Anda di halaman 1dari 8

Strategi Pengembangan Sektor Air Bersih

Rumusan strategi pengembangan SAB dispesifikkan ke dalam aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan dampak positif dalam masing-masing
aspek secara proporsional, berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan (social
benefit). Rumusan diangkat dari strategi pengelolaan sumber daya air (Le Moigne et al., 1994),
seperti disajikan dalam Tabel 4. Strategi selanjutnya diuraikan lebih spesifik dalam sasaran dan
langkah operasional kurang lebih setara dengan program pembangunan.

Aspek Sosial
Strategi dalam aspek sosial bertujuan meletakkan landasan kelembagaan bagi berfungsinya
penyelenggaraan pelayanan air bersih seoptimal mungkin. Strategi dinyatakan dalam dua hal
yakni peningkatan tingkat pelayanan air bersih dan pengembangan kelembagaan sektor bersih.
Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa tingkat akses atau pelayanan air bersih
baru mencapai 19 persen. Sebagian besar penduduk, atau sekitar 47.5 persen masih
mengandalkan air bersih dari sumur. Dengan strategi ini diharapkan semakin banyak penduduk
mengakses air yang memenuhi syarat kesehatan dan memperoleh social benefit lain dari
konsumsi air bersih.
Strategi peningkatan tingkat pelayanan penduduk mempunyai dua sasaran. Pertama,
pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota dan 60 persen penduduk kabupaten. Hampir
seluruh kota dan kabupaten di Indonesia belum mencapai sasaran tersebut seperti yang
diinginkan dalam Keputusan Mendagri No 47 tahun 1999 tentang Pedomen Kinerja PDAM.
Langkah operasional untuk mencapai sasaran dapat mencakup program-program pembangunan
terintegrasi, misalnya pembangunan perkotaan atau pengentasan kemiskinan maupun
pembangunan sektoral, misalnya pengembangan wilayah pemukiman dan wilayah industri.
Pengalaman Surabaya dalam pembangunan perkotaan, yakni program perbaikan kampung
(Kampoong Improvement Project Urban) pada tahun 1980an terbukti efektif meningkatkan
pelanggan rumah tangga dari 68862 pada tahun 1982 menjadi 116257 sambungan pada tahun
1990. Sementara itu, program jaring pengamanan sosial yang dikaitkan dengan penyediaan
sarana air bersih kepada rumah tangga berhasil menambah 1349 pelanggan (setara 14 persen) di
wilayah PDAM Nganjuk, menjadi 11212 pelanggan pada tahun 1998. Sedangkan program
pembangunan sektoral, sekalipun lebih sering berorientasi jangka pendek, nampaknya cukup
efektif meningkatkan jumlah sambungan air bersih. Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya
wilayah-wilayah pemukiman atau industri baru, dimana saluran air bersih menjadi salah satu
insentif yang ditawarkan oleh pengembang.
Kedua, sasaran pemanfaatan air bersih untuk kepentingan sosial secara selektif. Sesuai
dengan SKB Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984, PDAM sebagai pelaku ekonomi SAB
bersifat memberi jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Hal ini berimplikasi bahwa
PDAM harus mampu merumuskan kepentingan-kepentingan sosial secara obyektif, disesuaikan
dengan keadaan internalnya, dan memilih wilayah operasi yang seharusnya. Langkah operasional
sasaran kedua ini telah dikerjakan melalui alokasi air bersih kepada terminal sambungan hidran
umum. Langkah operasional lain sekalipun kurang berkorelasi langsung dengan strategi
peningkatan pelayanan penduduk adalah suplai air bersih kepada wilayah-wilayah krisis air atau
bencana lainnya.
Strategi kedua dalam aspek sosial adalah pengembangan kelembagaan SAB. Strategi ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kelembagaan SAB, terkait dengan PDAM maupun
eksternal dengan pihak lain, belum berjalan optimal menyelenggarakan pelayanan air bersih. Hal
tersebut secara tidak langsung menempatkan SAB berjalan sendiri (status quo) dalam
pembangunan SAB. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur kelembagaan baru yang
diyakini lebih efektif dan efisien tidak dapat direalisasi, dan senantiasa dapat melahirkan
kebocoran (externality) yang merugikan salah satu pihak. Dengan strategi ini semua pihak
(stakeholder) diharapkan dapat melihat secara obyektif faktor atau variabel yang mempengaruhi
tingkat akses air bersih dan menemukan rumusan lembaga pengelolaan SAB yang lebih efisien
dan sustainable.

Tabel 4. Strategi, Sasaran dan Langkah Operasional dalam Pengembangan Sektor Air Bersih

Strategi Sasaran Langkah Operasional


I Aspek Sosial
1. Peningkatan tingkat a. Peningkatan pelayanan hingga - Pembangunan wilayah kota terintegrasi
pelayanan pendu- 80 persen penduduk wilayah - Pengentasan kemiskinan
duk kota dan 60 persen penduduk - Program-program pengamanan sosial (social
kabupaten safety net) yang terkait dengan SAB
- Pengembangan wilayah pemukiman
- Pembangunan wilayah industri
b. Pemanfaatan air bersih bagi - Pembangunan hidran umum
kepentingan sosial - Membantu wilayah yang mengalami krisis air
2. Pengembangan a. Membangun partisipasi - Membentuk jaringan komunikasi antar stake-
kelembagaan masyarakat dalam holder dalam pembangunan SAB
sektor bersih pembangunan SAB - Melakukan analisis tentang konsumsi air bersih
secara periodik
b. Mengembangkan kelembagaan - Merumuskan hubungan kelembagaan yang kondusif
ekonomi SAB yang bagi pengembangan SAB
efisien dan berkelanjutan - Pengelolaan terpadu, sharing, atau merger
- Memperkuat kemandirian dan otoritas PDAM
- Perumusan standar evaluasi kinerja PDAM yang
mempertimbangkan aspek lingkungan
- Mengevaluasi kinerja PDAM
c. Mengembangkan kelembagaan - Membangun mekanisme insentif reward dan
hukum SAB punishment
II Aspek Ekonomi
1. Peningkatan kinerja a. Peningkatan pendapatan - Kebijakan harga yang optimal
PDAM PDAM - Peningkatan tarif (harga) air
- Penetapan harga (price discrimination) di antara dan
di dalam kelompok konsumen
b. Peningkatan efisiensi dan - Perbaikan dan pemeliharaan sistem distribusi
keuntungan PDAM - Pendidikan / ketrampilan SDM (human capital) SAB
- Perbaikan manajemen dan mutu pelayanan
- Partisipasi swasta
2. Peningkatan share a. Meningkatkan share sektor - Peningkatan pertumbuhan permintaan air bersih
dan dampak air bersih di atas 0.17 persen - Peningkatan investasi
ekonomi wilayah b. Peningkatan aktifitas ekonomi - Peningkatan aktifitas ekonomi ke belakang
wilayah yang terkait dengan - Peningkatan aktifitas ekonomi ke depan
SAB - Pembangunan infrastruktur
- Pembangunan sektor jasa
III Aspek Lingkungan
1. Peningkatan a. Pengembangan sumber-sumber - Investasi pengembangan sumber air baku
kuantitas dan air baku - Eksplorasi air baku
Strategi Sasaran Langkah Operasional
kualitas air bersihb. Pemeliharaan kualitas air baku - Evaluasi kualitas air baku dan air bersih
- Sistem monitoring dini kualitas air
- Penerapan teknologi pengolahan air baku
2. Peningkatan daya a. Perbaikan kualitas sumber - Analisis potensi dan panenan sumber daya air
daya
dukung lingkungan alam dan lingkungan - Konservasi sumber daya hutan, tanah dan air
sumber daya air sumber daya air - Penerapan baku mutu lingkungan
b. Pengendalian alokasi air baku - Pembinaan dan penyuluhan lingkungan
- Memperkuat mekanisme pengawasan dan hukum

Strategi pengembangan kelembagaan SAB mempunyai tiga sasaran. Pertama, membangun


partisipasi masyarakat dalam pembangunan SAB. Hubungan antara PDAM sebagai produsen
dan pelanggan sebagai konsumen belum cukup untuk menggali potensi keuntungan dalam
pembangunan SAB. Partisipasi masyarakat harusnya menyentuh sisi ilmiah dan akademis
sehingga dapat mengidentifikasi karakteristik air bersih dari segala sudut pandang, dan
melibatkan sektor-sektor yang profesional dibidangnya. Langkah operasional sasaran pertama ini
diprioritaskan kepada pembentukan jaringan komunikasi antar stakeholder yang terlibat dalam
pembangunan SAB, terutama dari unsur pemerintah, sektor swasta, masyarakat konsumen,
lembaga swadaya masyarakat dan para peneliti. Jaringan tidak cukup hanya memfasilitasi
pemecahan masalah, tetapi juga menjalankan komunikasi berkadar ilmiah tinggi yang kaya
insentif bagi penemuan teknologi baru. Jaringan di tingkat internasional yang menangani
sumber daya air dan termasuk SAB adalah Global Water Parnership. Langkah berikutnya dapat
melakukan berbagai kajian sehubungan perilaku konsumsi air bersih dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Berbagai kaijian (World Bank, 1993; Jordan and Elnagheeb; 1993)
memperlihatkan masyarakat dapat menampilkan tanggapan dan partisipasinya (willingness to
pay) terhadap sambungan pipa baru maupun perbaikan pelayanan maupun kualitas air PDAM.
Kedua, sasaran mengembangkan kelembagaan ekonomi SAB yang efisien dan
berkelanjutan. Seperti diketahui, keberadaan PDAM sebagai lembaga ekonomi pelaku air bersih
sepenuhnya terkait dengan pemerintah kota atau kabupaten. Keadaan seperti ini dalam banyak
hal berlawanan dengan economic of scale maupun efisiensi alokasi sumber-sumber air baku
sehingga potensi benefit tidak terealisasi akibat dari struktur kelembagaan saat ini. Langkah
operasional yang disarankan adalah merumuskan hubungan kelembagaan antar PDAM, dengan
pemerintah dan sektor swasta yang menjamin efisiensi alokasi air baku dan operasi pelayanan
pelanggan. Selanjutnya dapat ditetapkan pilihan-pilihan pengelolaan yang paling
menguntungkan. Sebagai contoh, PDAM Surabaya, Gresik dan Sidoarjo berpeluang memperoleh
social benefit yang relatif besar seandainya berada dalam satu manajemen. Hal yang sama dapat
dilakukan antara wilayah kota dan kabupaten, bahkan merger dalam satu eks karesidenan. SAB
di Malaysia hanya memiliki 18 institusi pengelolaan (Malaysia Water Supply Development,
2001), jauh lebih efisien dibanding 307 PDAM yang ada di Indonesia, atau 37 PDAM di Jawa
Timur. Langkah operasional berikutnya adalah membangun mekanisme kelembagaan yang
mendukung otoritas dan kemandirian PDAM terhadap pembinaan berlebihan secara fungsional
oleh Pemda dan secara teknis oleh Dirjen teknis terkait. Sasaran mengembangkan kelembagaan
ekonomi yang sustainable dapat diimplementasikan dengan memasukkan peubah-peubah
lingkungan di dalam standar evaluasi kinerja PDAM, misalnya menerapkan ISO 9000 atau audit
lingkungan. Dengan demikian, seluruh proses produksi, distribusi air bersih dan lingkungan
sekitarnya terlindungi oleh standar kualitas yang tinggi.
Ketiga, mengembangkan kelembagaan hukum SAB. Perangkat hukum SAB tidak harus
eksklusif tetapi dapat melekat dengan aturan hukum yang berlaku. Insentif berupa penghargaan
perlu diberikan kepada stakeholder yang berjasa mengembangkan atau mendukung
pembangunan sektor air bersih, dan sebaliknya sangsi diberikan kepada yang melanggar atau
kontra-produktif dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan air bersih.

