Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER

Nama : Isrotul Munawaroh


NPK : 19010000075
Kelas/Semester : B/ II
Mata Kuliah : Hukum Islam
1. Hukum adat tidak dapat dipisahkan dalam sejarah penerapan hukum islam di
Indonesia. Jelaskan beberapa teori dalam penerapan hukum islam dan hukum adat di
Indonesia ?!
Jawab :
a. Teori Receptio in Complexu (Periode penerimaan hukum Islam secara penuh)
Menurut teori Receptio in Complexu bagi setiap penduduk berlaku hukum
agamanya masing-masing. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam, demikian
juga bagi pemeluk agama lain. Teori ini dibuat oleh Lodewijk Willen
Christiaan Van Den Breg (1845-1927).
b. Teori Receptie (Periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat)
Teori ini bertentangan dengan Teori Reception in Complexu. Menurut teori
recptie, hukum islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang islam. Hukum
islam berlaku bagi orang islam jika sudah diterima atau diresepsi oleh hukum
adat mereka. Oleh karena itu, hukum adatlah yang menentukan berlaku
tidaknya hukum islam. Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck
Hurgronje dan Cornelis van Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini
dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan
sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. Jika mereka berpegang
terhadap ajaran dan hukum Islam, dikhawatirkan mereka akan sulit menerima
dan dipengaruhi dengan mudah oleh budaya barat.
c. Teori Receptie Exit
Teori receptie yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje dibantah oleh Prof
Hazairin dan Prof Sayuti Thalib. Prof.Hazaitin menyebutkan bahwa teori
receptie milik snouck hugronje merupakan seuah teori yang akan
menghancurkan islam secara perlahan sehingga Prof hazairin mengemukakan
Teori Receptie exit yang mempunyai makna bahwa teori receptie harus “exit”
(keluar) dari system hukum indonesia karea bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945, Al-Qur’an dan Hadist.
d. Teori Receptio A Contario
Teori Receptio A Contrario dikemukakan oleh Prof.Sayuti Thalib untuk
memperkuat teori receptie exit yang dikemukakan oleh Prof.Hazairin. Teori
ini berbunyi, “Hukum adat dapat diberlakukan bagi umat Islam jika tidak
bertentangan dengan hukum Islam”.
Teori Receptio A contrario adalah kebalikan dari teori Receptie. Teori ini oleh
Hazairin dan Sayuti Thalib sebagai pematah teori receptie. Dikatakan sebagai
pematah, karena teori ini menyatakan pendapat yang sama sekali berlawanan
arah dengan toeri receptie Christian Snouck Hurgronje.
Pada teori ini justru hukum adat-lah yang berada di bawah hukum Islam dan
harus sejiwa dengan hukum Islam, sehingga hukum adat baru dapat berlaku
jika telah dilegalisasi oleh hukum Islam.
2. Jelaskan kedudukan hukum islam dalam sistem hukum nasional !
Jawab :
Kehadiran hukum Islam dalam hukum nasional merupakan perjuangan eksistensi.
Teori eksistensi merumuskan keadaan hukum nasional Indonesia, masa lalu, masa
kini, dan masa datang, menegaskan bahwa hukum Islam itu ada dalam hukum
nasional Indonesia, baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Hukum islam ada dalam
berbagai lapangan kehidupan hukum dan praktik hukum.
Teori eksistensi, dalam kaitannya dengan hukum Islam adalah teori yang
menerangkan tentang adanya hukum Islam dalam hukum nasional Indonesia, yaitu:
(1) Ada, dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional Indonesia; (2) Ada,
dalam arti kemandiriannya yang diakui, adanya kekuatan dan wibawanya, dan diberi
status sebagai hukum nasional; (3) Ada, dalam arti hukum nasional dan norma hukum
Islam yang berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional di Indonesia;
(4) Ada, dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama.
Dengan meramu ketiga komponen sistem hukum nasional ( hukum adat-hukum islam-
hukum barat), hukum indonesia dibangun menuju unifikasi hukum nasional dengan
menggunakan 3 dimensi :
a. Dimensi pembaharuan
Yaitu dimensi untuk memelihara tatanan hukum yang ada, walaupun sudah tidak
lagi sesuai dengan keadaan. Hal ini perlu ada untuk mencegah kekosongan
hukum, dan merupakan konsekuensi logis dari pasal I Aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar 1945 (segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap
berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang Undang Dasar ini).
b. Dimensi pemeliharaan
Yaitu dimensi peningkatan dan penyempurnaan. Kebijaksanaan yang dianut
adalah dengan meningkatkan dan menyempurnakan perundang-undangan yang
ada sehingga sesuai dengan kebutuhan baru di bidang-bidang yang bersangkutan
(melengkapi apa yang belum ada, dan menyempurnakan yang sudah ada).
Contoh UU Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama yang disempurnakan
dengan UU nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU nomor 7 tahun 1989,
dan disempurnakan lagi dengan UU Nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan
kedua UU Nomor 7 tahun 1989.
c. Dimensi penciptaan
yaitu dimensi dinamika dan kreativitas. Dalam dimensi ini diciptakan suatu
perangkat peraturan perundang-undangan yang baru yang belum ada sebelumnya.
Contoh undang-undang tentang zakat dan haji.

3. Jelaskan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam UU


No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan
Agama !
Jawab :
Jenis Perkara yang Menjadi Kewenangan Peradilan Agama memeriksa dan memutus,
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama
Islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah,
ekonomi syariah. Rincian jenis perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama
adalah:
1) Perkawinan (UU. No.1 Tahun 1974) :
a. Izin beristeri lebih dari satu orang (poligami)
b. Izin melangsungkan perkawinan (izin perkawinan): bagi yang belum
berumur 21 tahun, dalam hal orang tua atau wali terdapat perbedaan
pendapat;
c. Dispensasi perkawinan: jika calon mempelai belum cukup umur, laki-
laki belum mencapai umur 19 tahun dan perempuan belum mencapai
umur 16 tahun;
d. Pencegahan perkawinan: dilakukan oleh keluarga dalam garis lurus ke
atas, ke samping;
e. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
f. Pembatalan perkawinan;
g. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami isteri;
h. Perceraian karena talak;
i. Gugatan perceraian;
j. Penyelesaian harta bersama;
k. Penguasaan anak;
l. Pembebanan kepada ibu untuk memikul biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak jika bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak
memenuhinya;
m. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada
bekas isteri atau penentuan kewajiban bagi bekas isteri;
n. Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
o. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
p. Pencabutan tentang kekuasaan wali
q. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan wali dicabut;
r. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup
umur 18 tahun yang ditinggal oleh kedua orang tuanya padahal tidak
ada penunjukan wali oleh kedua orang tuanya;
s. Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah
menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah
kekuasaannya;
t. Penetapan asal usul seorang anak;
u. Putusan tentang penolakan pemberian keterangan untuk melakukan
perkawinan campuran;
v. Peryataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan
yang lain.
2) Waris
Yang dimaksud dengan “waris” dalam undang-undang ini adalah pengaturan
dan penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan
pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas
permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,
penentuan bagian masing-masing ahli waris.
3) Wasiat
Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat
kepada orang lain atau lembaga/ badan hukum, yang berlaku setelah yang
memberi wasiat tersebut meninggal dunia.
4) Hibah
Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari
seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk
dimiliki.
5) Wakaf
Wakaf adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.
6) Zakat
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan
hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syariah
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
7) Infaq
Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna
menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan,
memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain
berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Swt.

4. Jelaskan arti perkawinan sah dan harta bersama menurut UU no.1 tahun 1974 !
Jawab :
Menurut UU no.1 tahun 1974, Perkawinan sah adalah perkawinan yang dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan harta bersama
adalah harta yang diperoleh setelah suami-istri tersebut berada di dalam hubungan
perkawinan atas usaha mereka berdua atau salah satu pihak dari mereka.

5. Jelaskan apa yang menjadi latar belakang munculnya PUTUSAN MK NO.46/PUU-


VIII/2010 TENTANG STATUS ANAK LUAR NIKAH dan bagaimana akibat hukum
dari Putusan MK tersebut ?!
Jawab :
Putusan MK tersebut lahir karena adanya permohonan yudisial review yang diajukan
oleh Hj. Aisyah Mokhtar dan anaknya yang bernama Muhammad Iqbal Ramadhan bin
Moerdiono terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana Moerdiono sebagai seorang suami
yang telah beristri menikah kembali dengan istrinya yang kedua bemama Hj. Aisyah
Mokhtar secara syari'at Islam tanpa dicatatkan dalam register Akta Nikah, dan dari
pernikahan tersebut lahir seorang anak laki-laki yang bernama Muhammad Iqbal
Ramadhan Bin Moerdiono.
Kedudukan Anak Luar Nikah Pasca Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010. MK
bermaksud agar anak yang dilahirkan di luar pernikahan mendapatkan perlindungan
hukum yang memadai, karena pada prinsipnya anak tersebut tidak berdosa karena
kelahirannya di luar kehendaknya.Tujuan dari MK adalah untuk menegaskan bahwa
anak luar kawin pun berhak mendapat perlindungan hukum. Menurut pertimbangan
MK, hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap
status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk
terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih
disengketakan. Akibat Hukum Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang
menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan yang berbunyi "Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya" bertentangan
dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai
menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata
mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca,
"Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan
ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat
dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain
menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan
keluarga ayahnya".
Apabila dianalisis, maka logika hukumnya Putusan ini menimbulkan konsekuensi
adanya hubungan nasab anak luar nikah dengan bapak biologisnya; adanya hak dan
kewajiban antara anak luar nikah dan bapak biologisnya, baik dalam bentuk nafkah,
waris dan lain sebagainya. Hal ini tentunya berlaku apabila terlebih dahulu dilakukan
pembuktian melalui ilmu pengetahuan dan teknologi seperti : tes DNA dan lain
sebagainya yang menyatakan bahwa benar anak diluar nikah tersebut memiliki
hubungan darah dengan laki-laki sebagai ayah biologisnya itu.

Anda mungkin juga menyukai