LAPORAN PENELITIAN
JOVIENTO
JOVIENTO
Nim. 190563201076
1.2 Tujuan
Tujuan dari magang ini adalah untuk membuat peta kontur batimetri sebagai
informasi geospasial dasar kelautan sesuai dengan teknologi pemetaan terkini.
1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari magang ini yaitu dapat mengetahui langkah pembuatan
peta kontur batimetri dari data hasil survei serta informasi pendukung lainnya yang
tersedia dan terbaru.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batimetri
Menurut Setiyono (1996) informasi batimetri merupakan salah satu parameter
penting yang memainkan peran utama dalam kegiatan perencanaan struktur dekat
pantai seperti pekerjaan engineering, manajemen pelabuhan, penentuan jalur pipa,
operasi pengerukan, pengeboran minyak, penentuan jalur pelayaran, pendeteksian
topografi suatu perairan, dan lain sebagainya.
Batimetri merupakan proses penggambaran dasar perairan sejak pengukuran,
pengolahan hingga visualisasinya (Poerbandono et al, 2005).
Batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut, sehingga peta batimetri
memberikan informasi kondisi topografi dasar perairan. Peta batimetri dapat
memberikan manfaat terhadap beberapa bidang yang berkaitan dengan dasar laut,
seperti navigasi pada alur pelayaran, kelayakan lokasi budidaya dan lokasi wisata
bahari, karena batimetri termasuk salah satu faktor lingkungan yang menjadi syarat
untuk tujuan tersebut (Arief et al. 2013).
2.2 Echosounder
Echosounder merupakan salah satu teknik pendeteksian bawah air. Dalam
aplikasinya, Echosounder menggunakan instrument yang dapat menghasilkan beam
(pancaran gelombang suara) yang disebut dengan transduser. Echosounder adalah alat
untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan tekanan gelombang dari
permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai echo kembali dari dasar air
(Parkinson 1996).
Echosounder dilengkapi dengan proyektor untuk menghasilkan gelombang akustik
yang akan di masukan ke dalam air laut. Sonar bathymetric memerlukan proyektor
yang dapat menghasilkan berulang-ulang kali pulsa akustik yang dapat dikontrol.
Kegunaan dasar Echosounder adalah untuk mengukur kedalaman suatu perairan
dengan mengirimkan gelombang dari permukaan ke dasar dan dicatat waktunya
hingga Echo kembali dari dasar (Burdic 1991).
Bagian-bagian
Echosounder a. Time
Base
Time base berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran
pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Suatu perintah dari
time base akan memberikan saat kapan pembentuk pulsa bekerja pada unit
transmitter dan receiver. b. Transmiter
Transmitter berfungsi menghasilkan pulsa yang akan dipancarkan. Suatucperintah
dari kotak pemicu pulsa pada recorder akan memberitahukan kapan pembentuk pulsa
bekerja. Pulsa dibangkitkan oleh oscillator kemudian diperkuat oleh power amplifier,
sebelum pulsa tersebut disalurkan ke transducer . c. Transducer
Fungsi utama dari transducer adalah mengubah energi listrik menjadi energi suara
ketika suara akan dipancarkan ke medium dan mengubah energi suara menjadi energi
listrik ketika echo diterima dari suatu target. Selain itu fungsi lain dari transducer
adalah memusatkan energi suara yang akan dipantulkan sebagai beam. Pulsa
ditransmisikan secara bersamaan oleh keempat kuadran tetapi sinyal diterima oleh
masing-masing kuadran dan diproses secara terpisah. Keempat kuadran diberi label.
Sudut θ pada satu bidang dibedakan oleh perbedaan fase (a – b) dan (c – d), jumlah
sinyal (a + c) dibandingkan dengan jumlah sinyal (b + d). Sudut φ di dalam bidang
tegak lurus terhadap yang pertama adalah sama dibedakan oleh perbedaan fase antara
(a + b) dan (c + d). Kedua sudut tersebut mendefinisikan arah target yang spesifik
(MacLennan dan Simmonds, 2005). Kesulitan yang dihadapi untuk mengeliminir
faktor beam pattern dapat diatasi dengan menggunakan split beam method. Metode
ini menggunakan receiving transducer yang dibagi menjadi 4 kuadran. Pemancaran
gelombang suara dilakukan dengan full beam yang merupakan penggabungan dari
keempat kuadran dalam pemancaran secara simultan. Selanjutnya, sinyal yang
memancar kembali dari target diterima oleh masing-masing kuadran secara terpisah,
output dari masing-masing kuadran kemudian digabungkan lagi untuk membentuk
suatu full beam dengan 2 set split beam. Target tunggal diisolasi dengan
menggunakan output dari full beam sedangkan posisi sudut target dihitung dari kedua
set split beam. Transducer dengan sistem akustik split beam ini pada prinsipnya
terdiri dari empat kuadran yaitu Fore, Aft, Port dan Starboard transducer. Transducer
split beam memiliki beam yang sangat tajam (100) dan mempunyai kemampuan
menentukan posisi target dalam bentuk beam suara dengan baik yaitu dengan
mengukur beda fase dari sinyal echo yang diterima oleh kedua belah transducer . d.
Reciever
Receiver berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai
pencatat hasil echo. Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo
diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Selama
penerimaan berlangsung keempat bagian transducer menerima echo dari target,
dimana target yang terdeteksi oleh transducer terletak dari pusat beam suara dan echo
dari target akan dikembalikan dan diterima oleh keempat bagian transducer pada
waktu yang bersamaan Split beam echosounder modern memiliki fungsi Time Varied
Gain (TVG) di dalam sistem perolehan data akustik. TVG berfungsi secara otomatis
untuk mengeliminir pengaruh attenuasi yang disebabkan oleh geometrical sphreading
dan absorpsi suara ketika merambat di dalam air. e. Recorder
Recorder berfungsi untuk merekam atau menampilkan sinyal echo dan juga berperan
sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur waktu antara pemancaran pulsa
suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal kepada transmitter untuk
menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga mengirimkan sinyal ke
receiver untuk menurunkan sensitifitasnya (FAO 1983).
3.2 Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode pemetaan
digital. Pemetaan digital memiliki dua format data yaitu data raster dan data vector.
Proses pembuatan peta kontur menggunakan software untuk mengolah data survei
digital. Data yang digunakan adalah titik kedalaman hasil survei multibeam, SBES,
pasang surut dan Demnas.
Keseluruhan data titik (point) harus diintegrasikan dan diperiksa ulang untuk
memastikan memiliki nilai kedalaman/ketinggian kemudian dilakukan perubahan
geometri data point menjadi 3D point (point ZM). Perubahan input data point menjadi
fitur point ZM sebagai input data dalam perkiraaan bentuk permukaan (surface
approximation). Kunci utama dalam memahami bentuk medan (terrain) dasar laut
adalah resolusi horisontal dan akurasi vertikal hasil dari sonar system relatif lebih
rendah dari terrestrial surveys. Seringkali terdapat gap sepanjang garis pantai diantara
data batimetri data dataset elevasi terrestrial. Gap ini disebut juga
“tidal/shoreline region” harus diperhatikan, dimana data garis pantai yang ditentukan
berperan besar, agar dalam prosesnya tidak menghasilkan No Data gaps.
Mulai
Pengolahan
Peta Kontur
Selesai
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Hasil data digital dengan lokasi Sorong provinsi Papua Barat yang telah di
koreksi dengan data pasang surut diolah dengan menggunakan software Arcgis 10.2.
Dilakukan proses pembentukan DEM atau Digital Elevation Model. Data digital di
lakukan merge dengan data darat yaitu DEMNAS yang diperoleh dari website
tides.big.co.id/demnas. Data DEMNAS dlam bentuk TIFF di export dalam bentuk
shp.
Setelah data pemeruman di merge dengan data DEM darat dilakukan proses
interpolasi dengan metode regular grid yaitu natural neighbor lalu data kedalaman dan
garis pantai di olah dengan software Arcgis 10.2 sehingga di dapatkan peta interpolasi
natural neighbor perairan Sorong provinsi Papua Barat. Setelah proses interpolasi,
data hasil pemeruman dan data darat di lakukan proses topo to raster.
Kemudian dilakukan proses kontur dan dalam mengikuti aturan penyajian peta
LPI dengan skala peta yaitu 1:24.000 countur list dengan interval 2 m. Hasil kontur
dapat di lihat pada gambar 2. Data titik garis pantai digabungkan dalam data olahan
batimetri untuk dijadikan titik acuan koordinat garis pantai di lokasi penelitian.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Teknik pemetaan dengan metode pemetaan digital dalam proses pengolahan
pembuatan peta kontur batimetri menggunakan data perum dan data darat
menggunakan software global mapper dan Arcgis. Data digital harus diperhatikan
vegetasi kedalaman antara laut dengan darat tidak terjadi timpang tindih data
kedalaman yang sangat tidak signifikan. Data perum dan data darat telah disurutkan
terhadap MSL. Data darat dan laut di merge sebelum proses kontur dan data darat di
positif sedangkan nilai data perum di negatif agar data darat maupun data perum
memiliki perbedaan saat di lakukan proses pengolahan peta kontur.
5.2 Saran
1. Dibutuhkan teknik dasar dalam pengolahan data agar lebih mudah mempelajari
proses koreksi pasut.
2. Mempelajari MSL dalam pengolahan data darat yang diperoleh dalam data
DEMNAS
DAFTAR PUSTAKA
Arifianti, Y. 2011. Potensi Longsor Dasar Laut di Perairan Maumere. Bulletin
Vulkanologi dan Bencana Geologi., 6(1): 53 – 62.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P,. dan Sitepu M. J. 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta
DISHIDROS-TNI AL. 2005. Peta No.1, Simbol Dan Singkatan Peta Laut. Jakarta. 89
hlm.
Ongkosongo, Otto S.R dan Suyarso. 1989. Pasang-Surut. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Jakarta, 257 hlm.
Pipkin, B.W., D.S Gorsline., R. E. Casey and D.E. Hammond. 1987. Laboratory
Exercises in Oceanography. 2nd Edition. W.H. Freeman and Company, New
York.
Tania Dina, 2009. Sebaran Endapan Plaser Timah Daerah Laut Cupat Dan Sekitarnya,
Perairan Bangka Utara, Kabupaten Bangka Barat, Propinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2 (2) Juli 2009.