Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

HALUSINASI

Disusun Oleh

NAMA : Antonia Andrea Ohoilulin

Jean Dorkas Rahadat

Cindi Menora

Jean.M.Laimeheriwa

Dessy.C.Raharusun

Lenny Meturan

KELOMPOK: 9

CI INSTITUSI CI LAHAN

(...........................................) (................................................)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN TUAL

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini

sudah menjadi maslah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di

dunia ini mengalami gangguan jiwa.WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang

didunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa.Berdasarkan data statistik, angka pasien

gangguan jiwa memang sangat mengkhawatirkan (Yosep,2015).

Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah suatu

keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik intelektual, emosional secara optimal

dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan orang lain. Sedangkan menurut

American Nureses Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang

khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai

ilmu dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,

mempertahankan, memulikan keehatan jiwa.

Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien

gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%

adalah halusinasi penghidup, pengecap dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup

tinggi. Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan individu untuk menilai dan

berespon pada realita.Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal

tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk

memberikan respon yang akurat, sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti.

Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes

dalam Dermawan dan Rusdi,2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut” bagaimanakah asuhan keperawatan jiwa dengan halusinasi?

C. Tujuan

Menggambarkan asuhan keperawatan jiwa dengan halusinasi


BAB II

GANGGUAN SENSORI PERSEPTUAL : HALUSINASI

1. Kasus (Masalah Utama)

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

A. Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami

perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien merasa stimulus yang sebetul-betulnya

tidak ada (Damaiyanti,2015).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan interna (pikiran) dan rangsangan eksterna (dunia luar).Klien memberi

persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang

nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang

yang berbicara (Direja, 2015).

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca

indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin

organik, fungsional, psikotik atapun histerik (Trimelia,2015).

B. Penyebab

Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep,2015)yaitu :

1. Faktor predisposisi

a. Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu mislanya rendahnya

control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu

mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih

rentan terhadap stress.


b. Faktor Susiokultur

Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor Biokimia

Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti

Buffofenon dan Dymetytranferse (DMP). Akibat stress bekepanjangan

menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi

ketidak seimbangan acetylcholine dan dopamine.

d. Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalah gunaan zat adaktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi

masa depannya.Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam

nyata menuju alam hayal.

e. Faktor Genetik dan Pola Asuh

Anak sehat yang diasuh oleh orang tua yang mengalami gangguan

jiwa cenderung mengalami gangguan jiwa dan faktor keluarga

menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit.

Pada kasus Ny.N faktor predisposisi klien mempunyai pengalaman

masa lalu yang tidak mengenakan yaitu klien pernah kehilangan pacar

saat SMA ,respon klien sangat sedih klien tidak mau keluar rumah.
2. Faktor presipitasi

a. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat timbul oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan

yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,

intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.

b. Dimensi Emosional

Perasaaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi.Isi dari halusinasi

dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.

c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang

pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk

melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi Sosial

Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial

dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat

membahayakan.

e. Dimensi Spriritual

Secara spriritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan

hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah

dan jarang berupaya secara spriritual untuk menyucikan diri. Klien


sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki,

menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk..

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala seseorang yang mengalami halusinasi adalah :

1. Tahap 1 (Comforting)

a. Tertawa tidak sesuai dengan situasi

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara

c. Bicara lambat

d. Diam dan pikirannya dipenuhi pikiran yang menyenangkan.

2. Tahap 2 (Condeming)

a. Cemas

b. Kosentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan realita

3. Tahap 3

a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian dan konsentrasi menurun

d. Efek labil

e. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 (Controlling)

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri

c. Berisiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


D. Rentang Respon

Respon Adaftif Respon Maladaftif

 Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikiran

 Persepsi akurat ilusi Halusinasi

 Emosi konsisten dengan pengalaman Reaksi emosi Sulit berespon emosi

 Perilaku sesuai Perilaku tidak biasa Perilaku disorganisasi

 Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

E. Mekanisme Koping

Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien, meliputi :

1. Regresi : Menjadi malas beraktifitas sehari-hari

2. Proyeksi : Mengalihkantanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

3. Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal

4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

F. Akibat

Akibat dari perubahan sensori persepsi halusinasi adalah resiko mencederai diri

sendiri, orang lain dan lingkungan adalah suatu perilaku mal adaktive dalam dalam

memanifestasikan perasaan marah yang dialami seseorang. Perilaku tersebut dapat

berupa mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Marah sendiri merupakan

perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan

yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.Perasaan marah sendiri

merupakan hal yang wajar sepanjang perilaku yang dimanifestasikan berada pada

rentang adaptif.
G. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan sensori perseptual : Halusinasi

Interaksi sosial menarik diri

Harga diri rendah

H. Data yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


A. Perubahan Persepsi Subjektif:

Sensori: Halusinasi 1. Klien mengatakan mendengar

(pendengaran, sesuatu.

