Hal ini untuk mencegah bayi Anda terselimuti atau tertindih benda-benda
tersebut.
5. Pastikan bahwa setiap orang yang suka mengurus bayi Anda atau tempat
penitipan bayi untuk mengetahui semua hal di atas. Ingat setiap hitungan waktu
tidur mengandung risiko SIDS.
6. Pastikan wajah dan kepala bayi Anda tidak tertutup oleh apapun selama dia
tidur. Jauhkan selimut dan kain penutup apapun dari hidung dan mulut bayi
Anda.
7. Pakaikan pakaian tidur lengkap kepada bayi Anda sehingga tidak perlu lagi untuk
menggunakan selimut. Tetapi seandainya tetap diperlukan selimut sebaiknya
Anda perhatikan hal-hal berikut ini: Pastikan kaki bayi Anda berada di ujung
ranjangnya, Selimutnya tidak lebih tinggi dari dada si bayi,Ujung bawah selimut
yang ke arah kaki bayi, Anda selipkan di bawah kasur atau matras sehingga
terhimpit.
8. Jangan biarkan siapapun merokok di sekitar bayi Anda khususnya Anda sendiri.
Hentikan kebiasaan merokok pada masa kehamilan maupun kelahiran bayi Anda
dan pastikan orang di sekitar si bayi tidak ada yang merokok.
9. Jangan biarkan bayi Anda kepanasan atau kegerahan selama dia tidur. Buat dia
tetap hangat tetapi jangan terlalu panas atau gerah. Kamar bayi sebaiknya
berada pada suhu yang nyaman bagi orang dewasa. Selimut yang terlalu tebal
dan berlapis-lapis bisa membuat bayi Anda terlalu kepanasan.
10. Temani bayi Anda saat ia tidur. Jangan pernah ditinggal-tinggal sendiri untuk
waktu yang cukup lama.

Anda mungkin juga menyukai