Aspek Ekonomi
Strategi dalam aspek ekonomi bertujuan membentuk lembaga ekonomi SAB yang sehat dan
meningkatkan peran dan dampak SAB terhadap perekonomian wilayah. Strategi dinyatakan
dalam dua hal yakni (i) peningkatan kinerja keuangan dan operasional dan (ii) peningkatan share
dan dampak SAB dalam ekonomi wilayah. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan
bahwa kinerja keuangan sebagian besar PDAM (82 persen secara nasional), atau 29 dari 37
PDAM di Jawa Timur terutama tipe A dan B, dalam posisi merugi dan stagnan. Dalam posisi ini
PDAM umumnya tidak punya pilihan untuk berinvestasi dan mengembangkan kegiatannya.
Dengan strategi ini diharapkan PDAM sebagai lembaga ekonomi dapat menghasilkan surplus
usaha, dan menempatkannya sebagai sektor usaha yang dapat menarik investasi, sehingga dapat
mempercepat pencapaian tingkat pelayanan.
Strategi peningkatan kinerja keuangan dan operasional PDAM memuat dua sasaran.
Pertama, peningkatan pendapatan PDAM. Output yang dihasilkan oleh SAB dapat dipisahkan
dalam pendapatan air dan non air. Pendapatan air berasal dari rekening (tarif) air bulanan
pelanggan, sedangkan pendapatan non air berupa beaya penyambungan (connection fee), tenaga
listrik yang dihasilkan, sewa aset dan jasa-jasa lain yang mencapai 11 persen pada tahun 2000.
Langkah operasional meningkatkan pendapatan adalah dengan kebijakan harga (pricing policy)
yang optimal pada seluruh jenis pendapatan tersebut. Pada wilayah dimana tingkat pelayanan
masih rendah, terutama PDAM tipe A dan B, antara tarif air dan beaya penyambungan
hendaknya diintegrasikan. Menurut Bappenas (1999), rata-rata beaya penyambungan PDAM
(connection fee) tergolong relatif tinggi sehingga cukup signifikan menghalangi konsumsi air
yang berkualitas. Beaya penyambungan tersebut dapat diturunkan untuk meningkatkan tingkat
pelayanan dan pendapatan air dalam bulan-bulan berikutnya. Langkah operasional berikutnya
adalah meningkatkan tarif (harga) air. Rata-rata harga air di Indonesia adalah 484 rupiah per m3
(tahun 1994), setara 30 persen dibawah marginal cost (Bappenas 1999). Dalam rangka
meningkatkan keragaan SAB, harga air perlu dinaikkan sebesar 3 dan 2 persen per tahun masing-
masing bagi PDAM besar dan kecil. Berdasarkan skenario Bappenas tersebut, harga air sebesar
650 rupiah per m3 pada tahun 1995 naik menjadi masing-masing 950 dan 800 rupiah per m 3
pada PDAM besar dan kecil pada tahun 2008. Sementara itu upaya meningkatkan pendapatan air
dapat juga dilakukan dengan mendiskriminasi tarif air terutama di dalam kelompok konsumen.
Diskriminasi tarif di antara kelompok konsumen, seperti rumah tangga, industri, jasa, atau
pemerintahan, umumnya telah dilakukan oleh sebagian besar PDAM. Sedangkan diskriminasi di
dalam kelompok konsumen, misalnya rumah tangga di pusat kota dan di pinggiran atau
kampung, belum dilakukan oleh hampir seluruh PDAM kabupaten dan sebagian PDAM kota
atau PDAM tipe A dan B di Jawa Timur.
Kedua, meningkatkan efisiensi dan keuntungan PDAM. Kapasitas produksi efektif
nasional produksi air bersih baru mencapai 92 persen dari kapasitas terpasang. Tingkat
inefisiensi PDAM yang menonjol adalah kebocoran air yang melebihi angka (yang disarankan)
20 persen. Kebocoran PDAM Surabaya pada tahun 1999 sebesar 38 persen mengakibatkan
hilangnya pendapatan (dan sekaligus keuntungan) sebesar 77 juta rupiah per hari, atau 28 miliar
rupiah setahun. Langkah operasional yang mendesak adalah memperbaiki sistem distribusi untuk
menekan kebocoran air tersebut. Investasi dalam kegiatan tersebut mutlak dilakukan setiap
periode untuk memelihara hubungan dengan atau menambah konsumen. Langkah operasional
lainnya adalah investasi dalam sumber daya manusia SAB dan meningkatkan kinerja mutu dan
pelayanan. Partisipasi swasta dalam SAB merupakan kunci penting peningkatan efisiensi secara
umum, disamping dapat mengurangi beban investasi pemerintah. Lebih dari itu, partisipasi
swasta juga berhasil mengefisienkan investasi dan kapasitas produksi hingga 17 dan 37 persen,
serta menaikkan tingkat pelayanan hingga 5.5 persen (Iwan Nugroho, 2002). Peluang partisipasi
swasta di Indoneia cukup besar. Depkimpraswil (2002) telah menyusun 16 wilayah potensial
(Tabel 5) dengan nilai investasi total 565 juta dolar guna menambah kapasitas produksi sebesar
19.9 m3 per detik (22 persen dari kapasitas produksi tahun 2000). Studi kelayakan menghasilkan
internal rate of return berkisar 19 hingga 25 persen dan menawarkan pilihan partisipasi konsesi.
Strategi kedua dalam aspek ekonomi adalah peningkatan share dan dampak SAB
terhadap PDRB. Share SAB dalam PDB pada tahun 1999 relatif kecil, yakni 0.17 persen, atau
dalam nilai absolut sebesar 1.875 triliun rupiah. Rendahnya nilai tambah tersebut menunjukkan
masih sangat diperlukan upaya pengembangan SAB. Dengan strategi tersebut diharapkan SAB
meningkat peran ekonominya dan memberikan dampak yang lebih luas kepada sektor-sektor
ekonomi lainnya.

