Anda di halaman 1dari 45

RMK

“Riview Artikel”

Mata Kuliah : Corporate Governance


Dosen : Ayu Aryista Dewi, S.E., M.Acc., Ak., CA.
Kelas : A2

Oleh :

KELOMPOK 3

1807531131 16 I Putu Agus Yoga Baskara


1807531146 21 I Putu Bagus Sastra Wirayudha
1807531241 39 Putu Ayu Ratih Purnama Dewi

JURUSAN S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
RIVIEW JURNAL

Judul Jurnal : Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba


Perusahaan Industri Manufaktur Basic Industri Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia
Penulis : Dini Onasis (Dosen Universitas Lancang Kuning)
Publikasi : Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
Riviewer : Kelompok 3

1. Pokok Penelitian/ Pokok Bahasan


Pada kenyataannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen (para Direksi)
sebagai agen dari prinsipel memiliki kepentingan-kepentingan didalam perusahaan,
sebagaimana disampaikan oleh Jehsen dan Meeckling daloam Teori Agensi bahwa agen
sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab yang dipercaya oleh pemilik perusahaan
(principle) memiliki tanggung jawab moral untuk memaksimalkan dan mengoptimalkan
keuntungan dan laba bagi pemilik perusahaan atau memakmurkan kekayaan pemilik
perusahaan, namun disisi lain dimana sebagai agen yang dipercaya mengelola perusahaan
memiliki kepentingan diluar kepentingan perusahaan yaitu memaksimumkan dan
mengoptimalkan kesejahteraan mereka.

Sehingga dimungkinkan agen akan bertindak diluar kepentingan perusahaan tetapi


mengutamakan kepentingan mereka sendiri, sehingga agen tidak selalu bertindak untuk
kepentingan principle. Agen sebagai pengelola perusahaan dapat menampilkan kinerja
perusahaan yang baik melalui bentuk manipulasi atas laporan keuangan definisi inilah
yang dinamakan manajemen laba.

Good Corporate governance diharapkan dapat mengurangi kecurangan yang


dilakukan oleh pengelola perusahaan maupun oleh pemilik perusahaan. Sehingga
diharapkan terdapat tata kelola perusahaan yang baik, yang dapat menimbulkan dan
membangkitkan kepercayaan (trust) dari berbagai pihak terhadap kinerja perusahaan yang
diwakili dari Laporan Keuangan Perusahaan.

2. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah metode deskriptif (survey) dengan desain penelitian
kuantitatif, yaitu penelitian tidak hanya memberikan gambaran mengenai fenomena
tetapi juga menerangkan, menguji hipotesis dan mendapatkan makna dari fakta yang
ada.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
I. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder karena berasal dari data yang
telah mengalami proses pengolahan.
II. Data yang digunakan merupakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif dinyatakan dalam angkaangka, menunjukkan nilai terhadap
besaran atau variabel yang diwakilinya, sedangkan data kualitatif digunakan
untuk memahami peristiwa dibalik data kuantitatif.
III. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder,
data mengenai perusahaan manufaktur Basic Industri yang telah listing di
Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2013-2014. Data diperoleh dari
Bursa Efek Indonesia.
IV. Data bersifat time-series, yaitu data dari hasil pengamatan dalam suatu
periode waktu tertentu, misalnya data harian, data bulanan atau data tahunan.
Dalam penelitian ini runtun waktu atau time-series, data dari tahun 2013 ±
2014.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur Basic
Industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013 -2014.
D. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah Regresi, Cross Section, Panel Data.

3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian yaitu Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional,
Kualitas Audit dan Komisaris Independen berpengaruh terhadap Manajemen Laba hanya
6,5 % sementara sisanya lagi dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak termasuk dalam
penelitian ini, artinya pada kasus ini Koefisien Determinasi menunjukkan Variabel-
variabel Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit dan
Komisaris Independen secara bersamasama bisa menjelaskan perubahan yang terjadi
pada Manajemen Laba, dimana secara bersama-sama Variabel-variabel Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris Independen secara
bersama-sama bisa menjelaskan perubahan yang terjadi pada Manajemen Laba Sebesar
6,5 % yang ditunjukkan pada Adjusted R Square sebesar 0.065 sementara sisanya dapat
dijelaskan oleh pengaruh lain yang tidak di teliti dipenelitian ini.

4. Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan pendeknya periode penelitian maka bagi


peneliti kemudian dapat memanjangkan periode penelitian selanjutnya. Bagi Perusahaan
penelitian ini dapat menjadi salah satu Rujukan bahwa Manajemen Laba dipengaruhi juga
oleh faktor lain selain yang diteliti oleh peneliti. Sehingga dapat menjadi pertimbangan
dalam tata kelola perusahaan oleh Manajemen, Komisaris dan owner sebagai Pemilik.
RIVIEW JURNAL

Judul Jurnal : Pengaruh Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility


Disclosure Terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris pada Perusahaan
Tambang dan CPO yang Listing di BEI 2010-2014)
Penulis : Amila Dyan Maraya dn Reni Yendrawati (Universitas Islam Indonesia)
Publikasi : Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol 20, No 2 (2016)
Riviewer : Kelompok 3

1. Pokok Penelitian/ Pokok Bahasan

Pajak yang merupakan sumber pembiayaan anggaran terbesar bagi negara


ditargetkan dapat memberikan pemasukkan sebesar 1.360 triliun di tahun 2016
(Kemenkeu, 2016). Sehubungan dengan hal ini, pemerintah khususnya Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) diharapkan mampu mengoptimalkan pemasukkan negara melalui
fungsinya guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Negara selaku pemungut pajak dan perusahaan selaku wajib pajak memiliki kepentingan
yang berbeda. Perusahaan pun cenderung mencari cara untuk mengurangi jumlah
pembayaran pajak (Ngadiman dan Sari, 2014). Dalam memperkecil jumlah pajak yang
harus dibayar, perusahaandapatmemperkecil nilai pajak dengan tetap mengikuti peraturan
pajak yang berlaku (penghindaran pajak) atau memperkecil nilai pajak dengan melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang (penggelapan pajak), Brian dan
Martani (2014)

Fenomena tax avoidance atau penghindaran pajak di Indonesia maupun di


berbagai belahan dunia kian meningkat dari waktu ke waktu. Beberapa peristiwa di
Indonesia yang muncul di permukaan terkait penghindaran pajak menurut PWYP(Publish
What You Pay) yang dikutip oleh Prasetyo (2015), sepanjang periode 2013-2014 negara
kehilangan Rp 235,76 triliun akibat praktik pengelakan pajak oleh perusahaan tambang.
Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pajak, sekitar 24 persen dari 7.834 perusahaan
tambang tidak ber-NPWP dan sebanyak 35 persen tidak melaporkan surat pemberitahuan
(SPT) pajak. Sementara itu, aktivitas tax avoidance dan tax evasion juga dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan CPO (Crude Palm Oil) di Indonesia dengan berbagai macam cara,
mulai dari memodifikasi laporan keuangan hingga melakukan merger dengan unit-unit
usaha diluar kelapa sawit yang merugi
Metode dan teknik yang digunakan tax avoidance terletak pada grey area yakni
cenderung memanfaatkan kelemahan-kelemahan Undang-Undang dan Peraturan
Perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang (Pohan, 2011: 14).
Memang tidak ada unsur pidana dari aksi penghindaran pajak sebab perusahaan
bertransaksi dengan baik, benar, disertai bukti akurat dan tidak menyalahi aturan. Namun,
aktivitas ini mengakibatkan negara tidak memperoleh pajak secara maksimal.
Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund
(IMF) memperkenalkan konsep Good Corporate Governance (GCG). Perusahaan yang
memiliki mekanisme corporate governance yang baik maka akan berbanding lurus
dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pajakannya (Sartori, 2010).

Salah satu bentuk lain dari implementasi dari konsep GCG ialah penerapan
Corporate Sosial Responsibily (CSR). CSR merupakan fenomena strategi perusahaan
yang mengakomodasi kebijakan, jenis program, dan biaya yang dikeluarkan, yang
memusatkan perhatian antara lain terkait aspek lingkungan hidup, praktik
ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan kerja, pengembangan sosial dan
kemasyarakatan, serta tanggung jawab produk. Oleh karena itu, mau tak mau perusahaan
menganggarkan dana lebih untuk kegiatan CSR di luar kewajiban membayar pajaknya
(Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi, 2014).

2. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu dilakukan
dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria.
B. Jenis dan Sumber Data
✓ Perusahaan bergerak di bidang pertambangan dan perkebunan kelapa sawit
aktif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014.
✓ Memiliki data laporan tahunan dan laporan keungan lengkap
✓ Perusahaan menggunakan nilai mata uang rupiah
✓ Laba perusahaan bernilai positif
✓ Perusahaan menggunakan tahun buku 31 Desember pada laporan keuangan
tahunan
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan berjumlah 56 perusahaan. Setelah dilakukan seleksi
pemilihan sampel sesuai kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh 13 perusahaan
yang memenuhi kriteria sampel. Periode yang digunakan selama 5 tahun sehingga
jumlah sampel yang diuji sebanyak 65 sampel.
D. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan model analisis regresi
linier berganda. Sebelum dilakukan Uji Hipotesis maka model regresi diuji terlebih
dahulu dengan Uji Asumsi Klasik.

3. Hasil Penelitian

Pada hipotesis pertama menyatakan bahwa, proporsi komisaris independen


perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya
koefisien regresi proporsi komisaris independen perusahaan yaitu 0,099 dan nilai
signifikansi sebesar 0,293. Koefisien regresi tersebut tidak signifikan karena signifikansi
0,293 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa proporsi komisaris independen
perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak sehingga hipotesis pertama
penelitian tidak dapat didukung. Artinya, besar kecilnya proporsi komisaris independen
dalam dewan komisaris tidak akan mempengaruhi aktivitas penghindaran pajak
perusahaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa komisaris independen yang merupakan
bagian dari dewan komisaris lemah di dalam melakukan fungsi pengawasan sehingga
memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan aktivitas manipulasi laba dalam
hal perpajakan yang akan menguntungkan perusahaan.
Pada hipotesis kedua menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif
signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi kualitas audit yaitu -
0,046 dan nilai signifikansi sebesar 0,029. Koefisien regresi tersebut signifikan karena
signifikansi 0,029<0,05 sehingga dapat disimpulkan kualitas audit berpengaruh negatif
signifikan terhadap penghindaran pajak sehingga hipotesis kedua didukung. Artinya,
semakin baik kualitas audit yang diproksikan dengan jenis KAP yang mengaudit
perusahaan yang diteliti yang dikategorikan dengan KAP Big Four, maka aktivitas
penghindaran pajak perusahaan semakin berkurang.
Pada hipotesis ketiga menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi kepemilikan
institusional yaitu -0,190 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Koefisien regresi tersebut
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

signifikan karena signifikansi 0,000<0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwakepemilikan


institusional berpengaruh signifikan negatif terhadap kepemilikan institusional sehingga
hipotesis ketiga didukung. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar jumlah investor
institusional di dalam struktur pemegang saham perusahaan, maka penghindaran pajak
semakin berkurang.