Penglihatan, Perabaan, 2. Klien mengatakan melihat

penciuman, pengecapan ) bayangan putih.

3. Klien mengatakan dirinya seperti

disengat listrik.

4. Klien mencium bau-bauan yang

tidak sedap, seperti feses.

5. Klien mengatakan kepalanya

melayang di udara.

6. Klien mengatakan dirinya


merasakan ada sesuatu yang

berbeda pada dirinya.

Objektif:

1. Klien terlihat bicara atau tertawa

sendiri saat dikaji.

2. Bersikap seperti mendengarkan

sesuatu.

3. Berhenti bicara di tengah- tengah

kalimat untuk mendengarkan

sesuatu.

4. Disorientasi.

5. Kosentrasi rendah.

6. Pikiran cepat berubah-ubah.

7. Kekacauan alur pikiran.

Data dikaji dengan menanyakan suara

B. Isi Halusinaasi siapa yang didengar,berkata apabila

halusinasi yang dialami adalah

halusinas dengar, atau apa bentuk

bayangan yang dilihat oleh klien bila

jenis halusinasi adalah halusinasi

penglihatan, bau apa yang tercium

untuk halusinasi penghidu, rasa apa

yang dikecap untuk halusinasi

pengecapan, atau merasakan apa di


permukaan tubuh bila halusinasi

perabaan.

Data yang dikaji dengan menanyakan

C. Waktu dan Frekuensi kepada klien kapan pengalaman

Halusinasi halusinasi muncul, berapa kali sehari,

seminggu atau bulan, pengalaman

halusinasi itu muncul, bila mungkin

klien diminta menjelaskan kapan

persisnya waktu terjadi halusinasi

tersebut. Informasi ini penting untuk

mengidentifasi pencetus halusinasi dan

menentukan bilamana klien perlu

diperhatikan saat mengalami halusinasi.

Perlu diidentifikasi situasi yang dialami

D. Situasi Pencetus klien sebelum mengalami halusinasi.

Halusinasi Data dapat dikaji dengan menanyakan

kepada klien peristiwa atau kejadian

yang dialami sebelum halusinasi

muncul. Selain itu, juga bisa

mengobservasi apa yang dialamai klien

menjelang muncul halusinasi untuk

memvalidasi klien.
Untuk menentukan sejauh mana

E. Respon Klien halusinasi telah mempengaruhi klien

bisa dikaji dengan menanyakan apa

yang dilakukan oleh klien saat

mengalami pengalaman halusinasi.

Apakah klien masih bisa mengontrol

stimulus halusinasi atau sudah tidak

berdaya lagi terhadap halusinasi.

I. Rencana Tindakan Keperawatan : Terlampir .

J. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensorik: halusinasi (pendengaran, penglihatan)

2. isolasi sosial : menarik diri

3. resiko perilaku kekerasan


BAB III

TINJAUAN KASUS

 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

HALUSINASI

1.      Pengkajian Pasien Halusinasi

a.   Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat, tanggal
pengkajian,dan nomor rekam medis.

b.   Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor biologis,


factor psikologis, social budaya, dan factor genetic.

c.   Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap persepsi merasa
tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang,
kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan
dan penanganan gejala stress pencetus pada umunya mencakup kejadian
kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan
ansietas.

d.   Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social dan spiritual

e.   Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas motorik, alam
perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir,
tingkat kesadaran, memori, tingkat kosentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian, dan daya tilik diri.

f.    Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun maladaptive

g.    Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui saudara dapatkan adalah:

a. Jenis halusinasi
Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif dan subjektifnya. Data objektif
dapat dikaji dengan cara melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini
perawat dapat mengetahui isi halusinasi pasien.

Jenis Data objektif Data subjektif


halusinasi

Halusinasi -      Bicara atau tertawa -       Mendengar suara


sendiri atau kegaduhan
dengar
-      Marah-marah -       Mendengar suara
tanpa sebab yang bercakap-cakap

-      Menyedengkan -       Mendengar suara


telinga kearah menyuruh melakukan
tertentu sesuatu yang
berbahaya
-      Menutup telinga

Halusinasi -      Menunjuk-nunjuk -       Melihat bayangan,


kearah tertentu sinar, bentuk
Penglihata
geometris, bentuk
n -      Ketakutan pada kartoon, melihat
sesuatu hantu atau monster
Yang tidak jelas

Halusinasi -      Menghidu seperti -       Membaui bau-


sedang membaui bauan sperti bau
penghidung
bau-bauan tertentu darah, urin, feces,
an kadang-kadang bau
-      Menutup hidung itu menyenangkan

Halusinasi -      Sering meludah -       Merasakan rasa


seprti darah, urin atau
pengecapan -      Muntah feces

Halusinasi -      Menggaruk-garuk -       Mengatakan ada


permukaan kulit serangga
Perabaan
dipermukaan kulit

-       Merasa seperti
tersengat listrik

b.      Isi halusinasi

Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
c.    Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau
malam? Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus
menerus atau hanya sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau
setelah terjadi kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi
khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Sehingga
pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasinya dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.

d.    Respon halusinasi

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang
terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku
pasien saat halusinasi timbul.

2.  Pohon masalah

o Resiko perilaku mencedari diri akibat gangguan sensori/persepsi

Gangguan sensori/persepsi: Halusinasi penglihatan

Masalah utama: Isolasi social, Penyebab: Harga diri rendah

3.      Diagnosa Keperawatan

Menurut Yosep, 2015 diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

a.       Gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan

b.      Isolasi sosial

c.       Resiko periaku mencederai diri

d.      Harga diri rendah


4.      Rencana Tindakan Keperawatan

a.       Gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan

b.      Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :

1)      Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya

2)      Pasien dpat mengontrol halusinasinya

3)      Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

c.       Tindakan keperawatan

1)    Membantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi saudara dapat melakukannya


dengan cara berdiskusikan dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusiansi muncul dan respon pasien saat muncul.

2)   Melatih pasien mengontrol halusinasi.

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi saudara dapat


melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi :

o Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap


halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya. Kalau ini
dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi :
i. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
ii. Memperagakan cara menghardik
iii. Meminta pasien memperagakan ulang
iv. Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
o Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
halusinasi orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka
terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusiansi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
o Melakukan aktifitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktifitas yang teratur. Dengan beraktifitas secara terjadwal, pasien tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu pasien mengalami halusinasi biasa dibantu untuk
mengatasi halusinasinya dengan cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

Tahapan intervensinya sebagai berikut :

a. Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi


b. Mendiskusikan aktifitas yang dilakukan pasien
c. Melatih pasien melakukan aktiftas
d. Menyusun jadwal aktifitas sehari-hari sesuai dengan aktifitas yang telah
dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktifitas dari bangun pagi sampai tidur
malam, 7 hari dalam seminggu.
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan terhadap
perilaku pasien yang positif.
o Menggunakan obat secara teratur
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
1. Jelaskan guna obat
2. Jelaskan akibat bila putus obat
3. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
4. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

5.      Implementasi

Menurut Depkes, 2015 Implementasi adalah tindakan keperawatan yang


disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah di rencanakan perawat perlu memvalidasi rencana tindakan
keperawatan yang masih di butuhkan dan sesuai dengankondisi klien saat ini.
6.      Strategi Pelaksanaan

Halusin Pasien Keluarga


asi
Sp1 p SP 1 k

 Mengidentifikasi jenis  Mendiskusikan masalah yang


halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam rawat
 Mengidentifikasi isi pasien
halusinasi pasien  Menjelaskan pengertian, tanda
 Mengidentifikasi waktu dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi pasien halusinasi yang dialami pasien
 Mengidentifikasi frekuensi beserta proses terjadinya.
halusinasi pasien  Mejelaskan cara-cara merawat
 Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
SP II k
 Mengidentifikasi respon
pasien terhadap halusinasi  Melatih keluarga
 Mengajarkan pasien mempraktekkan cara merawat
menghardik halusinasi pasien dengan halusinasi
 Menganjurkan pasien  Melatih keluaraga melakukan
memasukkan cara cara merawat langsung kepada
menghardik halusinasi pasien halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian

SP II p
SP III k
 Mengevaluasi jadwal kegiatan
 Membantu keluarga membuat
harian pasien
jadwal kegiatan aktifitas di
 Melatih pasien mengendalikan
rumah termasuk minum obat
halusinasi dengan cara
 Menjelaskan follow up pasien
bercakap-cakap dengan orang
setelah pulang
lain.
 Menganjurkan pasien
memasukan dalam jadwal
kegiatan harian
SP III  p

 Mengevaluasi jadwal kegiatan


harian pasien
 Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien)
 Menganjurkan pasien
memasukan dalam kegiatan
harian

SP IV p

 Mengevaluasi jadwal kegiatan


harian pasien
 Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
 Menganjurkan pasien
memasukan dalam kegiatan
harian

7.      Evaluasi

Menurut Keliat, 2015 evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien.

Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.

S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan

O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan

A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah
masalah masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang
berlawanan dengan masalah yang masih ada.

P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Nidya. 2015. Buku Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska


Keliat &Akemat, (2015).Jurnal Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta
S. N. Ade Herma Direja. (2016).Asuhan Keperawan JiwaYogyakarta : Nuha Medik
W. Stuart, G. (2015).Buku Saku Keperawatan Jiwa.Edisi 5.Buku saku kedokteran
.Jakarta : EG
Yosep, Iyus. 2015.Keperawatan Jiwa. Reflika Aditama

Anda mungkin juga menyukai