Tabel 5. Peluang Partisipasi Swasta dalam Pengelolaan Air Bersih di Indonesia

Kap Produksi Sambu-


Tarif Beaya
1 Jumlah Keboco- ngan
No Wilayah Proyek Ren- Rata- inves-
Penduduk2 Saat ini ran Air Rumah
cana rata tasi
Tangga
jiwa lt dt-1 lt dt-1 persen persen Rp m-3 juta $
1 Kota Pekanbaru 566063 440 1560 65 77 1088 61
2 Kota Dumai 144570 20 580 70 70 1380 35
3 Kota Padang 806489 825 2000 40 93 670 88
4 Kota Lampung 852450 625 2171 45 78 683 133
5 Kab Serang 1583905 1400 7300 39 40 1875 114
6 Kab Tangerang (Ciputat, Pamulang, 2818543 3200 400 25 97 2200 23
dan Pondok Aren) (661348)
7 Kab Tangerang (Cipondoh, Cileduk) 1573492 1300 400 31 100 3600 18
(580689)
8 Kab Bogor (Gunung Putri, Cileungsi) 2919217 1000 250 36 99 3600 17
(242105) (100)
9 Kab Depok (Sawangan) 755550 500 200 36 99 3400 8
(177713)
10 Kab Bekasi (Cikarang) 1617664 160 300 50 98 3400 16
(250000) (100)
11 Kab Bekasi (Pondok Gede, Jati Asih) 1537847 840 250 51 98 3000 9
(433757)
12 Kab Purwakarta (Purwakarta, 629897 314 280 20 85 2997 8
Jatiluhur, Cempaka) (20334)
13 Kab Subang (Subang, Kalijati, 1240000 164 175 20 89 2645 5
Kap Produksi Sambu- Tarif Beaya
Jumlah Keboco-
No Wilayah Proyek1 Ren- ngan Rata- inves-
Penduduk2 Saat ini ran Air
cana Rumah rata tasi
Pagaden) (93945) Tangga
14 Kab Indramayu (Anjatan, Sukra, 1560550 522 225 31 90 3230 7
Haurgeulis) (179567)
15 Kab Cirebon 1827827 328 283 27 85 1708 3
(Weru dan sekitarnya) (205000)
16 Surabaya dan sekitarnya 6450250 9211 3500 36 70 676 113
Jumlah atau rata-rata 19874 178 1368 2150 656
1 2
Angka di dalam tanda kurung adalah wilayah dan jumlah penduduk dalam pelayanan air bersih
Sumber: Departemen Kimpraswil (2002)

