Anda di halaman 1dari 47

TUGAS SEMINAR AKUNTANSI KEUANGAN

NASKAH PROPOSAL

PENGUNGKAPAN SOSIAL, DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN, DAN


KOMPENSASI BONUS TERHADAP MANAJEMEN LABA (STUDI PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2012-2015)

OLEH:

NAMA :HILMAN

NIM : A1C013040

JURUSAN : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MATARAM

2017
JUDUL: PENGUNGKAPAN SOSIAL, DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN, DAN

KOMPENSASI BONUS TERHADAP MANAJEMEN LABA (STUDI

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI

BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2012-2015)

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tujuan pendirian sebuah perusahaan dapat dibedakan menjadi tujuan

ekonomis dan tujuan sosial. Tujuan ekonomis pendirian perusahaan berkenaan

dalam upaya perusahaan dalam menjaga eksistensinya. Dalam hal ini

perusahaan berusaha untuk menciptakan laba, pelanggan dan menjalankan

upaya-upaya pengembangan dengan memusatkan perhatian pada kebutuhan

masyarakat seperti produk yang diinginkan, harga, kualitas, kuantitas, waktu

pelayanan, kegunaan atau manfaat produk dan sebagainya (Elfira, 2014).

Laporan keuangan merupakan alat utama bagi para manajer untuk

menunjukan efektivitas pencapaian tujuan dan untuk melaksanakan fungsi

pertanggungjawaban dalam organisasi. Dalam PSAK No. 1 (2013) disebutkan

bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi posisi keuangan,

kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar

kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi

(Ikatan Akuntan Indonesia, 2013:3).

Salah satu indikator yang digunakan dalam menaksir kinerja manajemen

perusahaan tercermin pada laba yang terkandung dalam laporan laba rugi.

Menurut Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) No. 1, dalam

menaksir pertanggungjawaban dan kinerja manajemen yang menjadi perhatian


utama adalah informasi laba. Manajemen yang kinerjanya dilihat berdasarkan

informasi laba, menyadari adanya kecenderungan untuk lebih memperhatikan

laba. Tindakan oportunis dari manajemen tersebut dilakukan dengan cara

memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba perusahaan dapat diatur,

dinaikkan maupun diturunkan sesuai dengan keinginannya. Hal tersebut dapat

menimbulkan perilaku menyimpang manajemen, salah satunya adalah

manajemen laba (Prasetya, 2016).

Manajemen laba merupakan sebuah fenomena yang sampai saat ini

masih diperdebatkan mengenai pemahaman etis dan tanggung jawab

sosialnya. Manajemen laba berada di grey area antara sebuah kecurangan dan

merupakan aktivitas yang diijinkan oleh prinsip akuntansi. Hal ini dikarenakan

terdapat perbedaan pendapat mengenai tanggung jawab sosial dan

pemahaman etis diantara setiap orang. Berdasarkan hal tersebut, laporan

keuangan dapat disebut sebagai tanggung jawab sosial pribadi dan cerminan

perilaku etis dari orang yang membuat laporan keuangan tersebut (Sulistyanto,

2008:110).

Menurut Wild (2005) dalam Ari (2012), earnings management

merupakan hasil akuntansi akrual yang paling bermasalah. Penggunaan

penilaian dan estimasi dalam akuntansi akrual mengizinkan manajer untuk

menggunakan informasi di dalam perusahaan dan pengalaman mereka untuk

menambah kegunaan angka akuntansi. Namun beberapa manajer

menggunakan kebebasan ini untuk mengubah angka akuntansi terutama laba

untuk kepentingan pribadi sehingga mengurangi kualitasnya.


Meskipun dalam prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum

manajemen laba tidak menyalahi standar akuntansi, namun adanya

manajemen laba ini dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap laporan

keuangan eksternal dan menghalangi kompentensi aliran modal di pasar modal

(Scott, 2006). Kemudian adanya praktik manajemen laba juga dapat

mengakibatkan pengungkapan kondisi finansial perusahaan yang tidak sesuai

dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya dan bersifat menyesatkan

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan

keputusan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan perusahaan

khususnya pihak eksternal (Nugroho, 2015).

Sampai saat ini tindakan earnings management telah memunculkan

beberapa kasus skandal dalam pelaporan akuntansi perusahaan di dunia.

Salah satu skandal yang terjadi baru-baru ini yaitu pada Tesco. Tesco

merupakan salah satu supermarket terbesar di UK yang terlibat skandal

akuntansi di tahun 2014, di mana selama 6 bulan laba yang dilaporkan

overstated 250 juta. Dampak dari persaingan antar supermarket di UK yang

semakin sengit memaksa supermarket kedua terbesar di UK ini melakukan

skandal akuntansi (www. telegraph.co.uk).

Di Indonesia, salah satu kasus manajemen laba yang baru-baru ini

terjadi adalah skandal akuntansi yang dilakukan Toshiba. Seperti yang dimuat

dalam money.cnn.com oleh Yan (2015), kasus ini bermula ketika Toshiba

sendiri mulai menyelidiki praktik akuntansi di divisi energi. Menurut sebuah

komite independen, perusahaan menggelembungkan laba usaha Toshiba

sebesar 151,8 milyar ($ 1,2 milyar) selama tujuh tahun. Kepala eksekutif

Toshiba dan presiden Hisao Tanaka mengundurkan diri atas skandal akuntansi
yang mengguncang perusahaan. Delapan anggota dewan, termasuk wakil

ketua Norio Sasaki, juga telah mengundurkan diri dari jabatan mereka sebagai

bagian dari perombakan besar manajemen perusahaan. Akibat skandal

akuntansi yang mengguncang perusahaan, saham Toshiba telah turun sekitar

20% sejak awal april ketika isu-isu akuntansi ini terungkap. Nilai pasar

perusahaan hilang sekitar 1.673 triliun ($ 13,4 milyar) dan para analis

memperkirakan saham Toshiba masih akan terus menurun. Toshiba yang

merupakan salah satu merek elektronik paling dikenal di dunia serta memiliki

reputasi yang bagus itu kini hancur berantakan akibat skandal akuntansi yang

telah dilakukan perusahaan.

Manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen timbul sebagai akibat

dari adanya konflik keagenan. Konflik keagenan tersebut terjadi karena terdapat

perbedaaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal) dan manajemen

perusahaan (agent). Teori keagenan berasumsi bahwa setiap individu baik

principal maupun agent memiliki motivasi dan kepentingan yang berbeda

sehingga akan mengakibatkan adanya konflik kepentingan diantara mereka

(Prasetya, 2016). Pemilik perusahaan memberikan wewenang pada pengelola

dana dan mengambil keputusan perusahaan lainnya atas nama pemilik.

Dengan wewenang yang dimiliki ini, mungkin saja pengelola tidak melakukan

yang terbaik untuk kepentingan pemilik, karena adanya perbedaan

kepentingan. Keleluasaan dalam pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan

penyalahgunaan wewenang. Kemungkinan terjadi bahaya moral (moral hazard)

karena adanya asimetri informasi di mana agen memiliki informasi lebih banyak

daripada prinsipal (Elfira, 2014).


Menurut Belkaoui (2007) dalam Nugroho (2015) terdapat tiga hipotesis

dalam Positive Accounting Theory yang menjadi dasar pihak manajemen

melakukan praktik manajemen laba yaitu (1) Hipotesis Rencana Bonus (Bonus

Plan Hypothesis); (2) Hipotesis Utang-Ekuitas (Debt to Equity Hypothesis); dan

(3) Hipotesis Biaya Politik (Political Cost Hypothesis). Bonus Plan Hypothesis

menjelaskan bahwa manajer pada perusahaan yang memiliki rencana bonus

lebih mungkin melakukan pemilihan metode-metode akuntansi yang dapat

meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode berjalan. Jika perusahaan

memiliki rencana bonus maka manajer termotivasi untuk mengalokasikan laba

periode yang akan datang ke periode berjalan. Hal ini dilakukan semata-mata

untuk memaksimalkan bonus yang akan mereka peroleh karena umumnya

tingkat laba perusahaan menjadi dasar dalam pengukuran kinerja manajer.

Semakin merebaknya aktivitas manajemen laba telah mendorong

berkembangnya perhatian publik pada pengungkapan informasi yang akurat.

Oleh karena itu sebagai bentuk pertahanan terhadap resiko-resiko yang dapat

merusak reputasi perusahaan, maka perusahaan akan berusaha meyakinkan

stakeholder dengan melakukan pengungkapan pertanggungjawaban sosial.

Pengungkapan sosial ini memberi banyak dampak positif terhadap perusahaan

diantaranya memberikan image yang positif di benak masyarakat, media, dan

juga stakeholder dalam menjalankan tanggung jawab sosial yang secara

langsung hal ini akan berdampak pada keberlangsungan hidup usaha yang di

jalankan, terutama pengungkapan sosial ini juga dapat meningkatkan laba

perusahaan (Ermayanti, 2016).

Salah satu alasan manajemen melakukan pelaporan sosial adalah untuk

alasan strategis di mana kegiatan CSR dapat dijadikan tameng bagi


manajemen untuk memanipulasi pendapatan (manajemen laba). Tindakan

tanggung jawab sosial dapat digunakan manajemen dalam menghadapi konflik

kepentingan (agency theory) untuk memaksimalkan tujuan pemegang saham

dan pemangku kepentingan lain yang memiliki kepentingan yang berbeda, dan

kepentingan mereka sendiri mengenai manajemen kompensasi yang

didasarkan pada penghasilan manajemen. Adanya aktivitas tanggung jawab

sosial ini dapat membuat pihak manajemen yang berada dalam perusahaan

lebih leluasa untuk melakukan praktik manajemen laba, karena dengan

dilakukannya kegiatan CSR akan membuat respon positif di mata investor

maupun masyarakat sehingga dapat menutupi kecurangan-kecurangan yang

telah dilakukan pihak manajer. Penelitian mengenai pengaruh pengungkapan

sosial terhadap manajemen laba yang dilakukan oleh Arief (2014) yang

menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility tidak

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Pernyataan ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Ermayanti (2016) menyatakan bahwa

pengungkapan sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Namun dalam penelitian Suryani dan Herianti (2015) menunjukkan bahwa

pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen

laba perusahaan.

Selain itu, diversifikasi perusahaan juga dapat mempengaruhi terjadinya

manajemen laba. Manajemen laba cenderung mudah terjadi dalam perusahaan

yang melakukan diversifikasi. Ketika melakukan diversifikasi maka perusahaan

akan menjadi perusahaan multi bisnis yang tidak hanya bergerak pada satu lini

bisnis saja, semakin beragam lini bisnis yang dimiliki perusahaan maka akan

semakin banyak pula sumber pendapatan yang dimiliki oleh perusahaan


(Lupitasari, 2013). Akan tetapi ketika perusahaan melakukan diversifikasi, maka

perusahaan akan memiliki struktur organisasi yang lebih kompleks, tingkat

transparansi yang lebih rendah dan meningkatkan kompleksitas informasi yang

diproses oleh investor dan analis keuangan (El Mehdi dan Seboui, 2011).

Menurut teori keagenan, kondisi ini akan menciptakan keadaan yang

mendukung bagi manajer untuk melakukan manajemen laba (Verawati, 2012).

Studi mengenai hubungan antara diversifikasi perusahaan dan manajemen laba

dilakukan oleh Lupitasari (2013) yang menunjukkan bahwa diversifikasi

operasional tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada

perusahaan pertambangan dan perbankan. Sejalan dengan penelitian Dimarcia

dan Krisnadewi (2016) menunjukkan bahwa diversifikasi operasi tidak

berpengaruh pada manajemen laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ermayanti (2016), Nugroho (2015) dan Darmawan (2015) yang

menunjukkan bahwa diversifikasi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba.

Faktor lain yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah kompensasi

bonus. Kompensasi Bonus merupakan salah satu penghargaan yang diberikan

oleh perusahaan atas jasa karyawan. Pada umumnya, tujuan setiap organisasi

dalam merancang sistem kompensasi adalah untuk memikat karyawan dan

menahan karyawan yang kompeten. Selain itu, kompensasi harus bisa

memotivasi para karyawan serta mematuhi semua peraturan hukum (Elfira,

2014). Watts and Zimmerman (1986) dalam hipotesis bonus menyatakan

bahwa manajer yang memilih untuk merencanakan bonus yang didapatnya

akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba pada

periode berjalan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Elfira
(2014) dengan kompensasi bonus sebagai variabel independen menyatakan

bahwa kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap praktik manajemen

laba. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ermayanti (2016),

Nugroho (2015) serta Wijaya dan Christiawan (2014) yang menyatakan

kompensasi bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Ermayanti (2016) yang meneliti

tentang pengaruh pengungkapan sosial, diversifikasi perusahaan, dan

kompensasi bonus terhadap manajemen laba. Peneliti mencoba menguji

kembali dengan menambahkan dua variabel kontrol untuk memperkuat

penelitian, yaitu: tingkat profitabilitas dan tingkat leverage. Perbedaan lain

penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah masa pengamatan

menggunakan empat tahun penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

pengungkapan sosial yang diproksikan dengan menggunakan CSR Index yang

pengungkapannya disyaratkan pada GRI terbaru yaitu Global Reporting

Initiative G4, diversifikasi perusahaan serta kompensasi bonus terhadap

manajemen laba dengan menggunakan data dari perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI pada tahun 2012-2015.

Terdapat beberapa alasan yang mendukung peneliti termotivasi untuk

melakukan penelitian. Pertama, berdasarkan kajian literatur yang telah

dilakukan masih sedikit penelitian yang menghubungkan antara pengungkapan

sosial, diversifikasi perusahaan, dan kompensasi bonus dengan manajemen

laba. Kedua, dari beberapa penelitian empiris yang telah diungkapkan

sebelumnya menunjukkan pegaruh pengungkapan sosial, diversifikasi

perusahaan, dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba, namun

hasilnya masih kontradiktif. Selanjutnya topik ini penting untuk diteliti, karena
manajemen laba masih menjadi tema yang menarik untuk dibahas seiring

dengan banyaknya kasus manajemen laba pada perusahaan besar. Selain itu,

banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba juga akan

membuat penelitian dengan tema manajemen laba diperkirakan masih akan

terus dikembangkan oleh peneliti-peneliti selanjutnya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka rumusan masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pengungkapan sosial berpengaruh terhadap manajemen laba?


2. Apakah diversifikasi perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba?
3. Apakah kompensasi bonus berpengaruh terhadap manajemen laba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian

ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh

pengungkapan sosial terhadap manajemen laba.


2. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh

diversifikasi perusahaan terhadap manajemen laba.


3. Untuk menguji dan memberikan bukti empiris mengenai pengaruh

kompensasi bonus terhadap manajemen laba.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian mengenai pengungkapan sosial, diversifikasi

perusahaan, kompensasi bonus dan manajemen laba diharapkan dapat

memberikan manfaat antara lain:

1 Manfaat Akademis
Secara akademis, penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah

satu syarat guna mencapai kebulatan studi strata satu (S1) pada Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram.

2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi empiris mengenai

pengaruh pengungkapan sosial, diversifikasi perusahaan, dan

kompensasi bonus terhadap manajemen laba. Selain itu penelitian ini

diharapkan dapat memperkuat hasil-hasil penelitian sebelumnya

berkenaan dengan pengaruh pengungkapan sosial, diversifikasi

perusahaan, dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba.