Pada hipotesis keempat menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh


negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi kepemilikan
manajerial yaitu -0,014 dan nilai signifikansi sebesar 0,459. Koefisien regresi tersebut
tidak signifikan namun bernilai negatif maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan
manajerial berpengaruh negative, namun tidak signifikan terhadap penghindaran pajak
sehingga hipotesis keempat tidak didukung. Artinya, ada tidaknya investor manajerial di
dalam struktur pemegang saham tidak akan mempengaruhi aktivitas penghindaran pajak
perusahaan.
Pada hipotesis kelima menyatakan bahwa pengungkapan corporate social
responsibility berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya
koefisien regresi pengungkapan corporate social responsibility yaitu 0,814 dan nilai
signifikansi sebesar 0,000. Koefisien regresi tersebut signifikan namun bernilai positif,
maka dapat disimpulkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility
berpengaruh signifikan namun bernilai positif terhadap penghindaran pajak sehingga
hipotesis kelima tidak didukung. Artinya, semakin luas indeks pengungkapan Corporate
Social Responsibility Disclosure(GRI Sustainability Report) maka aktivitas penghindaran
pajak semakin meningkat

4. Saran

Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan jenis data primer


yang didapat langsung melalui perusahaan yang bersangkutan sehingga lebih akurat dan
bisa menggambarkan keadaan riil di lapangan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
mencari penyebab ambivalensi antara Corporate Governance dan Corporate Social
Responsibility dengan mengkaji ulang variabel-variabel tersebut pada objek yang sama
atau bahkan sehingga dapat menggeneralisasikan hasil penelitian. Menambah atau
menggunakan karakteristik corporate governance yang lain seperti struktur dewan
komisaris maupun komite audit juga disarankan oleh peneliti agar lebih dapat
memperjelas pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance.
STMIK Dharmapala Riau 1847
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN


LABA PERUSAHAAN INDUSTRI MANUFAKTUR BASIC INDUSTRI YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

DINI ONASIS
Dosen Universitas Lancang Kuning

A. PENDAHULUAN diharapkan dapat mengurangi kecurangan


1.1 Latar Belakang Masalah
Pada kenyataannya perusahaan yang
dikelola oleh manajemen (para Direksi)
sebagai agen dari prinsipel memiliki
kepentingan-kepentingan didalam
perusahaan, sebagaimana disampaikan oleh
Jehsen dan Meeckling daloam Teori Agensi
bahwa agen sebagai pihak yang memiliki
tanggung jawab yang dipercaya oleh pemilik
perusahaan (principle) memiliki tanggung
jawab moral untuk memaksimalkan dan
mengoptimalkan keuntungan dan laba bagi
pemilik perusahaan atau memakmurkan
kekayaan pemilik perusahaan, namun disisi
lain dimana sebagai agen yang dipercaya
mengelola perusahaan memiliki kepentingan
diluar kepentingan perusahaan yaitu
memaksimumkan dan mengoptimalkan
kesejahteraan mereka. Sehingga
dimungkinkan agen akan bertindak diluar
kepentingan perusahaan tetapi
mengutamakan kepentingan mereka sendiri,
sehingga agen tidak selalu bertindak untuk
kepentingan principle. Artinya agen dapat
saja mengelola perusahaan dengan tujuan
untuk mengutamakan kepentingan mereka
sendiri.
Agen sebagai pengelola perusahaan
dapat menampilkan kinerja perusahaan yang
baik melalui bentuk manipulasi atas laporan
keuangan definisi inilah yang dinamakan
manajemen laba. Kinerja agen yang baik di
lihat oleh pemilik maka pemilik tentu akan
memberikan bonus dan kompensasi, namun
jika kinerja kurang baik maka agen dapat
diganti atau diberhentikan.
Good Corporate governance
STMIK Dharmapala Riau 1848
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

yang dilakukan oleh pengelola perusahaan


maupun oleh pemilik perusahaan. sehingga
diharapkan terdapat tata kelola perusahaan
yang baik, yang dapat menimbulkan dan
membangkitkan kepercayaan (trust) dari
berbagai pihak terhadap kinerja perusahaan
yang diwakili dari Laporan Keuangan
Perusahaan.
Dengan alasan meningkatkan
kinerja perusahaan, manajemen melakukan
tindakan oportunis dengan melakukan
Manajemen Laba. Oleh karena itu adanya
praktek Good Corporate Governance di
perusahaan akan membatasi manajemen
Laba karena adanya mekanisme
pengendalian dalam perusahaan tersebut.
Good Corporate Governance diproksi
dengan kepemilikan manajerial,
Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit
dan komisaris independen.
Hubungan praktek Good Corporate
Governance memiliki hubungan yang
signifikan terhadap Earnings Management
seperti penelitian yang dilakukan Watfield
et al., 1995, Gabrielsen, et al, 1997, Wedari
2004, Midiastuty dan Machfoedz, 2003.
Sedangkan menurut Siregar dan Bachtiar,
2004; Darmawati, 2003, tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara praktek
Corporate Governance terhadap Earnings
Manajement. Konflik kepentingan yang
dimiliki agen (pengelola) yang
mengakibatkan adanya sifat opportunistic
manajemen akan mengakibatkan rendahnya
kualitas laba. Rendahnya kualitas laba akan
dapat membuat kesalahan pembuatan
keputusan kepada para pemakainya seperti
para investor dan kreditor, sehingga nilai
perusahaan akan berkurang.

STMIK Dharmapala Riau 1849


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Berdasarkan latar belakang diatas manajer untuk melakukan Manajemen


maka kami Dosen Fakultas Ekonomi Laba.
Universitas Lancang Kuning melakukan 3. Peran monitoring yang dilakukan dewan
Penelitian terhadap Manajemen Laba dan komisaris independen
Good Corporate Governance dengan judul “ 4. Kualitas audit yang dilihat dari peran
Pengaruh Good Corporate Governance auditor yang memiliki kompetensi yang
terhadap Manajemen Laba perusahaan memadai dan bersikap independen
Industri Manufaktur Basic Industri yang sehingga menjadi pihak yang dapat
terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. memberikan kepastian terhadap
integritas angka-angka akuntansi yang
1.2 Rumusan Masalah dilaporkan manajemen.
Berdasarkan latarbelakang diatas maka
peneliti dapat rumusan beberapa masalah 2. Manajemen Laba
sebagai yang akan di teliti, yaitu ; Perilaku manajemen yang mendasari
lahirnya manajemen laba adalah perilaku
1. Bagaimana pengaruh Good Corporate opportunistic manajer dan efficient
Governance secara parsial terhadap contracting. Sebagai perilaku ooportunistic
Manajemen Laba ? manajer memaksimalkan utilitasnya dalam
2. Bagaimana pengaruh Good Corporate menghadapai kontrak kompensasi dan
Governance secara Simultan terhadap hutang, dan political cost (Scott, 2000).
Manajemen Laba ? Perilaku opportunis ini direflesikan dengan
melakukan rekayasa keuangan dengan
B. TINJAUAN PUSTAKA menerapkan income increasing atau income
decreasing decretionary accrual. Sedangkan
1. Teori Agensi (Agency Theory)
sebagai efficient contracting yaitu
Teori agensi merupakan landasan meningkatkan keinformatifan laba dalam
yang dimanfaatkan untuk memahami isu mengkomunikasikan informasi privat.
mengenai good corporate governanace dan Dalam buku Creative Accounting,
Manajemen Laba (earnings management). “mengungkap manajemen laba dan skandal
Teori agensi memberikan pandangan akuntansi” oleh Dedhy Sulistiawan dan lain-
bahwa masalah Manajemen Laba dapat lain menjelaskan bahwa Creative
diminimumkan dengan pengawasan sendiri Accounting adalah aktivitas badan usaha
melalui Good Corporate Governance. memanfaatkan teknik dan kebijakan
Praktek Manajemen Laba oleh akuntansi guna mendapatkan hasil yang
manajemen dapat diminimumkan melalui diinginkan.
mekanisme monitoring untuk
menyelaraskan (alignment) perbedaan 3. Good Corporate Governance
kepentingan pemilik dan manajemen antara
a. Kepemilikan Manajerial
lain dengan :
Kepemilikan manajerial adalah
1. Memperbesar kepemilikan saham
situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan oleh manajemen (manajerial
perusahaan atau dengan kata lain manajer
ownership)
tersebut sekaligus sebagai pemegang saham
2. Kepemilikan saham oleh institusional
perusahaan.
karena mereka dianggap sebagai
Menurut Jensen & Meckling (1976),
sophisticated investor dengan jumlah
dengan adanya kepemilikan manajemen
kepemilikan yang cukup signifikan
terhadap saham perusahaan maka dipandang
dapat memonitor manajemen yang
dapat menyelaraskan potensi perbedaan
berdampak mengurangi motivasi

STMIK Dharmapala Riau 1850


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

kepentingan antara manajemen dan para Audit yang dilakukan oleh KAP yang
pemegang saham lainnya sehingga masuk katagori Big 4. Jika perusahaan
permasalahan antara agen dan prinsipal menggunakan KAP dari Big 4 maka Publik
diharapkan akan hilang. menyakini kualitas Laporan Keuangan yang
di sajikan oleh Manajemen hal ini
a. Kepemilikan Institusional dikarenakan kepercayaan publik terhadap
Kepemilikan institusional adalah KAP yang masuk Big 4.
proporsi kepemilikan saham pada akhir
tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti c. Komisaris Independen
asuransi, bank atau institusi lain. Jensen & Merupakan Komisaris yang berasal
Meckling (1976) menyatakan bahwa dari Luar perusahaan yang Independen,
kepemilikan institusional memiliki peranan misal Komisaris berasal dari Akademik.
yang sangat penting dalam meminimalisasi Perusahaan yang menyelenggarakan sistem
konflik keagenan yang terjadi antara Corporate Governance diyakini akan
manajer dan pemegang saham. membatasi pengelolaan laba yang oportunis.

b. Kualitas Audit 4. Kerangka Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

KEPEMILIKAN
MANAJERIAL

KEPEMILIKAN
INSTITUSIONAL

MANAJEMEN LABA

KUALITAS AUDIT

KOMISARI
INDEPENDEN

STMIK Dharmapala Riau 1851


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

C. METODE PENELITIAN manufaktur Basic Industri yang telah


a. Jenis Penelitian listing di Bursa Efek Indonesia selama
Jenis penelitian ini adalah metode periode tahun 2013-2014. Data
deskriptif (survey) dengan desain penelitian diperoleh dari Bursa Efek Indonesia.
kuantitatif, yaitu penelitian tidak hanya 4. Data bersifat time-series, yaitu data
memberikan gambaran mengenai fenomena dari hasil pengamatan dalam suatu
tetapi juga menerangkan, menguji hipotesis periode waktu tertentu, misalnya data
dan mendapatkan makna dari fakta yang harian, data bulanan atau data tahunan.
ada. Dalam penelitian ini runtun waktu atau
time-series, data dari tahun 2013 –
b. Jenis dan Sumber Data 2014.
Jenis dan sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai c. Populasi dan Sampel
berikut : Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur
1. Jenis data yang digunakan adalah data
Basic Industri yang terdaftar di Bursa Efek
sekunder karena berasal dari data yang
Indonesia periode tahun 2013-2014.
telah mengalami proses pengolahan.
2. Data yang digunakan merupakan data
d. Variabel Penelitian
kuantitatif dan data kualitatif. Data
Variabel yang diteliti dalam
kuantitatif dinyatakan dalam angka-
penelitian ini adalah
angka, menunjukkan nilai terhadap
besaran atau variabel yang diwakilinya, 1. Kepemilikan Manajerial = X1
sedangkan data kualitatif digunakan 2. Kepemilikan Institusional = X2
untuk memahami peristiwa dibalik data 3. Kualitas Audit = X3
kuantitatif. 4. Komisaris Independen = X4
3. Jenis data yang digunakan dalam 5. Manajemen Laba = Y
penelitian ini adalah berupa data
sekunder, data mengenai perusahaan

e. Operasional Penelitian

Variabel Definisi Skala


Kepemilikan Manajerial Kepemilikan saham yang dimiliki oleh Dummy
manajerial
Kepemilikan Kepemilikan Saham yang dimiliki oleh Dummy
Institusional institusional lain.
Kualitas Audit KAP Big 5 Dummy
Komisaris Independen Anggota Komisaris Independen Dummy
Manajemean Laba Manipulasi Akuntansi oleh manajemen terhadap
Laporan keuangan = Earnings management Nominal
diproksi
dengan akrual abnormal (DA)

f. Analisis Data Setelah data diperoleh selanjutnya


Metode analisis yang digunakan dilakukan analisis dengan menggunakan
adalah Regresi, Cross Section, Panel Data. analisis regresi linear berganda untuk
mengetahui pengaruh variabel independen

STMIK Dharmapala Riau 1852


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

terhadap variabel dependen, dengan bantuan Uji Multikolonieritas


program pengolahan data statistik yaitu
Statical Package for Social Science (SPSS). Diketahui bahwa nilai Tolerance dari
ketiga variabel independen lebih dari 0,10
Uji Asumsi Klasik dan Variance Inflantion Factor(VIF) kurang
dari 10, jadi dapat disimpulkan bahwa dalam
Uji Normalitas model regresi tidak terjadi masalah
multikolonieritas.
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, Uji Autokorelasi
variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Nilai statistik Durbin Watson ( DW)
sebagai hasil output dari SPSS adalah
Uji Multikolinearitas sebesar 1.839 lebih besar dari batas atas (
dl) 1.3162 dan kurang dari du 2,1085 maka
Uji multikolinearitas bertujuan untuk dapat disimpulkan bahwa tidak ada
menguji apakah dalam model regresi autokorelasi positif atau negatif.
ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen) (Ghozali, 2009). Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi Dari grafik Scatter Plot diatas terlihat
bahwa titik (data) menyebar dan tidak
Uji autokorelasi digunakan untuk membentuk pola tertentu,serta tersebar baik
menguji apakah dalam model regresi linear . Sehingga dapat disimpulkan model regresi
terdapat korelasi antara kesalahan ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Model regresi yang baik Analisis Regresi
adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Dapat diperoleh model persamaan
Uji Heteroskedastisitas regresi linier berganda sebagai berikut :

Uji heteroskedastisitas bertujuan EM= a + b1 ( KPM ) + b2 ( KEPINS ) +


menguji apakah dalam model regresi terjadi b3 ( KAUD ) + b4 ( KMSINDP) + e
ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain Hasilnya adalah sebagai berikut :
(Ghozali, 2009). EM = -
Uji Hipotesis 0.0040+0,012(KPM)+0,045(KEPINS)-
0,048(KAUD)+0.024(KMSINDP)
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji Hipotesis
D. HASIL
Uji Asumsi Klasik Uji T

Uji Normalitas Data 1. Hipotesis pertama :


Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel
Dilihat diagram histogram, maka diatas tertulis t hitungnya adalah 0.505
membentuk lengkung kurve normal maka sedangkan t tabelnya sebesar 1,980,
residual dinyatakan normal dan asumsi berarti t hitung < t tabel dengan tingkat
normalitas terpenuhi. signifikansi 0,614 / 2 = 0,3070 dimana
lebih besar dari pada 0.025, maka

STMIK Dharmapala Riau 1853


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

hipotesis ditolak artinya variabel dan Komisaris Independen berpengaruh


Kepemilikan Manajerial tidak terhadap Manajemen Laba tetapi pengaruh
berpengaruh terhadap Manajemen Laba. ketiga faktor tersebut tidak mendominasi.
Hal ini terlihat dari hasil uji determinasi
2. Hipotesis kedua : pada table dibawah ini :
Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel
diatas tertulis t hitungnya adalah 2,184 Uji Determinasi
sedangkan t tabelnya sebesar 1,980,
berarti t hitung > t tabel dengan tingkat Berdasarkan hasil uji determinasi
signifikansi 0,031 / 2 = 0,0155 dimana terlihat bahwa keempat Variabel tersebut
lebih kecil dari pada 0.025, maka yaitu Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
hipotesis diterima artinya variabel Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris
Kepemilikan Institusional berpengaruh Independen berpengaruh terhadap
terhadap Manajemen Laba. Manajemen Laba hanya 6,5 % sementara
sisanya lagi dipengaruhi oleh faktor lainnya
3. Hipotesis ketiga : yang tidak termasuk dalam penelitian ini,
Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel artinya pada kasus ini Koefisien Determinasi
diatas tertulis t hitungnya adalah 2.067 menunjukkan Variabel-variabel
sedangkan t tabelnya sebesar 1,980, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
berarti t hitung > t tabel dengan tingkat Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris
signifikansi 0,041 / 2 = 0,0205 dimana Independen secara bersama-sama bisa
lebih kecil dari pada 0.025, maka menjelaskan perubahan yang terjadi pada
hipotesis diterima artinya variabel Manajemen Laba, dimana secara bersama-
Kualitas Audit berpengaruh terhadap sama Variabel-variabel Kepemilikan
Manajemen Laba. Manajerial, Kepemilikan Institusional,
Kualitas Audit dan Komisaris Independen
4. Hipotesis empat : secara bersama-sama bisa menjelaskan
Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel perubahan yang terjadi pada Manajemen
diatas tertulis t hitungnya adalah 1.071 Laba
sedangkan t tabelnya sebesar 1,980, Sebesar 6,5 % yang ditunjukkan
berarti t hitung < t tabel dengan tingkat pada Adjusted R Square sebesar 0.065
signifikansi 0,286 / 2 = 0,1430 dimana sementara sisanya dapat dijelaskan oleh
lebih besar dari pada 0.025, maka pengaruh lain yang tidak di teliti
hipotesis ditolak artinya variabel dipenelitian ini.
Komisaris Independen tidak
berpengaruh terhadap Manajemen Laba. E. PEMBAHASAN
Pada Uji Determinasi didapat hasil
Uji F bahwa keempat Variabel tersebut yaitu
Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
F hitungnya 2,984 sedangkan F table Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris
1,48 dimana tingkat signifikansi pada 0,022 Independen secara bersama-sama
lebih kecil dibandingkan 0,05/2 maka dapat berpengaruh terhadap Manajemen Laba
disimpulkan bahwa Kepemilikan hanya 6,5 % sementara sisanya lagi
Manajerial, Kepemilikan Institusional, dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak
Kualitas Audit dan Komisaris Independen termasuk dalam penelitian ini, artinya pada
secara bersama-sama berpengaruh terhadap kasus ini Koefisien Determinasi
Manajemen Laba. menunjukkan Variabel-variabel
Walaupun Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit

STMIK Dharmapala Riau 1854


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris yang hasil ini dibandingkan sebelum dan
Independen secara bersama-sama bisa sesudah peraturan tersebut dikeluarkan
menjelaskan perubahan yang terjadi pada hasilnya menemukan bahwa tidak ada
Manajemen Laba, dimana secara bersama- pengaruh Komisaris Independent terhadap
sama Variabel-variabel Kepemilikan Manajemen Laba yang mana konsisten
Manajerial, Kepemilikan Institusional, dengan hasil hipotesa penelitian ini.
Kualitas Audit dan Komisaris Independen Artinya dengan hadirnya Komisaris
secara bersama-sama bisa menjelaskan Independen tidak terbukti membatasi
perubahan yang terjadi pada Manajemen Manajemen Laba yang dilakukan oleh
Laba, hal ini sesuai apa yang diteliti oleh perusahaan. hal ini dapat saja terjadi karena
penelitian lain dimana sangat banyak faktor Pengangkatan Komisaris Independen
yang mempengaruhi Manajemen Laba mungkin hanya sejauh untuk pemenuhan
seperti penelitian yang dilakukan oleh kewajiban dalam peraturan regulasi Menteri
Adriani Lande, Imam Subekti dan Endang keuangan saja tetapi tidak dimaksudkan
Mardiati yang meneliti Pengaruh Tata untuk pemenuhan Tata Kelola Perusahaan
Kelola Perusahaan, Kecakapan manajerial yang baik dalam pengelolaan Perusahaan.
dan Rasio Leverage terhadap Manajemen Sejauh ini Pihak Komisaris
Laba. Independen hanya berjumlah minoritas saja
Bahkan Penelitian yang dilakukan dalam Perusahaan sekedar pelengkap telah
oleh Sylvia Veronica dan Siddharta Utama, memiliki Komisaris Independen oleh
membawa unsur Ukuran Perusahaan dan Perusahaan sehingga Komisaris Independen
Praktek Corporate Governance terhadap tidak begitu Efektif dalam menjalankan
Manajemen Laba, sehingga yang Monitoring dan menuangkan Aktivitasnya
mempengaruhi Manajemen Laba hanya dan tidak dominan dalam pengambilan
beberapa faktor saja tetapi juga oleh Kebijakan dalam rapat Dewan Komisaris
berbagai macam faktor oleh mana pada karena jumlah yang minoritas.
penelitian ini menemukan bahwa Pada Kualitas Audit pada beberapa
Industri Basic Industri Manufaktur untuk Penelitian ada yang berpengaruh dan tidak
tahun 2013 hingga 2014 yang berpengaruh pada Manajemen Laba namun
mempengaruhi secara bersama-sama oleh pada penelitian ini Kualitas Audit
Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan berpengaruh terhadap Manajemen Laba, hal
Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris ini dapat terjadi karena sifat dari Kantor
Independen Terhadap Manajemen Laba Akuntan Publik yang memberikan
hanya Sebesar 6,5 % yang ditunjukkan pada Keyakinan memadai terhadap Laporan
Adjusted R Square sebesar 0.065 sementara Keuangan yang di buat oleh Perusahaan
sisanya dapat dijelaskan oleh pengaruh lain masih didominasi dan diyakini pada Kantor
yang tidak di teliti dipenelitian ini. Akuntan Publik Big Four ( empat besar) hal
Peraturan yang dikeluarkan oleh ini karena diragu menurut para pemerhati
Negara bahwa Perusahaan memiliki Akuntan dan Pasar Modal bahwa Kantor
kewajiban untuk mengangkat Komisaris Akuntan Publik yang 4 Besar diyakini akan
Independen dan membentuk Komite Audit Kualitas Audit yang dilakukan mereka yang
yang peraturan ini dikeluarkan pada Juni diapresiasi oleh Publik dibandingkan KAP
Tahun 2000 dan diwajibkan dilaksanakan yang biasa saja.
selambat-lambatnya per 31 desember 2001, Standar Kualitas kerja yang
maka hasil penelitian yang dilakukan oleh memberikan keyakinan pada Publik masih
para peneliti sebelumnya ditemukan tidak di percaya pada KAP 4 besar walaupun
ada pengaruh kehadiran Komisaris KAP 4 besar hanya mengaudit Laporan
Independent terhadap Manajemen Laba keuangan pada Annual Report saja namun

STMIK Dharmapala Riau 1855


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Kualitas Kerja mereka sangat dipercaya oleh Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel
Publik dalam memberikan Jaminan diatas tertulis t hitungnya adalah 0.505
(Assurance) atas Audit Laporan Keuangan. sedangkan t tabelnya sebesar 1,980, berarti t
Pada Kepemilikan Institusional telah hitung < t tabel dengan tingkat signifikansi
ada penelitian terdahulu yang juga 0,614 / 2 = 0,3070 dimana lebih besar dari
memberikan kesimpulan yang beragam pada 0.025, maka hipotesis ditolak artinya
dimana Kepemilikan Institusional variabel Kepemilikan Manajerial tidak
memberikan Pengaruh dan tidak ada berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
Pengaruh pada Manajemen Laba, namun Hipotesis kedua :
pada penelitian ini di dapat hasil dimana Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel
Kepemilikan Institusional berpengaruh pada diatas tertulis t hitungnya adalah 2,184
Manajemen Laba artinya Kepemilikan sedangkan t tabelnya sebesar 1,980, berarti t
Institusional (Peruahaan Lain) dapat hitung > t tabel dengan tingkat signifikansi
mempengaruhi besar dan kecilnya 0,031 / 2 = 0,0155 dimana lebih kecil dari
Manajemen Laba. Menurut Guner dan pada 0.025, maka hipotesis diterima artinya
Aydogan (1998), perusahaan yang dikontrol variabel Kepemilikan Institusional
Investor asing (Perusahaan Asing) berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
mempunyai kinerja paling baik Hipotesis ketiga :
dibandingkan perusahaan yang kendalinya Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel
berada di pihak lain. diatas tertulis t hitungnya adalah 2.067
Dan perusahaan yang dimiliki oleh sedangkan t tabelnya sebesar 1,980, berarti t
beberapa perusahaan lain mempunyai hitung > t tabel dengan tingkat signifikansi
kinerja yang lebih baik dibandingkan 0,041 / 2 = 0,0205 dimana lebih kecil dari
perusahaan yang dimiliki oleh satu keluarga pada 0.025, maka hipotesis diterima artinya
atau satu perusahaan saja. Maka pada variabel Kualitas Audit berpengaruh
industry Basic Manufaktur ini ditemukan terhadap Manajemen Laba.
bahwa ada pengaruh signifikan terhadap Hipotesis empat :
Manajemen Laba oleh Kepemilikan Berdasarkan uji t yang dimuat pada tabel
Institusional hal ini tidak dapat terlepas dari diatas tertulis t hitungnya adalah 1.071
banyaknya investor asing yang ikut investasi sedangkan t tabelnya sebesar 1,980, berarti t
pada Perusahaan yang ada di Indonesia. hitung < t tabel dengan tingkat signifikansi
Kepemilikan Manajerial pada 0,286 / 2 = 0,1430 dimana lebih besar dari
penelitian ini tidak memiliki pengaruh pada 0.025, maka hipotesis ditolak artinya
terhadap Manajemen Laba, dimana pihak variabel Komisaris Independen tidak
manajemen diberikan Saham untuk berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
mengikat tingkat loyalitas dan kinerja pada
perusahaan namun hal ini tetap tidak Uji F
mempengaruhi Manajemen Laba. Artinya
Hipotesis 5 :
walaupun diberikan Saham kepemilikan
pada Level Top Manajemen tetap saja Berdasarkan hasil olahan SPSS bahwa F
Manajemen Laba hadir dan tidak hitungnya 2,984 sedangkan F table 1,48
dipengaruhi oleh Kepemilikan Manajerial. dimana tingkat signifikansi pada 0,022 lebih
kecil dibandingkan 0,05/2 maka dapat
F. KESIMPULAN disimpulkan bahwa Kepemilikan
Uji T Manajerial, Kepemilikan Institusional,
Kualitas Audit dan Komisaris Independen
Hipotesis pertama : secara bersama-sama berpengaruh terhadap
Manajemen Laba.

STMIK Dharmapala Riau 1856


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Yaitu Kepemilikan Manajerial, Arman Nefi, Adiwarman, (2008), Penerapan


Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit Good Corporate Governance :
dan Komisaris Independen berpengaruh Mengenyampingkan Hak Istimewa
terhadap Manajemen Laba hanya 6,5 % demi Kelangsungan usaha, Kencana,
sementara sisanya lagi dipengaruhi oleh Predana Group.
faktor lainnya yang tidak termasuk dalam Dedhy S, Yeni, (2011), Creative
penelitian ini, artinya pada kasus ini Accounting, Salemba Empat,
Koefisien Determinasi menunjukkan Jakarta.
Variabel-variabel Kepemilikan Manajerial, Heally, P.M and Wahlen, J.M. (1999). A
Kepemilikan Institusional, Kualitas Audit Review of The Earnings
dan Komisaris Independen secara bersama- Management Literature and its
sama bisa menjelaskan perubahan yang Implication for Standard Setting,
terjadi pada Manajemen Laba, dimana Accounting Horizon (December),
secara bersama-sama Variabel-variabel 365-383
Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Gabrielsen, Gorm., Jeffrey D. Gramlich dan
Institusional, Kualitas Audit dan Komisaris Thomas Plenborg. (1997).
Independen secara bersama-sama bisa Managerial Ownership, Information
menjelaskan perubahan yang terjadi pada Content of Earnings, and
Manajemen Laba Discretionary Accruals in a Non US
Sebesar 6,5 % yang ditunjukkan Setting. Jurnal of Bussiness Finance
pada Adjusted R Square sebesar 0.065 and Accounting, Vol 29. No. 7 &8.
sementara sisanya dapat dijelaskan oleh September/Oktober, p. 967-988.
pengaruh lain yang tidak di teliti Husnan, Suad, 1998, Dasar-Dasar Portofolio
dipenelitian ini. dan Analisis Sekuritas, UPP-AMP
YKPN,Yogyakarta
G. SARAN Lulus sri Lestari, (2013), Pengaruh Earning
Penelitian ini memiliki keterbatasan Management terhadap Nilai
pendeknya periode penelitian maka bagi Perusahaan dimoderasi dengan
peneliti kemudian dapat memanjangkan Praktik Corporate Governance,
periode penelitian selanjutnya. Dipanegoro Journal of Accounting,
Bagi Perusahaan penelitian ini dapat volume 2, nomor 3, tahun 2013.
menjadi salah satu Rujukan bahwa Mochammad Ridwan, Ardi Gunardi, (2013),
Manajemen Laba dipengaruhi juga oleh Peran mekanisme corporate
faktor lain selain yang diteliti oleh peneliti. governance sebagai pemoderasi
Sehingga dapat menjadi pertimbangan praktik earning management
dalam tata kelola perusahaan oleh terhadap Nilai perusahaan,
Manajemen, Komisaris dan owner sebagai Trikonomika, volume 12, No.1 Juni
Pemilik. 2013.
Scott, William R. (2006). Financial
DAFTAR PUSTAKA Acconting theory”. 4th Edition.
Canada Inc : Pearson Education.
Ang, Robert, 1997, Buku Pintar Pasar Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz,
Modal Indonesia Edisi I, Media Soft, Mas’ud (2006), Mekanisme
Indonesia Corporate Governance, Kualitas
Ali Irfan. (2002). Pelaporan Keuangan dan Laba dan Nilai Perusahaan.
Asimetri Informasi dalam Hubungan Simposium Nasional Akuntansi IX,
Agensi. Lintasan Ekonomi Vol XIX. Padang, 23-26 Agustus 2006.
No 2 Juli 2002.

STMIK Dharmapala Riau 1857


Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Siregar,Sylvia Veronica N.P & Bachtiar, Yanivi S.(2004). Good Corporate Governance,
Information Asymmetry, and Earnings Management”,
Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar-Bali : hal 57-69.
Siregar,.Sylvia. Veronica N.P, dan Utama, Siddharta. (2006) Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba
(Earnings Management), Journal Riset Akuntansi Indonesia Vol 9 No.3. Hal 307-326

1
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Watts R. and J.L. Zimmerman. (1986). Positive Accounting Theory. New York: Prentice Hall.
Watfield, Terry D., J.J. Wild dan K.L Wild (1995). Managerial Ownership, Accounting Choices,
and Informativesness of Earning. Journal of Accounting and Economics
20, hal 61-91.
Wedari, L.K.(2004). Analisis Pengaruh Dewan Komisaris dan Keberadaan Komite Audit
Terhadap Aktivitas Manajemen Laba. Makalah SNA
VII. Denpasar. 963-974

2
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

3
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Pengaruh Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility


Disclosure Terhadap Tax Avoidance
(Studi Empiris pada Perusahaan Tambang dan CPO yang Listing di BEI
2010-2014)

Amila Dyan Maraya


Reni Yendrawati
Universitas Islam Indonesia

Abstract: This research is based on the rise of tax avoidance phenomenon in Indonesia. The
purpose of this study is to analyze the effect of corporate governance and corporate social
responsibility disclosure on tax avoidance. Tax avoidance are dependent variable on this research.
Tax avoidance is measured by book tax gap (BTG). Independent commissioners, audit quality,
institutional ownership, managerial ownership, and corporate social responsibility disclosure are
independent variables on this research. The sample of this research was 13 mining companies and
Crude Palm Oil (CPO) companies that listed in Indonesia Stock Exchange for the years 2010-
2014. This research used purposive sampling criteria and double linear regression analysis test.
The result showed that audit quality and institutional ownership have significant negatively effect.
Meanwhile, corporate social responsibility disclosure have significant positevely effect on tax
avoidance. The research contributes that corporate social responsibility disclosure need to be
considered as an indicator in exposing the practice of tax avoidance especially on mining and
CPO companies in Indonesia.

Keywords: corporate governance, corporate social responsibility, tax avoidance, book tax gap

Abstrak: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya fenomena penghindaran pajak di


Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tata kelola perusahaan dan
pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap penghindaran pajak. Penghindaran
pajak merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Penghindaran pajak diukur dengan
book tax gap (BTG). Proporsi komisaris independen, kualitas audit, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan pengungkapan tanggungjawab sosial adalah variabel independen
pada penelitian ini. Sampel penelitian ini adalah 13 perusahaan tambang dan perusahaan kelapa
sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010–2014. Sampel dipilih dengan
menggunakan metode purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan uji asumsi klasik dan
pengujian hipotesis dengan metode regresi linier berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa kualitas audit dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan. Sementara itu,
pengungkapan tanggungjawab sosial berpengaruh positif signifikan terhadap penghindaran pajak.
Penelitian ini berkontribusi bahwa pengungkapan tanggungjawab sosial perlu dipertimbangkan
sebagai salah satu indikator dalam mengungkap praktek penghindaran pajak khususnya pada
perusahaan tambang dan kelapa sawit di Indonesia.
4
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

Kata Kunci : tata kelola perusahaan, tanggungjawab sosial perusahaan, penghindaran pajak,
book tax gap

5
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
1. Pendahuluan

Pajak yang merupakan sumber pembiayaan anggaran terbesar bagi negara ditargetkan dapat memberikan
pemasukkan sebesar 1.360 triliun di tahun 2016 (Kemenkeu, 2016). Sehubungan dengan hal ini,
pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diharapkan mampu mengoptimalkan pemasukkan
negara melalui fungsinya guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Negara selaku pemungut pajak dan perusahaan selaku wajib pajak memiliki kepentingan yang berbeda.
Perusahaan pun cenderung mencari cara untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak (Ngadiman dan Sari,
2014). Dalam memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar, perusahaan dapat memperkecil nilai pajak
dengan tetap mengikuti peraturan pajak yang berlaku (penghindaran pajak) atau memperkecil nilai pajak
dengan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang (penggelapan pajak), Brian dan
Martani (2014).
Fenomena tax avoidance atau penghindaran pajak di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia kian
meningkat dari waktu ke waktu. Beberapa peristiwa di Indonesia yang muncul di permukaan terkait
penghindaran pajak menurut PWYP (Publish What You Pay) yang dikutip oleh Prasetyo (2015), sepanjang
periode 2013-2014 negara kehilangan Rp 235,76 triliun akibat praktik pengelakan pajak oleh perusahaan
tambang. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pajak, sekitar 24 persen dari 7.834 perusahaan tambang
tidak ber-NPWP dan sebanyak 35 persen tidak melaporkan surat pemberitahuan (SPT) pajak. Sementara
itu, aktivitas tax avoidance dan tax evasion juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan CPO (Crude Palm
Oil) di Indonesia dengan berbagai macam cara, mulai dari memodifikasi laporan keuangan hingga
melakukan merger dengan unit-unit usaha diluar kelapa sawit yang merugi. Sebagaimana penegasan
Direktur DJP Kementerian Keuangan, Fuad Rahmany mengatakan banyak perusahaan asing yang
membuka anak usahanya dan berproduksi di wilayah Indonesia menghindari pembayaran pajak tinggi dan
sebaliknya juga ditemukan banyak perusahaan sawit milik orang Indonesia yang mendirikan kantor pusat
di Singapura untuk menghindari pembayaran pajak penghasilan (PPh) badan usaha maksimal di Indonesia.
Tujuannya tak lain ialah memanfaatkan tarif PPh badan usaha di Singapura yang lebih rendah ketimbang
Indonesia (Ambong, 2014).

Metode dan teknik yang digunakan tax avoidance terletak pada grey area yakni cenderung memanfaatkan
kelemahan-kelemahan Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan itu sendiri untuk memperkecil jumlah
pajak yang terutang (Pohan, 2011: 14). Memang tidak ada unsur pidana dari aksi penghindaran pajak sebab
perusahaan bertransaksi dengan baik, benar, disertai bukti akurat dan tidak menyalahi aturan. Namun,
aktivitas ini mengakibatkan negara tidak memperoleh pajak secara maksimal. Berdasarkan KNKG (2006),
perusahaan dituntut untuk memperbaiki dan meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun
internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat

6
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Sehubungan
dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan
konsep Good Corporate Governance (GCG). Perusahaan yang memiliki mekanisme corporate governance
yang baik maka akan berbanding lurus dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
pajakannya (Sartori, 2010). Salah satu bentuk lain dari implementasi dari konsep GCG ialah penerapan
Corporate Sosial Responsibily (CSR). CSR merupakan fenomena strategi perusahaan yang
mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan stakeholdernya. Pada tanggal 1 Agustus 2012, pemerintah
melalui BAPEPAM mengeluarkan "Salinan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar modal dan Lembaga
Keuangan Nomor: kep-431/bl/2012 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau
perusahaan publik” yang meliputi kebijakan, jenis program, dan biaya yang dikeluarkan, yang memusatkan
perhatian antara lain terkait aspek lingkungan hidup, praktik ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan
kerja, pengembangan sosial dan kemasyarakatan, serta tanggung jawab produk. Oleh karena itu, mau tak
mau perusahaan menganggarkan dana lebih untuk kegiatan CSR di luar kewajiban membayar pajaknya
(Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi, 2014).
Sejumlah penelitian telah dilakukan tentang pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance.
Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Annisa dan Kurniasih (2012); Hanum dan Zulaikha (2013);
Ngadiman dan Puspitasari (2014); Prakosa (2014); Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi (2014); serta Dewi
dan dan Jati (2014). Begitu juga di luar negeri, seperti di Tunisia Hamed dan Boussaidi (2015) serta Chen
dkk. (2010) yang melakukan penelitian tentang pengaruh corporate governance terhadap tax avoidance di
Cina. Akan tetapi, masih terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian.
Komisaris independen dinyatakan tidak berpengaruh oleh Dewi dan Jati (2014), Hanum dan Zulaikha
(2013), serta Annisa dan Kurniasih (2012). Sebaliknya, menurut Prakosa (2014), proporsi komisaris
independen dinyatakan berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Menurut hasil penelitian Dewi
dan Jati (2014) serta Annisa dan Kurniasih (2012) kualitas audit dinyatakan berpengaruh terhadap tax
avoidance. Sementara itu, menurut hasil penelitian di luar negeri yang dilakukan oleh Hamed dan
Boussaidi (2015), kualitas audit dinyatakan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Kepemilikan
institusional dinyatakan tidak berpengaruh oleh Dewi dan Jati (2014), Hanum dan Zulaikha (2013), serta
Annisa dan Kurniasih (2012). Berbeda dengan hasil yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Ngadiman dan Puspitasari (2014), kepemilikan institusional dinyatakan berpengaruh signifikan negatif
terhadap tax avoidance. Penelitian pengaruh kepemilikan manajerial terhadap tax avoidance tidak
ditemukan di Indonesia. Namun di Tunisia, Hamed dan Boussaidi (2015) menyatakan bahwa managerial
ownership berpengaruh negatif signifikan terhadap tax aggressiveness. Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi
(2014) menyatakan bahwa corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
Berbeda halnya dengan hasil penelitian Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi (2014), penelitian yang dilakukan

7
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
oleh Watson (2011) membuktikan bahwa corporate social responsibility berpengaruh secara negatif
terhadap tax avoidance.

Perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya inilah yang mendorong peneliti
untuk menguji kembali konsistensi hasil penelitian terdahulu. Minimnya penelitian mengenai pengaruh
kepemilikan manajerial di Indonesia juga mendukung peneliti untuk mengkaji ulang variabel tersebut.
Variabel yang ingin dikaji ulang oleh peneliti terkait pengaruhnya terhadap tax avoidance diantaranya
proporsi komisaris independen, kualitas audit, kepemilikan institusional kepemilikan manajerial, dan
corporate social responsibility disclosure. Alasan utama yang menjadi pertimbangan peneliti memilih
sektor tambang dan CPO sebagai objek penelitian ialah karena dua sektor tersebut kini menjadi bahan
perbincangan, baik kepatuhan pajaknya maupun tanggung jawab sosial korporatnya yang tergolong rendah
dan menurun dari waktu ke waktu. Sektor tambang dan CPO dinilai sebagai sektor yang paling rentan di
dalam penghindaran pajak hingga menyebabkan kerugian negara yang tidak sedikit (Prasetyo, 2015).
Permasalahan yang hendak dijawab peneliti yaitu apakah corporate governance yang diproksikan dengan
proporsi komisaris independen, kualitas audit, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial serta
corporate social responsibility disclosure berpengaruh terhadap tax avoidance. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh proporsi komisaris independen, kualitas audit, kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan corporate social responsibility disclosure independen terhadap tax avoidance
pada perusahaan tambang dan CPO yang Listing di BEI 2010-2014.

2. Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Tax Avoidance

Mengingat signifikannya beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan dan pemegang saham, dapat
diduga pemegang saham menginginkan penghindaran pajak (Chen dkk., 2010). Segala upaya untuk
mengurangi kewajiban pajak yang dilakukan oleh perusahaan, salah satunya ialah tax planning atau
perencanaan pajak. Menurut Prakosa (2014), perencanaan pajak yang masih dalam koridor undang-undang
disebut penghindaran pajak atau tax avoidance. Penghindaran pajak merupakan usaha untuk mengurangi
hutang pajak yang bersifat legal, kegiatan ini memunculkan resiko bagi perusahaan antara lain denda dan
buruknya reputasi perusahaan di mata publik. Brian dan Martani (2014) menyatakan bahwa, Undang-
undang perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment, yakni sistem pemungutan yang memberikan
keleluasaan penuh kepada wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Sehubungan dengan hal ini, fiskus hanya melakukan fungsi
pengawasan dan tidak terlibat langsung di dalam proses perhitungan. Penerapan sistem self assessment

8
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
dalam undang-undang perpajakan Indonesia seakan memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar. Dalam hal ini, perusahaan tentu saja ingin meminimalisir
beban pajak. Oleh karena itu, persoalan penghindaran pajak merupakan persoalan yang rumit dan unik. Di
satu sisi penghindaran pajak diperbolehkan, tapi di sisi yang lain penghindaran pajak tidak diinginkan
(Budiman dan Setiyono, 2012).

Dalam penelitian ini, tax avoidance diukur dengan menggunakan proksi book tax gap. Book tax gap atau
yang biasa dikenal dengan book tax differences merupakan perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang
terjadi karena perbedaan antara peraturan perpajakan dengan peraturan akuntansi. Menurut Hanlon dan
Heitzman (2010), boox tax differences dapat dijadikan sebagai sumber yang patut dicurigai di dalam
menilai agresivitas pelaporan keuangan untuk tujuan perpajakan (tax avoidance) dan manipulasi laba.
Penghindaran pajak erat kaitannya dengan manajemen laba. Ketika manajer memanipulasi laba ke atas,
manajer dihadapkan pada dua pilihan, antara pelaporan penghasilan kena pajak pada jumlah yang lebih tinggi
sehingga pembayaran pajak meningkat atau dengan jumlah yang lebih rendah (menciptakan book tax
differences) yang dapat menurunkan kredibilitas laba pada laporan keuangan. Sejumlah penelitian terdahulu
yang menggunakan book tax gap sebagai proksi tax avoidance diantaranya adalah penelitian (Annisa dan
Kurniasih, 2012); (Chen dkk., 2010); dan (Martani dan Sirait, 2014).

2.2. Teori Keagenan dan Corporate Governance

Adanya pemisahan antara pemilik dengan manajemen perusahaan dapat menimbulkan masalah, antara lain
yaitu adanya kemungkinan manajer melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan/kepentingan
prinsipal. Masalah yang timbul ini biasa disebut sebagai agency problem atau masalah agensi (Jensen dan
Meckling, 1976). Dalam rangka menjembatani agency problem, good corporate governance digunakan
untuk mengoptimalkan kedua kepentingan tersebut (Rusydi dan Martani, 2014). Corporate governance
sendiri merupakan suatu aturan yang akan menghasilkan suatu kepercayaan antara pemilik dengan
manajemen (Agoes dan Ardana, 2009). Lima komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good
Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan
kesetaraan (KNKG, 2006). Dalam penelitian ini karakteristik corporate governance yang digunakan adalah
kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial.
Hamed dan Boussaidi (2015) menyatakan bahwa corporate governance harus memainkan peran penting
dalam memantau aktor yang berbeda dan memanfaatkan prosedur perencanaan. Dalam konteks ini,
beberapa penelitian (Hamed dan Boussaidi, 2015; Prakosa, 2014; Annisa dan Kurniasih, 2012; Chen dkk.,
2010) menunjukan bahwa mekanisme corporate governance berpengaruh negatif dengan agresivitas pajak.

9
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
2.2.1. Proporsi Komisaris Independen

Komisaris independen sebagai pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan
pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain harus secara proaktif
mengupayakan agar dewan komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada direksi
untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip dan praktik Good Corporate Governance diterapkan dengan baik,
mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku serta menerapkan nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan
dalam menjalankan operasinya (KNKG, 2006). Salah satu syarat pencatatan saham bagi calon perusahaan
tercatat adalah memiliki komisaris independen sekurang- kurangnya 30% dari jajaran anggota Dewan
Komisaris. Apabila jumlah komisaris independen pada dewan komisaris semakin banyak, maka akan
semakin baik karena komisaris independen dapat memenuhi peran mereka didalam fungsi monitoring
terhadap tindakan-tindakan para direktur, maka aktivitas tax avoidance akan semakin rendah. Berdasarkan
pandangan Sabli (2011), komisaris independen melakukan pengawasan yang sangat baik yaitu dengan
mengarahkan perusahaan berdasarkan aturan yang telah ditetapkan. Penelitian Prakosa (2014) dapat
membuktikan bahwa proporsi komisaris independen mempengaruhi tax avoidance secara negatif.

H1. Proporsi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap tax avoidance.

2.2.2. Kualitas Audit

Salah satu elemen penting dalam corporate governance adalah transparansi. Untuk menjaga obyektivitas
dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas,
akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya
(KNKG, 2006). Transparansi mensyaratkan adanya pengungkapan yang akurat tentang laporan keuangan
yang telah diaudit oleh KAP. Penelitian Annisa dan Kurniasih (2012) menjelaskan bahwa laporan keuangan
yang diaudit oleh auditor KAP Big Four (Price Waterhouse Cooper - PWC, Deloitte Touche Tohmatsu,
KPMG, Ernst & Young - EY) memiliki tingkat kecurangan dalam aktivitas perpajakan yang lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP Non-Big Four. Apabila kualitas audit baik, maka
tax avoidance semakin kecil karena laporan keuangan yang memiliki kualitas audit yang baik akan bebas
dari kecurangan. Penelitian (Dewi dan Jati, 2014) membuktikan bahwa kualitas audit berpengaruh terhadap
tax avoidance. Penelitian tersebut memaparkan bahwa kualitas audit yang tinggi dapat mengurangi praktik
penghindaran pajak. Perusahaan yang diaudit oleh KAP besar terbukti tidak melakukan penghindaran
pajak, karena auditor yang termasuk dalam Big Four lebih kompeten dan profesional, sehingga ia memiliki
pengetahuan yang lebih banyak tentang cara mendeteksi dan memanipulasi laporan keuangan yang
mungkin dilakukan oleh perusahaan.
H2. Kualitas audit berpengaruh negatif terhadap aktivitas tax avoidance.

10
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
2.2.3. Kepemilikan Institusional
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional
adalah dua mekanisme corporate governance yang dapat mengendalikan masalah keagenan. Kepemilikan
institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum,
institusi luar negeri, dan dana perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi tersebut memiliki
wewenang untuk melakukan pengawasan atas kinerja manajemen (Ngadiman dan Puspitasari, 2014).
Dengan adanya kepemilikan institusional di suatu perusahaan maka kepatuhan dan kinerja manajemen
akan meningkat. Semakin besar kepemilikan institusi keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara
dan dorongan dari institusi keuangan tersebut untuk mengawasi manajemen dan akibatnya akan
memberikan dorongan yang lebih besar untuk mematuhi peraturan perpajakan. Investor institusional
memilki andil didalam keputusan maka secara otomatis akan mendorong manajemen untuk mematuhi
peraturan yang dibuat pemerintah sehingga perusahaan patuh terhadap pajak (Hanum dan Zulaikha, 2013).
Dengan begitu, perusahaan akan menghindari perilaku tax avoidance yang menyimpang dari ketetapan
pajak yang sesuai di negeri ini. Penelitian sebelumnya, (Ngadiman dan Puspitasari, 2014) menemukan
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.
H3. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap aktivitas tax avoidance.
2.2.4. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan (direksi, komisaris,
manajer, maupun karyawan) yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen.
Manajemen akan lebih berhati-hati dalam mengambil suatu keputusan karena akan berdampak langsung
pada dirinya selaku pemegang saham. Semakin besar kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka
manajemen akan lebih giat untuk meningkatkan kinerja dan kepatuhannya termasuk menghindari aktivitas
tax avoidance. Meningkatkan kepemilikan manajerial digunakan sebagai salah satu cara untuk mengatasi
masalah agensi di perusahaan. Di Cina, Ying (2011) menemukan bahwa semakin tinggi kepentingan
persentase direksi, semakin rendah tarif pajak efektif. Demikian pula, Hamed dan Boussaidi (2015) di
Tunisia menyimpulkan bahwa perusahaan dengan persentase managerial ownership yang tinggi akan
mengurangi agresivitas pajak. Minnick dan Noga (2010) menunjukkan bahwa insentif direksi merupakan
faktor penting dari agresivitas pajak dalam konteks Amerika. Oleh karena itu, kepemilikan oleh anggota
dewan perusahaan menciptakan insentif untuk melindungi kepentingan keuangan mereka dalam
perusahaan.

H4. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap aktivitas tax avoidance.

11
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
2.3. Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Konsep Legitimasi
Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) merupakan proses mengkomunikasikan dampak sosial
dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan terhadap kelompok yang berkepentingan terhadap
perusahaan secara keseluruhan (Arthana, 2011). Konsep legitimasi menunjukkan adanya tanggungjawab
perusahaan terhadap masyarakat. Perusahaan sadar akan keberlangsungan hidupnya berhubungan juga
dengan citra perusahaan di mata masyarakat untuk keberlangsungan hidupnya. Untuk bisa
mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan mengupayakan sejenis legitimasi atau pengakuan
baik dari investor, kreditor, konsumen, pemerintah maupun masyarakat sekitar (Hidayati dan Murni, 2009).
Teori legitimasi inilah yang kemudian mendasari hubungan pengungkapan CSR dengan tax avoidance.
CSR yang merupakan salah satu implementasi dari GCG harus diterapkan secara etis untuk
keberlangsungan perusahaan. Semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan maka akan
semakin tinggi pula reputasi perusahaan di mata masyarakat. Menurut Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi
(2014), reputasi baik juga akan diperoleh dari hal pembayaran pajaknya. Watson (2011) dalam
penelitiannya membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR yang tinggi cenderung
kurang agresif dalam praktek penghindaran pajaknya dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
pengungkapan CSR yang rendah.
H5. Corporate Social Responsibility disclosure berpengaruh negatif terhadap aktivitas tax avoidance.

2.4. Kerangka Pemikiran

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

H1 (-)
Proporsi Komisaris
Independen (INDP)

Kualitas Audit H2 (-)

(QA)
H3 (-)
Tax Avoidance
Kepemilikan (TA)
Institusional (INST) H4 (-)

Kepemilikan
Manajerial (MAN) H5(-)

Corporate Social
Responsibility (CSRD)

12
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
3. Metode Penelitian

3.1. Pemilihan dan pengumpulan data

Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu dilakukan dengan mengambil sampel
dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu yaitu perusahaan bergerak di bidang pertambangan dan
perkebunan kelapa sawit aktif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2010-2014 serta
memiliki data laporan tahunan dan laporan keungan lengkap, perusahaan menggunakan nilai mata uang
rupiah, laba perusahaan bernilai positif, dan perusahaan menggunakan tahun buku 31 Desember pada
laporan keuangan tahunan. Populasi yang digunakan berjumlah 56 perusahaan. Setelah dilakukan seleksi
pemilihan sampel sesuai kriteria yang telah ditentukan, maka diperoleh 13 perusahaan yang memenuhi
kriteria sampel. Periode yang digunakan selama 5 tahun sehingga jumlah sampel yang diuji sebanyak 65
sampel. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan
metode studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan membaca buku, jurnal dan literatur pendukung yang
relevan dengan masalah yang diteliti.
3.2. Pengukuran dan Definisi Variabel

Penelitian ini menggunakan 6 variabel yang terdiri dari 1 variabel dependen dan 5 variabel independen
yang dirincikan sebagai berikut:
3.2.1. Tax Avoidance
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tax avoidance. Tax avoidance adalah
penghindaran pajak dengan menuruti peraturan yang ada. Pengukuran terkait tax avoidance dilakukan
dengan menggunakan proksi book tax gap sebagai alat ukur. Book tax gap merupakan kesenjangan atau
perbedaan antara laba komersial yang dilaporkan dalam laporan laba rugi menurut peraturan akuntansi
dengan laba fiskal atau laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi untuk kepentingan perpajakan yang
disusun berdasarkan peraturan perpajakan negara yang bersangkutan). Adapun rumus book tax gap adalah
sebagai berikut:

𝑳𝑨 − 𝑷𝑲𝑷
𝑩𝑻𝑮 =
𝑻𝑨

Keterangan :

BTG = Book Tax Gap

LA = Laba menurut Akuntansi

13
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
PKP = Penghasilan Kena Pajak TA

= Total Aset

3.2.2. Proporsi Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan. Variabel tersebut
diukur berdasarkan presentase jumlah dewan komisaris terhadap total komisaris yang ada dalam jajaran
dewan komisaris perusahaan.

𝑱𝑲𝑰
𝑰𝑵𝑫𝑷 =
𝑱𝑺𝑲

Keterangan :

INDP = Proporsi Komisaris Independen

JKI = Jumlah Komisaris Independen

JSK = Jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris

3.2.2 Kualitas Audit

Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan
klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi, dan melaporkannya dalam laporan
keuangan auditan (Dewi dan Jati, 2014). Kualitas audit sangat menentukan kredibilitas laporan keuangan.
Kualitas audit diukur melalui proksi ukuran KAP Big Four dan KAP non-Big Four. Kualitas audit diukur
dengan skala nominal melalui variabel dummy. Angka 1 digunakan untuk mewakili perusahaan yang
diaudit oleh KAP Big Four dan angka 0 digunakan untuk mewakili perusahaan yang tidak diaudit oleh KAP
non-Big Four (Annisa, 2012).

3.2.3. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang mayoritas dimiliki oleh institusi.

𝑱𝑺𝑰
𝑰𝑵𝑺𝑻 =
𝑻𝑴𝑺

Keterangan :

INST = Proporsi kepemilikan institusional

JSI = Jumlah saham yang dimiliki investor institusi

10
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
TMS = Total modal saham yang beredar

3.2.4 Kepemilikan manajerial

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham yang mayoritas dimiliki oleh manajemen perusahaan
(dewan komisaris, direksi, maupun karyawan). Kepemilikan manajerial diukur dengan skala nominal
melalui variabel dummy. Angka 1 digunakan untuk mewakili perusahaan yang terdapat investor manajerial
dan angka 0 digunakan untuk mewakili perusahaan yang tidak terdapat investor manajerial di dalam
struktur pemegang saham perusahaan.

3.2.5. Corporate Social Responsibility Disclosure

Pengukuran CSR dilakukan dengan melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam 7
indikator yaitu indikator lingkungan, energi, kesehatan, dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga
kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum di dalam pedoman Sustainability Report GRI.
Selanjutnya total nilai pengungkapan digunakan untuk mengukur indeks CSR. Adapun rumus yang bisa
digunakan yaitu sebagai berikut:

∑𝑿𝒚𝒊
𝑪𝑺𝑹𝑰𝒋 =
𝒏𝒊
Keterangan:

CSRIj : Indeks luas pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan i ΣXyi
: nilai 1 = jika item yi diungkapkan; 0 = jika item yi tidak diungkapkan.
ni : jumlah item untuk perusahan i, ni ≤ 79
3.3. Metode analisis data

Metode analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda.
Sebelum dilakukan Uji Hipotesis maka model regresi diuji terlebih dahulu dengan Uji Asumsi Klasik. Hal
ini dilakukan untuk memastikan bahwa model regresi yang digunakan tidak terdapat masalah
heteroskedastisitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan data terdistribusi normal.

Dalam analisis statistik deskriptif, nilai mean yang dikaitkan dengan nilai median variabel-variabel tersebut
dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat normalitas sebaran distribusi data. Jika nilai besaran rata-rata
hitung = median maka akan diperoleh suatu distribusi sebaran data yang simetris. Untuk mendukung
normalitas data, juga dilakukan uji analisis grafik dan uji statistik non-parametrik Kolmogorov- Smirnov (K-
S). Jika p value >5% maka diartikan data terdistribusi normal.
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot. Jika tidak ada pola yang
jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi

11
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
heteroskedastisitas. Uji Glesjer juga dilakukan dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel
independen. Analisis Uji Glejser dapat dilihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan
5% maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas. (Ghozali, 2011).
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas pada suatu model regresi adalah dengan melihat nilai
tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance>0,10 dan VIF<10, maka dapat diartikan
bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada penelitian tersebut. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi
dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW-Test) dimana ketentuannya apabila nilai Durbin-
Watson berada lebih dari Du dan lebih kecil dari nilai 5-Du (Du <Durbin Watson < 5- Du) maka model
regresi telah terbebas dari autokorelasi.
Untuk menilai kelayakan model, Uji F dilakukan dengan melihat dari nilai F dan signifikansi. Semakin
rendah nilai signifikansi menunjukkan bahwa model yang dibangun memiliki kemungkinan kesalahan
yang lebih rendah. Apabila (Sig.<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa model layak dan baik untuk
digunakan. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2011). Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti
kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
mendeteksi variasi variabel dependen.
Uji hipotesis menggunakan uji statistik t. Uji statistik t menunjukan seberapa jauh variabel independen
secara individual menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance
level 0,05 (α=5%). Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan).
Ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi
signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.
Model penelitian ini adalah sebagai berikut:
TA = β0 + β1INDP1 + β2QA2 + β3INST3+ β4MAN4 + β5CSRD5 + e

Keterangan:

TA = Tax Avoidance (dihitung dengan menggunakan BTG)

INDP = Proporsi Komisaris Independen

QA = Kualitas Audit

INST = Kepemilikan Institusional

MAN = Kepemilikan Manajerial

CSRD = Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

12
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
4. Hasil dan Diskusi

4.1. Analisis Stastistik Deskriptif

Hasil analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1

Hasil Uji Statistik Deskriptif

INDP INST CSRD TA

Valid 65 65 65 65
N
Missing 0 0 0 0
Mean .3971 .2927 .3470 .0604
Median .3750 .1730 .1899 .0343
Std. Deviation .08042 .33212 .37113 .08195
Variance .006 .110 .138 .007
Minimum .25 .00 .05 -.05
Maximum .55 .97 1.00 .34
Sumber: Data diolah, 2016

Jumlah pengamatan (N) menggunakan 65 sampel dari 13 perusahaan tambang dan CPO yang tercatat dalam
BEI pada tahun 2010-2014. Variabel Proporsi Komisaris Independen (INDP) memiliki nilai mean dan
median yang berdekatan, yaitu 0,3971 dan 0,3750. Pada variabel Kepemilikan Institusional (INST)
memiliki nilai mean dan median yang berdekatan, yaitu 0,2927 dan 0,1730. Tax Avoidance (TA) yang juga
memiliki nilai mean dan median yang hampir sama yaitu 0,0604 dan 0,0343. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa variabel tersebut terdistribusi secara normal.

Rata-rata perusahaan yang diteliti terdapat proporsi komisaris independen sebesar 39,71%. (syarat minimal
30% total jumlah komisaris). Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSRD) yang terdapat di
dalam perusahaan yang diteliti rata-rata mengungkapkan CSRnya sebesar 34% dari luas pengungkapan
Sustainabilty Report yang ditetapkan oleh GRI. Sedangkan rata-rata kepemilikan institusional dalam
struktur pemegang saham perusahaan yang diteliti ialah sebesar 29%. Variabel TA (Tax Avoidance) yang
diproksikan dengan Book Tax Gap memiliki nilai minimum -0,05 dan nilai maksimum 0,34. Nilai negatif
menunjukkan bahwa perusahaan menurunkan nilai penghindaran pajaknya dan nilai positif menunjukkan
perusahaan meningkatkan nilai pajaknya. Rata-rata perusahaan yang diteliti menghindari pajaknya sebesar
6 %.

13
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
Variabel QA (kualitas audit) dan MAN (Kepemilikan Manajerial) menggunakan skala dummy, sehingga
statistik deskriptifnya dilakukan secara terpisah. Kualitas audit (QA) dikategorikan dengan jenis KAP yang
mengaudit. Perusahaan sampel yang diaudit oleh KAP BigFour sebesar 44,6% dan yang diaudit oleh KAP
nonBig-Four sebesar 55,4%. Kepemilikan manajerial (MAN) dikategorikan dengan ada tidaknya investor
manajerial dalam perusahaan. Berdasarkan kategori tersebut, diketahui bahwa perusahaan sampel yang
terdapat kepemilikan manajerialnya sebesar 50,8%

4.2. Uji Normalitas

Tabel 2

One Sample Kolmogorov-SmirnovTest

Variabel Kolmogorov- Signifikansi Ket


Smirnov Z

Unstandardized residual 0,943 0,336 Normal

Sumber : Data diolah, 2016

Uji yang dilakukan pertama kali sebelum menguji hipotesis adalah uji normalitas data dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (1-Sample K-S). Berdasarkan tabel hasil uji normalitas di atas
dapat diketahui nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,943 dan nilai signifikansi pada unstandardized
residual sebesar 0,336 (p>0,05). Oleh karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka dapat diartikan
bahwa data yang digunakan dalam model regresi terdistribusi normal.

4.3. Uji Heteroskedatisitas


Gambar 3 Diagram Scatterplot

Sumber : Data Diolah, 2016

Berdasarkan gambar 3 dapat diketahui bahwa titik-titik menyebar secara acak, maka dapat dikatakan
bahwa model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendukung hasil uji heteroskedastisitas
tersebut, dilakukan pula uji Glesjer.

14
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
Tabel 3 Hasil Uji Glesjer
Variabel Sig. Nilai Kritis Keterangan
INDP 0,581 0,05 Homoskedastisitas
QA 0,637 0,05 Homoskedastisitas
INST 0,201 0,05 Homoskedastisitas
MAN 0,382 0,05 Homoskedastisitas
CSRD 0,746 0,05 Homoskedastisitas
Sumber : Data Diolah, 2016
Berdasarkan tabel hasil uji Glesjer di atas, dapat dilihat bahwa model regresi tidak mengandung adanya
Heteroskedastisitas (Homoskedastisitas).
4.4. Uji Multikolinearitas
Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel 4:
Tabel 4

Hasil Uji Multikolinearitas

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

INDP .868 1.153

QA .468 2.139

INST .534 1.874

MAN .517 1.935

CSRD .450 2.221

Sumber : Data Diolah, 2016

Dari hasil analisis uji multikolinieritas di atas, dihasilkan nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas dalam model regresi ini dan
dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

15
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
4.5. Uji Autokorelasi
Didasarkan pada tabel Durbin Watson pada α = 5%, N = 65 dan k = 4 sehingga diperoleh nilai dL
= 1,438 dan du = 1,767. Jika Du < DW < (5-du) maka tidak terdapat autokorelasi. Berdasarkan hasil regresi
diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 3,233 atau dapat ditulis 1,767 <1,966< 3,233. Sehingga disimpulkan
bahwa model regresi ini tidak terjadi autokorelasi. Hasil autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:
Tabel 5
Hasil Regresi Linear Berganda
Variabel Koef. Regresi Std.Error t-statistik Sig.
Konstanta 0,041 0,041 0,98 0,331
INDP 0,099 0,093 1,060 0,293
QA -0,046 0,020 -2,239 0,029
INST -0,190 0,029 -6,591 0,000
MAN -0,14 0,019 -0,745 0,459
CSRD 0,184 0,028 0,000 0,000
2
R 0,571
Adj.R2 0,534
Fstatistik 15,683
DWstatistik 1,966
N 65

Dari hasil analisis regresi linier berganda di atas, maka model persamaan regresi yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = 0,041 + 0,099INDP - 0,046 QA - 0,190INST – 0,014MAN + 0,814CSRD + e
Nilai signifikan F sebesar 0.000 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesalahannya sangat kecil (jauh
lebih kecil dari 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut adalah model yang baik dan
layak untuk digunakan. Besarnya adjused R² adalah 0,534, hal ini menunjukkan bahwa model regresi
penelitian penghindaran pajak mampu dijelaskan dengan variabel proporsi komisaris independen, kualitas
audit, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, corporate social responsibility disclosure sebesar
53%. Adapun sebesar 47% (100%-53%) dijelaskan oleh variabel lain di luar dari model penelitian ini.
4.6. Uji Hipotesis
Hipotesis pertama penelitian ini menyatakan bahwa proporsi komisaris independen perusahaan
berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi proporsi komisaris
independen perusahaan yaitu 0,099 dan nilai signifikansi sebesar 0,293. Koefisien regresi tersebut tidak

16
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
signifikan karena signifikansi 0,293 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa proporsi komisaris
independen perusahaan tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak sehingga hipotesis pertama
penelitian tidak dapat didukung. Artinya, besar kecilnya proporsi komisaris independen dalam dewan
komisaris tidak akan mempengaruhi aktivitas penghindaran pajak perusahaan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris lemah di dalam melakukan
fungsi pengawasan sehingga memberikan kesempatan bagi manajer untuk melakukan aktivitas manipulasi
laba dalam hal perpajakan yang akan menguntungkan perusahaan. Annisa dan Kurniasih (2012)
menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak signifikan mempengaruhi manajemen laba,
sehingga adanya manipulasi dalam menyajikan laporan keuangan yang mungkin dilakukan manajemen
tidak dapat dikendalikan oleh jumlah anggota dewan komisaris independen yang terlalu banyak. Oleh
karena praktek penghindaran pajak tidak dapat terelakkan. Hasil penelitian ini sejalan dan mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi dan Jati (2014); Hanum dan Zulaikha (2013); serta Annisa
dan Kurniasih (2012).
Hipotesis kedua penelitian ini menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh negatif signifikan terhadap
penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi kualitas audit yaitu -0,046 dan nilai signifikansi sebesar
0,029. Koefisien regresi tersebut signifikan karena signifikansi 0,029<0,05 sehingga dapat disimpulkan
kualitas audit berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak sehingga hipotesis kedua
penelitian ini didukung. Artinya, semakin baik kualitas audit yang diproksikan dengan jenis KAP yang
mengaudit perusahaan yang diteliti yang dikategorikan dengan KAP Big Four, maka aktivitas
penghindaran pajak perusahaan semakin berkurang. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four (EY,
Delloite, KPMG, PWC) cenderung mengurangi akivitas penghindaran pajaknya dibanding dengan
perusahaan yang diaudit oleh KAP non-Big Four. Kualitas yang dihasilkan oleh KAP Big Four tidak dapat
diragukan sehingga manajemen perusahaan akan berhati-hati di dalam segala aktivitas terutama agresivitas
dalam menghindari pajak. KAP Big Four yang memiliki reputasi dan kinerja yang bagus akan profesional
di dalam mengaudit sehingga hal-hal ganjil yang berkaitan dengan laporan keuangan terutama rekonsiliasi
fiskal akan ditelusuri dan mendapat perhatian khusus untuk kemudian ditindaklanjuti dan memberikan
pertimbangan di dalam membuat opini. Pendapat ini sejalan dengan penelitian Annisa dan Kurniasih (2012)
yang menyatakan bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP besar terbukti tidak melakukan penghindaran
pajak, karena auditor yang termasuk dalam Big Four lebih kompeten dan profesional dibandingkan dengan
auditor yang termasuk dalam non-Big Four, sehingga ia memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang
cara mendeteksi dan memanipulasi laporan keuangan yang mungkin dilakukan oleh perusahaan. Temuan
ini juga sejalan dengan penelitian serta Dewi dan dan Jati (2014).
Hipotesis ketiga penelitian ini menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan
terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi kepemilikan institusional yaitu -0,190

17
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Koefisien regresi tersebut signifikan karena signifikansi 0,000<0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan negatif terhadap
kepemilikan institusional sehingga hipotesis ketiga penelitian ini didukung. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar jumlah investor institusional di dalam struktur pemegang saham perusahaan, maka
penghindaran pajak semakin berkurang. Investor institusional merupakan investor yang berasal dari luar
perusahaan dan tidak terafiliasi oleh perusahaan yang bersangkutan cenderung mematuhi aturan yang
dibuat oleh pemerintah sehingga akan menghindari tindakan tax avoidance. Investor institusional yang
memiki proporsi saham yang besar di dalam struktur pemegang saham perusahaan memiliki hak dan kuasa
di dalam mengambil keputusan kebijakan terutama kebijakan perusahaan dalam hal perpajakan. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ngadiman dan Puspitasari (2014).
Hipotesis keempat penelitian ini menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif
signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi kepemilikan manajerial yaitu -0,014
dan nilai signifikansi sebesar 0,459. Koefisien regresi tersebut tidak signifikan karena signifikansi
0,459>0,05 namun bernilai negatif maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif namun tidak signifikan terhadap penghindaran pajak sehingga hipotesis keempat penelitian ini
tidak didukung. Artinya, ada tidaknya investor manajerial di dalam struktur pemegang saham tidak akan
mempengaruhi aktivitas penghindaran pajak perusahaan. Kepemilikan manajerial yang berasal dari
internal perusahaan seperti dewan komisaris, direksi, manajer, maupun karyawan berpengaruh negatif
namun tidak signifikan terhadap penghindaran pajak dapat diartikan bahwa investor manajerial bisa
mengurangi aktivitas tax avoidance. Namun karena jumlahnya yang tidak banyak (memiliki proporsi
kecil) maka kuasa yang dimiliki di dalam menentukan kebijakan perpajakan terbatas.
Hipotesis kelima penelitian ini menyatakan bahwa pengungkapan corporate social responsibility
berpengaruh negatif signifikan terhadap penghindaran pajak. Besarnya koefisien regresi pengungkapan
corporate social responsibility yaitu 0,814 dan nilai signifikansi sebesar 0,000. Koefisien regresi tersebut
signifikan karena signifikansi 0,000>0,05 namun bernilai positif maka dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh signifikan namun bernilai positif terhadap
penghindaran pajak sehingga hipotesis kelima penelitian ini tidak didukung. Artinya, semakin luas indeks
pengungkapan Corporate Social Responsibility Disclosure (GRI Sustainability Report) maka aktivitas
penghindaran pajak semakin meningkat. Secara logika, pengimplementasian dari sustainability report
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan untuk memaksimalkan laba, perusahaan akan menggunakan
segala cara termasuk agresif di dalam penghindaran pajak. Hal ini sejalan dengan pendapat Winarsih dan
Prasetyono (2014), karena perusahaan mempunyai kewajiban ganda dalam menganggarkan dana untuk
kegiatan CSR dan membayar pajak maka hal ini yang menyebabkan perusahaan semakin agresif dalam
perpajakan.

18
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
5. Kesimpulan, Implikasi, dan Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, dari lima hipotesis yang diuji, ada dua hipotesis yang didukung. Kualitas
audit dan kepemilikan institusional merupakan variabel yang secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap tax avoidance sedangkan proporsi komisaris independen dan kepemilikan manajerial terbukti
tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Adapun corporate social responsibility disclosure secara
signifikan berpengaruh positif terhadap tax avoidance, namun tidak didukung hipotesis. Hal diduga karena
tingginya biaya corporate social responsibility sehingga membuat perusahaan cenderung melakukan tax
avoidance. Model penelitian tax avoidance dengan variabel proporsi komisaris independen, kualitas audit,
kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial sebagai proksi corporate governance serta corporate
social responsibility menunjukkan model yang relatif baik karena dari varibel-variabel tersebut mampu
menjelaskan sebesar 53% terjadinya tax avoidance.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya DJP, mengenai indikasi suatu perusahaan
khususnya perusahaan tambang dan CPO yang melakukan tax avoidance dengan melihat variabel-variabel
yang terbukti berpengaruh secara signifikan dalam penelitian ini yaitu kualitas audit, kepemilikan
institusional, dan pengungkapan corporate social responsibilitynya. Bagi perusahaan, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi refleksi bagi manajemen perusahaan untuk dapat mengevaluasi, memperbaiki,
dan meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang dengan senantiasa mematuhi peraturan perpajakan
dan menerapkan good corporate governance dalam membuat laporan keuangannya serta pengungkapan
corporate social responsibility dalam sustainability report yang lebih komprehensif.
Keterbatasan dalam penelitian ini, terdapat ambivalensi (hasil yang bertentangan) antara Corporate
Governance dan Corporate Social Responsibility terhadap Tax Avoidance pada perusahaan tambang dan
CPO.karena sulitnya memperoleh data penghindaran pajak yang sebenarnya, maka jenis data yang
digunakan berupa data sekunder dari laporan keuangan sehingga kurang menggambarkan keadaan riilnya.
Selain itu penelitian ini hanya menggunakan 13 perusahaan yang bergerak di sektor tambang dan CPO
sebagai obyek penelitian sehingga kurang mampu menggeneralisasi hasil penelitiannya.
Bagi peneliti yang akan datang disarankan untuk menggunakan jenis data primer yang didapat langsung
melalui perusahaan yang bersangkutan sehingga lebih akurat dan bisa menggambarkan keadaan riil di
lapangan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mencari penyebab ambivalensi antara Corporate
Governance dan Corporate Social Responsibility dengan mengkaji ulang variabel-variabel tersebut pada
objek yang sama atau bahkan sehingga dapat menggeneralisasikan hasil penelitian. Menambah atau
menggunakan karakteristik corporate governance yang lain seperti struktur dewan komisaris maupun
komite audit juga disarankan oleh peneliti agar lebih dapat memperjelas pengaruh corporate governance
terhadap tax avoidance.

19
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
Daftar Referensi

Agoes, S., dan Ardana, I.C. (2009). Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.
Ambong, Ayu. (2014, 19 September). Modus Skandal Pajak Perusahaan Sawit dan Tambang. Tempo Bisnis.
Diambil dari http://en.tempo.co.
Andriani dan Sawarjuwono. (2013). Peran CSR dalam Penyelesaian Konflik Pencemaran Lingkungan antara
Perusahaan dan Masyarakat Lokal. Simposium Nasional Akuntansi XVI, Manado, Indonesia, 25-28 September.
Annisa, N. A., dan Kurniasih, L. (2012). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance. Jurnal
Akuntansi & Auditing, 8, hal. 95-189.
Arthana, R. (2011). Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggungjawab Sosial
Perusahaan (CSR) pada Perusahaan yang Terdaftar di Indeks LQ45 Bursa Saham Indonesia. http://jimfeb.ub.ac.id/
Brian, I., dan Martani, D. (2014). Analisis Pengaruh Penghindaran Pajak dan Kepemilikan Keluarga terhadap Waktu
Pengumuman Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XVII, Lombok, Indonesia, 24-
27 September.
Budiman, J., dan Setiyono. (2012). Pengaruh Karakter Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance). Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin, Indonesia, 20-23 September.
BAPEPAM (2012). Salinan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar modal dan Lembaga Keuangan, Nomor: kep-
431/bl/2012 tentang kewajiban penyampaian laporan tahunan bagi emiten atau perusahaan publik.
Jakarta.
Chen, S., Chen, X., Cheng, Q., dan Shevlin, T., (2010). Are Family Firms more Tax Aggressive than Non-family
Firms? Journal of Financial Economics, 95, 41-61.
Dewi, N. K., dan Jati, I. K. (2014). Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, dan Dimensi
Tata Kelola Perusahaan yang Baik Pada Tax Avoidance Di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana 6(2), hal. 249-260.
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan IBM Program SPSS 19 (Edisi Lima).
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hamed, M.S., dan Boussaidi.A. (2015). The Impact of Governance Mechanisms on Tax Aggressiveness:
Empirical Evidence From Tunisisan Context. Journal of Asian Business Strategy, Vol.5(1).
Hanlon, M., dan Heitzman, S. (2010). A review of tax research. Journal of Accounting and Economics.
www.ScienceDirect.com
Hanum, H. R., dan Zulaikha. (2013). Pengaruh Karakteristik Corporate Governance Terhadap Effective Tax Rate
(Studi Empiris pada BUMN yang terdaftar Di BEI 2009-2011). Diponegoro Journal of Accounting 2(2), hal 1-10.
Hidayati, N.N., dan Murni, S. (2009). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Earnings
Response Coefficient pada Perusahaan High Profile. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol:11(1), hal. 1-18.
Jensen, M. C and Meckling, W.H (1976). Theory of the Firm : Managerial Behavior, Agency Costs and
Ownership Structure. Journal of financial Economics, V.3 No. 4, pp. 305-360.
Kemenkeu. Diambil pada 20 Maret 2016, dari Kemenkeu:
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/APBN%202016.pdf
Komite Nasional Kebijakan Governance. (2006). Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia.
Jakarta.
Khurana, I., dan Moser, W. J. (2012). Institutional Shareholders’ Investment Horizons and Tax Avoidance.
www.ssrn.com
Kurniasih,L., Tommy, dan Sari,M. (2013). Pengaruh Return on Assets, Leverage, Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan dan Kompensasi Rugi Fiskal pada Tax Avoidance. Buletin Studi Ekonomi. (18). Hal. 58-66. Minnick,
K., dan Noga, T. (2010). Do corporate governance characteristics influence tax management? Journal of

20
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
Corporate Finance, 16, 703-718.
Ngadiman dan Puspitasari, C. (2014). Pengaruh Leverage, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan terhadap
Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) pada Perusahaan Sektor Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2010-2012. Jurnal Akuntansi,8(3), hal.408-421.
Pemerintah Republik Indonesia. (2007). UU No. 40 tentang CSR. Jakarta.
Pohan, C.A. (2011). Optimizing Corporate Tax Management. Jakarta: Bumi Aksara.
Prakosa, K.B., (2014). Pengaruh Profitabilitas, Kepemilikan Keluarga dan Corporate Governance Terhadap
Penghindaran Pajak di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi 17, Lombok, Indonesia, 24-27 September.
Prasetyo, Aris. (2015, 10 November). Tapal Kuda dan Tambang. Kompas.
Rusydi, Khoiru.M. dan Martani, D. (2014). Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Aggressive Tax
Avoidance. Simposium Nasional Akuntansi XVII, Lombok, Indonesia, 24-27 September.
Sabli, N. (2011). Tax Planning and Corporate Governance: Evidence from Shariah Compliant Companies. Tesis S2
Universiti Teknologi MARA.
Sartori, Nicola. (2010). Effect of Strategic Tax Behaviors on Corporate Governance.www.ssrn.com Sirait,
N.S. dan Martani, D. (2014). Pengaruh Perusahaan Keluarga Terhadap Penghindaran Pajak Pada
Perusahaan Manufaktur Di Indonesia Dan Malaysia. Simposium Nasional Akuntansi XVII, Lombok,
Indonesia, 24-27 September.
Suryana, A.B. (2013, 17 Mei). Menisik Pajak Perusahaan Global.
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Artikel_Pajak_170513.pdf
Watson, Luke. (2011). Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness: An Examination of
Unrecognized Tax Benefits. www.ssrn.com
Winarsih, Prasetyono, dan Kusufi, M. Syam. (2014). Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Sosial
Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif. Simposium Nasional Akuntansi XVII, Lombok, Indonesia, 24-27
September.
Ying, Z. (2011). Ownership structure, board characteristics, and tax aggressiveness. Lingnan University,Chine, p.
69.

21
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017
Appendiks.

LAMPIRAN 1

Statistik Deskriptif Frekuensi Variabel Dummy

LAMPIRAN 2

Uji Normalitas

22
Jurnal Ilmu Komputer dan Bisnis, Volume 8, Nomor 1, Mei 2017

LAMPIRAN 3

Uji Autokorelasi-Multikolinearitas

LAMPIRAN 4

Uji Hipotesis 1-5

23

Anda mungkin juga menyukai