Strategi secara keseluruhan memuat dua sasaran. Pertama, meningkatkan share relatif SAB
di atas 0.17 persen. Sasaran ini memuat komitmen kuat di dalam rangka pembangunan SAB
secara berkesinambungan. Tujuannya bukan untuk mencapai angka share setinggi-tingginya,
tetapi memandu seluruh stakeholder untuk konsisten dan bertahap memperoleh kemajuan
disesuaikan dengan karakteristik pelayanan air bersih wilayah. Langkah operasional mencapai
sasaran tersebut pada dasarnya adalah meningkatkan permintaan air bersih pada tingkat
pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat diintegrasikan di dalam pembangunan perkotaan atau
sektoral seperti diuraikan sebelumnya. Permintaan akhir terhadap SAB dapat ditingkatkan oleh
komponen investasi, khususnya yang ditanamkan untuk memperoleh economic of scale
perusahaan.
Kedua, meningkatkan aktifitas ekonomi wilayah yang terkait dengan SAB. Sasaran ini
dapat dicapai dengan peningkatan akitifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang, ke depan, dan
pembangunan sektor lain yang relevan. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang meliputi
seluruh sektor yang menyediakan bahan baku dan berperan dalam produksi air bersih, misalnya
mencari sumber-sumber air baku dan pemeliharaan kualitas dan kuantitas air baku. Aktifitas
ekonomi dalam kaitan ke depan meliputi seluruh sektor yang menggunakan air bersih dan output
lain SAB—khususnya sektor jasa pariwisata. Multiplier air bersih pada hotel dan restoran
mencapai 1.01 dan 1.08, termasuk tertinggi di propinsi Jawa Timur (Iwan Nugroho, 2002).
Artinya kenaikan output sebesar satu juta rupiah pada dua sektor tersebut akan menaikkan
permintaan air sebesar 1.01 dan 1.08 m3. Diperoleh pula suatu angka elastisitas penyediaan air
bersih terhadap PDRB sebesar 0.66. Artinya kenaikan permintaan terhadap volume air PDAM
terjual sebesar 1 kali akan meningkatkan PDRB sebesar 0.66 kali. Implikasinya, untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi 6 hingga 7 persen sebagai ukuran untuk memulihkan perekonomian,
maka volume air terjual harus tumbuh sebesar 10 persen. Angka tersebut telah tercapai dan
sesuai dengan pertumbuhan air terjual selama ini.
Sementara itu langkah operasional yang relevan adalah peningkatan pembangunan
infrastruktur. Infrastruktur listrik (Bank Dunia, 1993) maupun telepon (Iwan Nugroho, 2002)
sangat signifikan mendorong pengembangan SAB. Kemajuan pembangunan secara umum, atau
dinyatakan dengan peningkatan pendapatan secara signifikan meningkatkan apresiasi terhadap
air bersih.
Aspek Lingkungan
Strategi dalam aspek lingkungan bertujuan mendukung terselenggaranya alokasi air baku
dan pelayanan air bersih yang optimal dan memenuhi kaidah-kaidah konservasi dan daya dukung
lingkungan. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni (i) peningkatan kuantitas dan kualitas air
bersih dan (ii) peningkatan daya dukung lingkungan sumber daya air. Strategi pertama dilatar
belakangi oleh keadaan bahwa secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah
tangga pelanggan PDAM) belum memenuhi standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari,
yakni mencapai 48 m3 per orang atau setara dengan 132 liter per hari. Di sisi lain sebagian besar,
atau 47.5 persen penduduk mengkonsumsi air bersih dari sumur yang diragukan terjamin
kualitasnya. Dengan strategi ini diharapkan pelayanan air bersih yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan dan kuantitasnya bagi sebanyak-banyaknya penduduk dapat segera direalisasikan, dan
sekaligus mencerminkan alokasi air baku (air sumur atau sumber lain) secara terukur dan
bertanggungjawab.
Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih memiliki dua sasaran. Pertama,
pengembangan sumber-sumber air baku baru. Secara umum kapasitas produksi air bersih
berdasarkan sumber-sumber air baku yang ada tidak akan cukup memenuhi permintaan air bersih
pada masa mendatang. Oleh karena itu langkah operasional terencana dan terpadu dalam jangka
panjang tidak dapat dikerjakan oleh SAB sendiri. Khususnya. di sekitar Surabaya (wilayah
Gerbang Kertosusila) (Bappeda Surabaya., 1999), sistem penyediaan dan upaya peningkatan air
baku telah terkoordinasi di dalam perencanaan pengelolaan DAS Brantas oleh Perum Jasa Tirta.
Sistem pengelolaan DAS Brantas telah mampu memanfaatkan air baku sekitar 50 persen dari
kapasitas maksimumnya, termasuk paling efisien di Indonesia. Kerangka kebijakan telah
disiapkan hingga tahun 2018 (Gambar 1), yakni menambah air baku sejumlah 137 juta m3 per
tahun (setara 4.4 m3 per detik, hingga tahun 2006) dan 210 juta m 3 per tahun (setara 6.7 m3 per
detik, hingga tahun 2018).
Kedua, pemeliharaan kualitas air
baku. PDAM yang menggunakan air
baku dari sumur dalam atau mata air
relatif tidak bermasalah dalam
memelihara kualitas air, yakni cukup
dengan sistem injeksi desinfektan
kaporit sejumlah 0.2 hingga 0.4 mg per
liter di dalam sistem pengolahan air
yang relatif sederhana. Sedangkan
PDAM yang menggunakan bahan baku
air permukaan, oleh karena keadaannya
relatif terbuka terhadap gangguan sifat-
sifat kimia, fisika dan biologi air,
memerlukan proses pengolahan yang
canggih dan rumit—meliputi
sedimentasi awal, aerator (proses
oksidasi), flokulasi, sedimentasi akhir,
dan penyaringan—untuk memperbaiki
kualitas air. Langkah operasional yang
perlu segera diberlakukan adalah

