Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fatma Ulfa Nurhafidza

NIM : 12010120140340
Matkul : Ekonomi Makro
Artikel 1
Pajak Barang Mewah Dihapus, Ini Alasan Pemerintah
Sumber: https://nasional.kontan.co.id/news/pajak-barang-mewah-dihapus-ini-alasan-pemerintah
Reporter: Merlina M. Barbara | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah telah menghapus Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) selain
kendaraan, lalu menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terkait impor. Pemerintah
mengakui, akan ada potensi kehilangan pendapatan atau potential lost sampai Rp 900 miliar
akibat kebijakan ini.
Sekadar informasi, total ada 22 kelompok barang yang terkena penghapusan PPnBM dengan
tarif 10%, 20%, 30% dan 40%. Di sisi lain, tarif PPh impor yang awalnya 7,5% menjadi 10%.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan,
penerimaan pajak negara akan berkurang. Namun, pemerintah ingin mendorong transaksi di
dalam negeri jauh lebih agresif.
“Walaupun ada potential loss, kita dari Kementrian Keuangan tidak cuman memikirkan target
pajak, tapi juga memikirkan ekonomi bisa bergerak. Masyarakat bisa belanja lalu kemudian ada
pertumbuhan. Kalau pengusaha tax-nya lebih banyak, untungnya lebih banyak juga sehingga
bisa dibayar pajak juga,” kata Suahasil.
Suahasil juga menambahkan, potensi penerimaan negara dari kenaikan PPh impor belum
menutupi. “Makanya itu, dalam hitung-hitungan penghapusan PPnBM ini, kita tidak lagi hitung
untung-rugi. Kita benar-benar hitung pure, bahwa ini dapat meningkatkan transaksi di dalam
negeri, tidak perlu berbelanja ke luar negeri," kata dia.
Namun Suahasil membantah tudingan dari berbagai kalangan bahwa kebijakan ini justru
mendorong masyarakat untuk membeli barang impor. Suahasil bilang, kebijakan ini bisa
mendorong harga di dalam negeri lebih kompetitif.
Artikel 2
PPnBM Mobibl 0 Rupiah Jaga Keberlangsungan Penerimaan Pajak
Sumber: https://www.pajak.go.id/id/artikel/ppnbm-mobil-0-rupiah-jaga-keberlangsungan-
penerimaan-pajak
Oleh: Putu Dian Pusparini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pajak atas jual beli barang yang orang awam ketahui adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah, jual beli barang tidak hanya dikenakan PPN tetapi
ada juga PPnBM. Lalu apakah itu PPnBM? PPnBM adalah pajak yang dikenakan di samping
PPN atas transaksi barang-barang yang tergolong mewah. PPnBM berbeda dengan PPN, di mana
PPN memiliki keistimewaan yaitu dapat dikreditkan pajak masukannya tetapi PPnBM tidak
dapat dikreditkan.
Keberadaan PPnBM ini berfungsi untuk menghilangkan sifat “tidak adil” atas pengenaan PPN.
Jika barang tertentu hanya dikenakan PPN maka semua orang akan membayar dengan jumlah
yang sama, tidak peduli latar belakang penghasilan sang pembeli. Karena PPN bersifat Pajak
Objektif, maka dari itu pengenaan PPN untuk barang-barang tertentu dianggap tidak adil. Oleh
karenanya, khusus barang-barang yang tergolong mewah dikenakan pajak tambahan yaitu
PPnBM agar pembelian barang tersebut dianggap “adil” atau dalam kata lain demi kestabilan
pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi.
Tidak hanya itu, PPN dikenakan pada setiap rantai produksi dan distribusi hingga pada akhirnya
sampai di tangan konsumen dan pembebanan PPN berada di tangan konsumen akibat skema
pajak masukan yang bisa dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Tetapi PPnBM hanya
dikenakan sekali yaitu pada saat impor Barang kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah tersebut
atau penyerahan BKP mewah tersebut kepada konsumen. Tarif PPnBM pun berkisar paling
rendah 10% dan paling tinggi 200% tidak seperti PPN yang menggunakan tarif tunggal 10%. Hal
ini bertujuan, agar konsumsi barang tergolong mewah ini dapat dikendalikan serta pemerintah
juga melindungi produsen dalam negeri dari serbuan impor barang mewah.
Barang-barang yang tergolong mewah tersebut dibagi menjadi dua yaitu kendaraan bermotor dan
selain kendaraan bermotor. Pemerintah sedang menyiapkan peraturan mengenai insentif PPnBM
Ditanggung Pemerintah (DTP) bahkan hingga PPnBM 0 Rupiah untuk kendaraan bermotor
mobil di Maret 2021.
Mengapa PPnBM 0% diterapkan?
Seperti yang kita ketahui, semenjak virus Corona menjadikan seluruh dunia “lumpuh”, banyak
sektor perekonomian yang terpuruk. Terpuruknya berbagai sektor perekonomian ini
menyebabkan penerimaan pajak menurun. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan fiskal
dalam rangka pemanfaatan fungsi reguleren pajak yaitu mengatur perekonomian rakyat. Banyak
insentif yang telah dirilis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) demi membangkitkan banyak sektor
perekononomian di Indonesia. Insentif-insentif tersebut di antaranya : PPh Pasal 21 DTP, PPh 22
Impor DTP, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, Insentif PPh Final dengan skema PP 23, dan
masih banyak lagi sesuai dengan PMK Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk
Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang bahkan diperpanjang hingga
Juni 2021 dengan dirilisnya PMK Nomor 09/PMK.03/2021.
Penerapan insentif terhadap PPnBM kendaraan bermotor mobil juga bertujuan sama yaitu
membangkitkan pemulihan ekonomi rakyat. Dengan adanya stimulus ini, tujuan awal pengenaan
PPnBM yaitu memberikan pembebanan pajak yang adil antara konsumen berpendapatan rendah
dan konsumen berpendapatan tinggi pun sementara ditiadakan. Hal ini agar siapapun dengan
latar belakang penghasilan berapapun dapat membeli mobil yang awalnya tergolong mewah.
Begitu juga dengan tujuan pemerintah dalam mengendalikan sifat konsumtif terhadap barang
barang mewah dalam penerapan PPnBM ini ditiadakan sementara. Ini pun bertujuan agar rakyat
bersifat “konsumtif” sementara demi merangsang pemulihan ekonomi dengan fokus, industri
otomotif bisa tumbuh.
Skema penerapan PPnBM 0%
Insentif ini menyasar kendaraan bermotor mobil dengan spesifikasi kapasitas mesin kurang dari
1.500 cc, termasuk sedan, penggerak 4x2 meter. Tentunya tidak semua mobil memiliki kriteria
demikian, sehingga kita bisa meraba-raba jenis mobil apa yang akan mendapatkan insentif ini.
Misalnya saja jenis mobil A dengan PPnBM semula 10% dengan harga jual 275 juta Rupiah.
Harga jual ini sudah termasuk PPnBM, maka angka 275 juta ini merupakan 110% dari harga
aslinya, sehingga apabila PPnBM ini diterapkan 0%, konsumen hanya membayar 250 juta
rupiah. Tapi itu hanya hitung-hitungan kotor karena pada umumnya harga jual yang ditawarkan
ke konsumen sudah termasuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang besarannya berbeda-beda
tiap daerah.
Insentif ini akan dilaksanakan dalam tiga periode. Periode pertama menggunakan PPnBM DTP
100%, periode kedua PPnBM DTP 50% dan periode terakhir menggunakan PPnBM DTP 25%,
dengan setiap periodenya selama tiga bulan. Tetapi perlu diingat bahwa peraturan resmi masih
akan dirilis oleh Kementerian Keuangan.
Penerimaan negara menurun atau meningkat?
Jika berbicara tentang nominal penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak, dan melihat
seluruh insentif yang telah digembor-gembor oleh Direktorat Jenderal Pajak pastinya kita bisa
khawatir penerimaan pajak turun. Apalagi ditambah dengan insentif PPnBM DTP 100% di mana
besarnya pajak dari PPnBM juga tidak sedikit. Tetapi, semua ini dilakukan demi memutar
kembali roda perekonomian. Kalau diibaratkan, pajak itu seperti perternak susu sapi yang
mengambil susu hasil perah bukan daging sapi perah. Maksudnya adalah, pajak akan terus
berjalan jika wajib pajaknya belum berhenti berusaha dan usahanyapun menghasilkan. Jadi kalau
ditanya, apakah negara tidak takut rugi memberikan insentif menggiurkan karena akan
mengurangi nominal penerimaan pajak? Negara harusnya lebih takut rugi jika usaha rakyatnya
mati dan menghilangkan nominal penerimaan pajak.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat
penulis bekerja.

Anda mungkin juga menyukai