Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Di Susun Oleh :

NAMA : SITI SALAMU TUASIKAL

NIM : P07120116120

TINGKAT : III - C

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

JURUSAN KEPERAWATAN
2018

LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Klinik ini telah disetujui oleh pembimbing Klinik Lahan dan
Pembimbing Klinik Institusi

MENGETAHUI

PEMBIMBING INSTITUSI PEMBIMBING LAHAN

Nama : ……………………………… Nama : …………………………….

NIP : ……………………………... NIP : …………………………....

MAHASISWA

SITI SALAMU TUASIKAL

NIM : P07120116120
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

A. Masalah utama
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. Proses terjadinya Masalah


1. Pengertian
 Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori :
halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, dan penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selian itu, perubahan persepsi
sensori : halusinasi juga bisa diartikan sebagai persepsi sensori tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanay
rangsangan dari luar meliputi semua system pengindraan (pendengaran,
pemnglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
 Individu menginterpretasikan stressor yang tidak ada stimulus dari
lingkungan (Depkes RI, 2000)
 Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola
stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan berlebih lebihan atau kelainan
berespons terhadap stimulus (Towsend, 1998)
 Kesalahan sensori persepsi dari satu atau lebih indra pendengaran,
penglihatan, taktil, atau penciuman yang tidak ada stimulus eksternal
(Antai Otong, 1995)
 Gangguan penyerapan/persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari
luar. Gangguan ini dapat terjadi pada system pengindraan individu
tersebut penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat
klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu sendiri.
Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan. (Wilson,
1983).

2. Teori yang menjelaskan Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)


 Teori biokimia
Terjadi sebagai respon metabolisme terhadap stress yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neurotic (buffofenon dan
dimethytransferase).
 Teori Psikoanalisis
Merupakan respons pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari
luar yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

3. Jenis Halusinais serta Data Objektif dan Subjektif


Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada
klien dengan halusinasi.

Tabel 4.1 Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif klien yang
mengalami Halusinasi

No Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


1. Halusinasi Dengar a. Bicara atau a. Mendengar suara-
(Klien mendengar tertawa sendiri suara atau
suara/bunyi yang tidak b. Marah-marah kegaduhan
ada hubungannya tanpa sebab b. Mendengar suara
dengan stimulus yang c. Mendekatkan yang mengajak
nyata/ lingkungan) telinga ke arah bercakap-cakap
tertentu c. Mendengar suara
d. Menutup telinga menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya
2. Halusinasi a. Menunjuk- Melihat bayangan,
Penglihatan nunjuk kearah sinar, bentuk geometris,
(klien melihat tertentu kartun, melihat hantu,
gambaran yang b. Ketakutan pada atau monster
jelas/samar terhadap sesuatu yang
adanya stimulus yang tidak jelas
nyata dari lingkungan
dan orang lain tidak
melihatnya).
3. Halusinasi a. Mengendus- Membaui bau-bauan
Penciuman endus seperti seperti bau darah, urine,
(Klien mencium suatu sedang feses, dan terkadang
bau yang muncul dari membaui bau- bau-bau tersebut
sumber tertentu tanpa bauan tertentu menyenangkan bagi
stimulus yang nyata) b. Menutup klien
hidung
4. Halusinasi a. Sering meludah Merasakan rasa seperti
Pengecapan b. Muntah darah, urine, atau feses
(Klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
makanan yang tidak
enak)
5. Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk a. Mengatakan ada
(klien merasakan permukaan kulit serangga
sesuatu pada kulitnya dipermukaan kulit
tanpa ada stimulus b. Merasa seperti
yang nyata) tersengat listrik
6. Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya Mengatakan badannya
(klien merasa yang dianggapnya melayang diudara
badannya bergerak bergerak sendiri
dalam suatu ruangan
atau anggota badannya
bergerak)
7. Halusinasi Viseral Memegang Mengatakan perutnay
(perasaan tertentu badannya yang menjadi mengecil
timbul dalam dianggapnya setelah minum Soft
tubuhnya). berubah bentuk dan drink.
tidak normal seperti
biasanya
Sumber : Stuart dan Sundeen (1998)

4. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi adalah factor resiko yang memengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu yang mengatasi sters.
Diperoleh baik dari klien Maupun keluarganya. Faktor Predisposisi dapat
meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan
genetic.
a. Faktor perkembangan
jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
b. Faktor Sosiokultural
berbagai factor di masayarakat dapat menyebabkan seseorang mersaa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytransferase (DMP)
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sreing diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
e. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

5. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang
ada di lingkungan, dan juga suasana sepia tau terisolasi sering terjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
6. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut,
tidak aman, gelisah, bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat membedakan
keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993) mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandasan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas adasr unsur-unsur bio-psiko-
sosio-spritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari liam demnsi yaitu sebagai
berikut :
a. Dimensi fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menangkapi rangsangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol, dan
kesulitan untuk tidur malam dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
c. Dimensi Intelektual
Dimensi Intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akan memperhatikan adanya penurunan fungsi ego.pada walnya
halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi meninjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasinya dijadikan system control oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal
tersebut dapat mengancam dirinya dan orang lain.
Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskna, serta mengusahakan agar klien tidak
menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
diharapkan halusinasi tidak terjadi.
e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk social, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien yang
mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses di atas tidak
terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi
system control dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya,
individu kehilangan control terhadap kehidupan nyata.

7. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi
seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan
sumber koping yang ada di lingkungannnya. Sumber koping tersebut
dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan social dan
kayakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman
yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
8. Mekanisme Koping
Mekanisme Koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung
dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.

9. Tahapan Halusinasi
a. Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang. Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal ini menyenangkan bagi klien.
1) Karakteristik :
a) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
b) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran.
2) Perilaku yang muncul
a) Tersenyum atau tertawa sendiri
b) Menggerakkan bibir tanpa suara
c) Pergerakan mata yang cepat
d) Renspons verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.

b. Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini, biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipasti.
1) Karakteristik
a) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut.
b) Mulai merasa kehilangan control
c) Menarik diri dari orang lain
2) Perilaku yang muncul
a) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
b) Perhatian terhadap lingkungan menurun
c) Konsentrasi terhadap pengalamn sensori pun menurun
d) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antar halusinasi dan
realita.

c. Tahap III (Psikotik)


Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan
berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
1) Karakteristik
a) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
b) Isi halusinasi menjadi atraktif
c) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir
2) Perilaku yang muncul
a) Klien menuruti perintah halusinasi
b) Sulit berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d) Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e) Klien tampak tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panic.
1) Perilaku yang muncul
a) Resiko tinggi mencederai
b) Agitasi/kataton
c) Tidak mampu merespons rangsangan yang ada

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya


diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungannya
karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami
halusinasi dengan dan lihat atau salah satunya yang menyuruh pada
kejelekan, maka akan beresiko terhadap perilaku kekerasan.

C. Pohon Masalah

Effect Resiko Tinggi Perilaku kekerasan

Core Problem
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga diri Rendah Kronis

Gambar 4.1. Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis
E. Data yang perlu dikaji

Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji


Perubahan Persepsi Subjektif :
Sensori : Halusinasi a. Klien mengatakan mendengar sesuatu
b. Klien mengatakan melihat bayangan
putih
c. Klien mengatakan dirinya seperti
disengat listrik
d. Klien mencium bau-bauan yang tidak
sedap, seperti feses.
e. Klien mengatakan kepalanya melayang
di udara
f. Klien mengatakan dirinya merasakan ada
sesuatu yang berbeda pada dirinya.

Objektif :
a. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri
saat dikaji
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti bicara di rengah-tengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi
e. Konsentrasi rendah
f. Pikiran cepat berubah-ubah
g. Kekacauan alur pikiran.

F. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
G. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk klien
a. Tujuan tindakan untuk klien adalah sebagai berikut :
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan keperawatan
1) Membantu klien mengenali halusinasi
Diskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu
klien mengenali halusinasinya. Perawat dapat berdiskusi dengan klien
terkait isi halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan persaan
klien saat halusinasi muncul (komunikasinya sama dengan pengkajian
di atas).
2) Melatih klien mengontrol halusinasi
Perawat dapat melatih empat cara dalam mengendalikan halusinasi
pada klien. Keempat cara tersebut sudah terbukti mampu
mengontrolhalusinasi seseorang. Keempat cara tersebut adalah
menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan
aktivitas yang terjadwal, dan mengonsumsi obat secara teratur.
2. Tindakan keluarga untuk keluarga klien
a. Tujuan tindakan untuk keluarga
Keluarga dapat merawat klien di rumah dan menjadi system pendukung
yang efektf untuk klien.
b. Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan factor vital dalam penanganan klien gangguan
jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah system pendukung
terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam.
Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat.
Keluarga yang mendukung klie secara konsisten akan membuat klien
mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun
demikian, jika perawat tidak mampu merawat maka klien akan kambuh
bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu,
perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien
gangguan jiwa di rumah.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga
tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami
oleh klien dan pentingnnya peran keluarga untuk mendukung klien. Tahap
kedua adalah melatih keluarga untuk merawat klien, dan tahap ketiga yaitu
melatih keluarga untuk merawat klien langsung.
Informasi ang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan gejala
halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien halusinasi,
(cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada
klien), serta sumber-sumber pelayanan kesehatan bisa dijangkau.
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI

 Masalah : Perubahan Persepsi sensori : Halusinasi


 Pertemuan: ke-1 (Pertama)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya
bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.

2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi sensori : Halusinasi

3. TUK/SP 1
 Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria hasil
sebagai berikut :
a. Ekspresi wajah bersahabat
b. Menunjukkan rasa senang
c. Klien bersedia diajak berjabat tangan
d. Klien bersedia menyebutkan nama
e. Ada kontak mata
f. Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
g. Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
 Membantu klien mengenali halusinasinya
 Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi.

4. Tindakan keperawatan
a. Membina Hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan rama baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi, pencetus dan perasaan saat terjadi halusinasi.
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai.
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“selamat pagi, assalamaualaikum … Boleh saya kenalan dengan ibu?
Nama saya … boleh panggil saya … saya mahasiswa poltekkes Ambon …
saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
13.00 WIB siang. Kalau boleh tahu nama ibu siapa dan senang dipanggil
dengan sebutan apa?”

b. Evaluasi/ Validasi
“ Bagaimana Perasaan Bapak/Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi
malam? Ada keluhan tidak?”

c. Kontrak
1) Topik : “apakah ibu tidak kebetaran untuk ngobrol dengan saya?
Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita
ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini ibu dengar dan
lihat tetapi tidak tampak wujudnya?.”
2) Waktu : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya
berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa!”
3) Tempat : “Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau
mau di mana?”

2. Kerja
“Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apakah yang dikatakan suara itu?”
“Apakah ibu melihat sesuatu/orang/bayangan/makhluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu
saja?”
“Kapan paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang ibu rasakan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal”
“Keempat minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini :
o Saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang, pergi saya tidak mau
dengar … saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitu … Bagus! Coba lagi! Ya bagus ibu sudah bisa.”
o Saat melihat bayangan itu muncul, langsung ibu bilang, pergi saya
tidak mau lihat ... saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Bagitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat klagi. Coba ibu peragakan! Nah
begitu … Bagus! Coba lagi! Ya bagus ibu sudah bisa.”

3. Terminasi
a. Evaluasi Subjektif
“Bagimana perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang
tidak dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi Objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba ibu sampaikan
simpulkan pembicaraan kita tadi?”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar
tidak muncul lagi.”

c. Rencana tindak lanjut


“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa
saja latihannya?”
(Masukan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien).

d. Kontrak yang akan datang


1) Topik : “Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang
caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara
itu muncul?”
2) Tempat : “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok
jam 09.00 WIB, Bisa?”
3) Waktu : “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di
mana ya, apa masih disini atau cari tempat yang nyaman? Sampai
jumpa besok. Wassalamualaikum, …”
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan

Anda mungkin juga menyukai