Anda di halaman 1dari 25

ANTROPOMETRI SEBAGAI INDIKATOR GIZI dan KESEHATAN

MASYARAKAT
(MAKALAH ILMU GIZI PANGAN)

Oleh

Kelompok 5

Nurhanifah 1814051040
Naura Khansa F. 1814051050
Reka Kumala S. 1854051012

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, senantiasa kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan kami nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami
diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas
mata kuliah Ilmu Gizi Pangan tentang “Antropometri Sebagai Indikator Gizi Dan
Keaehatan Masyarakat”. Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses
penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Penulis juga berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca. Tak lupa
dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca untuk
memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami
ini, untuk kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan makalah ini di waktu
berikutnya.

ii
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1

1.2 Tujuan.............................................................................................................. 2

BAB II ISI................................................................................................................. 3

2.1 Antropometri................................................................................................... 3

2.2 Ukuran Antropometri...................................................................................... 4

2.3 Indeks Antropometri........................................................................................ 10

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 18

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ambang batas pengukuran LILA................................................................. 6

Tabel 2. Ketegori IMT (WHO 2000)......................................................................... 11

Tabel 3. Kategori IMT (Riskesdas 2007)................................................................... 11

Tabel 4. Sebaran subjek berdasrkan status gizi.......................................................... 11

Tabel 5. Klasifikasi standar pengukuran tebal lemak bawah kulit............................. 12

Tabel 6. Sebaran subjek berdasarkan persen lemak tubuh......................................... 13

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cara melakukan penimbangan pada balita............................................... 5

Gambar 2. Cara pengambilan tinggi badan................................................................ 5

v
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Gizi merupakan hal sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga diperlukan
perhatian terhadap kesehatan gizi guna mencegah terjadinya mallnutrisi (Gizi salah)
dan resiko untuk menjadi gizi kurang. Status gizi menjadi penting karena merupakan
salah satu faktor yang dapat menunjukkan adanya kesakitan atau kematian.
Antropometri merupakan salah satu cara mudah dan murah yang digunakan untuk
menentukan status gizi. Antropometri dapat digunakan sebagai indikator status gizi
dengan cara mengukur beberapa parameter antara lain berat badan, tinggi badan,
lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit. Remaja memiliki
status antropometri yang beragam. Pada remaja mengalami proses pertumbuhan,
sehingga status antropometrinya dapat mengalami perubahan dengan cepat pula.
Biasanya pada masa ini, lemak tubuh pada remaja cenderung meningkat dan protein
otot cenderung menurun. Penelitian sebelumnya (Klein et al. 2007; Ruhl et al. 2007;
Yang et al. 2006) menyatakan bahwa status antropometri seperti IMT, lingkar
pinggang dan rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP) berhubungan dengan persentase
lemak tubuh pada remaja yang dapat meningkatkan risiko kegemukan pada remaja

Angka obesitas di Indonesia juga cukup tinggi. berdasarkan data Riskesdas 2018
menunjukkan angka 21,8 persen untuk obesitas di Indonesia. Angka itu terus beranjak
naik sejak Riskesdas 2007 sebesar 10,5 persen dan 14,8 persen pada Riskesdas 2013.
Angka obesitas yang menunjukkan kenaikan setiap tahunnya tenru dapat sangat
membahyakan. Menurut WHO (2000), dampak obesitas erat hubungannya dengan
risiko beberapa penyakit kronis, seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung
dan pembuluh darah seperti hipertensi) dan diabetes, serta akan menjadi faktor risiko
penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke iskemik. Antropometri dapat digunakan

1
sebgai indikator untuk menentukan apakah pasien mengalami obesitas atau tidak.
IMT merupakan metode yang paling banyak digunakan pada survei-survei berbasis
masyarakat dan dapat digunakan secara massal untuk mengukur status kegemukan.
Sementara LP lebih banyak digunakan pada penelitian klinis dan dalam praktiknya
tidak semua orang mau diukur LP-nya dan digunakan untuk menilai obesitas
abdominal serta merupakan indikator terbaik dalam menentukan risiko penyakit
kardiovaskular. Berdasarkan hal di atas antropometri ini sangat penting karena dapat
digunakan sebagai indikator kesehatan gizi masyarakat.

