Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31

JURNAL BIOLEUSER
ISSN: 2597-6753
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/bioleuser

Efektivitas gel madu lokal Aceh terhadap penyembuhan luka


bakar pada tikus putih (Rattus norvegicus)
Vera Dewi Mulia1*, Muhammad Jailani2, Syamsul Rizal2, Ghina Raudathul Jannah3
1
Anatomy Pathology Department, Faculty of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
2
Plastic Reconstruction & Aesthetic Surgery Study Program, Faculty of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Darussalam,
Banda Aceh
3 School of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
INFO ARTIKEL ABSTRAK
* Penulis koresponden Luka bakar memerlukan terapi yang dapat mengurangi nyeri, melindungi dari infeksi dan
email: vera_dm@unsyiah.ac.id mempercepat kontraksi pada wilayah luka. Madu berpotensi sebagai agen terapetik alami untuk
penanganan luka bakar karena mengandung metabolit sekunder dan H2O2. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui aktivitas madu Trumon dalam memperkecil ukuran luka bakar pada tikus.
Kata kunci:
Sebanyak 30 ekor tikus dengan luka bakar derajat IIb dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok
Luka bakar
madu trumon kontrol (tidak mendapat terapi) dan kelompok terapi gel madu dengan variasi konsentrasi yaitu
penutupan luka 20%, 40%, 60%, dan 80%. Besarnya penutupan luka diukur pada hari ke-5, 10 dan 15. Hasil studi
menunjukkan bahwa pemberian madu secara topikal pada luka bakar derajat IIb dapat
mempercepat penutupan luka dengan hasil optimal terlihat pada konsentrasi gel 60%
Keywords:
Burns, ABSTRACT
Trumon honey,
wound closure Burns require therapy that can reduce pain, protect against infection and stimulate contractions in
the wound area. Honey is potent as a natural therapeutic agent for handling burns due to its
secondary metabolites and H2O2. This study aims to determine the activity of Trumon honey in
reducing the size of burns in mice. A total of 30 rats with IIb degree burns were divided into 5
groups: 1 control group (not receiving therapy) and the honey gel therapy groups with varying
concentrations of 20%, 40%, 60%, and 80%. The extent of wound closure was measured on days
5, 10 and 15. The results of the study showed that topical administration of honey on a IIb degree
burn can accelerate wound closure with optimal results seen at 60% gel concentration.

1. PENDAHULUAN yang dapat mencegah terbentuknya radikal bebas dan


melindungi jaringan dari kerusakan (Vandamme,
Luka bakar yang terjadi setelah kontak dengan Heyneman, Hoeksema, Verbelen, & Monstrey, 2013).
sumber panas dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan
yang serius. Insiden luka bakar memiliki prevalensi yang Suatu studi terhadap madu hutan dari Trumon, Aceh
cukup berarti. Di Amerika, angka kejadian luka bakar yang menunjukkan bahwa ditemukan senyawa aktif berupa
memerlukan perawatan di rumah sakit mencapai 40.000, saponin dan terpenoid yang diduga berperan sebagai anti
sedangkan yang meninggal adalah 3.400 orang tiap bakteri (Syaukani, 2017). Sebuah penelitian membuktikan
tahunnya (Rowan et al., 2015). Di Indonesia, prevalensi bahwa madu dapat mempercepat proses penyembuhan luka
terjadinya luka bakar di Indonesia mencapai 0,7% dengan yang ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran luka pada
angka tertinggi adalah 2,0% yaitu di Papua, sedangkan hari ke-6, dan semakin pada hari ke-18 (Khoo, Halim,
untuk Aceh prevalensi luka bakar sekitar 0.7% (RI, 2013). Singh, & Mohamad, 2010). Hal ini didukung oleh penelitian
lain yang menyatakan luka yang dirawat menggunakan
Penatalaksanaan luka bakar bertujuan untuk madu akan memiliki waku penyembuhan yang lebih cepat
mengurangi nyeri, mencegah infeksi dan mempercepat dibandingkan dengan obat lain. Namun penggunaan madu
proses penyembuhan. Hal ini dapat dicapai dengan masih belum diterapkan secara luas dalam lingkup
penggunaan agen terapetik sintesis maupun bahan alam. professional (Günes & Eser, 2007).
Madu yang dihasilkan oleh lebah telah digunakan untuk Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
pengobatan luka pada kulit oleh masyarakat sejak lama. pengaruh gel madu terhadap penyembuhan luka bakar
Madu diyakini dapat mengurangi bau tidak sedap pada luka, derajat IIb dan diharapkan penelitian ini dapat
mengatasi radang dan meredakan nyeri. Aktivitas ini menghasilkan produk baru yakni gel madu yang berkhasiat
mungkin berhubungan dengan kandungan anti oksidan terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIb.
seperti flavonoids, asam askorbat, katalase dan selenium
28
Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31

2. METODOLOGI PENELITIAN dengan pengamatan secara makroskopis. Pegamatan


makroskopis dengan melakukan pengamatan secara visual
Penelitian ini adalah studi eksperimental untuk pada daerah luka meliputi persentase penyembuhan luka yang
membandingkan efek pemberian madu dengan berbagai diukur pada hari ke 5, 10, dan 15 selama penelitian. Luka
konsentrasi terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus. diukur diameter awal dan diberi perlakuan bahan uji.
Rancangan penelitian telah dinyatakan laik etik oleh Panitia Pengukuran diameter luka bakar dilakukan dengan metode
Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran. Morton (Pramono, Husein, & Tasminatun, 2016). Luka diukur
dalam berbagai arah (Gambar 3) dan dihitung rata-ratanya
Hewan Uji
dengan rumus sebagai berikut:
Sebanyak 30 tikus jantan kulit putih Wistar tiga
sampai empat bulan tua dengan berat badan antara 170 dan 𝒅𝒙(𝟏) + 𝒅𝒙(𝟐) + 𝒅𝒙(𝟑) + 𝒅𝒙(𝟒)
200 gram diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan 𝑫𝒙 =
Universitas Syiah Kuala. 𝟒
Keterangan
Tikus ditempatkan dalam kandang dengan jumlah 6 Dx : diameter luka hari ke-x (dalam cm)
ekor tikus tiap kandang. Aklimatisasi tikus dilakukan dx : diameter luka diukur dalam berbagai arah
selama 7 hari, pada suhu 32 °C dengan 12 jam gelap dan 12
jam terang. Setelah itu dilakukan randomisasi dengan cara Hasil pengukuran diameter kemudian dirubah menjadi
memberikan label nomer pada tikus putih kemudian persentase penyembuhan (dalam%) dengan menggunakan
dilakukan pengundian untuk memasukkan tikus putih rumus konversi persentase:
kedalam kelompok masing-masing perlakuan. Tikus diberi
pakan standar 2 kali sehari (pagi dan sore) serta pemberian 𝒅𝟏 − 𝑫𝒙
minum secara ad libitum. 𝑷% = × 𝟏𝟎𝟎%
𝒅𝟏
Keterangan:
Tikus dibagi secara acak sederhana menjadi 5 P : persentase penyembuhan hari ke-x
kelompok, yaitu : d1 : diameter luka hari pertama
J1 : kontrol, mendapat gel tanpa bahan aktif, Dx : diameter luka hari ke-x (hari pengamatan)
J2 : mendapat perlakuan gel madu 20%,
J3 : mendapat perlakuan gel madu 40% 𝒅𝟏 − 𝑫𝒙
𝑷% = × 𝟏𝟎𝟎%
J4 : mendapat gel madu 60% 𝒅𝟏
Keterangan:
J5 : mendapat perlakukan gel madu 80%
P% : persentase penyembuhan hari ke-x (dalam %)
d1 : diameter luka hari pertama
Pembuatan Gel Madu Dx : diameter luka hari ke-x (hari pengamatan)

Sediaan gel madu dibuat dengan formulasi sebagai berikut:

Tabel 1 Formula Gel Madu


Komposisi
Bahan Kegunaan (%b/v) dx(2)
20%,40%, 60%,
Madu Zat aktif 80%
Karbopol 940 Basic gel 2%
dx(3) dx(1)
Metil paraben Pengawet 0,2%
Gliserin Humektan 10%
Triethanolamin Surfaktan 2%
Gambar 1. Pengukuran Luka Bakar
ditambahkan
Akuades Pelarut hingga 100%
3. HASIL
Uji Aktivitas Madu dalam Penyembuhan Luka Bakar Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 15
Hewan coba yang sudah diadaptasikan selama 7 hari dan hari, didapatkan persentase penyembuhan luka bakar derajat
dirandomisasi kemudian dibuat luka bakar derajat IIb di IIB pada hewan coba yang tergambar pada grafik (Gambar
daerah dorsal punggung tikus putih (Rattus norvegicus). Bulu 2) dengan keterangan gambar terlampir (Gambar 3)
dicukur 3-5 cm di sekitar kulit yang akan dibuat luka bakar.
Area tersebut kemudian didesinfeksi dengan alkohol 70%.
Selanjutnya tikus dianastesi menggunakan kombinasi
ketamine 35 mg/kgBB dan xylazin 5.0 mg/KgBB secara intra
muscular(Khoo et al., 2010). Luka bakar dibuat dengan
menggunakan besi berdiameter 2 cm yang dipanaskan dengan
suhu 60oC. Besi tersebut kemudian di tempelkan pada kulit
punggung tikus selama 30 detik (Shuid, Yusof, & Anwar,
2005). Penilaian penutupan diameter luka bakar dilakukan
29
Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31

60 menyebabkan kematian sel (Rachmawati & Nuria, 2011).


Adanya aktivitas antibakteri lain dari madu diduga

Penyembuhan Luka Bakar


50 karena H2O2 yang terkandung di dalam madu. H2O2 dihasilkan
40 Kontrol secara enzimatis pada madu, saat enzim glukosa oksidase
30 20% yang dihasilkan dari kelenjar hipofaring lebah dimasukkan ke
dalam nektar guna pembentukan madu dari nektar .. H2O2
(%)
20
40% penting sebagai anti septik dan menstimulasi proses
10 penyembuhan luka. H2O2 akan mengaktifkan neutrofil melalui
60%
0 transkripsi faktor NF-kB. Sel-sel inflamasi akan teraktivasi
80% sehingga menghasilkan sitokin yang memperkuat respon
inflamasi dengan cara merekrut dan mengaktivasi leukosit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 15 hari,
didapatkan seluruh kelompok perlakuan menunjukkan adanya
penyembuhan luka ditandai dengan berkurangnya diameter
Gambar 2 Persentase penutupan luka bakar luka yang diukur pada hari ke-5, 10, 15. Data dari grafik
penyembuhan luka grafik penyembuhan luka bakar
didapatkan bahwa dari semua kelompok perlakuan, gel madu
60% memiliki hasil yang paling optimal dibandingkan dengan
kelompok perlakuan lainnya. Dari hasil penelitian yang
dilakukan, semua kelompok perlakuan gel madu memiliki
pengaruh terhadap penyembuhan luka bakar (p = 0,00). Hal
ini sejalan dengan penelitian Khoo (2010) yang menyebutkan
bahwa luka bakar yang dirawat menggunakan madu
mengalami percepatan penyembuhan luka (Khoo et al., 2010).
(a) (b) Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok J2
(madu 20%) dengan kelompok J1 (kontrol). Hasil ini berbeda
dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Sunaryo pada luka terbuka yang diberi madu dengan
kombinasi zink oksida sebanyak 5% yang menyebutkan
konsentrasi madu 20% memiliki pengaruh terhadap
penyembuhan luka. Alasan yang dapat menjelaskan
perbedaan ini adalah adanya kombinasi zink oksida dengan
madu yang diberikan sehingga memiliki efek sinergis dalam
penyembuhan luka. Alasan lain yaitu perbedaan jenis luka,
(c) (d) dimana luka bakar memiliki tingkat kerusakan jaringan yang
lebih buruk dibandingkan luka terbuka lainnya (Sumaryo &
Dwitiyanti).
Pada penelitian ini kelompok perlakuan yang
memberikan hasil penyembuhan luka bakar yang optimal
terdapat pada kelompok J4 (madu 60%), dimana hasil
persentase penyembuhan luka yang didapatkan yaitu sebesar
56,60%. Okhiria dalam penelitiannya menyebutkan konsetrasi
madu 40% madu Manuka dapat menghambat pertumbuhan
(e) bakteri P.aeruginosa (Okhiria, Henriques, Burton, Peters, &
Cooper, 2009). Perbedaan ini diduga karena jenis madu yang
Gambar 3. (a) tikus tidak mendapat terapi, (b) tikus mendapat digunakan dan kandungan madu yang berdeda. Kandungan
terapi gel madu trumon 20%, (c) tikus mendapat terapi gel madu yang berbeda dapat dipengaruhi oleh komposisi nektar
madu trumon 40% (d) tikus mendapat terapi gel madu trumon yang digunakan dalam proses pembuatan madu oleh lebah
60% (e) tikus mendapat terapi gel madu trumon 80% madu.(20) Hasil kelompok perlakuan J3 (madu 40%) dan J5
(madu 80%) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna
4. PEMBAHASAN diantara kedua nya. Gel pada kelompok J5 (madu 80%)
memiliki karakteristik fisik yang kental, saat dioleskan pada
Penelitian ini menggunakan madu hutan lokal Aceh luka bakar akan meninggalkan timbunan dari sediaan dan
yang berasal dari Trumon Aceh Selatan. Berdasarkan analisa membuat keropeng menjadi tebal sehingga permukaan luka
fitokima yang dilakukan oleh Fadhmi terhadap madu hutan menjadi lembab dan sulit mengering. Hal ini menyebabkan
Trumon, didapatkan bahwa madu hutan Trumon mengandung gel madu 80% kurang efektif dibandingkan dengan gel dengan
saponin dan terpenoid yang berfungsi sebagai anti bakteri konsentrasi madu 60%.
(Syaukani, 2017). Saponin dapat mengganggu mobilisasi Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahawa
berbagai komponen yang dibutuhkan dalam pembentukan meskipun penyembuhan luka yang optimal tidak dicapai oleh
dinding sel dan mebstimulasi pelepasan isi sel dan kematian konsentrasi madu tertinggi, namun semua kelompok
sel. Terpenoid dapat mengikat protein transmembran pada perlakuan sudah menunjukkan adanya pengaruh terhadap
struktur luar sel bakteri dan menyebabkan berkurangnya penyembuhan luka bakar derajat IIB pada hewan coba tikus
permeabilitas dinding sel dan mencegah suplai nutrisi sampai putih (Rattus norvegicus)
30
Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31

5. KESIMPULAN Syaukani, E. (2017). Perbandingan daya hambat madu


seulawah dengan madu trumon terhadap Staphylococcus
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat aureus secara in vitro. BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi
ditarik kesimpulan sebagai berikut : Teknologi dan Kependidikan, 3(1), 9-14.
1. Pemberian gel madu lokal Aceh selama 15 hari memiliki Vandamme, L., Heyneman, A., Hoeksema, H., Verbelen, J.,
pengaruh terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIB & Monstrey, S. (2013). Honey in modern wound care: a
pada tikus putih (Rattus norvegicus). systematic review. Burns, 39(8), 1514-1525.
2. Konsentrasi madu yang memiliki efek paling tinggi dalam
penyembuhan luka bakar yaitu terdapat pada perlakuan J4
(madu 60%), lalu J5 (madu 80%), J3 (madu 40%) dan J2
(madu 20%).

6. UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah,
laboran, staf dan teman sejawat yang membantu dalam
penelitian ini.

7. DAFTAR PUSTAKA

Günes, Ü. Y., & Eser, I. (2007). Effectiveness of a honey


dressing for healing pressure ulcers. Journal of Wound
Ostomy & Continence Nursing, 34(2), 184-190.
Khoo, Y.-T., Halim, A. S., Singh, K.-K. B., & Mohamad, N.-
A. (2010). Wound contraction effects and antibacterial
properties of Tualang honey on full-thickness burn
wounds in rats in comparison to hydrofibre. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 10(1), 48.
Okhiria, O., Henriques, A., Burton, N., Peters, A., & Cooper,
R. (2009). Honey modulates biofilms of Pseudomonas
aeruginosa in a time and dose dependent manner.
Journal of ApiProduct and ApiMedical Science, 1(1), 6-
10.
Pramono, B. H., Husein, R. A. J., & Tasminatun, S. (2016).
Pengaruh kitosan secara topikal terhadap penyembuhan
luka bakar kimiawi pada kulit Rattus norvegicus.
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
12(3), 177-187.
Rachmawati, F., & Nuria, M. C. (2011). Uji Aktivitas
Antibakteri Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan
(Centella Asiatica (L) Urb) Serta Identifikasi Senyawa
Aktifnya. JIFFK: Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi
Klinik, 7-13.
RI, K. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.
Laporan Nasional 2013, 1–384. In.
Rowan, M. P., Cancio, L. C., Elster, E. A., Burmeister, D. M.,
Rose, L. F., Natesan, S., . . . Chung, K. K. (2015). Burn
wound healing and treatment: review and advancements.
Critical care, 19(1), 243.
Shuid, A. N., Yusof, A. A., & Anwar, M. S. (2005). The
effects of Carica papaya Linn. latex on the healing of
burn wounds in rats. Jurnal Sains Kesihatan Malaysia
(Malaysian Journal of Health Sciences), 3(2).
Sumaryo, H., & Dwitiyanti, L. P. Pembuatan sediaan topikal
dan uji aktivitas dari kombinasi zinc oxide dengan madu
(Mel depuratum) untuk luka terbuka pada tikus putih
jantan. Fakultas Farmasi dan Sains Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. Hamka.

31

Anda mungkin juga menyukai