Rumusan strategi pengembangan SAB dispesifikkan ke dalam aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan dampak positif dalam masing-masing
aspek secara proporsional, berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan (social
benefit). Rumusan diangkat dari strategi pengelolaan sumber daya air (Le Moigne et al., 1994),
seperti disajikan dalam Tabel 4. Strategi selanjutnya diuraikan lebih spesifik dalam sasaran dan
langkah operasional kurang lebih setara dengan program pembangunan.
Aspek Sosial
Strategi dalam aspek sosial bertujuan meletakkan landasan kelembagaan bagi berfungsinya
penyelenggaraan pelayanan air bersih seoptimal mungkin. Strategi dinyatakan dalam dua hal
yakni peningkatan tingkat pelayanan air bersih dan pengembangan kelembagaan sektor bersih.
Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa tingkat akses atau pelayanan air bersih
baru mencapai 19 persen. Sebagian besar penduduk, atau sekitar 47.5 persen masih
mengandalkan air bersih dari sumur. Dengan strategi ini diharapkan semakin banyak penduduk
mengakses air yang memenuhi syarat kesehatan dan memperoleh social benefit lain dari
konsumsi air bersih.
Strategi peningkatan tingkat pelayanan penduduk mempunyai dua sasaran. Pertama,
pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota dan 60 persen penduduk kabupaten. Hampir
seluruh kota dan kabupaten di Indonesia belum mencapai sasaran tersebut seperti yang
diinginkan dalam Keputusan Mendagri No 47 tahun 1999 tentang Pedomen Kinerja PDAM.
Langkah operasional untuk mencapai sasaran dapat mencakup program-program pembangunan
terintegrasi, misalnya pembangunan perkotaan atau pengentasan kemiskinan maupun
pembangunan sektoral, misalnya pengembangan wilayah pemukiman dan wilayah industri.
Pengalaman Surabaya dalam pembangunan perkotaan, yakni program perbaikan kampung
(Kampoong Improvement Project Urban) pada tahun 1980an terbukti efektif meningkatkan
pelanggan rumah tangga dari 68862 pada tahun 1982 menjadi 116257 sambungan pada tahun
1990. Sementara itu, program jaring pengamanan sosial yang dikaitkan dengan penyediaan
sarana air bersih kepada rumah tangga berhasil menambah 1349 pelanggan (setara 14 persen) di
wilayah PDAM Nganjuk, menjadi 11212 pelanggan pada tahun 1998. Sedangkan program
pembangunan sektoral, sekalipun lebih sering berorientasi jangka pendek, nampaknya cukup
efektif meningkatkan jumlah sambungan air bersih. Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya
wilayah-wilayah pemukiman atau industri baru, dimana saluran air bersih menjadi salah satu
insentif yang ditawarkan oleh pengembang.
Kedua, sasaran pemanfaatan air bersih untuk kepentingan sosial secara selektif. Sesuai
dengan SKB Mendagri dan Menteri PU No 4 tahun 1984, PDAM sebagai pelaku ekonomi SAB
bersifat memberi jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum. Hal ini berimplikasi bahwa
PDAM harus mampu merumuskan kepentingan-kepentingan sosial secara obyektif, disesuaikan
dengan keadaan internalnya, dan memilih wilayah operasi yang seharusnya. Langkah operasional
sasaran kedua ini telah dikerjakan melalui alokasi air bersih kepada terminal sambungan hidran
umum. Langkah operasional lain sekalipun kurang berkorelasi langsung dengan strategi
peningkatan pelayanan penduduk adalah suplai air bersih kepada wilayah-wilayah krisis air atau
bencana lainnya.
Strategi kedua dalam aspek sosial adalah pengembangan kelembagaan SAB. Strategi ini
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kelembagaan SAB, terkait dengan PDAM maupun
eksternal dengan pihak lain, belum berjalan optimal menyelenggarakan pelayanan air bersih. Hal
tersebut secara tidak langsung menempatkan SAB berjalan sendiri (status quo) dalam
pembangunan SAB. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur kelembagaan baru yang
diyakini lebih efektif dan efisien tidak dapat direalisasi, dan senantiasa dapat melahirkan
kebocoran (externality) yang merugikan salah satu pihak. Dengan strategi ini semua pihak
(stakeholder) diharapkan dapat melihat secara obyektif faktor atau variabel yang mempengaruhi
tingkat akses air bersih dan menemukan rumusan lembaga pengelolaan SAB yang lebih efisien
dan sustainable.
Tabel 4. Strategi, Sasaran dan Langkah Operasional dalam Pengembangan Sektor Air Bersih
Aspek Ekonomi
Strategi dalam aspek ekonomi bertujuan membentuk lembaga ekonomi SAB yang sehat dan
meningkatkan peran dan dampak SAB terhadap perekonomian wilayah. Strategi dinyatakan
dalam dua hal yakni (i) peningkatan kinerja keuangan dan operasional dan (ii) peningkatan share
dan dampak SAB dalam ekonomi wilayah. Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan
bahwa kinerja keuangan sebagian besar PDAM (82 persen secara nasional), atau 29 dari 37
PDAM di Jawa Timur terutama tipe A dan B, dalam posisi merugi dan stagnan. Dalam posisi ini
PDAM umumnya tidak punya pilihan untuk berinvestasi dan mengembangkan kegiatannya.
Dengan strategi ini diharapkan PDAM sebagai lembaga ekonomi dapat menghasilkan surplus
usaha, dan menempatkannya sebagai sektor usaha yang dapat menarik investasi, sehingga dapat
mempercepat pencapaian tingkat pelayanan.
Strategi peningkatan kinerja keuangan dan operasional PDAM memuat dua sasaran.
Pertama, peningkatan pendapatan PDAM. Output yang dihasilkan oleh SAB dapat dipisahkan
dalam pendapatan air dan non air. Pendapatan air berasal dari rekening (tarif) air bulanan
pelanggan, sedangkan pendapatan non air berupa beaya penyambungan (connection fee), tenaga
listrik yang dihasilkan, sewa aset dan jasa-jasa lain yang mencapai 11 persen pada tahun 2000.
Langkah operasional meningkatkan pendapatan adalah dengan kebijakan harga (pricing policy)
yang optimal pada seluruh jenis pendapatan tersebut. Pada wilayah dimana tingkat pelayanan
masih rendah, terutama PDAM tipe A dan B, antara tarif air dan beaya penyambungan
hendaknya diintegrasikan. Menurut Bappenas (1999), rata-rata beaya penyambungan PDAM
(connection fee) tergolong relatif tinggi sehingga cukup signifikan menghalangi konsumsi air
yang berkualitas. Beaya penyambungan tersebut dapat diturunkan untuk meningkatkan tingkat
pelayanan dan pendapatan air dalam bulan-bulan berikutnya. Langkah operasional berikutnya
adalah meningkatkan tarif (harga) air. Rata-rata harga air di Indonesia adalah 484 rupiah per m3
(tahun 1994), setara 30 persen dibawah marginal cost (Bappenas 1999). Dalam rangka
meningkatkan keragaan SAB, harga air perlu dinaikkan sebesar 3 dan 2 persen per tahun masing-
masing bagi PDAM besar dan kecil. Berdasarkan skenario Bappenas tersebut, harga air sebesar
650 rupiah per m3 pada tahun 1995 naik menjadi masing-masing 950 dan 800 rupiah per m 3
pada PDAM besar dan kecil pada tahun 2008. Sementara itu upaya meningkatkan pendapatan air
dapat juga dilakukan dengan mendiskriminasi tarif air terutama di dalam kelompok konsumen.
Diskriminasi tarif di antara kelompok konsumen, seperti rumah tangga, industri, jasa, atau
pemerintahan, umumnya telah dilakukan oleh sebagian besar PDAM. Sedangkan diskriminasi di
dalam kelompok konsumen, misalnya rumah tangga di pusat kota dan di pinggiran atau
kampung, belum dilakukan oleh hampir seluruh PDAM kabupaten dan sebagian PDAM kota
atau PDAM tipe A dan B di Jawa Timur.
Kedua, meningkatkan efisiensi dan keuntungan PDAM. Kapasitas produksi efektif
nasional produksi air bersih baru mencapai 92 persen dari kapasitas terpasang. Tingkat
inefisiensi PDAM yang menonjol adalah kebocoran air yang melebihi angka (yang disarankan)
20 persen. Kebocoran PDAM Surabaya pada tahun 1999 sebesar 38 persen mengakibatkan
hilangnya pendapatan (dan sekaligus keuntungan) sebesar 77 juta rupiah per hari, atau 28 miliar
rupiah setahun. Langkah operasional yang mendesak adalah memperbaiki sistem distribusi untuk
menekan kebocoran air tersebut. Investasi dalam kegiatan tersebut mutlak dilakukan setiap
periode untuk memelihara hubungan dengan atau menambah konsumen. Langkah operasional
lainnya adalah investasi dalam sumber daya manusia SAB dan meningkatkan kinerja mutu dan
pelayanan. Partisipasi swasta dalam SAB merupakan kunci penting peningkatan efisiensi secara
umum, disamping dapat mengurangi beban investasi pemerintah. Lebih dari itu, partisipasi
swasta juga berhasil mengefisienkan investasi dan kapasitas produksi hingga 17 dan 37 persen,
serta menaikkan tingkat pelayanan hingga 5.5 persen (Iwan Nugroho, 2002). Peluang partisipasi
swasta di Indoneia cukup besar. Depkimpraswil (2002) telah menyusun 16 wilayah potensial
(Tabel 5) dengan nilai investasi total 565 juta dolar guna menambah kapasitas produksi sebesar
19.9 m3 per detik (22 persen dari kapasitas produksi tahun 2000). Studi kelayakan menghasilkan
internal rate of return berkisar 19 hingga 25 persen dan menawarkan pilihan partisipasi konsesi.
Strategi kedua dalam aspek ekonomi adalah peningkatan share dan dampak SAB
terhadap PDRB. Share SAB dalam PDB pada tahun 1999 relatif kecil, yakni 0.17 persen, atau
dalam nilai absolut sebesar 1.875 triliun rupiah. Rendahnya nilai tambah tersebut menunjukkan
masih sangat diperlukan upaya pengembangan SAB. Dengan strategi tersebut diharapkan SAB
meningkat peran ekonominya dan memberikan dampak yang lebih luas kepada sektor-sektor
ekonomi lainnya.
Strategi secara keseluruhan memuat dua sasaran. Pertama, meningkatkan share relatif SAB
di atas 0.17 persen. Sasaran ini memuat komitmen kuat di dalam rangka pembangunan SAB
secara berkesinambungan. Tujuannya bukan untuk mencapai angka share setinggi-tingginya,
tetapi memandu seluruh stakeholder untuk konsisten dan bertahap memperoleh kemajuan
disesuaikan dengan karakteristik pelayanan air bersih wilayah. Langkah operasional mencapai
sasaran tersebut pada dasarnya adalah meningkatkan permintaan air bersih pada tingkat
pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat diintegrasikan di dalam pembangunan perkotaan atau
sektoral seperti diuraikan sebelumnya. Permintaan akhir terhadap SAB dapat ditingkatkan oleh
komponen investasi, khususnya yang ditanamkan untuk memperoleh economic of scale
perusahaan.
Kedua, meningkatkan aktifitas ekonomi wilayah yang terkait dengan SAB. Sasaran ini
dapat dicapai dengan peningkatan akitifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang, ke depan, dan
pembangunan sektor lain yang relevan. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang meliputi
seluruh sektor yang menyediakan bahan baku dan berperan dalam produksi air bersih, misalnya
mencari sumber-sumber air baku dan pemeliharaan kualitas dan kuantitas air baku. Aktifitas
ekonomi dalam kaitan ke depan meliputi seluruh sektor yang menggunakan air bersih dan output
lain SAB—khususnya sektor jasa pariwisata. Multiplier air bersih pada hotel dan restoran
mencapai 1.01 dan 1.08, termasuk tertinggi di propinsi Jawa Timur (Iwan Nugroho, 2002).
Artinya kenaikan output sebesar satu juta rupiah pada dua sektor tersebut akan menaikkan
permintaan air sebesar 1.01 dan 1.08 m3. Diperoleh pula suatu angka elastisitas penyediaan air
bersih terhadap PDRB sebesar 0.66. Artinya kenaikan permintaan terhadap volume air PDAM
terjual sebesar 1 kali akan meningkatkan PDRB sebesar 0.66 kali. Implikasinya, untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi 6 hingga 7 persen sebagai ukuran untuk memulihkan perekonomian,
maka volume air terjual harus tumbuh sebesar 10 persen. Angka tersebut telah tercapai dan
sesuai dengan pertumbuhan air terjual selama ini.
Sementara itu langkah operasional yang relevan adalah peningkatan pembangunan
infrastruktur. Infrastruktur listrik (Bank Dunia, 1993) maupun telepon (Iwan Nugroho, 2002)
sangat signifikan mendorong pengembangan SAB. Kemajuan pembangunan secara umum, atau
dinyatakan dengan peningkatan pendapatan secara signifikan meningkatkan apresiasi terhadap
air bersih.
Aspek Lingkungan
Strategi dalam aspek lingkungan bertujuan mendukung terselenggaranya alokasi air baku
dan pelayanan air bersih yang optimal dan memenuhi kaidah-kaidah konservasi dan daya dukung
lingkungan. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni (i) peningkatan kuantitas dan kualitas air
bersih dan (ii) peningkatan daya dukung lingkungan sumber daya air. Strategi pertama dilatar
belakangi oleh keadaan bahwa secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah
tangga pelanggan PDAM) belum memenuhi standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari,
yakni mencapai 48 m3 per orang atau setara dengan 132 liter per hari. Di sisi lain sebagian besar,
atau 47.5 persen penduduk mengkonsumsi air bersih dari sumur yang diragukan terjamin
kualitasnya. Dengan strategi ini diharapkan pelayanan air bersih yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan dan kuantitasnya bagi sebanyak-banyaknya penduduk dapat segera direalisasikan, dan
sekaligus mencerminkan alokasi air baku (air sumur atau sumber lain) secara terukur dan
bertanggungjawab.
Strategi peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih memiliki dua sasaran. Pertama,
pengembangan sumber-sumber air baku baru. Secara umum kapasitas produksi air bersih
berdasarkan sumber-sumber air baku yang ada tidak akan cukup memenuhi permintaan air bersih
pada masa mendatang. Oleh karena itu langkah operasional terencana dan terpadu dalam jangka
panjang tidak dapat dikerjakan oleh SAB sendiri. Khususnya. di sekitar Surabaya (wilayah
Gerbang Kertosusila) (Bappeda Surabaya., 1999), sistem penyediaan dan upaya peningkatan air
baku telah terkoordinasi di dalam perencanaan pengelolaan DAS Brantas oleh Perum Jasa Tirta.
Sistem pengelolaan DAS Brantas telah mampu memanfaatkan air baku sekitar 50 persen dari
kapasitas maksimumnya, termasuk paling efisien di Indonesia. Kerangka kebijakan telah
disiapkan hingga tahun 2018 (Gambar 1), yakni menambah air baku sejumlah 137 juta m3 per
tahun (setara 4.4 m3 per detik, hingga tahun 2006) dan 210 juta m 3 per tahun (setara 6.7 m3 per
detik, hingga tahun 2018).
Kedua, pemeliharaan kualitas air
baku. PDAM yang menggunakan air
baku dari sumur dalam atau mata air
relatif tidak bermasalah dalam
memelihara kualitas air, yakni cukup
dengan sistem injeksi desinfektan
kaporit sejumlah 0.2 hingga 0.4 mg per
liter di dalam sistem pengolahan air
yang relatif sederhana. Sedangkan
PDAM yang menggunakan bahan baku
air permukaan, oleh karena keadaannya
relatif terbuka terhadap gangguan sifat-
sifat kimia, fisika dan biologi air,
memerlukan proses pengolahan yang
canggih dan rumit—meliputi
sedimentasi awal, aerator (proses
oksidasi), flokulasi, sedimentasi akhir,
dan penyaringan—untuk memperbaiki
kualitas air. Langkah operasional yang
perlu segera diberlakukan adalah