3 Manfaat Praktis
Bagi manajemen perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi kepada pihak manajemen yang melaksanakan

kegiatan tanggung jawab sosial untuk diungkapkan dalam laporan

tahunan agar menghasilkan laporan keuangan maupun non keuangan

yang berkualitas tinggi serta membantu para pihak manajemen dalam

menetapkan peraturan-peraturan mengenai diversifikasi perusahaan,

dan kompensasi bonus sehingga peraturan tersebut dapat meminimalisir

praktik manajemen laba dalam perusahaan.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Penelitian Terdahulu

Studi yang menguji tentang manajemen laba telah dilakukan dalam

banyak penelitian dengan hasil yang beragam.

Lupitasari (2013) meneliti tentang pengaruh dari diversifikasi operasional

dan diversifikasi geografis terhadap manajemen laba pada perusahaan


pertambangan dan perbankan. Terdapat 124 perusahaan pertambangan dan

perbankan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2011.

Hasil analisis menunjukan bahwa diversifikasi operasional tidak berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan pertambangan dan

perbankan. Semakin besar tingkat diversifikasi geografis maka semakin

semakin rendah manajemen laba pada perusahaan pertambangan. Semakin

tinggi tingkat diversifikasi geografis pada perusahaan perbankan semakin tinggi

tingkat manajemen laba yang dilakukan perusahaan.

Arief (2014) menguji pengaruh dari pengungkapan corporate social

responsibility terhadap praktik manajemen laba. Variabel independen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pengungkapan CSR (CSR disclosure)

yang diukur menggunakan Indeks CSR (CSRI) yang berpedoman pada GRI.

Total sampel dalam penelitian ini adalah 41 sampel perusahaan yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia tahun 2010, 2011, dan 2012. Hasil analisis

menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility tidak

berpengaruh signifikan dan memiliki hubungan positif terhadap manajemen

laba.

Elfira (2014) menguji pengaruh kompensasi bonus terhadap dan

leverage terhadap manajemen laba. Sampel ditentukan berdasarkan metode

purposive sampling, sehingga diperoleh sampel sebanyak 68 perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2012.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kompensasi bonus berpengaruh terhadap

manajemen laba, sementara leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen

laba.
Wijaya dan Christiawan (2014) menguji tentang pengaruh kompensasi

bonus, leverage, dan pajak terhadap praktik manajemen laba perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel penelitian ini adalah

515 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-

2013. Setelah outlier sampel direduksi, sampel penelitian menjadi 380

perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi bonus tidak

berpengaruh signifikan, sedangkan leverage dan pajak berpengaruh positif

terhadap manajemen laba perusahaan manufaktur.

Darmawan (2015) menganalisa pengaruh diversifikasi operasi,

diversifikasi geografis, dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba.

Populasi dalam penelitian adalah perusahaan manufaktur sector consumer

goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2010-2013

dengan sampel sebanyak 17 perusahaan yang ditentukan berdasarkan metode

purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diversifikasi operasi

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, diversifikasi geografis tidak

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Nugroho (2015) menganalisis pengaruh kompensasi, kepemilikan

manajerial, diversifikasi perusahaan, dan ukuran KAP terhadap manajemen

laba. Populasi penelitian adalah 148 perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Periode pengamatan adalah tahun 2011-2013, sehingga

jumlah sampel yang digunakan adalah 114 sampel. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan diversifikasi perusahaan

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan

kompensasi dan ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.


Suryani dan Herianti (2015) meneliti tentang pengaruh pengungkapan

corporate social responsibility terhadap koefisien respon laba, pengaruh

pengungkapan corporate social responsibility terhadap manajemen laba dan

pengaruh manajemen laba terhadap koefisien respon laba. Sampel penelitian

terdiri dari 57 perusahaan manufaktur tahun 2013-2014. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap koefisien respon laba perusahaan,

pengungkapan corporate social responsibility berpengaruh positif dan signifikan

terhadap manajemen laba perusahaan, dan manajemen laba berpengaruh

positif dan signifikan terhadap koefisien respon laba perusahaan.

Ermayanti (2016) menguji pengaruh Pengungkapan Sosial, Diversifikasi

Perusahaan dan Kompensasi Bonus baik secara bersama sama (Simultan)

maupun individu (Parsial) terhadap terhadap Manajemen Laba pada

perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-

2014. Sampel penelitian terdiri dari 33 perusahaan manufaktur tahun 2012-

2014. Hasil penelitian menunjukkan Pengungkapan Sosial tidak berpengaruh

signifikan terhadap Manajemen Laba, Kompensasi Bonus tidak berpengaruh

signifikan terhadap Manajemen Laba, sedangkan Diversifikasi perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Sementara Pengungkapan

Sosial, Diversifikasi perusahaan dan Kompensasi Bonus berpengaruh secara

simultan terhadap Manajemen Laba.

Dimarcia dan Krisnadewi (2016) meneliti pengaruh diversifikasi operasi,

leverage dan kepemilikan manajerial pada manajemen laba. Penelitian

dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2010-2014. Berdasarkan hasil penelitian dengan 65 sampel perusahaan


amatan, diketahui bahwa diversifikasi operasi tidak berpengaruh pada

manajemen laba, leverage tidak berpengaruh pada manajemen laba, dan

kepemilikan manajerial berpengaruh negatif pada manajemen laba.

Adapun peta dari penelitian terdahulu dapat digambarkan sebagai

berikut :

Ukuran
Pajak 4 Perusahaan
Leverage

3,4, 5

Pengungka
pan Sosial 2,7,8

Diversifikas Manajemen
1,5,6,8,
i Laba
9
Perusahaan

Kompensasi 3,4,6,8
Bonus

6 9
Kepemilika
Ukuran n
KAP Manajerial

Gambar 2.1
Peta Penelitian Terdahulu
Keterangan :
1. Lupitasari (2013) 6. Nugroho (2015)
2. Arief (2014) 7 Suryani dan Herianti (2015)
3. Elfira (2014) 8. Ermayanti (2016)
4. Wijaya dan Christiawan (2014) 9. Dimarcia dan Krisnadewi (2016)
5. Darmawan (2015)

2.2 Landasan Teori


2.2.1. Teori Agensi (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori agensi menggambarkan

suatu hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara

prinsipal yang menggunakan jasa agen untuk melaksanakan berbagai

kepentingannya. Terdapat dua bentuk keagenan, yaitu hubungan antara

manajer dan pemegang saham, serta hubungan antara manajer dengan

pemberi pinjaman (bondholder). Dalam praktiknya, agar hubungan kontraktual

dapat berjalan dengan baik, principal akan mendelegasikan otoritas dalam

pengambilan keputusan kepada agen.


Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari

kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dalam hubungan

suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik,

keanggotaan klub, dan jam kerja yang fleksibel. Principal diasumsikan hanya

tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka

diperusahaan tersebut (Anthony dan Govindarajan, 2012).


Terdapat tiga jenis utama dari biaya agensi (Jensen dan Meckling,

1976), yaitu: (1) pengeluaran untuk memantau kegiatan manajerial, seperti

biaya audit (audit fee); (2) pengeluaran untuk struktur organisasi dalam hal

membatasi perilaku-perilaku manajerial yang tidak diinginkan, seperti

penunjukan dewan direksi independen, restrukturisasi unit bisnis perusahaan,

dan hierarki manajemen; (3) biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika

adanya pembatasan pada pemegang saham. Apabila pemegang saham tidak

berupaya untuk mengontrol tindakan manajemen, mungkin pemegang saham

dapat kehilangan sebagian kekayaan dikarenakan perilaku manajerial yang

menyimpang.

2.2.2. Teori Legitimasi


Legitimasi organisasi merupakan sesuatu yang diberikan oleh

masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari

perusahaan dari masyarakat. Legitimasi memiliki manfaat untuk mendukung

keberlangsungan hidup suatu perusahaan (ODonovan, 2002). Legitimasi

dianggap sebagai penyamaan persepsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh

suatu entitas merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai

dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan defnisi yang dikembangkan

secara sosial (Suchman, 1995). Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan

karena menjadi faktor strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan.


