Anda di halaman 1dari 18

Manajemen Klinis COVID-19

dengan Komorbid
Kondisi Penyerta Positif COVID-19
I. Diabetes Mellitus

Strategi pengelolaan kadar glukosa berdasarkan klasifikasi kondisi klinis

Gejala Ringan Gejala Sedang Berat dan Kritis (HCU/ICU)


(Umumnya di rawat jalan) (Umumnya di rawat inap)

Antidiabetes oral dan insulin Ganti antidiabetes oral dengan Insulin intravena à Lini pertama.
dilanjutkan sesuai dengan insulin pada pasien dengan
regimen awal. gejala covid yang tidak dapat
makan secara teratur
Direkomendasikan untuk
meningkatkan frekuensi Disarankan mengganti
pengukuran GDS mandiri regimen insulin premix
menjadi insulin basal-bolus
Prinsip Pengelolaan Kadar Glukosa
• Pengobatan Insulin à Pilihan pertama (diabetes dengan infeksi berat). Insulin
subkutan direkomendasikan untuk pasien yang tidak kritis. Variable rate
intravenous insulin infusion lebih disaranan pada pasien yang kritis.

• Pemantauan glukosa darah 4-7 titik selama pemgobatan insulin

• Mengetahui prinsip kerja obat-obat antidiabetes (OAD) yang umum digunakan


sehingga dapat mengetahu risiko gangguan :\

• Risiko GI (metformin), Risiko hipoglikemia (sulfonilurea), Risiko retensi cairan


(TZD).
Perhatian pada OAD
Perhatian pada OAD
II. Hipertensi
• Komorbid tersering pada pasien dengan COVID
19.

• ACE dan ARB merupakan obat antihipertensi


yang sering digunakan

• Secara teoritis akan meningkatkan ikatan SARS-


Cov-2 ke paru-paru.

• Akan tetapi, ACE2 menunjukkan efek proteksi


dari kerusakan paru pada studi eksperimental.
• Peningkatan ACE2 terlarut dalam sirkulasi
mungkin dapat mengikat SARS-CoV-2,
mengurangi kerusakan pada paru atau organ yang
memiliki ACE2.

Penggunaan obat-obatan ini harus diteruskan untuk mengontrol


tekanan darah dan tidak dihentikan
III. Penyakit Ginjal
• Infeksi COVID 19 berat à Kerusakan ginjal
• Pasien PGK merupakan kelompok rentan apabila terkena COVID 19

• Pasien dengan gejala infeksi pernapasan harus memberi tahu staf


terlebih dahulu. HD dilakukan di unit dialisis dengan fasilitias ruang
isolasi airborne.

• Pasien dengan Covid 19 juga harus diberikan jarak minimal 6 kaki (1,8
meter) dari mesin pasien terdekat disemua arah.

• Pasien dengan dialisis peritoneal meminimalkan kunjungan ke unit CAPD.


• Kunjungan dilakukan bila didapatkan tanda peritonitis, infeksi exit site berat
• Diperlukan training penggantian cairan dan pemeliharaan CAPD untuk
pasien baru
IV. Infark Miokard
Protokol STEMI pada pasien COVID-19 Protokol NSTEMI pada pasien COVID-19
V. Trombosis dan Gangguan koagulasi

• Gangguan koagulasi terutama peningkatan


D-dimer dan fibrinogen-degradation
product sering didapatkai pada pasien
pneumonia akibat COVID 19 yang
meninggal.

• Emboli paru ditemukan pada 30% pada


pasien COVID 19.

• Sebanyak 71% pasien COVID 19 yang


meninggal memenuhi kriteria DIC.
Diagnosis Gangguan Koagulasi
• ISTH merekomendasikan pemeriksaan D-dimer, masa prothrombin dan hitung jenis
trombosit pada semua pasien COVID 19. Pasien COVID 19 yang berat, pemeriksaan
fibrinogen dapat ditambahkan untuk menilai perburukan atau diagnosis awal terjadinya DIC

• Pemeriksaan PT, D-dimer, trombosit dan fibrinogen dapat dilakukan secara serial

Kriteria DIC berdasarkan The International Society of Thrombosis Haemostasis (ISTH)


Tatalaksana
Risiko Perdarahan IMPROVE

Tromboprofilaksis
• Setiap pasien dengan COVID 19 dilakukan
penilaian apakah memerlukan
tromboprofilaksis? Kontraindikasi?

• Pemberian antikoagulan profilaksis pada


COVID 19 derajat ringan harus didasarkan
hasil pemeriksaan D-dimer.

• Derajat sedang dilakukan pemberian


antikoagulan profilaksis dan dilakukan
penilaian risiko terjadinya perdarahan
Algoritma tatalaksana koagulasi pada COVID 19 berdasarkan marker
laboratorium sederhana
Jika tidak terdapat kontraindikasi (absolut/relatif) seperti:
• Perdarahan aktif
• Riwayat alergi heparin,
• Heparin indunced thrombocytopenia
• Riwayat perdarahan sebelumnya,
• Trombosit < 25.000
• Gangguan hati berat

Pemberian LMWH 1 x 0,4 cc subkutan atau UFH 2 x 5000 unit


subkutan dapat dipertimbangkan (jika terdapat gangguan
ginjal atau sesuai dengan ketersediaan dan pertimbangan
klinis dokter) pada pasien COVID 19 berat yang dirawat.

Sebelum pemberian antikoagulan pertimbangkan penyakit


komorbid lainnya seperti gangguan ginjal dan dalam terapi
antiplatelet
Antikoagulan profilaksis pada pasien COVID 19 kondisi kritis
Penggunaan antikoagulan pada pasien kritis Peningkatan dosis profilaksis antikoagulan
direkomendasikan pada pasien COVID 19 yang dirawat di
ICU atau post-ICU. Kriteria pemberian antikoagulan
profilaksis pada pasien COVID 19 kondisi kritis:
1. Kriteria Inklusi
• Pasien COVID 19 atau PDP yang membutuhkan ICU atau
post perawatan ICU
• Trombosit > 25.000

2. Kriteria Eksklusi
• Trombosit < 25.000 atau memiliki manifestasi perdarahan
• Pasien bedah saraf

Monitoring anti-Xa dan APTT secara rutin umumnya tidak


diperlukan, namun dapat menjadi pertimbangan untuk
menyesuaikan dosis bila ada risiko perdarahan.
Tromboemboli vena (emboli paru dan thrombosis vena dalam)

Pasien COVID 19 yang mengalam emboli paru atau Dosis modifikasi heparin berdasarkan nilai
thrombosis vena dalam, jika tidak terdapat APTT
kontraindikasi à harus diberikan antikoagulan
dapat berupa :

• LMWH 1 mg/kgBB/jam à 2x sehari s.c, atau

• Heparin dosis loading 80 unit/kgBB i.v à


dilanjutkan drip kontinyu 18 unit/kgBB/jam à
monitor APTT untuk menyesuaikan dosis (target
1,5−2,5x kontrol)

Tidak diperlukan monitoring pada pemberian LMWH kecuali pada kondisi khusus sperti gangguan ginjal,
obesitas, kehamilan.
VI. Pasien dengan gangguan Gastrointestinal
dan Demam

• Pikirkan Covid-19
• Reseptor ACE-2 ada di GI
• Persistensi RT PCR di GI lebih lama dari swab
nasofaring
• Pertimbangkan swab anal
VII. PPOK
• Inhaler perlu diteruskan
• ICS hanya bila riw eksaserbasi > 2x/tahun, pernah dirawat
eksaserbasi, eosinophil > 300 sel/ul, atau konkomitan asma
• Hindari steroid tinggi, bila perlu steroid dosis standar : setara
Prednison 0,5 - 1 mg/kg BB
• Bila harus kontrol : telemedicine
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai