Anda di halaman 1dari 11

“Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Dewan Direksi”

I. Organ-Organ Perseroan
Ketentuan-ketentuan yang memuat persyaratan konstitutif badan hukum dapat
ditemukan dalam anggaran dasar dan/ atau peraturan perundang-undangan yang
menunjuk orang-orang yang mana yang dapat bertindak untuk dan atas nama tanggung
jawab badan hukum. Orang-orang tersebut disebut sebagai organ badan yang merupakan
suatu esensial organisasi itu. Organ Perseroan terdiri atas :
1. RUPS ( Rapat Umum Pemegang Saham )
RUPS merupakan Organ Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam Perseroan dan memiliki segala kewenangan yang tidak didelegasikan kepada
Dewan Komisaris dan Direksi. Menurut Munir Fuady, bahwa secara prinsip yang
merupakan organ perusahaan bukan pemegang sahamnya, tetapi Rapat Umum
Pemegang Saham tersebut. Sebab dalam banyak hal (walaupun tidak selamanya),
pemegang saham hanya dapat bertindak lewat mekanisme RUPS. RUPS sendiri
merupakan wadah bagi Pemegang Saham dalam menentukan kebijakan arah
Perseroan. Berbagai agenda yang dibahas dalam RUPS antara lain adalah strategi,
kebijakan, kinerja operasional dan keuangan, anggaran, penggantian anggota Dewan
Komisaris dan Direksi serta berbagai agenda lain yang diusulkan oleh Pemegang
Saham, Dewan Komisaris atau Direksi. Terdapat dua jenis RUPS yaitu :

 RUPS Tahunan dimana bertujuan memberikan penilaian dan pengambilan


keputusan atas laporan Direksi mengenai kegiatan Perseroan dan hasil-
hasilnya pada tahun yang lalu dan rencana kegiatan tahun berikutnya. Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan wajib diadakan dalam jangka
waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir.
 RUPS Luar Biasa yang bertujuan untuk membahas dan mengambil keputusan
atas masalah-masalah yang timbul mendadak dan memerlukan penanganan
segera maka akan menghambat operasional Perseroan. Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) lainnya ini dapat diadakan setiap waktu
berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perseroan.

2. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada
Direksi. Komisaris sebagai organ disebut sebgai Dewan Komisaris, dan komisaris
sebagai orang perorangan disebut sebagai anggota komisaris. Anggota Dewan
Komisaris diangkat oleh RUPS. Dalam Anggaran Dasar perseroan mengatur tata cara
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat
juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris. Keputusan RUPS
mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris
juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut.
3. Direksi
Direksi merupakan salah satu organ penting dalam kepengurusan dan kepentingan
perseroan. Persyaratan sebagai Direksi merupakan suatu hal atau ketentuan yang harus
dipenuhi dan bersifat penting dalam suatu perseroan, sehingga Direksi yang dipilih dan
diangkat dapat diharapkan menjalankan dan memenuhi tujuan dan maksud perseroan
nantinya. Apabila Direksinya terdiri dari beberapa orang maka salah satunya menjadi
direktur utama atau presiden direktur sedangkan yang lain menjadi direktur atau wakil
direktur. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dana atau
mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang
anggota Direksi. Dalam hal Direksi terdiri atas dua anggota Direksi atau lebih,
pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan
berdasarkan Rapat Umum Pemegang saham (RUPS).

Perseroan meyakini bahwa keberhasilan dalam menerapkan Good Corporate


Governance salah satunya sangat bergantung kepada hubungan antara Organ Perseroan. Oleh
karena itu, agar tetap terjalin hubungan yang harmonis di antara RUPS, Dewan Komisaris
dan Direksi, maka ketiga Organ Perseroan tersebut selalu berhubungan atas dasar prinsip-
prinsip kebersamaan, rasa saling menghargai, menghormati dan bertindak sesuai fungsi dan
peran masing-masing demi kepentingan Perseroan. Perseroan mendorong Organ Perseroan
agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan didasari nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan
adanya tanggung jawab sosial Perseroan terhadap pihak yang berkepentingan maupun
kelestarian lingkungan di sekitar Perseroan.

II. Pemegang saham


Pemegang Saham adalah individu atau institusi yang mempunyai vital stake dalam
perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik harus mampu melindungi hak pemegang
saham dengan cara menggunakan kepemilikan, menyerahkan atau memindahkan saham,
melaporkan informasi yang relevan, dan memperoleh keuntungan dari perusahaan.
Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis saham, termasuk hak untuk
memberikan suara (biasanya satu suara per saham yang dimiliki) dalam hal seperti
pemilihan dewan direksi, hak untuk pembagian dari pendapatan perusahaan, hak untuk
membeli saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak terhadap aset perusahaan
pada saat likuidasi perusahaan.
III. Hak-Hak Pemegang Saham Terkait Undang-Undang Perseroan Terbatas
Di dalam kerangka organ korporasi, pemegang saham (shareholders) berkedudukan
sebagai pemilik perusahaan. Kepemilikan, baik pribadi atau badan hukum, diwujudkan
dengan saham sebagai bukti identitas kepemilikan. Hak-hak pemegang saham diatur dalam
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau UUPT pasal 52 ayat
(1) yang berbunyi :
Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :
a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS ;
b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi ;
c. menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.
Hak-hak lain yang tersebar (diluar hak-hak yang pertama) diatur dalam beberapa
pasal dalam UUPT. Hal itu dapat dijelaskan bahwa hak-hak lain tersebut antara lain:
1. Hak Perseorangan (Personal Rights)
Hak  ini telah diatur oleh Pasal 61 ayat (1) UUPT yang antara lain menentukannya
bahwa setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke
Pengadilan Negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak
adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan
Komisaris. Hak ini menjadi dasar hukum gugatannya pemegang saham terhadap
perseroan. Namun, gugatan tersebut harus ada dasar dan alas haknya. Artinya
menggugatnya pemegang saham adalah bagian dari akibat telah terjadi keputusan
RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris yang merugikannya. Dengan demikian,
kerugian menjadi prasyarat untuk menggugat perseroan dan sebaliknya ketidakadan
kerugian menjadikan hak-hak pemegang saham menggugat menjadi gugur. Gugatan
pemegang saham dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan perseroan yang digugat.
2. Hak Menilai Harga Saham (Appraisal Right)
Hak ini telah diatur dalam Pasal 62 ayat (1) UUPT menentukan bahwa setiap
pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dapat dibeli
dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa tindakan :
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.
Hak ini adalah hak dasar, sebagai pemilik saham, untuk membela kepentingannya
dalam hal pemegang saham menolak beberapa tindakan perseroan, sebagaimana diatur
Pasal 62 ayat (1) UUPT yang dapat merugikannya. Untuk itu, maka
ketidaksetujuannya itu harus ditebus dengan dibeli sahamnya dengan harga yang wajar
sebagai jalan keluar terjadinya ketidaksetujuannya itu.
3. Hak Meminta Didahulukan (Pre-Emptive Right)
Hak ini telah diatur Pasal 43 ayat (1) dan Ayat (2) UUPT yang menentukan bahwa :
1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih
dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan
saham untuk klasifikasi saham yang sama;
2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan
saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli
terlebih dahulu adalah seluruh pemegang saham sesuai dengan perimbangan
jumlah saham yang dimilikinya.
Hak ini juga dikenal dengan hak utama pemegang saham untuk meminta
didahulukannya dalam membeli atau berpatisipasi terhadap saham yang akan
dikeluarkan oleh perseroan dalam rangka peningkatan modalnya. Hak ini menjadi
wajar, karena sebagai pemegang yang telah ada sebelum (existing
shareholders) terhadap rencana peningkatan modal perseroan, maka harus terlebih
dahulu ditawarkan kepadanya. Apabila pemegang saham yang ada menolak dan tidak
berkehendak membelinya, maka barulah ditawarkan kepada pihak ketiga diluar
pemegang saham yang ada. Dalam kerangka ini, maka harga yang akan  ditawarkan
kepada pemegang saham harus sama dengan harga yang ditawarkan kepada pemegang
saham lainnya.
4. Hak Gugatan Derivatif (Derivative Right)
Hak ini diatur melalui Pasal 97 ayat (6) untuk gugatan terhadap Direksi dan Pasal 114
ayat (6) gugatan terhadap Komisaris perseroan. Melalui kedua ketentuan ini diatur
bahwa pemegang untuk dan atas nama perseroan (tidak untuk kepentingan diri pribadi)
yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) dari jumlah saham dengan hak
suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota
Direksi atau Komisaris dikarenakan kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan
kerugian terhadap perseroan. Hak pemegang saham ini adalah bukti dalam keterlibatan
langsung pemegang saham untuk mengkoreksi dan memperbaiki kesalahan dan adanya
kemungkinan terjadinya kerugian perseroan. Dengan gugatan ini apabila dimenangkan,
maka yang berhak menerima pembayaran ganti rugi dari tergugat adalah perseroan itu
sendiri dan bukan pemegang saham yang menggugat dengan jalan gugatan derivatif
ini. Artinya, sifat utama gugatan derivatif adalah demi dan untuk memperbaiki
perseroan. Sebab, jika ada inisiatif yang memperbaikinya, maka kerugian perseroan
akan menjadi bertambah-tambah dan tidak ada yang dapat menghentikannya. Solusi
hal ini dapat dicari jalan keluarnya dengan gugatan deriviatif dari pemegang saham.
5. Hak Pemeriksaan (Enqueterecht) 
Hak ini oleh UUPT telah diatur khusus Pasal 138 ayat (3) UUPT yang menyatakan
bahwa permohonan pemeriksaan perseroan dapat diajukan oleh :
a. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang telah mewakili paling sedikit 1/10
(satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
b. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar
perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk
mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c. kejaksaan untuk kepentingan umum.
Dengan dasar ini pemegang saham diberikan hak UUPT untuk melakukan proses audit
atau pemeriksaan langsung terhadap perseroan dengan tujuan mendapatkan keterangan
dalam hal terjadinya dugaan bahwa perseroan, Direksi dan Dewan Komisaris telah
melakukan perbuatan melawan hukum yang akan merugikan pemegang saham dan
pihak ketiga. Untuk menjalankan hak-hak itulah, maka pemegang saham dapat
mengajukannya permohonan secara tertulis, beserta dengan alasannya, kepada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat dimana kedudukan
perseroan berada. Melalui hak ini memungkinkan pemegang saham dapat mengetahui
dengan jelas dan langsung ke permasalahan yang terjadi tentang perbuatan melawan
hukum, sehingga dapat berusaha mencegah dan menekan kerugian yang akan dapat
terus terjadi di dalam internal perseoan.
6. Hak meminta mengadakan RUPS
Hak untuk mengadakan RUPS ini dengan telah diatur Pasal 79 ayat (2) UUPT yang
menentukan bahwa penyelenggraan RUPS dapat dimintakan oleh 1 (satu) orang atau
lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih
dari seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali anggaran dasar menentukan
suatu jumlah yang lebih kecil. Kehendak pemegang saham itu harus diajukan kepada
Direksi dengan surat tercatat dan disertai alasannya dengan tembusan kepada Dewan
Komisaris. Direksi di dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah
tanggal permintaan penyelenggaran RUPS, maka wajib melakukan pemanggilan
RUPS. Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS
dalam jangka waktu 15 (lima belas), maka pemegang saham yang meminta
penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan
Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan dimana Perseroan berada
untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan
RUPS tersebut. Dengan hak ini, maka hak untuk menyelenggarakan RUPS tidak
terbatas dari Direksi, tetapi dapat juga dimintakan penyelenggarannya oleh pemegang
saham dengan jumlah kepemilikan saham tertentu. Artinya, pemegang saham tidak
saja memilik hak untuk mengeluarkan suaranya di dalam RUPS, tetapi pemegang
saham juga dapat mengusulkan diadakannya RUPS dalam hal, misalnya, Direksi tidak
mengadakan RUPS Tahunan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan atau masa
jabatan para anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris telah berakhir.
7. Hak meminta pembubaran Perseroan
Hak ini  telah diatur dalam Pasal 144 ayat (1) UUPT yang menentukan bahwa  Direksi,
Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling
sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara,
dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Hak ini ada, karena
memang hak pemegang saham untuk mendirikan perseroan, tetapi sekaligus juga
menjadi hak pemegang saham membubarkannya. Terdapat banyak alasan mengapa
membubarkan perseroan, namun dalih untuk membubarkan perseroan dapat juga
disebabkan karena setelah menjalankan kegiatan dalam waktu lama perkembangan dan
kemajuan usahanya tidak maju-maju dan bahkan mundur, sehingga usahanya tidak
dapat bertahan lama dan mengalami kerugian terus menerus, sehingga dengan keadaan
yang demikian memaksa pemegang saham tidak berkehendak lagi melanjutkan
aktivitas usahanya. Dengan kata lain lebih baik perseroan dibubarkan saja. Telah
diaturnya hak ini juga menjadi dasar hukum bagi pemegang saham untuk
membubarkan diri, dengan harus persetujuan RUPS terlebih dahulu, sebagai
persetujuan bersama dari seluruh pemegang saham untuk menyetujui membubarkan
diri usahanya.

IV. Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham


Salah satu prinsip CG yang disusun OECD adalah perlindungan terhadap hak
pemegang saham. Prinsip ini menjelaskan bahwa kerangka corporate governance harus
melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak pemegang saham.
Berikut adalah perlindungan terhadap pemegang saham :
1. Perlindungan dari Perundang-Undangan
Secara mendasar bahwa sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di pasar
modal, sudah disiapkan seperangkat peraturan yang maksudnya sebagai rangkaian
tindakan preventif, agar emiten adalah emiten yang benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan dengan itikad baik akan membagi power dan intensisnya
kepada masyarakat. Peraturan yang mengatur tentang syarat materil maupun formal,
prosedur dan pelaksanaan emisi saham tersebut merupakan upaya awal kepada
pemegang saham publik, perlindungan tahap berikutnya dan antisipasi oleh peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh bappepam sebagai institusi yang berwenang untuk
mengawasi pasar modal di Indonesia. Bapepam adalah otoritas dari pasar modal yang
berwenang untuk mengawasi jalannya aktivitas di pasar modal. Karena seperti
dijelaskan diatas bahwa kepentingan pemegang saham harus dilindungi untuk
menciptakan citra pasar modal yang baik agar dapat lebih menarik investor untuk
menanamkan modalnya di pasar modal. Dengan kata lain bahwa sebagian dari sistem
perlindungan hukum bagi pemegang saham publik berada di tangan Bapepam.
Perlindungan terhadap pemegang saham dimuat dalam ketentuan perundang-
undangan dalam pasar modal, seperti UU pasar modal dan perlindungan terhadap
pemegang saham yang dilakukan Bapepam dapat dilihat dari UU Pasar Modal Pasal
82 ayat (2) Peraturan No. IX.E.1.
2. Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan perlindungan
terhadap pemegang saham karena dalam GCG terdapat prinsip-prinsip yang dapat
melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, dan investor serta
pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan dimana kita ketahui prinsip GCG
mengedepankan: fairness (keseimbangan), transparency (transparan), accountability
(akuntabilitas) and responsibility (bertanggung-jawab). Ide dasar dari GCG adalah
memisahkan fungsi dan kepentingan diantara para pihak dalam suatu perusahaan,
seperti perusahaan yang menyediakan modal atau pemegang saham, pengawas dan
pelaksana sehari-hari usaha perusahaan dan masyarakat luas. Dan GCG juga dijadikan
sebagai suatu aturan atau standar yang mengatur perilaku pemilik perusahaan,
Direksi, Manajer, dengan merinci tugas dan wewenang serta bentuk pertanggung
jawaban kepada pemegang saham.
3. Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas 
Terkait dengan permasalahan hukum berkenaan dengan perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas, kita dapat merujuk kepada ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) khususnya:
a. Kewenangan pemegang saham dalam mengajukan gugatan terhadap perseroan apabila
dirugikan sebagai akibat dari keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan Komisaris
(UUPT Pasal 61 [1]).
b. Kewenangan pemegang saham dalam meminta kepada Persero agar sahamnya dapat
dibeli kembali akibat tidak setujunya pemegang saham terhadap tindakan perseroan
tentang perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan
yang nilainya lebih dari 50 % dan penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau
pemisahan (UUPT Pasal 62).
c. Kewenangan untuk mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota
direksi yang menyebabkan kerugian perseroan (UUPT Pasal 114 ayat [6]).
d. Kewenangan pemegang saham untuk dilakukannya audit terhadap perseroan, atas
dugaan terjadinya Perbuatan Melawan Hukum yang merugikan yang dilakukan oleh
Perseroan, Direksi atau komisaris (UUPT Pasal 138 ayat [3]).
Langkah yang dapat dilakukan oleh para pemegang saham minoritas atas tindakan
yang dilakukan perseroan adalah meminta agar perseroan membeli saham-saham PS
minoritas tersebut dengan harga wajar (UUPT Pasal 62) atau dalam hal pemegang saham
minoritas dapat membuktikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan persero terkait
dengan tindakan tersebut atau dapat membuktikan adanya kerugian atas tindakan yang
dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar tersebut, pemegang saham minoritas dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tempat kedudukan
perseroan (UUPT Pasal 61).
V. Fungsi Dewan Komisaris dan Direksi
 Fungsi dewan komisaris
Fungsi dewan komisaris menurut Forum Corporate Governance in Indonesia
2007 mencangkup dua peran sebagai berikut:
a. Mengawasi direksi perusahaan dalam mencapai kinerja dalam business plan dan
memberikan nasehat kepada direksi mengenai penyimpangan pengelolaan usaha
yang tidak sesuai dengan arah yang ingin dituju oleh perusahaan.
b. Memantau penerapan dan efektivitas dari praktik GCG
Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan
memberi nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana
dimaksud diatas dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan Perseroan, yakni pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh
Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk
kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan.
 Fungsi Direksi
Fungsi Direksi adalah melaksanakan pengurus Perusahaan sesuai kepentingan
dan tujuan Perusahaan dan bertindak selaku pimpinan dalam pengurusan tersebut.
Direksi melakukan segala tindakan pengurusan maupun mengenai pemilikan
kekayaan Perusahaan termasuk mengikat perusahaan dengan perusahaan pihak lain.

VI. Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi


a. Tanggung jawab dewan komisaris
Dewan komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas
manajemen. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-
tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi
dengan pihak ketiga. Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting
dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance.
Menurut Egon Zehnder Internasional dalam Forum for Corporate Governance in
Indonesia (2007) dan Syakhroza (2002), dewan komisaris merupakan inti dari
Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi
perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas.
b. Tanggung Jawab Direksi
Tanggung Jawab Direksi terbagi atas dua tahap, yaitu sebelum Perseroan
Terbatas dan setelah Perseroan Terbatas. Direksi sebelum Perseroan Terbatas
memperoleh statusnya sebagai badan hukum, secara kolektif bersama dengan pendiri
dan dewan Komisaris bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang
dilakukan, hal ini dimaksudkan agar Direksi tidak melakukan perbuatan hukum atas
nama perseroan yang belum berstatus badan hukum tanpa persetujuan semua pendiri,
Direksi dan Dewan Komisaris. Sedangkan tanggung jawab Direksi setelah Perseroan
berstatus badan hukum adalah bersifat terbatas pada perbuatan yang dilakukan
sebagai perwakilan yang mengurus dan mengelola perseroan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan.

VII. Regulasi Dewan Komisaris dan Direksi


Pengertian regulasi berdasarkan KBBI merupakan pengaturan. Regulasi merupakan
suatu peraturan yang dibuat untuk membantu mengendalikan perseorangan ataupun
kelompok agar tercapainya tujuan tertentu. Tujuan diadakannya regulasi yaitu untuk
pengendalian yang efektif. Adapun regulasi terkait dewan komisaris dan direksi diatur
pada:
 Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas
 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No, 33/POJK. 04/2014 Tentang Direksi dan
Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik

VIII. Komisaris Independen dan Struktur Pengawasan Corporate Governance

1) Komisaris Independen

Berdasarkan Pasal 119 UU RI No, 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bahwa
anggaran dasar perseroan dapat mengatus adanya satu atau lebih komisaris
independen yang dibentuk saat RUPS. Berdasarkan Peraturan POJK No.
33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan
Publik, Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari
luar Emiten atau Perusahaan Publik dan memenuhi persyaratan sebagai Komisaris
Independen. Keberadaan komisaris independen ini wajib 30% dari keanggotan
komisaris. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai komisaris independen yaitu
(Pasal
21 Peraturan POJK No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan Komisaris
Emiten atau Perusahaan Publik) :

1. Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan


tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau
mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik torsebut dalam waktu 6
(enam) bulan terakhir, kecuali untuk pengangkatan kembali sebagai Komisaris
Independen Emiten atau Perusahaan Publik pada periode berikutnya;
2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada Emiten
atau Perusahaan Publik tersebut;
3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik,
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau pemegang saham utama
Emiten atau Perusahaan Publik tersebut; dan
4. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.

Komisaris independen yang telah menjabat selama dua periode masa jabatan dapat
diangkat kembali asalkan dirinya tetap independen kepada RUPS. Menurut,
Indonesian Society of Independent Commissioner, tugas komisaris independen yaitu :

1. Memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis terkait anggaran, pembagian


tugas, dan lain sebagainya.
2. Orang-orang yang diangkat dalam perusahaan dipastikan memiliki kompetensi
yang baik.
3. Memeriksa seliap ada risiko perusahaan dan memastikan telah terdapat
penyelesaiannya.
4. Perusahaan dipastikan telah mengikuti aturan atau hukum yang berlaku.
5. Perushaan dipastikan memiliki sistem audit dan pengendalian yang efektif.
6. Memastikan penerapan good corporate governance telah diterapkan dalam
perusahaan dengan baik.

Pentingnya komisaris independen yaitu disaat adanya perbedaan kepentingan di


dalam suatu perusahaan, munculnya komisaris independen scbagai controller
perusahaan, terutama agar hak-hak minoritas tetap mendapat perhatian perusahaan.

2) Struktur Pengawasan Good Corporate Governance di Indonesia

Struktur pengawasan good corporate governance di Indonesia yaitu struktur yang


terorganisir untuk mengevaluasi good corporate governance yang telah dilaksanakan
atau diterapkan dalam perusahaan. Dilihat dari organ-organ penting dalam corporate
governance maka, pengawasan yang terlinggi adalah RUPS dan diikuti oleh dewan
komisaris, direksi, internal-eksternal auditor, komite audit dan komite lain, serta
sekretaris perusahaan. Salah satu contoh struktur pengawasan good corporate
governance di perusahaan go public yaitu pada Bank Mandiri yang menggunakan
struktur RUPS, dewan komisaris, dan direksi, RUPS merupakan forum tertinggi yang
memiliki wewenang eksklusif yang lidak dimiliki olch dewan komisaris dan direksi.
Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan, dewan komisaris didukung oleh
komite-komite yang berada di bawahnya. Komite-komite tersebut bekerja sesuai
dengan ruang lingkup tugas komite yang bersangkutan yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Dewan Komisaris. Direksi dibantu oleh jajaran manajemen bank yang
bertugas mengelola,emengendalikan, mengawal, dan bertanggung jawab atas
implenentasi good corporate governance yang dibantu olch komite di bawah dewan
komisaris, sekretaris dewan komisaris, komite di bawah direksi dan sekretaris
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan. (2014). Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Menurut Hukum
Positif. Jurnal Hukum dan Bisnis, 70-83.
Rusdiyanto, S. M. (2019). Good Corporate Governance : Teori dan Implementasinya di
Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Pramana, Heru. Bab II Wewenang Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Prinsip Corporate
Opportunity Yang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. Diakses pada 18 Oktober 2020, melalui :
Https://Www.Academia.Edu/10886411/Bab_Ii_Wewenang_Dan_Tanggung_Jawab_Direksi_
Dalam_Prinsip_Corporate_Opportunity_Yang_Ditinjau_Dari_Undang_Undang_N
omor_40_Tahun_2007_Tentang_Perseroan_Terbatas

Riyanto, Agus. 2018. Hak-Hak Pemegang Saham di Indonesia.


Diakses pada 18 Oktober 2020, melalui : https://business-
law.binus.ac.id/2018/02/17/hak-hak-pemegang-saham-di-indonesia/

Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 33/POJK.04/2014 Tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik

Putri, I Gusti Ayu Made Asri Dwija dan I Gusti Ketut Agung Ulupui. 2017. Pengantar
Corporate Governance. Denpasar: CV. Sastra Utama.

Riyanto, Agus. 2018. Hak-Hak Pemegang Saham di Indonesia. Diakses melalui:


https://busincss-law.binus.ac.id.2018/02/17/hak-hak-pemegang_saham-
dicindoncsia/ (pada tanggal 26 Februari 2021).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Anda mungkin juga menyukai