Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ainiyatul Hikmah

NIM : 180111100212

Mata Kuliah : Hukum Ketenagakerjaan /B

Analisis Kasus : Pemutusan Hubungan Kerja

1. Permasalahan Hukum
a) Perusahaan dengan terpaksa melakukan PHK kepada pekerja/buruh akibat
perusahaan telah mengalami penurunan omzet dan ditambah dengan adanya
Pandemi Covid-19 ini, keadaan omzet perusahaan semakin parah dan menurun.
Adakah cara lain yang bisa dilakukan perusahaan selain melakukan PHK terhadap
para pekerja/buruh?
b) Apakah melakukan PHK dengan alasan keadaan tersebut adalah sesuai dengan
undang-undang atau justru melanggar undang-undang?
c) Apa saja kewajiban perusahaan yang harus dilakukan atau diberikan kepada para
buruh/pekerja yang telah di PHK?
d) Bagaimana jika pekerja/buruh tidak mau atau tidak terima di PHK?

2. Dasar Hukum
a) Pasal 1 angka 25 UU 13/2003
b) Pasal 150 UU 13/2003
c) Pasal 154A ayat (1) huruf a, huruf b, huruf h, huruf j, huruf k, huruf l, huruf m.
d) Pasal 156 Klaster Ketenagakerjaan UU 11/2020
e) Pasal 185 ayat (1) Klaster Ketenagakerjaan UU 11/2020
f) Pasal 151 UU 13/2003

3. Hasil Analisis
Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha.
Adapun ruang lingkup keberlakuan PHK, antara lain : Badan usaha milik orang
perseorangan, badan usaha milik persekutuan, badan usaha milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara, usaha-usaha sosial, usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Dalam kasus tersebut, perusahaan yang melakukan PHK adalah perusahaan Air
minum kemasan X, yang berada di kabupaten pasuruan yang mana telah berdiri sejak
2008. Awalnya memang perusahaan tersebut berjalan dengan lancar, akan tetapi pada
awal januari 2019, perusahaan mengalami penurunan omzet yang mengakibatkan
perusahaan harus melakukan efesiensi dengan cara mengurangi jumlah pekerja/buruh.
Kemudian kondisi ini diperparah ketika wabah covid menyerang indonesia, sehingga
perusahaan ini terus mengalami penurunan omzet yang pada akhirnya dengan
terpaksa dilakukan PHK kepada 50 buruh/pekerja. Alasan ini memang cukup logis,
karena memang kondisi perusahaan juga sedang dalam keadaan menurun, dan di
khawatirkan perusahaan tidak bisa memberikan upah dan juga kesejahteraan kepada
pekerja/buruhnya dengan kondisi yang seperti ini yang terjadi secara terus menerus.
Namun sebelum melakukan PHK kepada pekerja, sebaiknya perusahaan melakukan
upaya pencegahan agar tidak terjadi PHK, apalagi jika yang di PHK adalah pekerja
yang sudah sekian tahun bekerja di perusahaan tersebut, melihat juga bahwa mencari
pekerjaan saat ini tidaklah mudah didapatkan, apalagi jika tidak sesuai keahliannya.

Pasal 151 ayat (2) UU 13/2003 mengatakan bahwa: “Dalam hal segala upaya telah
dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud
pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”.
Ayat (3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar
tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja
dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

Dalam prosedur PHK, tahap pertama yang dilakukan adalah Pengusaha, P/B, SP/SB,
dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK, kemudian tahap kedua
yaitu pemberitahuan maksud dan alasan PHK diberitahukan oleh pengusaha kepada
pekerja/buruh dan/atau SP/SB, selanjutnya tahap ketiga yaitu melakukan perundingan
bipartit yang wajib dilakukan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau SP/SB,
dan tahap keempat yaitu melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan
industrial (mediasi/konsiliasi, PHI).
Kemudian perlu diketahui juga mengenai apa saja jenis-jenis PHK. Adapun jenis-
jenis PHK, antara lain yaitu :
a) PHK atas kehendak pengusaha
- PHK karena pengusaha tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan
pekerja/buruh karena terjadi peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
perusahaan
- PHK karena perusahaan melakukan efisiensi karena perusahaan mengalami
kerugian
- PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh pengusaha melakukan
perbuatan “kesalahan” dan (ternyata) perbuatan itu tidak benar
- PHK karena pekerja/buruh mangkir kerja tanpa keterangan secara tertulis yang
dilengkapi dengan bukti yang sah.
- PHK karena pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur
dalam PK, PP, atau PKB dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut
- PHK karena pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam)
bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak
pidana
- PHK karena pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui
batas 12 (dua belas) bulan
b) PHK atas kehendak pekerja/buruh
- PHK oleh pekerja/buruh yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
karena terjadi peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan
- PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri
c) PHK karena putusan pengadilan
- PHK karena perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran
utang
- PHK karena perusahaan pailit
d) PHK demi hukum
- PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus
- PHK karena perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force
majeur)
- PHK karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun
- PHK karena pekerja/buruh meninggal dunia

Melihat dari penyebab dilakukannya PHK oleh perusahaan X tadi adalah termasuk
jenis PHK atas kehendak pengusaha, yang mana perusahaan melakukan efisiensi
karena perusahaan mengalami kerugian. Jadi hal ini tidaklah bertentangan dengan
undang-undang, karena sudah diatur dalam Pasal 154A ayat (1) huruf b.

Selanjutnya mengenai kewajiban perusahaan kepada pekerja/buruh yang di PHK


adalah pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

Dalam kasus tersebut dikatakan bahwa para pekerja yang di PHK rata-rata adalah
pekerja yang sudah bekerja selama 8 tahun, mereka diberi uang pesangon sebesar 4
kali upah dan uang penghargaan masa kerja 2 kali upah untuk masing-masing
pekerja/buruh. Setelah melihat kasus tersebut, terdapat suatu problem dimana uang
pesangon dan juga uang penghargaan masa kerja yang diberikan perusahaan tersebut
adalah tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 156. Dalam pasal 156 ayat (2) huruf i
mengenai perhitungan uang pesangon adalah “masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan
upah”. Kemudian pasal 156 ayat (3) huruf b mengenai perhitungan uang penghargaan
masa kerja yaitu “masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)
tahun, 3 (tiga) bulan upah”.

Jadi seharusnya yang diterima para pekerja yang sudah 8 tahun bekerja adalah uang
pesangon sebesar 9 bulan upah, dan uang penghargaan masa kerja 3 kali upah. Namun
yang diberikan perusahaan tersebut adalah tidak sesuai dengan undang-undang, dan
perhitungan besaran uang pesangon dan uang penghargaan kerja yang dilakukan
perusahaan tersebut adalah dengan alasan kondisi perusahaan kurang baik.

Dalam Pasal 185 ayat (1) Klaster Ketenagakerjaan UU 11/2020 menyebutkan


“Apabila pengusaha yang melakukan PHK kepada pekerja/buruh dan tidak
melaksanakan ketentuan sebagaimana Pasal 156 ayat (1), maka dikenai sanksi pidana
penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp 100.000.000,00 dan paling banyak Rp 400.000.000,00.” Maka seharusnya
perusahaan tersebut dikenakan sanksi ini karena melakukan PHK dan tidak
melaksanakan ketentuan pasal 156 ayat (1).

Selanjutnya mengenai pekerja/buruh yang tidak terima di PHK, dalam pasal 159 UU
13/2003 yaitu “Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan
dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial”.

Anda mungkin juga menyukai