Teori legitimasi dapat diterapkan pada perusahaan yang melakukan

kegiatan tanggung jawab sosial. Perusahaan menjadi bagian dari suatu

komunitas dan lingkungannya sendiri. Dampak yang ditimbulkan dari aktivitas

perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat sekitarnya,

sehingga apa yang dilakukan oleh pihak perusahaan akan kembali lagi kepada

masyarakat tersebut. Oleh karena itu, manajemen membutuhkan dukungan dari

lingkungan masyarakat yang kondusif agar perusahaan dapat beroperasi

dengan tenang. Perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk

melakukan kegiatan berdasarkan nilai-nilai keadilan, dan bagaimana

perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi

tindakan perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005). Perusahaan juga harus

memperhatikan kepentingan berbagai pihak. Semakin banyak perusahaan

melakukan kegiatan sosial yang memberikan dampak positif bagi pihak lain

maka akan memberikan manfaat dan kemajuan tersendiri bagi perusahaan.

Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan keberpihakan kepada

society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat

(Retno dan Priantinah, 2012).


2.2.3. Teori Stakeholder

Pendekatan stakeholder muncul pada pertengahan tahun 1980-an. Latar

belakang pendekatan stakeholder adalah keinginan untuk membangun suatu

kerangka kerja yang responsive terhadap masalah yang dihadapi para manajer

saat itu yaitu perubahan lingkungan (Freeman dan McVea, 2001). Tujuan dari

manajemen stakeholder adalah untuk merancang metode yang digunakan

untuk mengelola berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan

cara yang strategis (Freeman dan McVea, 2001).


Stakeholders merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau

masyarakat baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki

hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan (Kusumastuti, 2014).

Perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya

sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya seperti:

pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat,

analis dan pihak lain (Ghozali dan Chariri, 2007). Pengungkapan corporate

social responsibility menjadi penting karena para stakeholder perlu mengetahui

dan mengevaluasi sejauh mana perusahaan melaksanakan peranannya sesuai

dengan keinginan stakeholder, sehingga menuntut adanya akuntabilitas

perusahaan atas kegiatan corporate social responsibility yang telah dilakukan

(Riswari, 2012).

2.2.4. Manajemen Laba

2.2.4.1. Pengertian Manajemen Laba

Menurut Schipper (1989) dalam Sulistyanto (2008), manajemen

laba merupakan suatu tindakan intervensi dengan tujuan tertentu dalam

proses pelaporan keuangan eksternal untuk mendapatkan seberapa

keuntungan privat. Menurut Healy dan Wahlen (1999) dalam Sulistyanto


(2008), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgment

dalam pelaporan finansial dalam strukturisasi transaksi untuk

mempengaruhi laporan keuangan dan mengelabui stackholder terkait

kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mepengaruhi hasil kontrak yang

bergantung pada angka akuntansi. Menurut Sulistyanto (2008)

manajemen laba secara umum didefinisikan sebagai upaya manajer

suatu perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-

informasi dalam laporan keuangan dengan suatu tujuan untuk

mengelabui stakeholder ingin mengetahui kinerja dan kondisi

perusahaan. Terdapat beberapa alasan dilakukannya manajemen laba

yaitu (Sulistyanto, 2008):

a. Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang

saham terhadap manajer.


Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba

atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat

keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga

besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.


b. Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak

kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat

memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan

berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat

meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan

memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negosiasi atau

penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.


c. Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan

modalnya terutama pada perusahaan go public pada saat IPO.


2.2.4.2. Pola Manajemen Laba
Scott (2000) dalam Verawati (2012) membagi manajemen laba

yang mungkin dilakukan oleh para manajer perusahaan ke dalam empat

jenis pola manajemen laba yaitu:

a. Cuci Bersih (Taking a Bath)


Pola ini terjadi pada periode sulit, kondisi buruk yang tidak

menguntungkan ataupun pada saat terjadi reorganisasi, termasuk

pengangkatan CEO baru. Manajer melaporkan kerugian, mungkin

dalam jumlah yang besar. Manajer berharap laba pada periode

mendatang dapat meningkat karena berkurangnya beban periode

mendatang.
b. Menurunkan Laba (Income Minimization)

Pola ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang

tinggi dengan cara seperti pada pola taking a bath. Hal ini dilakukan

pada saat profitabilitas tinggi dengan maksud agar tidak mendapat

perhatian secara politis sekaligus sebagai upaya menyimpan laba

sehingga jika laba periode mendatang mengalami penurunan drastis

dapat diatasi dengan mengambil simpanan laba periode berjalan.

c. Menaikkan Laba (Income Maximization)


Pola ini dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Kebalikan

dari income minimization, income maximization dilakukan dengan

cara mengambil simpanan laba periode sebelumnya ataupun menarik

laba periode yang akan datang, misalnya dengan menunda

pembebanan biaya. Pola ini dilakukan atas dasar motivasi bonus,

motivasi penghindaran pelanggaran perjanjian utang, pada saat

penawaran saham perdana dan musiman, ataupun untuk

menghindari turunnya harga saham secara drastis.


d. Perataan Laba (Income Smoothing)
Perataan laba dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba

yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang

terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba

yang relatif stabil


2.2.4.3. Teknik Manajemen Laba

Teknik manajemen laba menurut Setiawati dan Naim (2000)

dalam Verawati (2012) dapat dilakukan dengan tiga cara antara lain:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi misalnya,

estimasi tingkat piutang tak tertagih,


b. Mengubah metode akuntansi misalnya, dengan merubah metode

depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka tahun ke

metode depresiasi garis lurus, dan


c. Menggeser periode biaya atau pendapatan misalnya, dengan

mempercepat atau menunda pengeluaran periode saat ini ke periode

akuntansi berikutnya.

2.2.5. Pengungkapan Sosial

Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan suatu sikap

yang ditunjukkan perusahaan atas komitmennya terhadap para

pemangku kepentingan perusahaan atau stakeholders dalam

mempertanggungjawabkan dampak dari operasi atau aktivitas yang

dilakukan perusahaan tersebut baik dalam aspek sosial, ekonomi,

maupun lingkungan, serta menjaga agar dampak tersebut memberikan

manfaat kepada masyarakat dan lingkungannya (Arief, 2014).

Menurut The World Business Council for Sustainable

Development (WBCSD), tanggung jawab sosial merupakan sebuah

komitmen bisnis untuk memberikan konstribusi bagi pembangunan

ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta


perwakilan perusahaan, komunitas setempat maupun masyarakat umum

untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat,

baik bagi kelangsungan bisnis perusahaan maupun untuk

pembangunan. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan ini

berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, dimana suatu

organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya

harus mendasarkan keputusannya tidak hanya berdasarkan dampaknya

dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden,

melainkan juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang

timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk

jangka yang lebih panjang.

Perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang

berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh

perusahaan tersebut. Gray, et al., dalam Rakhiemah dan Agustia (2009)

menyebutkan ada 3 studi yaitu:

a. Decision usefulness studies


Belkaoui (1989) dalam Anggraini (2006) mengemukakan bahwa

perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan

mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Sebagian studi-studi

yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan pendapat ini

menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para

pemakai laporan keuangan. Mereka menempatkan informasi aktivitas

sosial perusahaan pada posisi yang moderately important.


b. Economic teory studies
Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan

manajemen sebagai agen dari suatu principle, lazimnya diartikan

sebagai pemengang saham atau tradisional user lainnya. Namun,


pengertian principle tersebut meluas menjadi interst group

perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen

berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan

publik.

c. Social and political theory studies


Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, tori legitimasi

organisasi dan teori ekonomi politik. Teori stakeholder

mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh

stakeholder. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan

umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudit dan unregulated.

Darwin (2004) dalam Anggarini (2006) mengatakan bahwa corporate

social responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi,

kinerja lingkungan dan kinerja sosial.

2.2.6. Diversifikasi Perusahaan

Menurut Harto (2005) dalam Nugroho (2015) diversifikasi

merupakan strategi pengembangan usaha melalui perluasan segmen

bisnis maupun geografis, diversifikasi dapat dilakukan dengan membuka

lini usaha baru, memperluas lini produk yang ada, memperluas wilayah

pemasaran produk, membuka kantor cabang, melakukan merger,

akuisisi dan lainnya. Strategi diversifikasi dipilih dan diterapkan oleh

perusahaan ketika perusahaan berada dalam kondisi tertentu, yaitu

ketika perusahaan merasakan profit dan pertumbuhan perusahaan mulai

menurun pada industri utamanya, selain itu diversifikasi juga dilakukan

dalam rangka memperkecil resiko investasi karena apabila perusahaan

hanya melakukan bisnis pada sektor tunggal saja maka resiko

investasinya cukup besar.


Ketika melakukan diversifikasi maka perusahaan akan menjadi

perusahaan multi bisnis yang tidak hanya bergerak dalam satu lini bisnis

saja, semakin beragam lini bisnis yang dimiliki perusahaan maka akan

semakin banyak pula sumber pendapatan yang dimiliki perusahaan.

Namun penerapan diversifikasi tidak hanya memberikan dampak positif

bagi perusahaan tetapi menimbulkan beberapa biaya dari penerapan

diversifikasi tersebut. Menurut El Mehdi dan Sebuoi (2011) diversifikasi

dapat mengakibatkan beberapa masalah, yaitu: (1) Struktur organisasi

yang terdapat dalam perusahaan menjadi lebih kompleks (2) Tingkat

transparansi menjadi lebih rendah (3) Kompleksitas informasi bagi

investor dan analisis keuangan menjadi semakin tinggi. Jika di lihat dari

perspektif teori keagenan, maka ketiga masalah tersebut dapat

menyebabkan semakin tingginya asimetri informasi antara manajer

dengan pemegang saham dan menciptakan keadaan yang mendukung

bagi manajer untuk melakukan praktik manajemen laba. Selain itu,

Meyer (1992) dalam Lupitasari (2012) juga berpendapat bahwa lini bisnis

dari perusahaan yang terdiversifikasi yang tidak memberikan keuntungan

dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar jika dibandingkan dengan

saat perusahaan tersebut bergerak pada satu lini bisnis saja.Untuk

mengetahui level diversifikasi perusahaan, salah satu ukuran yang bisa

digunakan adalah jumlah segmen usaha perusahaan. Jumlah segmen

usaha ini dapat diketahui dari laporan keuangan yang dikeluarkan

perusahaan. Pelaporan segmen usaha mulai diwajibkan oleh Dewan

Standar Akuntansi Keuangan melalui PSAK No. 05 Revisi 2009

mengenai segmen operasi (IAI, 2009).Sesuai dengan peraturan tersebut


perusahaan yang memiliki berbagai segmen usaha dan geografis wajib

melakukan pengungkapan jika masing-masing segmen memenuhi

kriteria persyaratan penjualan, aktiva dan laba usaha (Verawati, 2012).

2.2.7. Kompensasi Bonus

Menurut Wibowo (2007) Kompensasi merupakan jumlah paket

yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas

penggunaan tenaga kerjanya.

Werther dan Davis (1996) Menyatakan kompensasi sebagai apa

yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada

organisasi. Selanjutnya Werther dan Davis Menyatakan bahwa didalam

komppensasi terdapat sistem insentif yang menghubungkan kompensasi

dengan kinerja.

Elfira (2014), Kompensasi Bonus adalah semua pendapatan yang

berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima

karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada

perusahaan.Kompensasi merupakan istilah yang berkaitan dengan

imbalan-imbalan finansial (financial reward) yang diterima oleh orang-

orang melalui hubungan kepegawaian mereka dengan sebuah

organisasi. Pada umumnya bentuk kompensasi berupa finansial karena

pengeluaran moneter yang dilakukan oleh organisasi. Kompensasi bisa

langsung diberikan kepada karyawan, ataupun tidak langsung, dimana

karyawan menerima kompensasi dalam bentuk-bentuk non moneter.

Kompensasi secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu

kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi

langsung merupakan kompensasi berupa gaji pokok, tunjangan, upah


lembur, insentif, dan bonus. Sedangkan kompensasi tidak langsung

berupa tunjangan pensiun, asuransi, jaminan sosial, pelatihan, cuti kerja,

dan pesangon.

Kompensasi juga dapat dibagi dalam bentuk finansial maupun

non-finansial. Dalam bentuk finansial kompensasi dapat berupa gaji,

upah, komisi, asuransi karyawan, bantuan sosial karyawan, tunjangan

dan sebagainya. Sedangkan dalam bentuk non-finansial kompensasi

dapat berbentuk tugas-tugas yang menarik, fasilitas kerja yang mewah

dan memadai, posisi kerja, pengakuan, pencapaian tujuan serta

lingkungan kerja yang mendukung.

2.3 Rerangka Konseptual

Berdasarkan tinjuan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu, di

dalam penelitian ini menghubungkan pengungkapan social, diversifikasi

perusahaan, dan kompensasi bonus terhadap praktik manajemen laba.

Pengungkapan sosial yang diproksikan dengan menggunakan CSR Index yang

pengungkapannya disyaratkan pada GRI terbaru yaitu Global Reporting

Initiative G4. Kompensasi bonus umumnya terdiri dari gaji, tunjangan dan

bonus yang ditujukan kepada dewan komisaris dan dewan direksi. Tindakan

manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat terjadi karena

adanya motivasi manajer dalam memaksimalkan jumlah bonus yang mereka

terima. Berdasarkan argumentasi tersebut, maka rerangka konseptual yang

dapat digambarkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


Pengungkapan
Sosial

Diversifikasi Manajemen
Perusahaan Laba

Kompensasi
Bonus

Variabel Kontrol:
Profitabilitas
Leverage

Gambar 2.2

Rerangka Konseptual

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1. Pengaruh Pengungkapan Sosial terhadap Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk

meningkatkan atau menurunkan laba bersih yang akan dilaporkan pada

laporan keuangan. Kuatnya informasi mengenai perusahaan yang

dimiliki oleh pihak manajemen, membuat manajer memanfaatkan

keadaan tersebut untuk melakukan manajemen laba. Pengungkapan

kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan merupakan salah satu

pengungkapan informasi yang dilakukan pihak perusahan kepada pihak

ketiga melalui laporan tahunan. Aktivitas tanggungjawab sosial dilakukan


perusahaan karena perusahaan juga membutuhkan dukungan dari

lingkungan masyarakat yang kondusif agar perusahaan dapat beroperasi

dengan tenang.

Menurut Kim, et.al. (2012), adanya kegiatan tanggungjawab sosial

pada laporan tahunan akan membuat informasi keuangan lebih

terpercaya bagi pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan.

Perusahaan yang lebih banyak mengungkapkan informasi mengenai

aktivitas perusahaan akan lebih banyak membatasi untuk melakukan

praktek manajemen laba. Sebaliknya, perusahaan yang kurang terbuka

dalam pengungkapan informasi kegiatan perusahaan cenderung

melakukan berbagai bentuk manajamen laba baik untuk keuntungan

pribadi maupun keuntungan perusahaan (Patten dan Trompeter, 2003).

Hal ini mengakibatkan adanya hubungan negatif antara pengungkapan

informasi yang dilakukan perusahaan dengan manajemen laba. Hasil

penelitian Suryani dan Herianti (2015) menunjukkan bahwa

pengungkapan CSR berpengaruh positif dan signifikan terhadap

manajemen laba perusahaan. Namun, berbeda dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Arief (2014) dan Ermayati (2016) yang menemukan

adanya hubungan negatif dari pengungkapan tanggungjawab sosial

terhadap manajemen laba. Pengungkapan tanggungjawab sosial

perusahaan akan membuat pelaporan keuangan menjadi transparan

sehingga mendorong manajemen untuk mengurangi praktek manajemen

laba. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pertama dalam

penelitian ini adalah:

H1 : Pengungkapan sosial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba


2.4.3. Pengaruh Diversifikasi Perusahaan terhadap Manajemen Laba

Menurut El Mehdi dan Sebuoi (2011), penerapan diversifikasi

akan mengakibatkan struktur organisasi yang terdapat dalam

perusahaan menjadi lebih kompleks serta tingkat transparansi lebih

rendah dan kompleksitas informasi bagi investor dan analisis keuangan

menjadi semakin tinggi. Adanya asimetri informasi antara manajemen

dengan pemilik perusahaan dapat menimbulkan adanya praktik

manajemen laba dan semakin tinggi tingkat asimetri informasi maka

semakin sedikit informasi yang dimiliki oleh pemilik dan analis keuangan

untuk melihat kemungkinan laba yang dimanipulasi.

Berdasarkan hipotesis konflik keagenan kemampuan manajer

untuk mendistorsi informasi dan memanipulasi laba sangat tergantung

pada tingkat komplektisitas organisasi yang ada pada perusahaan. Pada

umumnya perusahaan besar dengan tingkat organisasi yang kompleks

dan berpotensi adanya konflik keagenan merupakan perusahaan yang

terdiversifikasi pada lebih dari satu negara atau wilayah dan lebih dari

satu industri (Mehdi, 2011). Diversifikasi tidak hanya memotivasi manajer

untuk melakukan manipulasi akuntansi tetapi juga membuat kondisi yang

mendukung untuk membuat manajemen laba sulit dideteksi (Mehdi,

2011). Kesimpulannya perusahaan yang beroperasi pada satu segmen

bisnis memiliki lebih sedikit kemungkinan terjadinya manajemen laba

dibandingkan dengan perusahaan yang terdiversifikasi secara industri.

Penelitian yang dilakukan oleh Lupitasari (2013) menunjukkan bahwa

diversifikasi operasional tidak berpengaruh signifikan terhadap

manajemen laba pada perusahaan pertambangan dan perbankan.


Sejalan dengan penelitian Dimarcia dan Krisnadewi (2016) menunjukkan

bahwa diversifikasi operasi tidak berpengaruh pada manajemen laba.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ermayanti (2016),

Nugroho (2015) dan Darmawan (2015) yang menunjukkan bahwa

diversifikasi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen

laba.Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis kedua dalam penelitian

ini adalah:

H2 : Diversifikasi perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba

2.4.3. Pengaruh Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba

Bonus plan hypothesis merupakan salah satu motif pemilihan

suatu metode akuntansi tidak terlepas dari positif accounting theory.

Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan rencana

bonus lebih menyukai metode akuntansi yang meningkatkan laba

periode berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai

sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari

Dewan Direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih

(Halimah, 2007). Jika perusahaan memiliki kompensasi (bonus scheme),

maka manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba

bersih untuk dapat memaksimalkan bonus yang mereka terima.

Pujiningsih (2011) dengan menguji pengaruh struktur kepemilikan,

ukuran perusahaan, praktik coporate governance, dan kompensasi

bonus terhadap manajemen laba. Penelitian yang dilakukan oleh Elfira

(2014) dengan kompensasi bonus sebagai variabel independen

menyatakan bahwa kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap

praktik manajemen laba. Namun berbeda dengan penelitian yang


dilakukan oleh Ermayanti (2016) menyatakan kompensasi bonus tidak

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Berdasarkan penelitian di atas, maka hipotesis ketiga dalam

penelitian ini adalah:

H3 : Kompensasi bonus berpengaruh terhadap manajemen laba

3. Metode Penelitian

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

penjelasan (explanatory research). Adapun penelitian eksplanatori adalah

penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel yang

mempengaruhi hipotesis (Sugiyono, 2015:59). Hubungan yang digunakan pada

penelitian ini adalah hubungan kausal (sebab-akibat). Pemilihan jenis penelitian

ini untuk membuktikan dan menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan agar

dapat menjelaskan variabel independen (pengungkapan sosial, diversifikasi

perusahaan, dan kompensasi bonus) terhadap variabel dependen (manajemen

laba).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang tercatat di

Bursa Efek Indonesia selama periode 2012-2015 yang menyediakan informasi

mengenai laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan dengan

mengakses situs resmi dari Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id. Alasan

penentuan lokasi penelitian ini karena BEI merupakan sarana pasar modal

terbesar yang ada di Indonesia sehingga lebih mudah dalam memperoleh

informasi yang menunjang penelitian.

3.3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data

dengan mendapatkan data berupa laporan keungan dan laporan tahunan yang

telah dikeluarkan perusahaan manufaktur yang telah diaudit pada periode tahun

2012-2015.

3.4. Jenis dan Sumber Data


3.4.1. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif, data kuantitatif merupakan

data yang berbentuk angka-angka. Data kuantitatif yang digunakan dalam

penelitian ini adalah variabel yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan

(annual report) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) selama periode 2012-2015.

3.4.2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung. Adapun

data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan

keuangan dan laporan tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek

Indonesia periode 2012-2015 yang dapat diakses melalui website resmi BEI

yaitu www.idx.co.id.

3.5. Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2015. Sampel pada penelitian ini

diambil dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan sampel atas dasar

kesesuaian karakteristik dan kriteria tertentu. Kriteria pemilihan sampel pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2012-2015.
2. Menyediakan laporan keuangan yang lengkap selama tahun

2012-2015.
3. Menyajikan laporan keungan dalam mata uang Rupiah (Rp).

Karena memudahkan untuk menghitung tingkat profitabilitas dan

tingkat leverage dengan pembanding yang harus sama yaitu

menggunakan mata uang Rupiah (Rp).


4. Memiliki data yang lengkap berkaitan dengan variabel yang akan

digunakan dalam penelitian ini.


3.6. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
Berdasarkan pada pokok permasalahan dan hipotesis yang telah

dirumuskan, maka variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1.8.2.1. Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas

(Sugiyono, 2014:4). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

manajemen laba.

2.8.2.1. Variabel independen atau bebas merupakan variabel yang

memengaruhi atau yang menjadi penyebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2014:4). Variabel independen

dalam penelitian ini adalah pengungkapan sosial, diversifikasi

perusahaan, dan kompensasi bonus.

3.7. Definisi Operasional


Berdasarkan identifikasi variabel, maka dapat diuraikan masing-masing

variabel dengan tujuan untuk menjabarkan konsep dari masing-masing variabel

sehingga dapat dilakukan pengukuran sebagai berikut:

3.7.1. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah praktik manajemen

laba. Manajemen laba adalah (Earnings management) tindakan manajer


untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas

suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan

peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang unit

tersebut.

Manajemen laba dalam penelitian ini dilakukan melalui total

accrual (TACC) dan discretionary accrual (DACC). Total akrual yang

didefinisikansebagai selisih antara net income dan arus kas dari aktivitas

operasi, dibagi dengan total asset. Total accrual terdiri dan discretionary

accrual dan non-discretionary accrual. Modified Jones Model merupakan

model perhitungan yang sering digunakan dalam menghitung

discretionary accrual karena model ini dapat mendeteksi manajemen

laba Iebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya sejalan

dengan hasil penelitian Dechow et al. (1995). Untuk mengukur

discretionary accrual, terlebih dahulu menghitung total akrual untuk tiap

perusahaan i di tahun t dengan metode sebagai berikut:

TACit = NIit CFOit

TACit : total akrual perusahaan i pada periode t

NIit : laba bersih perusahaan i pada periode t

CFOit : aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode t

Total akrual ini dapat digunakan untuk mencari jumlah discretionary

accrual yang menjadi proksi untuk manajemen laba. Nilai total akrual di

estimasi dengan persamaan berikut:

TACit/TAit-1 = 1 (1/TAit-1) + 2 (REVit /TAit-1) + 3 (PPEit/TAit-1) + it

Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary

accrual (NDA) dapat dihitung dengan rumus:


NDAit = 1 (1/TAit-1) + 2 (REVit/TAit-1-RECit/TAit-1) + 3 (PPEit/TAit-1)

Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:

DAit = TACit/TAit-NDAit

Dimana,

DAit : Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

NDAit : Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

TACit : Total akrual perusahaan i pada periode ke t

NIit : Laba bersih perusahaan i pada periode ke t

CFOit : Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke- t

TAit-1 : Total asset perusahaan i pada periode ke t-1

REVit : Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t

PPEt : Aset tetap perusahaan pada periode ke t

RECit : Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t

: koefisien tetap dari hasil regresi pada perhitungan total

accruals

: error

3.7.2. Variabel Independen (X)

Variabel independen atau disebut juga variabel bebas adalah

variabel yang mempengaruhi variabel dependen (terikat). Variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pengungkapan

Sosial, Diversifikasi Perusahaan dan Kompensasi Bonus.

a. Pengungkapan Sosial (X1)


Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah pengungkapan

informasi yang berkaitan dengan lingkungan di dalam laporan

tahunan perusahaan. CSR diukur menggunakan Corporate Social

Responsibility Index (CSRI). Instrumen pengukuran CSRI yang akan

digunakan dalam penelitian ini mengacu pada instrumen Global

Reporting Initiative terbaru yaitu GRI G4 yang diperoleh dari

www.globalreporting.org. GRI merupakan sebuah jaringan berbasis

organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling

banyak menggunakan laporan berkelanjutan dan berkomitmen terus

menerus melakukan perbaikan dan penerapan diseluruh dunia.

Indikator GRI G4 yang digunakan termasuk: ekonomi (9 item),

lingkungan (34 item), praktik tenaga kerja (16 item), hak manusia (12

item), masyarakat (11 item), dan tanggung jawab produk (9 item).

Jumlah item CSR pengungkapan menurut GRI G4 adalah 91.

Pengukuran CSRI ini dilakukan melalui content analysis dalam

mengukur variety dari CSRI. Pendekatan ini pada dasarnya

menggunakan pendekatan dikotomi, yaitu setiap kategori informasi

pengungkapan CSR dalam instrumen penelitian diberi skor 1 jika

kategori informasi yang diungkapkan ada dalam laporan tahunan, dan

nilai 0 jika kategori informasi tidak diungkapkan di dalam laporan

tahunan. Selanjutnya, skor dari setiap kategori informasi

Sustainability Report dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan

skor untuk setiap perusahaan. Pengukuran dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

XKy
CSRIy=
ny
Keterangan :

CSRIy : Corporate Social Responsibility Indeks perusahaan y,

Xky : Total dari dummy variable: 1 = jika kategori Sustainability

Report k diungkapkan; 0 = jika kategori Sustainability Report k

tidak diungkapkan.

Ny : Jumlah item untuk perusahaan y, ny = 91

b. Diversifikasi Perusahaan (X2)

Menurut Harto (2005) diversifikasi perusahaan merupakan tingkat

pengembangan yang dilakukan perusahaan melalui jumlah

perusahaan yang dikelola maupun tingkat segmen usaha, minimal

dua segmen usaha. Dalam penelitian ini diversifikasi perusahaan

dilambangkan dengan DIVER yang merupakan jumlah segmen

usaha yang dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan.

DIVER = Jumlah segmen usaha yang dilaporkan perusahaan

c. Kompensasi Bonus (X3)

Bonus plan hypothesis merupakan salah satu motif pemilihan

suatu metode akuntansi tidak terlepas dari positif accounting theory.

Jika perusahaan memiliki kompensasi bonus, maka manajer akan

cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih untuk

dapat memaksimalkan bonus yang mereka terima. Untuk variabel ini

akan diukur dengan cara, perusahaan yang memberikan kompensasi

bonus kepada manajemen akan diberi nilai 1, sedangkan yang tidak

memberikan kompensasi bonus kepada manajemen diberi nilai 0.

3.7.3. Variabel Kontrol


Variabel kontrol merupakan tipe variabel yang dikendalikan atau

dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel

dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang diteliti. Variabel kontrol

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Profitabilitas dan leverage.

Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba (profit).

Biasanya manajer akan melakukan apa saja agar perusahaan yang

dikelolanya mendapatkan laba sekaligus untuk menarik minat investor.

Karena setiap investor tentunya lebih menyukai berinvestasi pada

perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi dibandingkan

dengan perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas rendah. Dengan

harapan bahwa perusahaan yang memilki profitabilitas tinggi akan

menghasilkan return yang tinggi pula (Aprina, 2015). Profitabilitas dapat

dikatakan sebagai rasio yang menunjukkan kemampuan suatu

perusahaan untuk menghasilkan laba berdasarkan aset tertentu. Karena

semakin banyak aset yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi tingkat

laba yang diperoleh. Untuk itu, penelitian ini menggunakan rasio ROA

(Return on Assets) dalam pengukuran profitabilitas.

Menurut Panggabean (2011) perusahaan yang mempunyai rasio

leverage yang tinggi diduga melakukan manajemen laba karena

perusahaan terancam tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran

utang pada waktunya. Variabel leverage diukur dengan menggunakan

rasio total utang terhadap total aktiva.

3.8. Metode Analisa Data


3.8.1. Analisis Statistik Deskriptif
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

dideskripsikan dengan menggunakan statistik deskriptif untuk

mengetahui nilai mean, minimum, maximum, dan standar deviasi. Mean

adalah nilai rata-rata dari setiap variabel penelitian. Minimum adalah nilai

paling rendah dari setiap variabel penelitian. Maximum adalah nilai paling

tinggi dari setiap variabel penelitian. Standar deviasi digunakan untuk

mengetahui besarnya variasi dari data-data yang digunakan terhadap

nilai rata-rata.

3.8.2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum dilakukan perhitungan statistik regresi berganda untuk

mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

secara bersama-sama, maka diadakan pengujian asumsi klasik. Uji

Asumsi Klasik ini terdiri dari empat uji yang akan dilakukan. Keempat uji

tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

3.8.2.1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah variabel dependen dan variabel

independen dalam penelitian ini terdistribusi secara normal, maka

dilakukan uji normalitas. Suatu model regresi dikatakan baik apabila

memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal. Untuk

menguji apakah data dalam penelitan ini terdistirbusi normal atau tidak.

Pada penelitian ini menggunakan uji statistik non-parametik

Kolmogorov-Smirnov (K-S).Jika nilai probabilitas (kolmogorov-smirnov)

lebih besar dari taraf signifikansinya, maka distribusi data dikatakan

normal. Apabila terjadi sebaliknya, yaitu nilai probabilitas (kolmogorov-

smirnov) lebih kecil dari taraf signifikansinya, maka distribusi data


dikatakan tidak normal. Dalam penelitian ini taraf signifikansi yang

digunakan adalah 0,05 (tingkat kepercayaan sebesar 5%). Jika data

dalam penelitian terdistribusi normal maka hasil penelitian akan valid

untuk jumlah sampel yang kecil (Ghozali, 2011).

3.8.2.3. Uji Multikolonieritas

Uji Multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah model

regresi dalam penelitian ini ditemukan adanya korelasi antar variabel

bebas (independen). Apabila tidak terjadi korelasi antara variabel

independen maka model regresi dapat dikatakan sebagai model yang

baik. Menurut Ghozali (2011), multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai

tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini

menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh

variabel independen lainnya (menjadi variabel dependen) dan diregresi

terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabel

independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen

lainnya.

Nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi

karena VIF=1/Tolerance. Model regresi yang mempunyai nilai tolerance

lebih besar dari 0,10 dan VIF lebih besar dari 10, maka dapat dikatakan

model regresi bebas dari masalah multikolonieritas. Apabila terjadi

sebaliknya, maka dapat dikatakan dalam model regresi terdapat masalah

multikolonieritas.

3.8.2.4. Uji Heteroskedastisitas


Uji Heteroskedastisitas adalah uji asumsi klasik yang digunakan

untuk mendeteksi terjadinya ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi dikatakan

baik apabila tidak terjadi heteroskedastisitas di dalamnya, atau disebut

juga homoskedastisitas. Pada penelitian ini, uji heteroskedastisitas

dilakukan dengan uji glejser. Dalam uji glejser, jika nilai probabilitas yang

dihasilkan lebih besar dari taraf signifikansinya (dalam penelitian ini

menggunakan tingkat kepercayaan 5%) maka mengindikasikan tidak

terjadi heteroskedastisitas.

3.8.2.4. Uji AutoKorelasi

Uji Autokorelasi adalah uji asumsi klasik yang digunakan untuk

menguji apakah dalam model ada korelasi antara kesalahan penggangu

pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Model regresi harus bebas dari autokorelasi agar dapat

dikatakan sebagai model regresi yang baik. Penelitian ini menggunakan

uji Durbin-Watson (DW test) untuk mendeteksi ada atau tidaknya

autokorelasi. Menurut Ghozali (2011) uji ini hanya digunakan untuk

autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan

adanya intercept (konstanta) dalam model regresi, serta tidak ada

variable lag di antara variabel independen.

3.8.3. Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini, untuk melihat pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat menggunakan analisis regresi berganda

(Multiple Regression Analysis). Metode regresi berganda yaitu metode

statistik untuk menguji hubungan antara beberapa variabel independen


terhadap satu variabel dependen. Analisis ini bertujuan untuk menguji

hubungan antar variabel penelitian dan mengetahui besarnya pengaruh

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Model yang

digunakan dalam regresi berganda untuk melihat pengaruh

pengungkapan sosial, diversifikasi perusahaan, dan kompensasi bonus

terhadap manajemen laba dalam penelitian ini adalah :

EM = + 1CRSI + 2DIVER + 3KB + 4SIZE + 5LEV + e

Keterangan:

EM = Manajemen Laba

CRSI = Pengungkapan Sosial

DIVER = Diversifikasi Perusahaan

KB = Kompensasi Bonus

SIZE = Logaritma natural total asset perusahaan

LEV = Rasio Leverage

= Konstanta

1-5 = Koefisien regresi

e = Error

3.8.4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba,

sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah

pengungkapan social, diversifikasi perusahaan, dan kompensasi bonus.

3.8.4.1. Koefisien Determinasi (R2)


Menurut Ghozali (2011), koefisien determinasi (R 2) digunakan

untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model regresi dalam

menerangkan variasi variabel dependen dalam suatu penelitian. Apabila

nilai R2 kecil berarti kemampuan variabel independen dalam

menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Apabila terjadi

sebaliknya, yaitu nilai R2 besar, hal ini berarti bahwa kemampuan

variabel independen menjelaskan variabel dependen akan semakin baik.

Koefisien determinasi dinyatakan dalam presentase dengan nilai yang

berkisar antara 0 < R2< 1.

3.8.4.3. Uji Statistik F

Uji statistik F dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang

digunakan adalah fit. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai

signifikansi F pada output regresi menggunakan SPSS dengan

significance level 0,05 (= 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari

maka hipotesis ditolak, yang berarti model regresi tidak fit. Jika nilai

signifikan lebih kecil dari maka hipotesis diterima, yang berarti bahwa

model regresi fit.

3.8.4.3. Uji Statistik t

Menurut Ghozali (2011), uji statistik t digunakan untuk

menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara

individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Apabila dalam

penghitungan nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka

mengindikasikan adanya pengaruh variabel independen secara

individual terhadap variabel dependen. Apabila terjadi sebaliknya, maka

mengindikasikan tidak adanya pengaruh variabel independen secara


individual terhadap variabel dependen. Uji statistik t ini juga dapat

dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t. Apabila nilai signifikansi t

lebih kecil dari 0,05 maka mengindikasikan adanya pengaruh variabel

independen secara individual terhadap variabel dependen.


DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Robert N, dan Vijay Govindarajan. 2012. Management Control System


Edisi 11 Buku 2. Salemba Empat, Jakarta

Ari, S. Erwin. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Leverage dan Profitabilitas


Terhadap Manajemen Laba. Skripsi. Padang: Universitas Negeri Padang

Arief, Arvina. 2014. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility


Terhadap Manajemen Laba. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis,
Universitas Diponegoro.

Darmawan, Arief. 2015. Pengaruh Diversifikasi Operasi, Diversifikasi Geografis


dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Dimarcia, Ni Luh Floriani Ria dan Komang Ayu Krisnadewi. 2016. Pengaruh
Diversifikasi Operasi, Leverage dan Kepemilikan Manajerial pada
Manajemen Laba. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol.15.3.

El Mehdi, I.K., dan S. Seboui. 2011. Corporat Diversification and Earnings


Management. Review Of Accounting And Finance, Vol. 10, No. 2, 176-
196.

Elfira, Anisa. 2014. Pengaruh Kompensasi Bonus dan Leverage terhadap


Manajemen Laba. Skripsi dipublikasikan, Skripsi Fakultas Ekonomi,
Universitas Negeri Padang.

Ermayanti, Dwi. 2016. Pengungkapan Sosial, Diversifikasi Perusahaan, dan


Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan
Manufaktur di BEI. Jurnal Akuntansi/Volume XX, No. 01

Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.


Jakarta: Salemba Empat

Jensen, M. & Meckling, W. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior,


agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3,
305360.
Kusumastuti, I. P. 2014. Pengaruh Proftabilitas, Leverage, Ukuran, Umur dan
Komposisi Dewan Direksi terhadap Pengungkapan CSR. Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

Lupitasari, Dewi. 2013. Pengaruh Diversifikasi Operasional dan Diversifikasi


Geografis Terhadap Manajemen Laba. Skripsi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, Universitas Diponegoro.

Nugroho, Satria. 2015. Pengaruh Kompensasi, Kepemilikan Manajerial,


Diversifikasi Perusahaan dan Ukuran KAP Terhadap Manajemen. Skripsi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.

Prasetya, Pria Juni dan Gayatri. 2016. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap
Manajemen Laba dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
sebagai Variabel Intervening. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.
Vol. 14. 1

Retno, R. D. dan Denies Priantiah. 2012. Pengaruh Good Corporate


Governance dan pengungkapan Corporate Social responsibility terhadap
Nilai Perusahaan. Jurnal Nominal, Volume 1, Nomor 1

Riswari, D. A. 2012. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai


Perusahaan dengan Corporate Governance sebagai Variabel Moderating.
Skripsi, Universitas Dipenogoro, Semarang.

Scott, William R. 2006. Financial Accounting Theory. Fourth Toronto: Prentice


Hall International Inc

Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Sulistyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta:
Grasindo. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/DPNP tentang
Corporate Governance di Perbankan. Surat Edaran Bank Indonesia No.
11/4/DPNP. www.bi.go.id.

Suryani, Arna dan Eva Herianti. 2016. Pengaruh Pengungkapan Tanggung


Jawab Sosial Perusahaan terhadap Koefisen Respon Laba dan
Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi XVII. Medan
Verawati, Diana. 2012. Pengaruh Diversifikasi Operasi, Diversifikasi Geografis,
Leverage dan Struktur Kepemilikan terhadap Manajemen Laba. Skripsi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro.

Watts, RL., and J.L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory,


Englewood Cliffs. NJ: Prentice Hall, Inc

Wijaya, Veronika Abdi dan Yulius Jogi Christiawan. 2014. Pengaruh


Kompensasi Bonus, Leverage, dan Pajak terhadap Earning Management
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-
2013. Tax & Accounting Review, Vol. 4, No.1

Yan, Sophia. 2015. Toshiba CEO resigns over $1.2 billion accounting scandal.
http://money.cnn.com/2015/07/21/investing/toshiba-ceo-resigns/.

www. telegraph.co.uk

Anda mungkin juga menyukai