I.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui pentingnya antropometri


sebagai indikator kesehatan gizi masyarakat.

2
BAB II
ISI

2.1 Antropometri

Antropometri (ukuran tubuh) merupakan salah satu cara langsung menilai status
gizi, khususnya keadaan energi dan protein tubuh seseorang. Dengan demikian,
antropometri merupakan indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah
kekurangan energi dan protein yang dikenal dengan KEP. Antropometri dipengaruhi
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Konsumsi makanan dan kesehatan (adanya
infeksi) merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi antropometri (Aritonang,
2013). Keunggulan antropometri antara lain prosedurnya sederhana, aman, dan dapat
dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli.
Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah
setempat. Tepat dan akurat karena dapat dibakukan, dapat mendeteksi atau
menggambarkan riwayat gizi di masa lampau, umumnya dapat mengidentifikasi
status gizi sedang, kurang dan buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.
Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya(Istiany dkk, 2013).

Kelemahan antropometri antara lain yaitu tidak sensitif, artinya tidak dapat
mendeteksi status gizi dalam waktu singkat. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan
penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas
pengukuran antropometri. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat
mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri. Kesalahan ini
terjadi karena latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau kesulitan
pengukuran (Istiany dkk, 2013). Dibandingkan dengan metode lainnya, pengukuran
antropometri lebih praktis untuk menilai status gizi (khususnya KEP) di masyarakat.
Ukuran tubuh yang biasanya dipakai untuk melihat pertumbuhan fisik adalah berat

3
badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LILA), lingkar kepala (LK), tebal
lemak dibawah kulit (TL) dan pengukuran tinggi lutut. Penilaian status gizi
antropometri disajikan dalam bentuk indeks misalnya BB/U, TB/U, PB/U, BB/TB,
IMT/U (Aritonang, 2013).

Ada beberapa penilaian status gizi dapat diterapkan yaitu (1) skrining atau
penapisan, adalah status gizi perorangan untuk keperluan rujukan dari kelompok atau
puskesmas dalam kaitannya dengan suatu tindakan atau intervensi, (2) pemantauan
pertumbuhan yang berkaitan dengan kegiatan penyuluhan, (3) penilaian status gizi
pada kelompok masyarakat yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil suatu
program sebagai bahan perencanaan suatu program (Aritonang, 2013).

2.2 Ukuran Antropometri

a. Berat badan (BB)

Berat badan menggambarkan tentang massa tubuh. Dalam keadaan normal, BB


berkembang mengikuti perkembangan umur (balita). Sedangkan saat dalam keadaan
tidak normal, BB berkembang lebih cepat atau lambat. Berdasarkan sifat tersebut,
maka indikator BB/U hanya dapat menggambarkan status gizi saat ini. Prosedur
penimbangan BB yaitu (1) dilakukan sebaiknya pagi hari setelah buang air atau
keadaan perut kosong supaya hasil akurat, (2) meletakkan timbangan di tempat yang
datar, (3) sebelum dilakukan penimbangan sebaiknya timbangan dikalibrasi terlebuh
dahulu, (4) klien diminta melepas alas kaki, aksesoris yang digunakan dan
menggunakan pakaian seminimal mungkin, (5) klien naik ke timbangaan dengan
posisi menghadap kedepan, pandangan lurus, tangan disamping kanan kiri dan posisi
rileks serta tidak banyak gerakan, (6) catat hasil pengukuran (Aritonang, 2013).

4
Gambar 1. Cara melakukan penimbangan pada balita.

b. Tinggi badan (TB)

Tinggi badan merupakan gambaran pertumbuhan. Dalam keadaan normal, TB


tumbuh bersama dengan pertambahan umur. Pengaruh kekurangan gizi terhadap TB
akan tampak pada kekurangan yang sangat lama. Berdasarkan hal tersebut indeks
TB/U dapat menggambarkan keadaan masa lalu (Aritonang, 2013). Prosedur
pengukuran TB yaitu (1) memasang mikrotoa pada dinding yang rata dan tegak lurus
pada lantai, (2) mikrotoa digeser keatas hingga melebihi tinggi anak yang akan
diukur, (3) klien berdiri tegak lurus rapat ke dinding, (5) posisi kepala, bahu
belakang, pantat dan tumit rapat ke dinding, pandangan lurus ke depan, (6) membaca
angka pada mikrotoa dengan pandangan mata sejajar dengan angka yang ditunjuk
pada garis mikrotoa (Aritonang, 2013).

5
Gambar 2. Cara pengambilan tinggi badan.

c. Lingkar lengan atas (LILA)

Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan
cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan
gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lila
mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan:
1. Status KEP pada balita
2. KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi BBLR

Tabel 1. Ambang Batas Pengukuran LILA


Klasifikasi Batas Ukur
Wanita Usia Subur
KEK < 23,5 cm
Normal  23,5 cm
Bayi Usia 0-30 hari
KEP < 9,5 cm
Normal  9,5 cm
Balita
KEP < 12,5 cm
Normal 12,5 cm

     Sumber: Sirajuddin, 2012.


Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan di mana seseorang mengalami
kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Seseorang
dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA(Lingkar Lengan Atas) <23,5 cm

6
(Chinue, 2009). LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Status gizi yang buruk (KEK)
sebelum dan selama kehamilan akan menyebabkan ibu melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Di samping itu, akan mengakibatkan anemia pada bayi baru
lahir, mudah terinfeksi, abortus terhambatnya pertumbuhan otak janin (Supariasa,
2002).

Ibu KEK adalah ibu yang mempunyai kecenderungan menderita KEK. Untuk
memastikan seorang ibu berisiko KEK, maka ibu tersebut perlu diperiksa LILA dan
Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum hamil. Ibu yang mempunyai ukuran LILA <23,5
cm dan IMT( Indeks Masa Tubuh merupakan hasil pembagian berat badan dalam kg
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter) < 17,0 beresiko terkena KEK (As’Ad,
2002). Tindakan pencegahan KEK yang berkaitan dengan konsumsi energi adalah
mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein
termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang
mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-
kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada
makanan untuk meningkatkan pasokan kalori (Chinue, 2009).

Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera ditindaklanjuti. Pemberian makanan
tambahan yang tinggi kalori dan tinggi protein dan dipadukan dengan penerapan porsi
kecil tetapi sering, faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di
Indonesia. Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari kebutuhan
ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin. Meskipun
penambahan tersebut secara nyata (95%) tidak akan membebaskan ibu dari kondisi
KEK, bayi dilahirkan dengan berat badan normal ( Chinue, 2009).

Menurut Nega Assefa1,dkk (2012), menyatakan bahwa LILA pada ibu yang kurang
dari 23cm dianggap menjadi tanda miskin nutrisi. LILA tidak berbeda jauh selama
kehamilan dan karena itu merupakan langkah yang tepat status gizi daripada BMI

7
atau berat badan. Bayi yang lahir dari ibu yang miskin, gizi, kekerasan fisik dialami
selama kehamilan akan mengalami BBLR. Dalam komunitas ini sebagian besar
miskin di mana cakupan ANC rendah, untuk mengurangi kejadian BBLR, adalah
penting untuk meningkatkan akses untuk perawatan kesehatan ibu. Keterlibatan
suami dan masyarakat luas untuk mencari tindakan kolektif pada BBLR sangat
penting.

d. Lingkar kepala

Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar lingkar
kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun ukuran otak
dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.
Dalam antropometri gizi rasio Lika dan Lida cukup berarti dan menentukan KEP
pada anak. Lika juga digunakan sebagai informasi tambahan daam pengukuran
umur.

e. Lingkar dada

Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada pesat
sampai anak berumur 3tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan sebagai
indikator KEP pada balita. Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah
umur ini lingkar kepala tumbuh lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang
KEP terjadi pertumbuhan lingkar dada yang lambat → rasio lingkar dada dan kepala
< 1.

f. Jaringan lunak

8
Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi. Antropometri dapat
dilakukan pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi di masyarakat. Metode
yang digunakan untuk menilai komposisi tubuh (jumlah dan distribusi lemak sub-
kutan):
1. Ultrasonik
2. Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer atau underwater
weighting)
3. Teknik Isotop Dilution
4. Metoda Radiological
5. Total Electrical Body Conduction (TOBEC)
6. Antropometri (pengukuran berbagai tebal lemak menggunakan kaliper: skin-
fold calipers). Metode yang paling sering dan praktis digunakan di lapangan:
Antropometri fisik. Standar atau jangkauan jepitan 20-40 mm2, ketelitian 0.1
mm, tekanan konstan 10 g/ mm2. Jenis alat yang sering digunakan Harpenden
Calipers, alat ini memungkinkan jarum diputar ke titik nol apabila
terlihat penyimpangan.

g. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur
>> interpretasi status gizi salah. Batasan umur yang digunakan (Puslitbang Gizi
Bogor, 1980): Tahun umur penuh (completed year), contoh: 6 tahun 2 bulan, dihitung
6 tahun; 5 tahun 11 bulan, dihitung 5 tahun. Bulan usia penuh (completed month):
untuk anak umur 0-2 tahun digunakan, contoh: 3 bulan 7 hari, dihitung 3 bulan; 2
bulan 26 hari, dihitung 2 bulan. Untuk melengkapi data umur dapat dilakukan dengan
cara-cara berikut:
1. Meminta surat kelahiran, kartu keluarga atau catatan lain yang dibuat oleh orang
tuanya. Jika tidak ada, bila memungkinkan catatan pamong desa
2. Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Sunda, Jawa
dll), cocokan dengan kalender nasional

9
3. Jika tetap tidak ingat, dapat berdasarkan daya ingat ortu, atau berdasar kejadian
penting (lebaran, tahun baru, puasa, pemilihan kades, pemilu, banjir, gunung
meletus dll)
4. Membandingkan anak yang belum diketahui umurnya dengan anak kerabat/
tetangga yang diketahui pasti tanggal lahirnya.
5. Jika hanya bulan dan tahunnya yang diketahui, tanggal tidak diketahui, maka
ditentukan tanggal 15 bulan ybs.

2.3 Indeks Antropometri

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri


merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau
yang dihubungkan dengan umur. Beberapa indeks antropometri: BB/U (Berat Badan
terhadap Umur), TB/ U (Tinggi Badan terhadap Umur), BB/ TB (Berat Badan
terhadap Tinggi Badan), Lila/ U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur), Indeks
Massa Tubuh (IMT), Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur, Rasio Lingkar
Pinggang dan Pinggul.

a. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat
badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi
indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. Masalah
kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah yang sangat penting karena dapat
memicu terjadinya penyakit degeneratif. Berat badan yang kurang pada wanita usia
subur memungkinkan melahirkan bayi berat badan lahir rendah ( BBLR), Sedangkan
berat badan lebih dapat memicu penyakit degeneratif seperti jantung, kolestrol,
obesitas dsb. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18

10
tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak-anak, remaja, ibu hamil, dan
olahragawan. Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus lainnya
seperti edema, asites, dll. Berikut tabel IMT menurut WHO dan Risekedas.

Tabel 2. Ketegori IMT (WHO 2000)


Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight <18,50
-          Severe thinness <16,00
-          Moderate thinness 16,00-16,99
-          Mild thinness 17,00-18,49
Normal 18,50-24,49
Overweight >25,00
-          Pre-obesitas 25,00-29,99
Obesitas >30,00
-          Obesitas kelas I 30,00-34,99
-          Obesitas kelas II 35,00-39,99
-          Obesitas kelas III >40,00
Sumber: WHO, 1995, WHO, 2000 dan 2004.

Tabel 3. Kategori IMT (Riskesdas 2007)


Kategori BMI (kg/m2)
Kurus <18,50
Normal 18,50-24,99
Berat Badan Lebih 25,00-27,00
Obese >27,00
Sumber: Rise Kesehatan Dasar 2007

Tabel 4. Sebaran subjek berdasrkan status gizi

11
Tabel 4.merupakan contoh IMT pada mahasiswa yang berumur di atas 18 tahun.
Dalam tabel menunjukkan mahasiswa laki-laki sebagian besar memiliki IMT normal
(75%). Sementara itu, sebagian besar mahasiswa perempuan memiliki IMT normal
(83,2%). status gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kesehatan. Kekurangan
atau kelebihan gizi dalam jangka waktu yang panjang akan berakibat buruk ter-hadap
kesehatan. Uji beda pada IMT menunjukkan angka p>0,05 yang menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna antara proporsi distribusi status gizi pada mahasiswa
laki-laki dan mahasiswa perempuan.

b. Persen Lemak Tubuh

Body Fat (Kadar Lemak Tubuh) adalah presentase berat lemak total dalam tubuh
terhadap berat badan dan merupakan indicator kesehatan. Kadar Lemak yang
berlebihan sangat beresiko terhadap berbagai penyakit. Mengurangi kelebihan lemak
tubuh dapat mengurangi secara nyata resiko penyakit degeneratif, seperti hipertensi,
jantung, diabetes, stroke, dan kanker. Body Fat (%) adalah persentase kadar lemak di
dalam tubuh seseorang dibandingkan dengan berat tubuh keseluruhan.

Tabel 5. Klasifikasi Standar Pengukuran Tebal Lemak Bawah Kulit


Klasifikasi Laki-laki Wanita
Lean <8% < 13 %
Optimal 8 – 15 % 14 – 23 %
Slightly overfat 16 – 20 % 24 – 27 %
Fat 21 – 24 % 28 – 32 %
Obesitas  25 %  33 %
           Sumber. Sirajuddin dan Saifuddin 2012.

Tabel 6. Sebaran subjek berdasarkan persen lemak tubuh

12
Tabel 6. menunjukkan rata-rata persen lemak tubuh pada perempuan (26,32±5,60)
lebih tinggi dari rata-rata persen lemak tubuh pada laki-laki (20,35±7,43). Hal ini
sesuai dengan penelitian Fahey et al. (2010) yang menyatakan bahwa persentase
lemak tubuh esensial pada perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki.
Perbedaan persentase lemak ini digunakan perempuan untuk kebutuhan dalam
melahirkan dan fungsi hormon lain (Fahey et al. 2010). Perbedaan lemak tubuh
antara laki-laki dan perempuan mulai terjadi pada tahap janin tetapi perbedaan
tersebut menjadi lebih jelas pada masa pubertas. Pria memiliki massa tubuh total dan
massa mineral tulang yang lebih besar, dan massa lemak lebih rendah dibanding
wanita. Pria memiliki massa otot lengan yang lebih besar, tulang yang lebih besar dan
lebih kuat.

lemak pada tungkai yang lebih kecil dan distribusi lemak di bagian sentral (perut)
yang relatif lebih besar. Perempuan memiliki jumlah jaringan adiposa esensial lebih
banyak dibandingkan de-ngan laki-laki. Perbedaan ini dilengkapi dengan perbedaan
dalam distribusi jaringan. Perempuan memiliki distribusi lemak di bagian perifer
(pinggul) di masa dewasa awal. Perbedaan komposisi tubuh pada jenis kelamin laki-
laki dan perempuan disebabkan oleh aksi hormon steroid seks, yang mendorong
adanya perbedaan bentuk tubuh selama perkembangan pubertas. Pada pria, penurunan
kadar testosteron dikaitkan dengan peningkatan massa lemak dan penurunan massa
otot. Perbedaan ini terjadi sepanjang hidup orang dewasa (Derby et al. 2006).

c. Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB)

13
BB/TB digunakan untuk mengukur berat badan relatif terhadap tinggi badan dan
tidak memerlukan data umur. BB/TB biasanya digunakan sebagai indikator status gizi
saat ini dan dapat digunakan untuk menyeleksi/menyaring anak-anak yang beresiko
dan untuk mengukur perubahan status gizi dalam jangka pendek. BB/TB yang
rendah relatif terjadi tergantung pada seorang anak yang berjenis kelamin yang sama
dan usia yang sama dengan populasi referensinya. Anak yang mengidap low BB/TB
biasanya disebut "thinnes" atau "kekurusan" atau "cungkring". Bahkan jika low
BB/TB yang parah biasanya menyebabkan kekurangan tenaga. Kekurangan tenaga
biasanya terjadi karena kelaparan atau sakit yang parah (khususnya diare), tetapi juga
dapat disebabkan karena kondisi yang kronis ( WHO, 1995).

d. Tinggi Badan/Usia (TB/U)

TB/U merupakan cerminan dari pertumbuhan linear kumulatif. TB/U digunakan


untuk menunjukan kekurangan gizi pada masa lalunya (saat bayi atau masih balita
atau saat masih didalam kandungan) atau penyakit kronis. TB/U tidak bisa mengukur
kekurangan gizi dalam jangka pendek. TB/U yang rendah atau low TB/U relatif
terjadi tergantung pada seorang anak yang berjenis kelamin yang sama dan usia yang
sama dengan populasi referensinya, biasanya disebut "shortness" atau "kependekan"
atau "cebol". Dalam kasus ekstrim, low TB/U dapat menyebabkan penyakit yang
disebut stunting. Stunting adalah kondisi dimana gagalnya pertumbuhan pada anak
(pertumbuhan otak dan pertumbuhan tubuh). Sehingga anak akan lebih pendek atau
berperawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam
berfikir. TB/U digunakan sebagai indikator populasi, bukan untuk pemantau
pertumbuhan individu ( WHO, 1995).

e. Berat Badan/Usia (BB/U)

14
B/U yaitu untuk mengukur massa tubuh relatif terhadap usia. B/U biasanya gabungan
dari TB/U dan BB/TB sehingga biasanya interpretasinya sulit. BB/U rendah atau low
BB/U terjadi pada seorang anak pada seusianya dan berjenis kelamin yang sama
sehingga menyebabkan "lightness" atau "keringanan" atau "kurus kering". Jika BB/U
dalam kasus yang ekstrim dapat menyebabkan suatu kondisi yang biasanya disebut
"underweight". Underweight yaitu berat badan yang terlalu rendah sehingga menjadi
kurus yang disebabkan oleh hal-hal diluar penyakit, seperti diet, olahraga, kirag
makan, tipe tubuh, atau bayi dengan asupan makanan yang buruk. B/U umumnya
digunakan untuk memantau pertumbuhan dan menilai perubahan gizi buruk dari
waktu ke waktu ( WHO, 1995).

f. Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul

Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul biasanya dipengarihi oleh:


a. Penempatan pita untuk mengukur, keketatan dan jenis pita yang digunakan.
b. Postur subjek, fase pernafasan, ketegangan perut, isi perut dan pakaian.
Institut Kesehatan Nasional di Amerika Serikat atau the United States National
Institutes of Health (NIH) dan US National Health and Nutrition Examination Survei
(NHANES) III, pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada bagian atas krista
iliaka. Sedangkan untuk WHO, pengukuran lingkar pinggamg dilakukan pada titik
tengah antara tulang iga bawah/akhir dengan bagian atas iliac. Sedangkan pada
pengukuran pinggul dilakukan pada bagian terluas dari pantat/bokong. Keakuratan
pengukuran tergantung pada ketatnya pita pengukur dan posisi yang benar. Menurut
WHO pengukuran dilakukan posisi pita harus pas tetapi tidak ditarik terlalu kencang,
dan pita yang digunakan tidak mudah memanjang/melar. Posisi subjek saat
pengukuran yaitu berdiri dengan posisi lengan berada di samping, posisi kaki
berdekatan dan berat badan merata diseluruh kaki. Pengukuran dilakukan saat akhir
ekspirasi normal, mengambil nafas daman dan santau untuk meminimalisir tarikan
dinding perut (WHO, 2008).

15
Perbedaan lingkar pinggang dan pinggul pada setiap orang dikarenakan oleh
perbedaan komposisi tubuh dan perbedaan resiko penyakit lemak pada tubuh tertentu.
Perbedaan komposisi tubuh yaitu jumlah relatif atau jenis lemak yang ada dalam
lingkar pinggang atau rasio pinggang-pinggul. Perbedaan komposisi tubuh
dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, dan perbedaan etnis. Pria memiliki total massa
tanpa lemak atau total massa otot yang lebih besar (otot lengan lebih besar), massa
mineral tulang tinggi (tulang lebih besar dan kuat), dan lebih rendah massa lemak
daripada wanita. Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh hormon steroid seks yang
mendorong demorfosisme selama pubertas (WHO, 2008).

Pada wanita yang telah melahirkan memiliki lemak tubuh lebih rendah dan lingkar
pinggang yang lebih besar/tinggi serta pinggul dan paha. Dari data NHANES
(national Health and Nutrition Examination Survey) menunjukan bahwa lingkar
pinggang meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Lingkar pinggang pada usia
tua hingga 70 tahun lebih besar daripada pada saat dewasa (Ford et al, 2003). Pada
beberapa penelitian menunjukan bahwa presentasi tinggi pada lemak tubuh pada
orang Asia dan BMI (Body Mass Index) lebih rendah, serta peningkatan prevalensi
lemak truncal dibandingkan dengan ras kaukasia (Wu et al, 2007 ; Deurenberg-Yap et
al, 2001 ; Deurenberg-Yap et al, 2000). Pada orang Cina dan Asia Selatan memiliki
jaringan adiposa visceral dalam jumlah yang besar dibaningkan dengan orang eropa
(Lear et al, 2007).

16
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan pada makalah ini yaitu pentingnya antropometri sebagai indikator


kesehatan gizi masyarakat karena merupakan standar untuk menentukan kondisi gizu
suatu masyarakat. Indikator antropometrik berguna baik pada tingkat individu
maupun populasi. Pada tingkat individu, indikator antropometrik dapat digunakan
untuk menilai kesehatan atau gizi yang terganggu. Informasi ini dapat bermanfaat
untuk menyaring anak-anak untuk intervensi dan untuk menilai respons terhadap
intervensi. Pada tingkat populasi, antropometri dapat digunakan untuk menilai status
gizi dalam suatu negara, wilayah, komunitas, atau kelompok sosial ekonomi, dan
untuk mempelajari faktor-faktor penentu dan konsekuensi dari kekurangan gizi.
Bentuk pemantauan ini bermanfaat baik untuk desain dan penargetan intervensi
kesehatan dan gizi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, I. 2013. Memantau dan Menilai Status Gizi Anak. Leutika Books.
Yogyakarta.

As'ad, M. 2002. Psikologi Industri Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Edisi Ke Empat.
Liberty. Yogyakarta.

Assefa, dkk. 2012. Wealth Status, Mid Upper Arm Circumference (MUAC) and
Antenatal Care (ANC) Are Determinants For Low Birth Weight. Ethiopia.
Volume 7.

Chinue. 2009. Perhitungan kebutuhan gizi. Media Group. Malang.

Derby CA., Zilber S., Brambilla D. 2006. Body mass index, waist circumference and
waist to hip ratio and change in sex steroid hormones: the Massachusetts Male
Ageing Study. J Clin Endocrinol. Vol 65(1):125-131.

Deurenberg‐Yap M, Chew SK, Lin VF et al. 2001. Relationships between indices of


obesity and its co‐morbidities in multi‐ethnic Singapore. International Journal of
Obesity and Related Metabolic Disorders. Vol 25(10):1554‐1562.

Deurenberg‐Yap M., Schmidt G., van Staveren WA et al. 2000. The paradox of low
body mass index and high body fat percentage among Chinese, Malays and
Indians in Singapore. International Journal of Obesity and Related Metabolic
Disorders. Vol 24(8):1011‐1017.

Fahey T., Insel P., Roth W. 2010. Body Composition, Fit & Well: Core Concepts and
Labs in Physical Fitness and Wellness. McGraw-Hill. New York.

18
Ford ES., Mokdad AH., Giles WH. 2003. Trends in waist circumference among U.S.
adults. Obesity Research. Vol 11(10):1223‐1231.

Istiany., Ari dan Rusilanti. 2013. Gizi Terapan . Remaja Rosdakarya. Jakarta.

Klein S., Allison DB., Heymsfield SB., Kelley DE., Leibel RL., Nonas C., Kahn R.
2007. Waist Circumference and cardiometabolic risk: a consensus statement
from shaping America’s health: Association for Weight Management and
Obesity Prevention; NAASO, The Obesity Society; the American Society for
Nutrition; and the American Diabetes Association. Am J Clin Nutr. Vol
85(1):197–202.

Lear SA., Humphries KH., Kohli S et al. 2007. Visceral adipose tissue accumulation
differs according to ethnic background: results of the Multicultural Community
Health Assessment Trial (M‐CHAT). American Journal of Clinical Nutrition,
86(2):353‐359.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2007. Badan Litbangkes, Depkes RI. Jakarta.

Ruhl CE., Harris TB., Ding J., Goodpaster BH., Kanaya AM., Kritchevsky SB.,
Simonsick EM., Tylavsky FA., Everhart JE. 2007. Body mass index and serum
leptin concentration independently estimate percentage body fat in older adults.
Am J Clin Nutr. Vol 85(1):121-1126.

Sirajuddin, dan Saifuddin. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara
Biokimia dan Antropometri. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Supariasa, IDN. 2002. Penilaian status gizi. EGC. Jakarta.

WHO. 1995. Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Report of
a WHO Expert Committee. World Health Organ Tech Rep Ser. 854: p. 1-452.

19
WHO. 2000. Obesity : Preventing and Managing the Global Epidemic. World Health
Organization (WHO).

WHO. 2008. Waist Circumference and Waist–Hip Ratio: Report of a WHO Expert
Consultation. World Health Organization (WHO).

Wu CH., Heshka S., Wang J et al. 2007. Truncal fat in relation to total body fat:
influences of age, sex, ethnicity and fatness. International Journal of Obesity.
Vol 31(9):1384‐1391.

Yang F., Jin-Hai Lv., Shu FL., Xiang DC., Man YL., Wei XJ., Hong X., Li JT. 2006.
Receiver-operating characteristics analyses of body mass index, waist
circumference and waist-to hip ratio for obesity: Screening in young adults in
central south China. Clin Nutr 25(6):1030-1039.

20

Anda mungkin juga menyukai