Efektivitas gel madu lokal Aceh terhadap penyembuhan luka
bakar pada tikus putih (Rattus norvegicus) Vera Dewi Mulia1*, Muhammad Jailani2, Syamsul Rizal2, Ghina Raudathul Jannah3 1 Anatomy Pathology Department, Faculty of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 2 Plastic Reconstruction & Aesthetic Surgery Study Program, Faculty of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 3 School of Medicine, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh INFO ARTIKEL ABSTRAK * Penulis koresponden Luka bakar memerlukan terapi yang dapat mengurangi nyeri, melindungi dari infeksi dan email: vera_dm@unsyiah.ac.id mempercepat kontraksi pada wilayah luka. Madu berpotensi sebagai agen terapetik alami untuk penanganan luka bakar karena mengandung metabolit sekunder dan H2O2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas madu Trumon dalam memperkecil ukuran luka bakar pada tikus. Kata kunci: Sebanyak 30 ekor tikus dengan luka bakar derajat IIb dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok Luka bakar madu trumon kontrol (tidak mendapat terapi) dan kelompok terapi gel madu dengan variasi konsentrasi yaitu penutupan luka 20%, 40%, 60%, dan 80%. Besarnya penutupan luka diukur pada hari ke-5, 10 dan 15. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian madu secara topikal pada luka bakar derajat IIb dapat mempercepat penutupan luka dengan hasil optimal terlihat pada konsentrasi gel 60% Keywords: Burns, ABSTRACT Trumon honey, wound closure Burns require therapy that can reduce pain, protect against infection and stimulate contractions in the wound area. Honey is potent as a natural therapeutic agent for handling burns due to its secondary metabolites and H2O2. This study aims to determine the activity of Trumon honey in reducing the size of burns in mice. A total of 30 rats with IIb degree burns were divided into 5 groups: 1 control group (not receiving therapy) and the honey gel therapy groups with varying concentrations of 20%, 40%, 60%, and 80%. The extent of wound closure was measured on days 5, 10 and 15. The results of the study showed that topical administration of honey on a IIb degree burn can accelerate wound closure with optimal results seen at 60% gel concentration.
1. PENDAHULUAN yang dapat mencegah terbentuknya radikal bebas dan
melindungi jaringan dari kerusakan (Vandamme, Luka bakar yang terjadi setelah kontak dengan Heyneman, Hoeksema, Verbelen, & Monstrey, 2013). sumber panas dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan yang serius. Insiden luka bakar memiliki prevalensi yang Suatu studi terhadap madu hutan dari Trumon, Aceh cukup berarti. Di Amerika, angka kejadian luka bakar yang menunjukkan bahwa ditemukan senyawa aktif berupa memerlukan perawatan di rumah sakit mencapai 40.000, saponin dan terpenoid yang diduga berperan sebagai anti sedangkan yang meninggal adalah 3.400 orang tiap bakteri (Syaukani, 2017). Sebuah penelitian membuktikan tahunnya (Rowan et al., 2015). Di Indonesia, prevalensi bahwa madu dapat mempercepat proses penyembuhan luka terjadinya luka bakar di Indonesia mencapai 0,7% dengan yang ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran luka pada angka tertinggi adalah 2,0% yaitu di Papua, sedangkan hari ke-6, dan semakin pada hari ke-18 (Khoo, Halim, untuk Aceh prevalensi luka bakar sekitar 0.7% (RI, 2013). Singh, & Mohamad, 2010). Hal ini didukung oleh penelitian lain yang menyatakan luka yang dirawat menggunakan Penatalaksanaan luka bakar bertujuan untuk madu akan memiliki waku penyembuhan yang lebih cepat mengurangi nyeri, mencegah infeksi dan mempercepat dibandingkan dengan obat lain. Namun penggunaan madu proses penyembuhan. Hal ini dapat dicapai dengan masih belum diterapkan secara luas dalam lingkup penggunaan agen terapetik sintesis maupun bahan alam. professional (Günes & Eser, 2007). Madu yang dihasilkan oleh lebah telah digunakan untuk Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengobatan luka pada kulit oleh masyarakat sejak lama. pengaruh gel madu terhadap penyembuhan luka bakar Madu diyakini dapat mengurangi bau tidak sedap pada luka, derajat IIb dan diharapkan penelitian ini dapat mengatasi radang dan meredakan nyeri. Aktivitas ini menghasilkan produk baru yakni gel madu yang berkhasiat mungkin berhubungan dengan kandungan anti oksidan terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIb. seperti flavonoids, asam askorbat, katalase dan selenium 28 Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31
2. METODOLOGI PENELITIAN dengan pengamatan secara makroskopis. Pegamatan
makroskopis dengan melakukan pengamatan secara visual Penelitian ini adalah studi eksperimental untuk pada daerah luka meliputi persentase penyembuhan luka yang membandingkan efek pemberian madu dengan berbagai diukur pada hari ke 5, 10, dan 15 selama penelitian. Luka konsentrasi terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus. diukur diameter awal dan diberi perlakuan bahan uji. Rancangan penelitian telah dinyatakan laik etik oleh Panitia Pengukuran diameter luka bakar dilakukan dengan metode Kelaikan Etik Fakultas Kedokteran. Morton (Pramono, Husein, & Tasminatun, 2016). Luka diukur dalam berbagai arah (Gambar 3) dan dihitung rata-ratanya Hewan Uji dengan rumus sebagai berikut: Sebanyak 30 tikus jantan kulit putih Wistar tiga sampai empat bulan tua dengan berat badan antara 170 dan 𝒅𝒙(𝟏) + 𝒅𝒙(𝟐) + 𝒅𝒙(𝟑) + 𝒅𝒙(𝟒) 200 gram diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan 𝑫𝒙 = Universitas Syiah Kuala. 𝟒 Keterangan Tikus ditempatkan dalam kandang dengan jumlah 6 Dx : diameter luka hari ke-x (dalam cm) ekor tikus tiap kandang. Aklimatisasi tikus dilakukan dx : diameter luka diukur dalam berbagai arah selama 7 hari, pada suhu 32 °C dengan 12 jam gelap dan 12 jam terang. Setelah itu dilakukan randomisasi dengan cara Hasil pengukuran diameter kemudian dirubah menjadi memberikan label nomer pada tikus putih kemudian persentase penyembuhan (dalam%) dengan menggunakan dilakukan pengundian untuk memasukkan tikus putih rumus konversi persentase: kedalam kelompok masing-masing perlakuan. Tikus diberi pakan standar 2 kali sehari (pagi dan sore) serta pemberian 𝒅𝟏 − 𝑫𝒙 minum secara ad libitum. 𝑷% = × 𝟏𝟎𝟎% 𝒅𝟏 Keterangan: Tikus dibagi secara acak sederhana menjadi 5 P : persentase penyembuhan hari ke-x kelompok, yaitu : d1 : diameter luka hari pertama J1 : kontrol, mendapat gel tanpa bahan aktif, Dx : diameter luka hari ke-x (hari pengamatan) J2 : mendapat perlakuan gel madu 20%, J3 : mendapat perlakuan gel madu 40% 𝒅𝟏 − 𝑫𝒙 𝑷% = × 𝟏𝟎𝟎% J4 : mendapat gel madu 60% 𝒅𝟏 Keterangan: J5 : mendapat perlakukan gel madu 80% P% : persentase penyembuhan hari ke-x (dalam %) d1 : diameter luka hari pertama Pembuatan Gel Madu Dx : diameter luka hari ke-x (hari pengamatan)
Sediaan gel madu dibuat dengan formulasi sebagai berikut:
Tabel 1 Formula Gel Madu
Komposisi Bahan Kegunaan (%b/v) dx(2) 20%,40%, 60%, Madu Zat aktif 80% Karbopol 940 Basic gel 2% dx(3) dx(1) Metil paraben Pengawet 0,2% Gliserin Humektan 10% Triethanolamin Surfaktan 2% Gambar 1. Pengukuran Luka Bakar ditambahkan Akuades Pelarut hingga 100% 3. HASIL Uji Aktivitas Madu dalam Penyembuhan Luka Bakar Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 15 Hewan coba yang sudah diadaptasikan selama 7 hari dan hari, didapatkan persentase penyembuhan luka bakar derajat dirandomisasi kemudian dibuat luka bakar derajat IIb di IIB pada hewan coba yang tergambar pada grafik (Gambar daerah dorsal punggung tikus putih (Rattus norvegicus). Bulu 2) dengan keterangan gambar terlampir (Gambar 3) dicukur 3-5 cm di sekitar kulit yang akan dibuat luka bakar. Area tersebut kemudian didesinfeksi dengan alkohol 70%. Selanjutnya tikus dianastesi menggunakan kombinasi ketamine 35 mg/kgBB dan xylazin 5.0 mg/KgBB secara intra muscular(Khoo et al., 2010). Luka bakar dibuat dengan menggunakan besi berdiameter 2 cm yang dipanaskan dengan suhu 60oC. Besi tersebut kemudian di tempelkan pada kulit punggung tikus selama 30 detik (Shuid, Yusof, & Anwar, 2005). Penilaian penutupan diameter luka bakar dilakukan 29 Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31
60 menyebabkan kematian sel (Rachmawati & Nuria, 2011).
