Anda di halaman 1dari 6

Nama : I Ketut Yoga Prayadnya

NPM : 1833121063
Kelas : D1 Akuntansi
RMK BAB 4
TAX PLANNING PPh Pasal 22, Pasal 23/26 dan PPh Final
1. Pendahuluan
Cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk memungut pajak adalah dengan cara melakukan
pemotongan atas pemungutuan pajaknya, dari pihak lain (pihak ketiga) berdasarkan ketentuan
perpajakan. Cara ini lebih dikenal dengan withholding tax. Pemerintah cukup mengawasi dan bila
ada wajib pajak yang tidak menjalankannya dengan benar, maka Ditjen pajak akan memberikan
sanksi administrasi, yang akan menambah penerimaan negara. Jenis-jenis penghasilan yang
tertuang dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang merupakan objek withholding tax dan terus
memperluas pengenaan withholding tax ini.
2. Pajak Penghasilan Pasal 22
Tax Management Pemotongan dan Pemungutan
PPh Pasal 22 impor menyangkut pemungutan pajak di sektor impor, yang berhubungan dengan
penyerahan dan pembayaran barang, serta pemasukan barang dari luar daerah pabean ke dalam
daerah pabean. Kalau perusahaan mengimpor barang, harus membayar PPh Pasal 22 impor pada
saat pembayaran bea masuk, dan yang memungut adalah Ditjen Bea Cukai atau bank devisa. PPh
Pasal 22 impor merupakan kredit pajak yang dapat dikurangkan dari PPh yang terutang di akhir
tahun pajak.
Pengecualian-Pengecualian (Tax Exemption) PPh Pasal 21
PPh pasal 22 mengecualikan pemungutuan pajak yaitu impor barang dan atau penyerahan
barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang pajak
penghasilan dan impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana yang tercantum dalam PMK No. 08/PMK.03/2008.
Pengajuan SKB PPh Pasal 22
Sesuai Keputusan Ditjen Pajak No. 192/PJ/2002, wajib pajak dapat mengajukan permohonan
pembebasan dari pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain kepada Ditjen Pajak karena :
a. Wajib pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak
Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal.

1
b. Wajib pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sepanjang kerugian tersebut
jumlahnya lebih besar dari perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang bersangkutan.
c. Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang.
Secara garis besar pengenaan PPh pasal 22 terdapat 4 kelompok yaitu :
1) PPh Pasal 22 Impor
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API).
 Atas impor kedelai, terigu dan tepung dikenai tariff 0,5% dari nilai impor.
 Gandum dan tepung terigu memiliki API dikeai 2,5% dari nilai impor.
b. Yang tidak menggunakan API sebesar 7,5% dari nilai impor
c. Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang
2) PPh Pasal 22 Bendaharawan dan BUMN/BUMD
Atas pembayaran untuk pembelian barang yang dibebankan ke APBN/N dikenai sebesar
1,5% dari harga beli yang dipungut pada saat pembayaran
3) PPh Pasal 22 atas Kegiatan Usaha Lain
PPh pasal 22 atas kegiatan usaha lain dipungut oleh wajib pajak pemungut dimana tarifnya
sangat bervariasi tergantung pada jenis usahanya.
4) PPh Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tegolong Sangat Mewah
Besarnya pajak penghasilan adalah sebesar 5% dari harga jual, tidak termasuk PPN dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh Pasal 23 tentang kewajuban memungut wajib pajak, dimana perusahaan pemilik proyek
atau penerima jasa mengharuskan adanya pemungutan atau pemotongan PPh Pasal 23 dari pihak
ketiga, sedangkan pihak pemberi jasa (kontraktor) tidak bersedia dipotong pajaknya karena tidak
ada pasal pemotongannya dalam kontrak perjanjian. Apabila perusahaan pemilik proyek tidak
memotong PPh Pasal 23, dan transaksi ini ditemukan oleh fiskus pada saat dilakukan pemeriksaan
pajak, maka perusahaan pemilik proyek akan dikenai kewajiban untuk membayar PPh Pasal 23
(withholding) yang terutang ditambah denda keterlambatan penyetoran sebesar 2% sebulan dari
pokok pajak.
Pengenaan Pajak Atas Deviden
UU PPh No. 10 Tahun 1994 menyebutkan, bahwa dividen yang diterima oleh Perseroan dalam
negeri tidak termasuk objek pajak PPh Badan dengan syarat bahwa (1) Dividen berasal dari laba

2
yang ditahan, dan (2) Kepemilikan saham Perseroan yang menerima dividen tersebut paling
sedikit memiliki 25% dari nilai saham yang disetor dari badan yang membayar dividen.
Perubahan Tarif PPh Pasal 23
UU PPh yang baru No. 36 Tahun 2008 telah menurunkan Tarif PPh Pasal 23 yang semula 15%
menjadi :
1) 15% dari peredaran bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah, bonus dan lain sebagainya.
2) 2% dari peredaran bruto atas jasa-jasa seperti sewa, konsultan, jasa kontruksi dan lainnya.
Pengajuan SKB PPh Pasal 23
Sesuai dengan Keputusan Ditjen Pajak No.192/PJ/2002, dimana wajib pajak dapat
mengajukan pembebasan pemotongan dan atau pemungutan PPh Pasal 23 oleh pihak lain kepada
Ditjen Pajak dengan kriteria seperti yang dimaksud dalam keputusan Ditjen Pajak.
Pemotongan PPh Pasal 23/26
Pemotongan PPh pasal 23/26 yaitu Badan Pemerintah, subjek badan dalam negeri, bentuk
usaha tetap, orang pribadi sebagai WPDN yang ditunjuk DJP (akuntan, notaris dokter dan lainnya).
Subjek Pajak PPh Pasal 23/26
Subjek pajak PPh pasal 23/26 adalah wajib pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, dan wajib
pajak luar negeri.
Objek Pajak PPh Pasal 23/26
Yaitu modal yang diterima wajib pajak dan orang pribadi, penyerahan jasa yang diterima oleh
wajib pajak badan, penyerahan jasa yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi selain yang telah
dipotong PPh pasal 21.
Tarif dan Pengenaan PPh Pasal 23
a. 15% dari penghasilan bruto meliputi dividen kecuali yang diterima BUMN, PT, koperasi
dengan syarat kepemilikan saham 25% (kecuali koperasi), bunga, royalty, hadiah dan
penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.
b. 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final atas bunga simpanan pada koperasi.
c. 2% dari imbalan bruto atas sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, konsultan dan lainnya yang telah dipotong PPh
pasal 21.
4. Pajak Penghasilan Pasal 26

3
Objek pengenaan PPh pasal 26 dikenakan kepada wajib pajak luar negeri dengan tariff
pemotongan atas pembayaran kepada WPLN adalah 20% dengan memperhatikan tidak adanya tax
treaty (P3B, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) yang nilainya 10%, 5% bahkan 0%.
Pasal 26 ayat (1) d
Imbalan sehubungan dengan Jasa, Pekerjaan dan Kegiatan
1) Bila ada Tax Treaty
a. Jika pemberian jasa oleh WPLN kurang dari uji waktu maka jadi tidak ada BUT maka
Indonesia tidak berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh WPLN.
b. Jika pemberian jasa oleh WPLN melebihi uji waktu, ada BUT maka Indonesia berhak
mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh WPLN bersangkutan berupa
Corporate Tax (tariff PPh 17), Branch Profit Tax (tariff PPh 26).
2) Bila Tidak Ada Tax Treaty
a. Jika pemberian jasa oleh WPLN kurang dari uji waktu, tidak ada BUT maka Indonesia
mengenakan pajak berbasis bruto dan tariff tunggal 20%.
b. Jika pemberian jasa oleh WPLN melebihi uji test, ada BUT, maka Indonesia
mengenakan pajak berbasis neto dan tariff pasal 17 UU PPh.
Tarif dan Pengenaan PPh Pasal 26
Pengenaan PPh Pasal 26 adalah :
1) Dikenakan sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas penghasilan WPLN yang
berupa bunga, dividen royalty dan lainnya yang sehubungan dengan penggunaan harta dan
PTKP setelah dikurangi PPh dari suatu BUT.
2) Dikenakan sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final atas penghasilan
WPLN berupa penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, premsi asuransi yang
dibayarkan ke luar negeri.
5. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) Final
Penjualan saham di bursa efek dikenai PPh final dengan tariff 0,1%. Secara aspek pajak,
obligasi tidak favourable, karena akan lebih banyak membayar pajaknya (pajak bunga 15%).
Dengan demikian bunga obligasi dan Surat Utang Negara dikenai PPh Final tetapi tariff pajak
bunganya tetap sebesar 15% bagi WPDN dan BUT.
Pokok Perubahan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Atas Objek Pajak Pasal 4 ayat (2)
1) 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010.

4
2) 5% (lima persen) untuk 2011 sampai dengan tahun 2013.
3) 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Karakteristik PPh Final Pasal 4 ayat (2) yaitu pengenaannya diatur khusus peraturan
pemerintah, pengenaannya tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya, jumlah PPh final
tidak dapat dikreditkan.
Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2)
1) Diskonto atau bunga obligasi dan surat utang negara.
2) Penghasilan dari transaksi penjualan saham obligasi dan sekuritas lainnya yang
diperdagangkan di Bursa Efek.
3) Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI.
4) Penghasilan berupa hadiah atas undian
5) Penghasilan atas sewa tanah dan atau bangunan.
6) Penghasilan dari usaha jasa konstruksi.
7) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan.
8) Dividen yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi Dalam Negeri.
9) Bunga dan atau diskonto obligasi dan surat berharga negara.
10) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
11) Penghasilan atas dividen yang diterima oleh WP orang pribadi Dalam Negeri.
12) Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu.
6. PPh Pasal 15
Merupakan PPh yang dikenakan berdasarkan norma perhitungan khusus atau deem profit yang
meliputi :
1) PPh atas sewa pesawat udara dalam negeri tarif pajaknya 1,8% dari peredaran bruto
bersifat tidak final.
2) PPh final perusahaan pelayaran dalam negeri tarif pajaknya 1,2% dari peredaran bruto
bersifat final.
3) PPh final perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri tarif pajaknya 2,64% dari
peredaran bruto bersifat final.
4) PPh final atas wajib pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di
Indonesia tarif pajaknya 0,44% dari nilai ekspor bruto bersifat final.

5
5) Penghasilan neto Wajib Pajak BUT dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan gas bumi
tarifnya 15% dari peredaran bruto bersifat tidak final.
7. Tax Planning PPh Pasal 22/23/26 dan PPh Final
1) Masalah Pembuatan Kontrak. Di dalam kontrak jelas disebutkan nilai dasar dan nilai
materialnya, maka PPh pasal 23/26 hanya akan dikenakan atas jasa yang diberikan saja,
kecuali untuk jasa konstruksi dan jasa catering termasuk nilai materialnya sebaliknya jika
di dalam kontrak tidak ada pemisahan antara nilai dasar dan nilai material maka PPh pasal
23 dikenakan atas keseluruhan nilai kontrak.
2) Konflik dalam withholding tax akan terjadi jika penerima penghasilan tidak bersedia
dipotong pajaknya atau adanya perbedaan penafsiran mengenai jenis pajak dan besarnya
tarif pajak yang akan dipotong. Oleh karena kewajiban pemotong, penyetoran dan
pelaporan ada pada pemberi penghasilan maka konflik dapat diatasi dengan cara negosiasi
ulang dengan pihak pemberi jasa.
3) Kewajiban wajib pajak dalam kedudukan sebagai pemotongan atau pemungutan perlu
mendapat perhatian serius dari perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian
perpajakan untuk memastikan bahwa seluruh objek withholding tax sudah dilakukan
pemotongan atau pemungutannya dengan cara melalui rekonsiliasi atau ekualisasi antara
SPT masa dengan objek PPH yang terdapat dalam laporan keuangan komersial.
4) Klausul kontrak dengan WPLN. Perusahaan mengetahui apakah perlu melihat pada
ketentuan tax treaty atau tidak. Jika kontrak dilakukan dengan WPLN di negara treaty
partner perlu diperhatikan agar wpln memberikan CRT kepada perusahaan sebelum
dilakukan pembayaran atau penagihan dan hal ini diakomodasi di dalam kontrak dengan
WPLN tersebut.
8. Tax Plannig Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi
Sesuai Per-Menkeu No. 255/PMK.03/2008, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu (wajib pajak orang pribadi tertentu adalah
wajib pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat), ditetapkan
sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut

Anda mungkin juga menyukai