2. Fungsi pengawasan
Yaitu mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan peradilan agar dapat terlaksana dengan
seksama dan sewajarnya.
3. Fungsi mengatur
Yaitu mengatur pelaksanaan tugas struktural, fungsional dan pegawai Pengaadilan
Agama agar terlaksana tugas pokok dengan sebaik-baikny, efektif dan efisien serta
produktif.
4. Fungsi memberi nasehat
Yaitu memberi nasehat, keterangan, pertimbangan tentang hukum islam kepada
pemerintah daerah apabila diminta.
5. Fungsi administrasi
Yaitu melaksanakan penyelenggaraan administratif baik administrasi peradilan,
administrasi umum, administrasi keungan, kepegawaian dan perlengkapan sarana dan
prasarana peradilan.
Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh Menteri
Agama. Pembinaan teknis atau pembinaan organisasi tidak boleh mengurangi kebebasan
Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Susunan dalam Pengadilan agama yaitu Pengadilan Agama dan pengadilan Tinggi
agama. Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama. Pengadilan Tinggi
Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Pengadilan Agama dibentuk dengan
Keputusan Presiden. Pengadilan Tinggi Agama dibentuk dengan Undang-undang.
Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera,
Sekretaris, dan Juru Sita. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan, Hakim
Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas
kekuasaan kehakiman dan Syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta
pelaksanaan tugas Hakim ditetapkan dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1989. Pembinaan
dan pengawasan umum terhadap Hakim sebagai pegawai negeri dilakukan oleh Menteri
Agama.
Syarat menjadi Hakim Pengadilan Agama :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
e. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi
massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam
"Gerakan Kontra Revolusi G.30.S/PKI", atau organisasi terlarang yang lain;
f. pegawai negeri;
g. sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang menguasai hukum Islam;
h. berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun;
i. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Syarat menjadi hakim Pengadilan Tinggi Agama :
a. syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam syarat Pengangkatan hakim Pengadilan
Agama huruf a, b, c, d, e, f, g, dan i;
b. berumur serendah-rendahnya 40 (empat puluh) tahun;
c. berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Ketua atau Wakil Ketua
Pengadilan Agama atau 15 (lima belas) tahun sebagai Hakim Pengadilan Agama.
Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku kepala Negara atas usul
Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Ketua dan Wakil Ketua
Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan Ketua
Mahkamah Agung.
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang :
a. perkawinan;
b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c. wakaf dan shadaqah.
Bidang perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang
mengenai perkawinan yang berlaku. Bidang kewarisan adalah penentuan siapa-siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing
ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
E. UU NO.3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO.7 TAHUN 1989
Perkembangan hukum ketatanegaraan Indonesia yang diawali oleh adanya
amandemen Undang-undang Dasar 1945, menuntut adanya perubahan pada berbagai
peraturan perundang-undangan. Perubahan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menentukan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, merupakan salah
satu undang-undang yang mengatur lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung telah dirubah dan ditambah melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Perubahan
dan penambahan beberapa pasal dalam Undang-Undang ini mengindikasikan bahwa
kewenangan Peradilan Agama menjadi kuat dan lebih luas dengan lahirnya peradilan khusus
di Nangroe Aceh Darussalam, kewenangan menyelesaikan sengketa bisnis Syari’ah,
kewenangan menyelesaikan sengketa hak milik antara orang Islam, serta dihapuskannya hak
opsi dalam penyelesaian perkara waris, namun masih terdapat adanya tarik ulur dalam
kewenangan mengadili sengketa bisnis syariah.
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud
dalam.Undang-Undang nomor 3 tahun 2006.
Jenis Perkara yang Menjadi Kewenangan Peradilan Agama memeriksa dan memutus,
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, ekonomi
syariah.
Rincian jenis perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah:
1. Perkawinan (UU. No.1 Tahun 1974) :
a. Izin beristeri lebih dari satu orang (poligami)
b. Izin melangsungkan perkawinan (izin perkawinan): bagi yang belum berumur 21
tahun, dalam hal orang tua atau wali terdapat perbedaan pendapat;
c. Dispensasi perkawinan: jika calon mempelai belum cukup umur, laki-laki belum
mencapai umur 19 tahun dan perempuan belum mencapai umur 16 tahun;
d. Pencegahan perkawinan: dilakukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas, ke
samping;
e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
f. Pembatalan perkawinan;
g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami isteri;
h. Perceraian karena talak;
i. Gugatan perceraian;
j. Penyelesaian harta bersama;
k. Penguasaan anak;
l. Pembebanan kepada ibu untuk memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
jika bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya;
m. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri
atau penentuan kewajiban bagi bekas isteri;
n. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
p. Pencabutan tentang kekuasaan wali
q. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal kekuasaan wali
dicabut;
r. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun
yang ditinggal oleh kedua orang tuanya padahal tidak ada penunjukan wali oleh
kedua orang tuanya;
s. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan
kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
t. Penetapan asal usul seorang anak;
u. Putusan tentang penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran;
v. Peryataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
2. Waris
Yang dimaksud dengan “waris” dalam undang-undang ini adalah pengaturan dan
penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan,
penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta
peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang
penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
3. Wasiat
Yang dimaksud dengan “wasiat” adalah perbuatan seseorang memberikan suatu
benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/ badan hukum, yang berlaku setelah
yang memberi wasiat tersebut meninggal dunia.
5. Hibah
Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan
tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk
dimiliki.
6. Wakaf
Yang dimaksud dengan “wakaf’ adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang
(wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
7. Zakat
Yang dimaksud dengan “zakat” adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan
syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
8. Infaq
Yang dimaksud dengan “infaq” adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu
kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman,
mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain
berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Swt.
9. Sedekah
adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau
lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah
tertentu dengan mengharap ridho Allah Swt.
10. Ekonomi Syari’ah
Yang dimaksud dengan “ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha
yang laksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
- bank syariah;
- lembaga keuangan mikro syariah.
- asuransi syariah;
- reksa dana syariah;
- obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah;
- sekuritas syariah;
- pembiayaan syariah;
- pegadaian syariah;
- dana pensiun lembaga keuangan syariah;
- bisnis syariah.
Dalam perkara ekonomi syariah belum ada pedoman bagi hakim dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Untuk memperlancar proses pemeriksaan dan
penyelesaian sengketa ekonomi syariah, dikeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2008 tentang Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah. Pasal 1 PERMA tersebut menyatakan bahwa:
1. Hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan agama yang memeriksa, mengadili
dan menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan ekonomi syariah,
mempergunakan sebagai pedoman prinsip syariah dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah.
2. Mempergunakan sebagai pedoman prinsip syariah dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah, tidak mengurangi tanggung jawab hakim untuk menggali dan
menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar.
Zakat meliputi ;
Pasal 51 ayat (1) Undang Undang Mahkamah Konstitusi No. 8 Tahun 2011 yang
menjelaskan mengenai kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dipertegas lagi oleh
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 tertangal 20 September 2007 yang
menguraikan lima syarat kerugian hak dan /atau kewenangan konstitusional dari setiap warga
Negara termasuk kelompok yang mempunyai kepentingan sama yaitu:
Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya mengenai gugatan Pasal 2 ayat (2) dan
Pasal 43 ayat (1) Undang Undang No. 1 Tahun 1974 memandang adanya hubungan sebab
akibat (causal verband) antara kerugian dimaksud dan berlakunya Undang Undang yang
dimohonkan pengujian yaitu Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
sehingga para pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) untuk
mengajukan permohonan a quo. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya mengenai
pokok permasalahan hukum mengenai anak yang dilahirkan di luar perkawinan dipandang
tidak tepat dan tidak adil manakala hukum hanya menetapkan bahwa anak yang lahir dari
suatu kehamilan karena hubungan seksual di luar perkawinan hanya memiliki hubungan
dengan perempuan tersebut sebagai ibunya. Adalah tidak tepat dan tidak adil pula jika hukum
membebaskan laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang menyebabkan terjadinya
kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari tanggung jawabnya sebagai seorang bapak dan
bersamaan dengan itu hukum meniadakan hak-hak anak terhadap lelaki tersebut sebagai
bapaknya.
Permohonan yang berkaitan dengan Pasal 2 ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974 yang
menyatakann bahwa perkawinan dicatat menurut peraturan perundngan yang berlaku, tidak
dikabulkan. Pertimbangan yang diberikan Mahkamah Konstitusi, bahwa pencatatan
perkawinan tidak berkaitan dengan sah tidaknya perkawinan, karena faktor yang menentukan
sah tidaknya perkawinan adalah syarat yang ditentukan oleh agama dari masing-masing
calon mempelai. Pencatatan perkawinan merupakan kewajiban administratif.
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa anak angkat tidak dapat menjadi anak kandung.
Dan kemudian dijelaskan bahwa anak angkat tetap dinasabhkan kepada ayah kandungnya,
bukan kepada ayah angkatnya. Para ulama sepakat bahwa nasab seseorang kepada ibunya
terjadi disebabkan karena kehamilan karena adanya hubungan seksual yang dilakukan
dengan seorang laki-laki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad nikah maupun
melalui perzinaan. Amir Syarifuddin menyebutkan dengan “kalau nasab kepada ibunya
alamih, maka (nasab) anak kepada ayah adalah hubungan hukum ; yaitu terjadinya peristiwa
hukum sebelumnya, dalam hal ini adalah perkawinan.
Adapun dasar hukum ditetapkannya nasab dari seorang anak kepada bapaknya, bisa
terjadi melalui pernikahan yang sah. Para ulama fiqih sepakat bahwa para wanita yang
bersuami dengan akad yang sah apabila melahirkan maka anaknya itu dinasabhkan kepada
suaminya itu. Mereka berdasarkan pendapat tersebut antara lain pada hadist : “anak-anak
yang dilahirkan adalah untuk laki-laki yang punya isteri (yang melahirkan anak itu) dan bagi
pezina adalah rajam”. Anak yang dilahirkan itu dinasabkan kepada suami ibu yang
melahirkan dengan syarat antara lain :
Menurut kalangan hanafiyah anak itu dilahirkan enam bulan setelah perkawinan. Dan
jumhur ulama menambahkan dengan syarat suami isteri itu tlah melakukan senggama. Jika
kelahiran itu kurang dari enam bulan, maka anak itu dapat dinasabkan kepada suami si
wanita. Batasan enam bulan ini didasarkan pada kesepakatan para ulama, bahwa masa
minimal kehamilan adalah enam bulan. Batasan enam bulan ini didasarkan pada kesepakatan
para ulama, bahwa masa minimal kehamilan adalah enam bulan.