Adanya aktivitas antibakteri lain dari madu diduga
Penyembuhan Luka Bakar
50 karena H2O2 yang terkandung di dalam madu. H2O2 dihasilkan 40 Kontrol secara enzimatis pada madu, saat enzim glukosa oksidase 30 20% yang dihasilkan dari kelenjar hipofaring lebah dimasukkan ke dalam nektar guna pembentukan madu dari nektar .. H2O2 (%) 20 40% penting sebagai anti septik dan menstimulasi proses 10 penyembuhan luka. H2O2 akan mengaktifkan neutrofil melalui 60% 0 transkripsi faktor NF-kB. Sel-sel inflamasi akan teraktivasi 80% sehingga menghasilkan sitokin yang memperkuat respon inflamasi dengan cara merekrut dan mengaktivasi leukosit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 15 hari, didapatkan seluruh kelompok perlakuan menunjukkan adanya penyembuhan luka ditandai dengan berkurangnya diameter Gambar 2 Persentase penutupan luka bakar luka yang diukur pada hari ke-5, 10, 15. Data dari grafik penyembuhan luka grafik penyembuhan luka bakar didapatkan bahwa dari semua kelompok perlakuan, gel madu 60% memiliki hasil yang paling optimal dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, semua kelompok perlakuan gel madu memiliki pengaruh terhadap penyembuhan luka bakar (p = 0,00). Hal ini sejalan dengan penelitian Khoo (2010) yang menyebutkan bahwa luka bakar yang dirawat menggunakan madu mengalami percepatan penyembuhan luka (Khoo et al., 2010). (a) (b) Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok J2 (madu 20%) dengan kelompok J1 (kontrol). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Sunaryo pada luka terbuka yang diberi madu dengan kombinasi zink oksida sebanyak 5% yang menyebutkan konsentrasi madu 20% memiliki pengaruh terhadap penyembuhan luka. Alasan yang dapat menjelaskan perbedaan ini adalah adanya kombinasi zink oksida dengan madu yang diberikan sehingga memiliki efek sinergis dalam penyembuhan luka. Alasan lain yaitu perbedaan jenis luka, (c) (d) dimana luka bakar memiliki tingkat kerusakan jaringan yang lebih buruk dibandingkan luka terbuka lainnya (Sumaryo & Dwitiyanti). Pada penelitian ini kelompok perlakuan yang memberikan hasil penyembuhan luka bakar yang optimal terdapat pada kelompok J4 (madu 60%), dimana hasil persentase penyembuhan luka yang didapatkan yaitu sebesar 56,60%. Okhiria dalam penelitiannya menyebutkan konsetrasi madu 40% madu Manuka dapat menghambat pertumbuhan (e) bakteri P.aeruginosa (Okhiria, Henriques, Burton, Peters, & Cooper, 2009). Perbedaan ini diduga karena jenis madu yang Gambar 3. (a) tikus tidak mendapat terapi, (b) tikus mendapat digunakan dan kandungan madu yang berdeda. Kandungan terapi gel madu trumon 20%, (c) tikus mendapat terapi gel madu yang berbeda dapat dipengaruhi oleh komposisi nektar madu trumon 40% (d) tikus mendapat terapi gel madu trumon yang digunakan dalam proses pembuatan madu oleh lebah 60% (e) tikus mendapat terapi gel madu trumon 80% madu.(20) Hasil kelompok perlakuan J3 (madu 40%) dan J5 (madu 80%) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna 4. PEMBAHASAN diantara kedua nya. Gel pada kelompok J5 (madu 80%) memiliki karakteristik fisik yang kental, saat dioleskan pada Penelitian ini menggunakan madu hutan lokal Aceh luka bakar akan meninggalkan timbunan dari sediaan dan yang berasal dari Trumon Aceh Selatan. Berdasarkan analisa membuat keropeng menjadi tebal sehingga permukaan luka fitokima yang dilakukan oleh Fadhmi terhadap madu hutan menjadi lembab dan sulit mengering. Hal ini menyebabkan Trumon, didapatkan bahwa madu hutan Trumon mengandung gel madu 80% kurang efektif dibandingkan dengan gel dengan saponin dan terpenoid yang berfungsi sebagai anti bakteri konsentrasi madu 60%. (Syaukani, 2017). Saponin dapat mengganggu mobilisasi Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahawa berbagai komponen yang dibutuhkan dalam pembentukan meskipun penyembuhan luka yang optimal tidak dicapai oleh dinding sel dan mebstimulasi pelepasan isi sel dan kematian konsentrasi madu tertinggi, namun semua kelompok sel. Terpenoid dapat mengikat protein transmembran pada perlakuan sudah menunjukkan adanya pengaruh terhadap struktur luar sel bakteri dan menyebabkan berkurangnya penyembuhan luka bakar derajat IIB pada hewan coba tikus permeabilitas dinding sel dan mencegah suplai nutrisi sampai putih (Rattus norvegicus) 30 Jurnal Bioleuser Vol 3, No 2 (Agustus 2019): 28- 31
5. KESIMPULAN Syaukani, E. (2017). Perbandingan daya hambat madu
seulawah dengan madu trumon terhadap Staphylococcus Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat aureus secara in vitro. BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi ditarik kesimpulan sebagai berikut : Teknologi dan Kependidikan, 3(1), 9-14. 1. Pemberian gel madu lokal Aceh selama 15 hari memiliki Vandamme, L., Heyneman, A., Hoeksema, H., Verbelen, J., pengaruh terhadap penyembuhan luka bakar derajat IIB & Monstrey, S. (2013). Honey in modern wound care: a pada tikus putih (Rattus norvegicus). systematic review. Burns, 39(8), 1514-1525. 2. Konsentrasi madu yang memiliki efek paling tinggi dalam penyembuhan luka bakar yaitu terdapat pada perlakuan J4 (madu 60%), lalu J5 (madu 80%), J3 (madu 40%) dan J2 (madu 20%).
6. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah, laboran, staf dan teman sejawat yang membantu dalam penelitian ini.
7. DAFTAR PUSTAKA
Günes, Ü. Y., & Eser, I. (2007). Effectiveness of a honey
dressing for healing pressure ulcers. Journal of Wound Ostomy & Continence Nursing, 34(2), 184-190. Khoo, Y.-T., Halim, A. S., Singh, K.-K. B., & Mohamad, N.- A. (2010). Wound contraction effects and antibacterial properties of Tualang honey on full-thickness burn wounds in rats in comparison to hydrofibre. BMC Complementary and Alternative Medicine, 10(1), 48. Okhiria, O., Henriques, A., Burton, N., Peters, A., & Cooper, R. (2009). Honey modulates biofilms of Pseudomonas aeruginosa in a time and dose dependent manner. Journal of ApiProduct and ApiMedical Science, 1(1), 6- 10. Pramono, B. H., Husein, R. A. J., & Tasminatun, S. (2016). Pengaruh kitosan secara topikal terhadap penyembuhan luka bakar kimiawi pada kulit Rattus norvegicus. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 12(3), 177-187. Rachmawati, F., & Nuria, M. C. (2011). Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan (Centella Asiatica (L) Urb) Serta Identifikasi Senyawa Aktifnya. JIFFK: Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik, 7-13. RI, K. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013, 1–384. In. Rowan, M. P., Cancio, L. C., Elster, E. A., Burmeister, D. M., Rose, L. F., Natesan, S., . . . Chung, K. K. (2015). Burn wound healing and treatment: review and advancements. Critical care, 19(1), 243. Shuid, A. N., Yusof, A. A., & Anwar, M. S. (2005). The effects of Carica papaya Linn. latex on the healing of burn wounds in rats. Jurnal Sains Kesihatan Malaysia (Malaysian Journal of Health Sciences), 3(2). Sumaryo, H., & Dwitiyanti, L. P. Pembuatan sediaan topikal dan uji aktivitas dari kombinasi zinc oxide dengan madu (Mel depuratum) untuk luka terbuka pada tikus putih jantan. Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka.