LOKASI :
PELABUHAN PT. PELABUHAN INDONESIA II
CABANG PONTIANAK
DOSEN PEMBIMBING :
FERRY JUNIARDI, S.T., M.T.
NIP. 197506171999031003
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat
dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan laporan kunjungan ini yang berlokasi di
Pelabuhan PT. PELABUHAN INDONESIA II Cabang Pontianak dengan tepat waktu.
Penyusunan laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Dasar -
Dasar Rekayasa Transportasi di tahun 2018 ini.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
I.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..................................................................................................3
I.3 Tujuan....................................................................................................................3
I.4 Manfaat .................................................................................................................3
BAB II STUDI PUSTAKA.........................................................................................................4
II.1 Pengertian Pelabuhan.............................................................................................4
II.2 Jenis - Jenis Pelabuhan..........................................................................................6
II.2.1 Ditinjau dari Segi Penyelenggaraannya...................................................13
II.2.2 Ditinjau dari Segi Pengusahaannya..........................................................13
II.2.3 Ditinjau dari Fungsinya dalam Perdagangan Nasional dan Internasional
..................................................................................................................14
II.2.4 Ditinjau dari Segi Penggunaannya...........................................................14
II.2.5 Ditinjau Menurut Letak Geografis...........................................................15
II.3 Syarat Pengelolaan Pelabuhan.............................................................................15
II.4 Peran dan Fungsi Pelabuhan...............................................................................17
II.5 Dasar Hukum Pelabuhan.....................................................................................18
BAB III METODELOGI..........................................................................................................30
III.1 Waktu dan Tempat...............................................................................................30
III.2 Peralatan Pengamatan..........................................................................................30
III.3 Pengumpulan Data...............................................................................................30
III.4 Proses Kunjungan Studi.......................................................................................30
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................................32
IV.1 Fasilitas Pelabuhan Pontianak.............................................................................32
IV.1.1 Fasilitas yang Ada di Pelabuhan..............................................................32
IV.1.2 Peralatan yang Ada di Pelabuhan.............................................................35
IV.2 Pembangunan dan Pengelolaan Fasilitas Pelabuhan...........................................37
IV.2.1 Layout Lapangan Peti Kemas..................................................................39
IV.2.2 Alur Pelayanan Kapal..............................................................................40
ii
IV.2.3 Alur Pelayanan Barang............................................................................41
IV.3 Analisa Data.........................................................................................................43
IV.3.1 Kelas Pelabuhan Pontianak .....................................................................43
IV.3.2 Berdasarkan Peraturan Mentri Perhubungan Republik Indonesia...........44
BAB V PENUTUP....................................................................................................................45
V.1 Kesimpulan........................................................................................................45
V.2 Saran..................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA
PRESENTASI POWER POINT
DOKUMENTASI
BERITA ACARA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Ketersediaan infrastruktur atau prasarana fisik pelabuhan berperan sangat penting
bagi peningkatan produksi nasional dan distribusi hasil perekonomian serta kualitas
kehidupan sosial masyarakat. Namun dunia rancang bangun dewasa ini menghadapi
tantangan yang semakin kompleks di semua tahapannya –pra-pembangunan (studi dan
perencanaan), pembangunan (konstruksi), serta pasca pembangunan atau pemanfaatan
(pengoperasian dan pemeliharaan). Oleh karena itu keberadaan ahli yang memiliki
profesionalisme dan inovasi dalam bidang teknik sipil mutlak diperlukan, mulai dari
surveyor, perencana, pelaksana, pengawas hingga para manajer aset.
Pembangunan infrastruktur ini menyesuaikan dengan berbagai keperluan
masyarakat antara lain dalam kegiatan pendistribusian khususnya prasarana transportasi.
Pelabuhan merupakan prasarana transportasi yang menunjang dan bermanfaat besar
sekaligus memiliki kapasitas yang besar dalam menampung tiap kegiatan baik
pendistribusian barang atau manusia.
Tuntutan akan pelabuhan yang dapat memenuhi tiap kebutuhan perekonomian
merupakan hal yang tidak lazim. Meniru akan Negara tetangga kita Singapura, yang
dilihat dari besarnya area kalah banding dengan Negara kita Indonesia. Namun, karena
kemampuan dalam mengelolah tiap infrastruktur yang ada termasuk pelabuhan, maka
Singapura sendiri menjadi salah satu Negara terdepan dalam pengolahan jasa khususnya
pelabuhan.
Seyogyanya penguasaan dan pemanfaatan teknologi konstruksi diarahkan dengan
menyesuaikan dengan iklim dan alam Indonesia, serta diselaraskan dengan situasi di
lingkungan sekitarnya. Dalam konteks ini maka pendidikan Mahasiswa bidang Teknik
Sipil harus senantiasa berada di garda terdepan dalam hal penguasaan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan ketekniksipilan secara tepat guna, berhasil guna dan berdaya guna
untuk mendukung konstruksi yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, melalui makalah kami ini, kami ingin mengidentifikasi
kekurangan atau masalah pada pembangunan sistem transportasi laut, agar nantinya kami
diharapkan mampu menerapkan ilmu ketekniksipilan yang membantu menyelesaikan
masalah pengelolaan pelabuhan ini. Kami yakin jika pelabuhan dapat dikelola dengan
baik, pemasukan devisa bagi Indonesia akan mengalami pertumbuhan kea rah yang lebih
baik pula.
2
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut
1. Apa-apa saja fasilitas yang terdapat pada pelabuhan PT. PELINDO II Pontianak?
2. Bagaimana pembangunan dan pengelolaan fasilitas yang terdapat pada pelabuhan
PT. PELINDO II Pontianak?
3. Apakah pelabuhan PT. PELINDO II Pontianak sesuai dengan Dasar Hukum di
Indonesia?
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan penulisan dari makalah ini
yaitu:
1. Untuk mengetahui apa saja fasilitas yang terdapat pada pelabuhan PT. PELINDO II
Pontianak.
2. Untuk memberikan gambaran mengenai pembangunan dan pengelolaan fasilitas
yang terdapat pada pelabuhan PT. PELINDO II Pontianak.
3. Untuk mengkaji apakah pelabuhan PT. PELINDO II Pontianak sesuai dengan Dasar
Hukum di Indonesia.
I.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan mengenai
pengelolaan pelabuhan yang ada di Indonesia secara umum dan juga untuk
meningkatkan pengetahuan terhadap perkembangan pelabuhan di Indonesia sehingga
mampu untuk menciptakan pemikiran yang kritis mengenai langkah – langkah yang
harus di ambil untuk meningkatkan pembangunan yang mendukung kinerja pelabuhan di
Indonesia.
3
BAB II
STUDI PUSTAKA
4
b. Pelabuhan yang tidak diusahakan, yaitu pelabuhan yang sekedar hanya
merupakan tempat kapal/ perahu dan tanpa fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh
pelabuhan. Sedangkan menurut UU No.21 Tahun 1992-PP. No. 70 Tahun 1996-
Km No. 26 Tahun 1998, Pengertian pelabuhan lebih diperluas yaitu :
1. Pelabuhan Umum, ialah pelabuhan yang dikunjungi oleh bermacam-macam
kapal untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang-barang campuran juga
penumpang dan hewan serta dikelola oleh instansi yang ditunjuk oleh
pemerintah seperti PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II, sebagai contoh:
Pelabuhan Teluk Bayur.
2. Pelabuhan Khusus, ialah pelabuhan yang dikunjungi oleh kapal- kapal yang
bermuatan tertentu untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang-barang
tertentu atau khusus serta dikelola oleh instansi terkait, sebagai contoh:
Pelabuhan Teluk Kabung (milik PERTAMINA).
3. Pelabuhan Laut, yaitu pelabuhan yang bebas untuk dimasuki oleh kapal-
kapal yang berbendera negara asing. Jadi kalau sebuah kapal asing hendak
memasuki pelabuhan laut, dia boleh langsung masuk tanpa perlu meminta izin
terlebih dahulu, karena pelabuhan laut memang disediakan untuk perdagangan
internasional.
4. Pelabuhan Pantai, yaitu pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan
dalam negeri dan luar negeri dan oleh karena itu tidak terlalu bebas disinggahi
oleh kapal yang berbendera asing. Kapal asing tersebut masih dapat
menyinggahi pelabuhan pantai, dengan cara terlebih dahulu meminta izin
kepihak pelabuhan terkait.
Pengertian lainnya adalah :
Menurut tujuan, adalah Kegiatan suatu pelabuhan dapat dihubungkan dengan
kepentingan ekonomi dan kepentingan pemerintah serta kepentingan lainnya . Dari segi
Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini yaitu Peraturan Pemerintah No. 11 tahun
1983 tentang Pembinaan Kepelabuhan Bab 1 Pasal 1 ayat (4) menyebutkan :
Pelabuhan adalah :
" Tempat berlabuh dan atau tempat bertambatnya kapal serta kendaraan air lainnya
untuk menaikkan dan menurunkan penumpang , bongkar muat barang dan hewan serta
merupakan daerah lingkungan kerja kegiatan ekonomi ".
5
Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah yang sama Bab 11 pasal 1 ayat (1) disebutkan
bahwa :
“ Pelabuhan sebagai tumpuan tatanan kegiatan ekonomi dan kegiatan pemerintah
merupakan sarana untuk menyelenggarankan pelayanan jasa kepelabuhan dalam
menunjang penyelenggaraan angkutan laut “.
Dalam perkembangan selanjutnya , pengertian Pelabuhan itu mencakup
pengertian sebagai Prasarana dan sistem , yaitu Pelabuhan adalah Suatu lingkuan kerja
terdiri dari area daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas yang
memungkinkan berlabuh dan bertambatnya kapal untuk terselenggaranya bongkar muat
barang serta turun naiknya penumpang dari suatu moda transportasi laut (kapal) ke
moda transportasi lainnya atau sebaliknya .
Bandar (harbour) adalah daerah perairan yang terlindung dari gelombang dan
angin untuk berlabuhnya kapal-kapal. Bandar ini hanya merupakan daerah perairan
dengan bangunan-bangunan yang diperlukan untuk pembentukkannya, perlindungan
dan perawatan seperti pemecah gelombang, jetty dan sebagainya, dan hanya merupakan
tempat bersinggahnya kapal untuk berlindung, mengisi bahan baker, reparasi dan
sebagainya.
Sedangkan pelabuhan (port) berarti daerah perairan yang terlindung terhadap
gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana
kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, gudang laut (transito) dan tempat
penyimpanan di mana kapal membongkar muatannya.
Sehingga dengan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa pelabuhan
merupakan bandar yang dilengkapi dengan bangunan-bangunan untuk pelayanan
muatan dan penumpang, tetapi suatu bandar belum tentu suatu pelabuhan.
6
3. Pelabuhan laut merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan pelayanan
angkutan laut
4. Pelabuhan penyebrangan merupakan pelabuhan yang digunakan khusus untuk
kegiatan penyebrangan dari satu pelabuhan dengan pelabuhan yang lainnya yang
mempunyai keterkaitan
5. Pelabuhan sungai dan danau merupakan pelabuhan yang melayani kebutuhan
angkutan di sebuah danau ataupun sungai
6. Pelabuhan Daratan adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas-batas yang
jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang
serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan
berfungsi sebagai pelabuhan umum
Maksud dan tujuan tatanan pelabuhan nasional dimana Tatanan Kepelabuhanan
Nasional merupakan dasar dalam perencanaan pembangunan, pendayagunaan,
pengembangan dan pengoperasian pelabuhan di seluruh Indonesia, baik pelabuhan laut,
pelabuhan penyeberangan, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan daratan dan
pelabuhah khusus yang bertujuan:
a. Terjalinnya suatu jaringan infrastruktur pelabuhan secara terpadu, selaras dan
harmonis agar bersaing dan tidak saling mengganggu yang bersifat dinamis
b. Terjadinya efisiensi transportasi taut secara nasional;
c. Terwujudnya penyediaan jasa kepelabuhanan sesuai dengan tingkat kebutuhan;
d. Terwujudnya penyelenggaraan pelabuhan yang handal dan berkemampuan tinggi
dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah
A. Selain itu, tatanan kepelabuhan nasional ini juga dituntut untuk memperhatikan;
a. Tata ruang wilayah;
b. Sistem transportasi nasional;
c. Pertumbuhan ekonomi;
d. Pola/jalur pelayanan angkutan taut nasional dan internasional;
e. Kelestarian tingkungan
f. Keselamatan pelayaran; dan
g. Standarisai nasional, kriteria dan norma.
7
B. Selain itu pelabuhan juga melaksanakan tugas dan peranan sebagai berikut;
1. Pemerintahan;
1) Pelaksana fungsi keselamatan pelayaran;
2) Pelaksana fungsi bea dan cukai;
3) Pelaksana fungsi imigrasi;
4) Pelaksana fungsi karantina;
5) Pelaksana fungsi keamanan dan ketertiban;
2. Pengusahaan jasa kepelabuhanan:
1) Usaha pokok yang meliputi pelayanan kapal, barang dan penumpang;
2) Usaha penunjang yang meliputi persewaan gudang, lahan dan lain-lain.
C. Pelabuhan terbagi menjadi beberapa jenis menurut hirarki dan fungsinya, yaitu ;
a. Pelabuhan internasional hub merupakan pelabuhan utama primer;
b. Pelabuhan internasional merupakan pelabuhan utama sekunder;
c. Pelabuhan nasional merupakan pelabuhan utama tersier;
d. Pelabuhan regional merupakan pelabuhan pengumpan primer;
e. Pelabuhan lokal merupakan pelabuhan pengumpan sekunder.
Tiap jenis memiliki fungsi dan perannya sendiri – sendiri, yang kesemuanya itu dibagi
secara mengkhusus, yaitu ;
a) Pelabuhan internasional hub yang merupakan pelabuhan utama primer :
1. Berperan sebagai pelabuhan internasional hub yang melayani angkutan alih
muat (transhipment) peti kemas nasional dan internasional dengan skala
pelayanan transportasi laut dunia.
2. Berperan sebagai pelabuhan induk yang melayani angkutan peti kemas
nasional dan internasional sebesar 2.500.000 teu's/tahun atau angkutan lain
yang setara.
3. Berperan sebagai pelabuhan alih muat angkutan peti kemas nasional dan
internasional dengan pelayanan berkisar dan 3.000.000 - 3.500.000 teu's/tahun
atau angkutan lain yang setara.
4. Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil.
5. Kedalaman minimal pelabuhan : -12 m lws.
6. Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 350 m',4 crane dan lapangan
penumpukan peti kemas seluas 15 ha.
7. Jarak dengan pelabuhan internasional hub lainnya 500 - 1.000 mil.
8
b) Pelabuhan internasional yang merupakan pelabuhan utama sekunder :
1. Berperan sebagai pusat distribusi peti kemas nasional dan pelayanan angkutan
peti kemas internasional.
2. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan angkutan peti kemas.
3. Melayani angkutan peti kemas sebesan 1.500.000 teu's/tahun atau angkutan
lain yang setara.
4. Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional + 500 mil dan jalur
pelayaran nasional ± 50 mil.
5. Kedalaman minimal pelabuhan - 9 m lws.
6. Memiliki dermaga peti kemas minimal panjang 250 m',2 crane dan lapangan
penumpukan kontener seluas 10 ha.
7. Jarak dengan pelabuhan internasional lainnya 200 - 500 mil.
c) Pelabuhan nasional yang merupakan pelabuhan utama tersier :
1. Berperan sebagai pengumpan anqkutan peti kemas nasional.
2. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
3. Berperan melayani angkutan peti kemas nasional di seluruh indonesia.
4. Berada dekat dengan jalur pelayaran nasional + 50 mil.
5. Kedalaman minimal pelabuhan –9 m lws.
6. Memiliki dermaga multipurpose minimal panjang 150 m', mobile crane atau
skipgear kapasitas 50 ton.
7. Jarak dengan pelabuhan nasional lainnya 50 - 100 mil.
d) Pelabuhan regional yang merupakan pelabuhan pengumpan primer :
1. Berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan
internasional pelabuhan nasional.
2. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke pelabuhan
utarna dan pelabuhan pengumpan.
3. Berperan melayani angkutan taut antar kabupaten/kota dalam propinsi.
4. Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil.
5. Kedalaman minimal pelabuhan -4 m lws.
6. Memiliki dermaga minimal panjang 70 m.
7. Jarak dengan pelabuhan regional lainnya 20 - 50 mil.
e) Pelabuhan lokal yang merupakan pelabuhan pengumpan sekunder :
1. Berperan sebagai pengumpan pelabuhan hub internasional, pelabuhan
internasional, pelabuhan nasional dan pelabuhan regional.
9
2. Berperan sebagai tempat pelayanan p enumpang di daerah terpencil, terisolasi,
perbatasan, daerah perbatasan yang hanya didukung oleh mode transportasi
laut.
3. Berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung
kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain sebagai
terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat kebutuhan
hidup masyarakat disekitamya.
4. Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali
keperintisan.
5. Kedalaman minimal pelabuhan -1,5 m lws.
6. Memiliki fasilitas tambat.
7. Jarak dengan pelabuhan lokal lainnya 5 - 20 mil.
10
d. Tidak menangani pelayanan barang berbahaya dan beracun (B3) dan melayani
kegiatan pelayanan lintas kota dalam satu kabupaten/kota.
11
b) Frekuensi 6 -12 trip/hari;
c) Dermaga 500 - 1000 grt;
d) Waktu operasi 6 -12 jam/hari;
e) Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan,
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker).
12
F. Pelabuhan daratan menurut klasifikasinya, dikembangkan dengan memperhatikan:
1. Kelas dari pelabuhan induknya;
2. Jaringan jalan dan/atau jalur kereta api;
3. Cakupan hinterland;
4. Kegiatan lalu lintas yangada di dalam pelabuhan daratan;
5. Frekuensi kegiatan angkutan dari pelabuhan daratan ke pelabuhan induknya atau
sebaliknya;
6. Memiliki fasilitas:
a. Bongkar muat;
b. Lapangan penumpukan;
c. Gudang;
d. Prasarana dan sarana angkutan barang;
e. Perlengkapan/peralatan untuk pengemasan; dan
f. Kantor penyelenggara pelabuhan.
Melihat akan jenis-jenis kapal yang ada, tentunya juga pelabuhan laut mengalami
perubahan tipe untuk memenuhi kebutuhan kapal-kapal tersebut. Pelabuhan dibedakan
menjadi beberapa macam yang tergantung pada sudut tinjaunya seperti dari segi
penyelenggaraannya, pengusahaannya, fungsi dalam perdagangan nasional dan
internasional, segi kegunaannya dan letak geografisnya.
II.2.1 Ditinjau Dari Segi Penyelenggaraannya
a. Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan
masyarakat umum. Penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan
pelaksanaannya pada badan usaha milik negara yang diberi wewenang
mengelola pelabuhan umum diusahakan dalam hal ini pada PT. PELINDO
(Pelabuhan Indonesia) I,II,III, dan IV yang berada pada empat wilayah
yaitu Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar.
b. Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak diperbolehkan untuk
kepentingan umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin pemerintah.
Sebagai contoh adalah pelabuhan LNG Arun di Aceh yang digunakan untuk
mengirimkan hasil produksi gas alam cair ke daerah atau negara lain.
13
II.2.2 Ditinjau Dari Segi Pengusahaannya
a. Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas
yang diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan
kegiatan bongkar muat barang, menaikturunkan penumpang serta kegiatan
lainnya. Pemakaian pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya atas jasa dan
peralatan yang digunakan.
b. Pelabuhan yang tidak diusahakan
Pelabuhan ini hanya untuk tempat singgahan kapal/ perahu, tanpa
fasilitas bongkar muat, bea cukai dan sebagainya. Pelabuhan ini umumnya
pelabuhan kecil yang disubsidi pemerintah dan dikelola Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jendral Perhubungan Laut.
14
yang menjorok ke laut untuk mendapat kedalaman air yang cukup besar.
Bongkar muat dilakukan dengan pipa-pipa dan pompa. Pipa penyalur ini
diletakkan di bawah jembatan agar lalu lintas di atas jembatan tidak
terganggu.
c. Pelabuhan Barang
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi dengan fasilitas
untuk bongkar muat barang. Pelabuhan dapat berada di pantai atau estuary
dari sungai besar. Pada dasarnya pelabuhan barang harus mempunyai
perlengkapan-perlengkapan berikut ini:
1. Dermaga harus panjang dan harus dapat menampung seluruh panjang
kapal atau setidaknya 80%.
2. Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan
bongkar muat barang.
3. Mempunyai gudang transito/penyimpanan di belakang halaman
dermaga.
4. Tersedianya jalan dan halaman untuk pengambilan/pemasukan barang
dari dan ke gudang serta mempunyai fasilitas untuk reparasi.
d. Pelabuhan Penumpang
Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan
barang. Pada pelabuhan barang di belakang dermaga terdapat gudang
sedangkan pada pelabuhan penumpang dibangun fasilitas stasiun
penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan
kebutuhan orang yang bepergian, seperti kantor imigrasi, keamanan,
direksi, maskapai pelayaran dan lainnya.
e. Pelabuhan Campuran
Pada umumnya pencampuran pemakaian ini terbatas untuk
penumpang dan barang, sedang untuk keperluan minyak dan ikan biasanya
tetap terpisah. Tetapi bagi pelabuhan kecil atau masih dalam taraf
perkembangan, keperluan bongkar muat minyak juga dapat menggunakan
dermaga atau jembatan yang sama guna keperluan barang dan penumpang.
f. Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas untuk
memungkinkan gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan
15
cukup terpisah. Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan
pelabuhan barang, hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain.
Pada pelabuhan barang letak/kegunaan bangunan harus efisien
mungkin, sedang pada pelabuhan militer bangunan-bangunan pelabuhan
harus dipisah-pisah yang letaknya agak berjauhan.
16
muara sungai yang kedua sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut
berfungsi untuk menahan masuknya transpor pasir sepanjang pantai ke
muara sungai, yang dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan.
17
perdagangan, bahkan industry di daerah akan maju dengan sendirinya. Dan dari
sisnilah pelabuhan sangat berperan penting, apabila kita melihat sejarah jaman dahulu
beberapa kota metropolitan di Negara kepulauan seperti Indonesia, pelabuhan turut
membesarkan kota kota tersebut. Pelabuhan menjadi jembatan penghubung
pembangunan jalan raya, jaringan rel kereta api, dan pergudangan tempat distribusi.
Yang tidak kalah pentingnya peran pelabuhan adalah sebagai focal point bagi
perekonomian maupun perdagangan dan menjadi kumpulan badan usaha seperti
pelayaran dan keagenan, pergudangan, freight forwarding, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini ada 4 fungsi pelabuhan
1. Gateway (pintu gerbang), pelabuhan berfungsi sebagai pintu yang di lalui orang
dan barang ke dalam maupun ke luar pelabuhan yang bersangkutan. Disebut
sebagai pintu karenan pelabuhan adalah jaran atau area resmi bagi lalu lintas
perdagangan. Masuk dan keluarnya barang harus melalui prosedur kepabeanan
dan kekarantinaan, jadi ada proses yang sudah tertata di pelabuhan. Dan jika
lewat di luar jalan resmi itu tidak dibenarkan.
2. Link (mata rantai), keberadaan pelabuhan pada hakikatnya memfasilitasi
pemindahan barang muatan antara moda transportasi darat (inland transport) dan
moda transportasi laut (maritime transport) menyalurkan barang masuk dan
keluar daerah pabean secepat dan seefisien mungkin. Fungsinya sebagai link ini
terdapat setidaknya ada tiga unsure penting, yaitu :
a. Meyalurkan atau memindahkan barang muatan dari kapal ke truk.
b. Operasi pemindahan berlangsung cepat artinya minimum delay
c. Efisien dalam arti biaya
3. Interface (tatap muka), yang di maksud interface di sini adalah dalam arus
distribusi suatu barang mau tidak mau harus melewati area pelabuhan dua kali,
yakni satu kali di pelabuhan muat dan satu kali di pelabuhan bongkar. Dalam
kegiatan tersebut pastinya membutuhkan peralatan mekanis maupun non
mekanis. Peralatan untuk memindahkan muatan menjembatani kapal dengan truk
atau kereta api atau truk dengan kapal. Pada kegiatan tersebut fungsi pelabuhan
adalah antar muka (Interface).
4. Industry Entity, dalam industry entity ini jika pelabuhan yang diselenggarakan
secara baik akan bertumbuh dan akan mengembangkan bidang usaha lain,
sehingga area pelabuhan menjadi zona industry terkait dengan kepelabuhanan,
18
diantaranya akan tumbuh perusahaan pelayaran yang bergerak di bidang,
keagenan, pergudangan, PBM, truking, dan lain sebagainya.
BAB II
PENYELENGGARA KEGIATAN DI PELABUHAN LAUT YANG
DIGUNAKAN UNTUK MELAYANI ANGKUTAN LAUT
Paragraf 1
Otoritas Pelabuhan atau Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan
Pasal 6
(1) Otoritas Pelabuhan atau Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dibentuk pada pelabuhan yang
diusahakan secara komersial.
(2) Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan
tanggung jawab:
a) menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan;
b) menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan,
alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
c) menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran ;
d) menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
e) menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
f) menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;
g) mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan
dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah
serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan
h) menjamin kelancaran arus barang.
19
(3) Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan,
alur-pelayaran, dan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola terminal
untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi.
(4) Pembangunan fasilitas Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran, pelaksanaannya
dapat dilakukan oleh unit yang bertanggung jawab di bidang Kenavigasian dan
Badan Usaha Pelabuhan.
Pasal 27
(1) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b meliputi:
a) penyediaan fasilitas penampungan limbah;
b) penyediaan depo peti kemas;
c) penyediaan pergudangan;
d) jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;
e) instalasi air bersih dan listrik;
f) pelayanan pengisian air tawar dan minyak;
g) penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;
h) penyediaan fasilitas gudang pendingin;
i) perawatan dan perbaikan kapal;
j) pengemasan dan pelabelan;
k) fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer;
l) angkutan umum dari dan ke pelabuhan;
m) tempat tunggu kendaraan bermotor;
n) kegiatan industri tertentu;
o) kegiatan perdagangan;
p) kegiatan penyediaan tempat bermain dan
rekreasi;
q) jasa periklanan; dan/atau
r) perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan
telekomunikasi.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang
perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha.
BAB III
20
PENETAPAN LOKASI
Pasal 36
Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri dengan berpedoman pada Rencana
Induk Pelabuhan Nasional setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 37
(1) Permohonan penetapan lokasi pelabuhan diajukan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah kepada Menteri melalui Direktur Jenderal sesuai dengan
format Contoh 4 pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Perhubungan ini, dengan melampirkan persyaratan sebagai
berikut:
a) Rencana induk pelabuhan nasional;
b) Rencana tata ruang wilayah provinsi;
c) Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d) Rencana daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan
pelabuhan;
e) Lokasi pelabuhan yang dinyatakan dalam titik koordinat geografis
berdasarkan peta laut;
f) Hasil studi kelayakan mengenai:
1. Kelayakan teknis;
2. Kelayakan ekonomi;
3. Kelayakan lingkungan;
4. Pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;
5. Keterpaduan intra-dan antarmoda;
6. Adanya aksesibilitas terhadap hinterland;
7. Keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
8. Pertahanan dan keamanan.
g) Rekomendasi dari syahbandar/penyelenggara pelabuhan terdekat, terkait
aspek keamanan dan keselamatan pelayaran; dan
h) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
berupa rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota setempat sesuai
dengan kewenangannya mengenai keterpaduan dengan rencana tata ruang
wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
21
(2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal melakukan evaluasi dan penelitian pemenuhan persyaratan dalam
jangka waktu 14 (empat bêlas) hari kerja.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi dan penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak terpenuhi, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan
secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan sesuai dengan
format Contoh 5 pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Perhubungan ini.
(4) Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat
diajukan kembali setelah persyaratan dilengkapi.
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi dan penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) terpenuhi, Menteri dalam jangka waktu 14 (empat bêlas)
hari kerja menerbitkan penetapan lokasi pelabuhan sesuai dengan format
Contoh 6 pada Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Perhubungan ini.
Pasal 38
Penetapan lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disertai
dengan konsep Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja
(DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan (DLKp).
Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah lokasi pelabuhan
ditetapkan, tidak dilakukan pembangunan pelabuhan maka izin penetapan
lokasi pelabuhan ditinjau kembali dan dapat dilakukan pencabutan.
BAB IV
RENCANA INDUK PELABUHAN
Pasal 40
(1) Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.
(2) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun oleh
penyelenggara pelabuhan dengan berpedoman pada:
a) Rencana induk pelabuhan nasional;
b) Rencana tata ruang wilayah provinsi;
c) Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d) Keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi
pelabuhan;
22
e) Kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
f) Keselamatan dan keamanan lalu lintas kapal.
(3) Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan meliputi:
a) Jangka panjang yaitu di atas 15 (lima bêlas) tahun sampai dengan 20 (dua
puluh) tahun;
b) Jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15 (lima
bêlas) tahun; dan
c) Jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 41
Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sebagai
pedoman dalam pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan
penentuan batas-batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan.
Pasal 42
(1) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 meliputi
rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan.
(2) Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
untuk membangun:
a) Fasilitas pokok pelabuhan; dan
b) Fasilitas penunjang pelabuhan.
Pasal 43
(1) Fasilitas pokok pelabuhan di wilayah daratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a) Dermaga;
b) Gudanglinil;
c) Lapangan penumpukan lini 1 ;
d) Terminal penumpang;
e) Terminal peti kemas;
f) Terminal curah cair;
g) Terminal curah kering;
h) Terminal ro-ro;
i) Car terminal;
j) Terminal multipurpose;
k) Terminal daratan (dryport);
23
l) Fasilitas penampungan dan pengelolaan limbah;
m) Fasilitas bunker;
n) Fasilitas pemadam kebakaran;
o) Fasilitas gudang untuk bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3);
p) Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan fasilitas pelabuhan dan
Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran (SBNP); dan
q) Fasilitas pokok lainnya sesuai perkembangan teknologi.
(2) Fasilitas penunjang pelabuhan di wilayah daratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b meliputi:
a) Kawasan perkantoran;
b) Fasilitas pos dan telekomunikasi;
c) Fasilitas pariwisata dan perhotelan;
d) Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
e) Jaringan jalan dan rel kereta api;
f) Jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
g) Areal pengembangan pelabuhan;
h) Tempat tunggu kendaraan bermotor;
i) Kawasan perdagangan;
j) Kawasan industri; dan
k) Fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan, taman, tempat
rekreasi, olahraga, jalur hijau, dan kesehatan.
(3) Fasilitas pokok pelabuhan di wilayah perairan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (3) huruf a meliputi:
a) Alur-pelayaran;
b) Perairan tempat labuh;
c) Kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;
d) Perairan tempat alih muât kapal;
e) Perairan untuk kapal yang mengangkut bahan/Barang Berbahaya dan
Beracun (B3);
f) Perairan untuk kegiatan karantina;
g) Perairan alur penghubung intrapelabuhan;
h) Perairan pandu;
i) Perairan untuk kapal Pemerintah; dan
j) Terminal terapung.
24
(4) Fasilitas penunjang pelabuhan di wilayah perairan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (3) huruf b meîiputi:
a) Perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
b) Perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
c) Perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
d) Perairan tempat kapal mati;
e) Perairan untuk keperluan darurat; dan
f) Perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan.
g) Perhitungan kebutuhan wilayah daratan dan perairan dalam Rencana
Induk Pelabuhan dihitung berdasarkan pedoman teknis yang diatur dalam
Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 45
Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, ditetapkan
oleh:
a) Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;
b) gubernur untuk pelabuhan pengumpan régional; atau
c) bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal.
25
B. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2008
TENTANG PELAYARAN
Pelabuhan Nasional
Pasal 71 Paragraf 3
Rencana Induk
26
Paragraf 4
Lokasi Pelabuhan
Pasal 72
(1) Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
(2) Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan (DLKp).
Pasal 73
(1) Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.
(2) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan:
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
d. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi
pelabuhan;
e. kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan
f. keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
Pasal 74
(1) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan rencana peruntukan wilayah
perairan.Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berdasar pada kriteria kebutuhan:
a. fasilitas pokok; dan
b. fasilitas penunjang.
(2) Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berdasar pada kriteria kebutuhan:
a. fasilitas pokok; dan
b. fasilitas penunjang.
Pasal 75
27
(1) Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
dilengkapi dengan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan.
(2) Batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan koordinat
geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan.
(3) Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, terdiri atas:
a. wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang; dan
b. wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat
labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan
sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan
kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
(4) Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di
luar Daerah Lingkungan Kerja perairan yang digunakan untuk alur pelayaran
dari dan ke pelabuhan, keperluan keadaan darurat, pengembangan pelabuhan
jangka panjang, penempatan kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan
pemanduan, fasilitas pembangunan, dan pemeliharaan kapal.
(5) Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh penyelenggara pelabuhan.
(6) Pada Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan yang telah ditetapkan, diberikan
hak pengelolaan atas tanah dan/atau pemanfaatan perairan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
28
Paragraf 4
Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan
Pasal 90
(1) Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas penyediaan dan/atau pelayanan
jasa kepelabuhanan dan jasa terkait dengan kepelabuhanan.
(2) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang,
dan barang.
(3) Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air
bersih;
c. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau
kendaraan;
d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan
bongkar muat barang dan peti kemas;
e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan
barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;
f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah
kering, dan Ro-Ro;
g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang;
dan/atau
i. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
(4) Kegiatan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan
nilai tambah bagi pelabuhan.
29
BAB III
METODELOGI
30
Perjalanan diawali dengan titik temu mahasiswa yang dijadwalkan pukul 15.30
WIB di halaman parkir Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak.
Keberangkatan ke Pelabuhan setelah mahasiswa hadir dan absen.
Sesampainya di pelabuhan, mahasiswa diarahkan oleh staff bidang HUMAS PT
PELINDO II untuk mengetahui berbagai peralatan dan kegiatan yang dilaksanakan di
pelabuhan itu sendiri melalui presentasi yang dilakukan oleh Bapak Hendra Irawan.
Setelah penyampaian materi diruangan, mahasiswa diarahkan untuk mengamati
pelabuhan secara langsung di lapangan. Kunjungan berakhir sekitar pukul 17.45 WIB.
31
BAB IV
PEMBAHASAN
32
2. Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah lokasi tempat di mana kapal berlabuh, berolah
gerak, melakukan aktivitas bongkar muat, mengisi perbekalan yang
terlindung dari ombak dan mempunyai kedalaman yang cukup untuk
kapal yang beroperasi dipelabuhan itu. Agar terlindung dari ombak
biasanya kolam pelabuhan dilindungi dengan pemecah gelombang.Kolam
pelabuhan Pontianak mempunyai Luas : 34,104 m2 3.41 Ha.
3. Gudang
Tempat Atau Bangunan Yang Digunakan Untuk Tempat
Menyimpan Barang-Barang. Gudang Berfungsi Sebagai Tempat
Menyimpan Dan Memelihara Barang-Barang Yang Disimpan Di
Dalamnya. Selain Itu Gudang Dapat Pula Digunakan Sebagai Tempat
Mengolah, Menyortir, Membungkus, Dan Mengepak Barang-Barang
33
Yang Akan Dijual Ataupun Dikirim. Pelabuhan Pontianak Memili
Gudang 6 Unit Dengan Luas Total : 4,251 M2 0.43 Ha
4. Dermaga
Dermaga pelabuhan adalah suatu bangunan pelabuhan yang
digunakan untuk merapat dan menambatkan kapal yang melakukan
bongkar muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Dermaga
pelabuhan Pontianak memiliki panjang 1,531 m , dan kedalaman -1 s/d –
5,3 m.LWS.
5. Lapangan Penumpukan
Tempat penyimpanan sementara peti kemas sebelum di muat
maupun di bongkar.Peti kemas memiliki Luas Lapangan Konvensional
=20,859 m2, Luas Lapangan Petikemas =73,906 m2.
34
IV.1.2 Peralatan yang ada di Pelabuhan Pontianak
1. Quay Container Crane (QCC)
Jumlah : 3 Unit 1 Unit Kapasitas 30.5 Ton, 1 Unit Kapasitas 61 Ton,
1 Unit Kapasitas 60 Ton. Alat ini berfungsi sebagai alat bongkar muat dari
kapal menuju ke dermaga atau sebaliknya .
3. Jib Crane
Alat yang digunakan untuk mengangkat peti kemas. Pelabuhan
Pontianak memiliki 2 unit jib crane kapasitas 35 ton
35
4. Side Loader
Alat yang berfungsi mengangkat dan mengangkut peti kemas dari
arah samping. Pelabuhan Pontianak memiliki 1 unit berkapasitas 15 ton, 2
unit berkapasitas 7 ton, 2 unit berkapasitas 9 ton
5. Head Truck
Alat yang digunakan untuk mengangkut peti kemas pada moda
transportasi darat. Pelabuhan Pontianak memiliki 13 Unit, 6 Unit
Berkapasitas 40 Ton, 2 Unit Berkapasitas 26 Ton, 5 Unit Terminal Tractor
Berkapasitas 30 Ton, 4 Unit Tronton Berkapasitas 28 Ton, 13 Unit Chassis
– 8 unit ukuran 40’, 5 unit ukuran 20’, 4 Unit - masing-masing berkapasitas
5 Ton
36
6. RMGC,Forklift, dan Super Stacker
Alat yang digunakan untuk pembongkar muatan barang.
37
c. Yard Occupancy Ratio (YOR) di TPK = 107,48 %
2. Waktu yang dibutuhkan kapal untuk dapat dilayani oleh Pandu (Waiting Time)
adalah selama 0,09 jam. Dan waktu yang dibutuhkan kapal untuk sandar ke
dermaga (Approaching Time pandu laut dan pandu bandar) adalah 3,63 jam.
3. Aktifitas bongkar/muat di dermaga (Berthing Time) untuk satu kapal umumnya
dalam negeri membutuhkan waktu selama 39 jam, sementara untuk luar negeri
membutuhkan waktu 35 jam. Secara keseluruhan, waktu pelayanan kapal sejak
permintaan pelayanan pandu hingga meninggalkan pelabuhan (Turn Round Time)
adalah 77,51 jam untuk pelayaran luar negeri dan 147,30 jam untuk pelayaran
dalam negeri.
4. Jadwal kedatangan kapal khususnya petikemas telah direncanakan setiap
bulannya dengan menggunakan sistem Berthing Windows.
5. Produktifitas container crane di dermaga 07 & 08 pada saat melakukan bongkar
muat container per jamnya adalah 17 BCH. Sementara produkifitas Jib Crane di
dermaga 04, 05 & 06 adalah 12 BCH.
6. Prosentase bongkar dan muat petikemas di Pelabuhan Pontianak relatif sama
(bongkar 92.331 TeUS, muat 92.226 TeUS). Jumlah total petikemas kosong
(empty container) adalah 29 % dari total troughput container yang ada di
Pelabuhan Pontianak, dimana 27 % nya merupakan proses muat sedangkan
sisanya (2 %) adalah pada saat bongkar. Dari hal ini diperoleh kesimpulan bahwa
cargo barang yang masuk ke Pelabuhan Pontianak lebih besar dibanding yang
keluar.
7. Dwelling time di Pelabuhan Pontianak bervariasi, namun apabila dirata-rata
sekitar 5 hari.
8. Padatnya petikemas di Pelabuhan Pontianak dikarenakan antara lain :
- Murahnya biaya penumpukan petikemas di lapangan pelabuhan
dibandingkan dengan pemilik barang harus membuat sebuah gudang/depo
petikemas.
- Belum tersedianya gudang/depo diluar pelabuhan.
- Infrastruktur jalan (kapasitas) kurang memadai.
- Pembatasan waktu truck trailer beroperasi dijalan dalam kota.
- Pembatasan waktu kerja di gudang pemilik barang.
38
9. Secara garis besar proses bongkar muat barang, kendaraan dan penumpang di
Pelabuhan Pontianak dibagi dalam 3 (tiga) terminal antara lain :
a. Terminal petikemas (CY 06, 07 dan 08); Mencakup kegiatan Loading,
Unloading, Receiving/Delivery dan Reefer container.
b. Usaha terminal (CY 02, 03, 04 dan 05); Mencakup kegiatan Stripping,
Stuffing, Loading, Unloading, Receiving/Delivery dan Penumpukan empty
container.
c. Terminal penumpang dan roro (Dermaga 01 dan 02); Mencakup kegiatan
bongkar muat kendaraan, Debarkasi dan Embarkasi penumpang,
10. Gudang penumpukan barang konvensional dan gudang konsolidasi stuffing antara
lain :
a. CFS 01; Mencakup kegiatan jasa penumpukan barang untuk kegiatan
stuffing ex-tongkang dan ex-truck.
b. Gudang 02; Mencakup kegiatan penumpukan barang konvensional general
cargo & bag cargo.
IV.2.1 Layout Lapangan Petikemas
39
IV.2.2 Alur Pelayanan Kapal
Layanan kapal dapat digambarkan dengan ilustrasi berikut ini.
Misalnya, sebuah kapal barang hendak masuk ke pelabuhan yang dikelola
IPC. Kapal barang tersebut harus berlabuh di luar pelabuhan, lalu syahbandar
memeriksa kelengkapan dokumennya.
Tujuannya untuk menentukan apakah kapal barang tersebut layak laut
dan telah memenuhi ketentuan keselamatan pelayaran. Selain itu petugas bea
cukai, imigrasi, serta dinas kesehatan dan karantina melakukan tugasnya di
sini. Sambil menunggu pemeriksaan dari petugas yang bersangkutan, serta
menunggu informasi dari pelabuhan berkaitan dengan bisakah bersandar di
dermaga, maka kapal tersebut dikenakan biaya jasa labuh.
Bila informasi dari dermaga menyatakan ada tempat kosong untuk
bersandar, maka kapal barang tersebut segera berangkat menuju pelabuhan
dan dermaga. Untuk menjaga keselamatan awak dan keamanan kapal, maka
mesin kapal dimatikan, karena kedalaman lautnya kian berkurang.
Kapal barang berjalan dengan mesin mati yang terikat tambang di
antara dua kapal tunda yang berada di depan dan di belakang. Orang yang
memandu kapal untuk masuk dan keluar pelabuhan dinamakan jasa pandu.
40
Perjalanan kapal barang masuk ke pelabuhan menuju dermaga ini dikenakan
biaya jasa tunda dan jasa pandu.
Ketika mendekat dermaga, posisi diambil alih kapal kepil untuk
membantu menambatkan kapal di dermaga. Di sini dikenakan biaya jasa
kepil dan jasa tambat. Begitu pula sebaliknya saat kapal barang berangkat
dari dermaga menuju laut lepas, dikenakan biaya jasa kepil, jasa pandu, dan
jasa tunda.
41
Alur Pelayanan Barang
42
IV.3 Analisa Data
IV.3.1 Pelabuhan Pontianak merupakan pelabuhan kelas I dengan penetapan:
a) Volume angkutan:
a. penumpang > 2000 orang/hari;
b. kendaraan. > 500 unit/hari;
b) Frekuensi > 12 trip/hari;
c) Dermaga > 1000 grt;
d) Waktu operasi > 12jam/hari;
e) Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
43
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);
i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;
j. Akses jalan dan/atau rel kereta api;
k. Fasilitas pemadam kebakaran;
l. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
44
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) merupakan suatu badan usaha yang
termasuk kedalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang
logistik. Dalam melakukan fungsinya, badan usaha ini bergerak dibawahi oleh
pengawasan Mentri Perhubungan yang dimana keberlangsungannya diatur secara rinci
menurut peraturan pemerintah serta undang-undang. Dari penempatan hingga fasilitas
yang tersedia telah ditetapkan demi kelancaran fungsional dari pelabuhan
Pelabuhan Pontianak sebagai pintu gerbang perekonomian di Provinsi
Kalimantan Barat merupakan Pelabuhan terbesar di pulau Kalimantan. fasilitas dan
kelengkapan pelabuhan yang ada telah tercukupi dan memenuhi standar fasilitas yang
telah diatur dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah yang ditetapkan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Bersama, Menteri Perhubungan dan
Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 1988 dan Nomor KM. 73 Tahun 1988,
Pelabuhan Pontianak memiliki DLKR Daratan yang berada pada posisi koordinat
00°00’49,81 - 00°01’05,00” LS dan 109°20’10,19” - 109°20’27,67” BT. Sedangkan
DLKR perairan dan DLKP Pelabuhan Pontianak berada di antara posisi koordinat
00°01’06” - 00°06’57” LS dan 109°03’11” - 109°21’03” BT.
V.2 Saran
1. Kunjungan lapangan agar bisa untuk tetap ada bagi angkatan selanjutnya sehingga
para mahasiswa lebih mampu memahami berbagai fungsi pelabuhan secara real
serta mampu mengenal fasilitas kelengkapan pelabuhan yang sesuai dengan
peraturan yang ada.
2. Sebagai badan usaha milik negara, PT. PELINDO II diharapkan agar dapat selalu
menjalankan fungsinya secara baik sesuai peraturan yang ada.
3. Segala kelengkapan fasilitas yang terdapat pada pelabuhan PT. PELINDO II
sebaiknya selalu diberlakukan pengecekan dan perawatan berkala sehingga badan
tersebut senantiasa mengalami kelancaran dalam menjalankan fungsinya.
45
4. Sebagai masyarakat yang melek peraturan dan berjiwa nasionalisme serta sosial
yang tinggi, alangkah lebih baik masyarakat juga kut serta dalam mengawasi peran
PT. PELINDO sebagai badan yang bergerak dalam sektor perairan demi
kepentingan bersama.
46
DAFTAR PUSAKA
PASAL 1
PASAL 75 PASAL 90
PELABUHAN
– Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal
dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran
dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda
transportasi.
– wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang; dan
– wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh,
tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah
gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai
dengan kebutuhan.
Kegiatan Pengusahaan di
Pelabuhan
Ayat (3)
Ayat (1)
Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
– penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;
– penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;
– penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;
– penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;
– penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan
pelabuhan;
– penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro;
– penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;
– penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau
– penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLÏK INDONESIA
NOMOR : PM 51 TAHUN 2015
TENTANG
PENYELENGGARAAN PELABUHAN LAUT
Pasal 27 Pasal 43
– Pelabuhan Pontianak yang terletak ditepi sungai Kapuas, menjadi urat nadi perekonomian dan
menghubungkan area seluas 146,8 ribu km2 di Provinsi Kalimantan Barat, meliputi wilayah
Pontianak, Sintete, Sambas, Sintang, Sanggau, Kapuas, Hulu, Telok Air, Ketapang dan Singkawang.
Klasifikasi Pelabuhan Pontianak
FASILITAS PELABUHAN
PONTIANAK
ALUR
KOLAM GUDANG
LAPANGAN
DERMAGA
PENUMPUKAN
ALUR
Lebar : 60 s/d 80 m
KOLAM
– Unit : 6 Unit
– Luas Total : 4,251 m2 0.43 Ha
DERMAGA
PERLATAN PELABUHAN
ALAT ALAT
BONGKAR APUNG
QUAY CONTAINER CRANE
Kapal Pandu
(QCC)
RMGC Kapal Tunda
Rail Mounted Gantry Crane
Forklift
( RMGC)
Super Stacker
Jib Crane
side Loader
– 13 Unit
– 6 Unit Berkapasitas 40 Ton
– 2 Unit Berkapasitas 26 Ton
– 5 Unit Terminal Tractor Berkapasitas 30 Ton
– 4 Unit Tronton Berkapasitas 28 Ton
– 13 Unit Chassis – 8 unit ukuran 40’
– 5 unit ukuran 20’
– 4 Unit - masing-masing berkapasitas 5 Ton
RMGC
Forklift
Super Stacker
Tronton
Quay Crane
– CSC Convention for Safe Containers : adalah konvensi atau kesepakatan internasional yang didirikan
pada tahun 1972 antara IMO dan UN.
Tujuan utama adalah :
1. Keselamatan penanganan petikemas.
2. Standarisasi dan persyaratan dokumentasi petikemas disemua negara yang menandatangani konvensi
ini.
Konvensi ini mengatur konstruksi yang dipersyaratkan untuk semua petikemas yang dibuat oleh negara
yang ikut meratifikasi konvensi. Diwajibkan untuk membuat suatu prosedur yang efektif untuk tujuan
ujicoba (testing), inspeksi (inspection), persetujuan (approval) dan perawatan (maintenance) petikemas.
Jenis petikemas Konstruksi petikemas Konvensi juga mengharuskan dipasang plat persetujuan (approval
plate) di setiap petikemas yang berisi informasi maksimum berat kotor (gross weight), berat
penumpukan (stacking weight) petikemas.
Ventilated Container
Peti kemas jenis ventilated container memiliki struktur
tertutup sama seperti general purpose container, namun
dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjamin
sirkulasi udara di ruangan peti kemas. Kegunaannya adalah
untuk mengangkut barang-barang organik seperti kopi,
cengkeh, biji-bijian atau hasil bumi lainnya yang memiliki
kandungan air tinggi.
Tank Container
Peti kemas jenis tanki adalah peti kemas yang terdiri dari dua
elemen dasar yaitu tanki tempat menampung benda cair, dan
kerangka yang berguna untuk melindungi tanki selama dalam
pengangkutan. Kegunaan peti kemas ini adalah untuk
mengangkut muatan benda cair yang berbahaya (hazardous)
maupun yang tidak berbahaya. Untuk memudahkan pengisian
maupun pengosongan muatan, biasanya tanki tersebut telah
dilengkapi dengan perlengkapan pengisian.
– Pada peti kemas terdapat nomor yang merupakan kombinasi angka dan huruf. Biasanya nomor peti
kemas terdapat di pintu peti kemas dan di samping dinding peti kemas baik di dalam maupun di luar.
Nomor peti kemas atau lebih dikenal dengan marking code merupakan salah satu alat yang
digunakan mengenali peti kemas dan telah ditetapkan secara internasional oleh ISO. Berikut adalah
contoh nomor peti kemas:
PERSYARATAN
Izin Usaha Depo Peti Kemas
– Sertifikat Kepemilikan atau Surat Perjanjian Sewa Lahan minimal 3 (tiga) tahun untuk beberapa kategori sebagai
berikut [Fotokopi]:
– Bidang Depo Peti Kemas kosong dengan luas lahan minimal 10.000 m2
– Bidang Depo Peti Kemas isi dengan luas lahan minimal 4.000 m2
– Bidang Pergudangan dengan luas lahan minimal 1.000 m2
– Bukti kepemilikan atau sewa alat angkat peti kemas sebagai berikut:
– Empty Container Loader dengan kapasitas minimal 8 ton, kemampuan susun sebanyak 4 tier, untuk bidang usaha
depo peti kemas kosong (empty)
– Forklift dengan kapasitas minimal 7 ton, untuk bidang usaha depo peti kemas kosong (empty)
– Container Stacker dengan kapasitas minimal 32 ton, untuk bidang usaha depo peti kemas isi (full) d. Forklift kargo
dengan kapasitas minimal 2,5 ton, untuk bidang usaha pergudangan
– Bukti kepemilikan atau sewa dan gambar fasilitas pencucian, perbaikan dan perawatan peti kemas kosong, untuk
bidang usaha depo peti kemas kosong (empty)
– Perjanjian kerja sama operasi dan/atau sewa lahan dengan Badan Usaha Pelabuhan/ Unit penyelenggara
pelabuhan/kawasan industri/kawasan berikat di tanah hak pengelolaan (HPL) Badan Usaha Pelabuhan atau
otoritas Pelabuhan/Unit Penyelenggara Pelabuhan atau Kawasan Industri/Kawasan Berikat (Depo Peti Kemas yang
berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr) dan Kawasan Industri/ Kawasan Berikat)
Fasilitas Te rminal P e tike mas
IP CTP K P ontianak
Kesimpulan
Sesi 2
4. Berapa lama waktu kapal bersandar didermaga. Apakah ada ketetapan yang
mengatur hal tersebut?
(pertanyaan oleh ; Ruslianto)
5. Apakah pelabuhan pontianak menyediakan kapal penyelamat?
(pertanyaan oleh ; Ruslianto)
Jawaban :
Sesi 1
Jika kapal akan tiba dimuara alur dipelayaran dengan adanya komunilkasi , kapal
pandu akan menjemput kapal dimuara. Kapal pandu yang berjumlah 2 buah akan
mengarahkan kapal pelayaran hingga kedermaga kapal,agar tetap berada pada
alur.
(Jawaban oleh ; Mahisza Juniarti )
Kecelakaan merupakan resiko cara paling umum pada system transportasi,
ditanya apakah kecelakaan dipelabuhan dwikora,Pontianak. Kami baru mendapat
info, tapi kami hanya bisa memaparkan dan belum bisa menjawab dengan pasti.
(Jawaban oleh ; Een Fifianty)
Contoh kecelakaan yang mungkin terjadi pelabuhan seperti kapal kandas,
kecelakan karna kondisi oleh tabrakan kapal kecelakaan kapal pandu saat
pembongkar muatan barang dan sebagainya.
(Jawaban oleh ; Ansela Brigita Dian)
Jika terjadi kecelaakan dilaut, pastinya akan banyak mengalami kerugian.
Membahas tentang dampak terahadap usaha kesyahbandaran ditinjau lagi
penyebaba kecelakaan tersebut. Jika kecelakan pada saat pembongkaran muatan
kapal karena alat pengangkutan yang tidak layak digunakan baik ini merupakan
tanggung jawab pelabuhan tersebut. Jika kecelakaan akibat kelalaian nahkoda/
awak kapal. Hal ini pelabuhan tidak bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
Tetapi semua kecelakaan akan berdampak pada masyarakat dengan catatan kapal
yang menagalami kecelakaan merupakan akapal pengangkutan barang.
(Sanggahan oleh ; Roslia Purti Meidita)
Jika terjadi kecelakaan dilaut,maka kapal akan melewati jalur pelayaran yang lain
sehingga kecelaakn tersebut tidak berdampak besar terhadap arus pelayaran kapal
yang lain.
Sesi 2
(Jawaban oleh ; Regina Widia)
Menurut saya, lama waktu kapal bersandar didermaga tidak ditentukan tetapi ada
biaya pajak bagi kaapl yang bersandar yang dihitung perjam.semakin lama
semakain besar pajak yang harus dibayar pihak kapal ke pihak pelabuhan
(Jawaban oleh ; Mahisza Juniarti)
Lamanya kapal bersandar tergantung pada lamanya waktu yang diperlukan.
Untuk pembongkaran muatan kapal didermaga tersebut.
(Sanggahan oleh ; Ruslianto)
Jika tidak ada ketentuan lamanya kapal bersandar bagaimana dengan kapal lain
yang lama bersandar?
(Jawaban oleh ; Een Fifianty)
Semua pekerjaan akan dilakukan dengan seefektif mungkin,pihak pelabuhan
menyediakan sarana dan prasarana dalam pembongka muatan kapal dengan
maksimal agar kegiatan berjalan secara efektif dan efesien. Dan pula pelabuhan
lainnya serta nahkoda selalu berkomuikasi utuk memberikan info terbaru
mengenai hal yang berhubungan dengan pelayaran. Peran penting komuniksi
sangat dibutuhkan demi mewujudkan arus pelayaran yang efektif dan efisien.
(Jawaban oleh ; Een Fifianty)
Menurut kami, pihak pelabuhan tidak menyediakan kapal penyelamat, tetapi
menyediakan koordinator penyelamat. Jika terjadi kecelakaan kordinator
penyelamat/berkolaborasi dengan pihak BASARNAS . komisi nasional
keselamatan transportasi atau (KN RT) BASARNAS akan menangangi
kecelakaan yang terjadi dilaut.