Gambar 1. Peta Air Baku PDAM Surabaya


Map
menerapkan sistem monitoring dini kualitas air. Hal ini relevan pada PDAM Surabaya karena
relatif sering menghadapi penurunan kualitas air bersih yang tidak terduga pada musim kemarau.
Di sisi lain, perbaikan teknologi pengolahan perlu diupayakan terus menerus selain alasan
efisiensi.
Strategi kedua dalam aspek lingkungan adalah peningkatan daya dukung lingkungan
sumber daya air. Strategi ini sekalipun tidak di bawah wewenang SAB namun menjadi relevan
dikemukakan karena alasan keterkaitan ekologis dan dampak-dampaknya. Sumber daya air
adalah bagian dari sumber daya alam dan lingkungan yang harus dipelihara dan ditingkatkan
kualitasnya agar dapat mengalirkan manfaat sebagai air baku secara optimal dan berkelanjutan.
Sejauh ini yang terkait dalam arti luas dengan pengelolaan air baku meliputi sektor-sektor
kehutanan, pertambangan atau geologi, pekerjaan umum dan pemerintah daerah. Sektor
kehutanan berwenang dalam perlindungan wilayah hutan serta sumber daya tanah dan air di
dalamnya, Direktorat Geologi memiliki otoritas dalam eksplorasi air bawah tanah, dan
departemen PU/Kimpraswil berwenang mengelola air permukaan. Sementara itu, pengelolaan air
permukaan di wilayah DAS Brantas telah diserahkan secara fungsional kepada institusi Perum
Jasa Tirta. Sedangkan pemerintah daerah bergerak menjalankan kebijakan sektoral dan
menerima umpan balik hasil pengelolaan air. Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa
mekanisme pengelolaan air baku relatif rumit dan berpeluang menimbulkan pelanggaran dalam
alokasinya. Dengan melihat keadaan obyektif tersebut, strategi peningkatan daya dukung
lingkungan sumber daya air diharapkan dapat terkoordinasi sekaligus terfokus untuk
menghasilkan keluaran air baku bagi kepentingan air bersih tanpa dikendalai penurunan daya
dukung lingkungan.
Strategi peningkatan daya dukung lingkungan memiliki dua sasaran. Pertama, perbaikan
kualitas sumber daya alam dan lingkungan sumber daya air. Langkah operasional terpenting
adalah menganalisis potensi dan panenan aktual air baku pada masing-masing wilayah. PDAM
dapat menggunakan hasil-hasil analisis yang terkait dengan neraca air dari berbagai sumber atau
berinisiatif untuk hal tersebut. Upaya selanjutnya adalah mengkoordinasikan seluruh stakeholder
dalam wadah seperti diuraikan dalam strategi aspek sosial, untuk merumuskan plihan-pilihan
perlindungan sumber daya hutan, tanah dan air atau ekosistem yang terkait. Langkah lainnya
adalah pendekatan material balance dengan menerapkan instrumen baku mutu lingkungan
sumber daya air.
Kedua, mengendalikan alokasi air baku. Alokasi air baku yang tidak terukur dilakukan oleh
rumah tangga dan jasa atau industri dalam bentuk air sumur, mata air, sumur dalam, atau air
permukaan. Hal tersebut tidak dapat ditoleransi lagi pada wilayah-wilayah dengan daya dukung
yang terbatas, karena mengakibatkan interusi air laut dan kemungkinan subsidensi, misalnya di
Surabaya (Bappeda Jatim-BPPT, 1995) atau Jakarta (World Bank, 1994). Langkah operasional
untuk sasaran kedua ini adalah melakukan pembinaan dan penyuluhan lingkungan kepada
masyarakat. Langkah berikutnya adalah menerapkan mekanisme hukum dengan insentif
penghargaan atau sangsi bagi penyelamat atau pelanggar kaidah-kaidah lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai