Anda di halaman 1dari 27

Khutbah Pertama:

)×3( ‫)هللاُ اَكبَ ْر‬3×( ‫×) هللاُ اَ ْكبَ ْر‬3( ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر‬
‫لح ْم ُد‬ ِ ‫الح ْم ُد هّلِل ِ كثيرا وسبحان هللا بُ ْك َرةً َوأ‬
َ ‫ص ْيالً الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬ َ ‫ هللاُ اَ ْكبَ ْر َكبِ ْي ًرا َو‬ 
َ‫ض َحى بَ ْع َد يَ ْو ِم َع َرفَة‬
ْ َ‫ضانَ َوعْي َد ْاال‬ ِ ‫سلِ ِميْنَ ِع ْي َد ْالفِ ْط ِر بَ ْع َد‬
َ ‫صيا َ ِم َر َم‬ ْ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذى َج َع َل لِ ْل ُم‬ 
.ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫سيِّدَنا َ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ َ‫ش ِر ْي َك لَهُ لَهُ ْال َملِ ُك ْال َع ِظ ْي ُم ْاالَ ْكبَ ْر َوا‬
َ َّ‫ش َه ٌد اَن‬ َ َ‫ش َه ُد اَنْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬
ْ َ‫ا‬
‫ط َّه ْر‬َ ‫س َو‬ َ ‫الر ْج‬ِّ ‫َب َع ْن ُه ُم‬ َ ‫ص َحابِ ِه الَّ ِذيْنَ اَ ْذه‬ ْ َ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َوا‬
َ ‫ص ِّل عَل َى‬ َ ‫الل ُه َّم‬
َّ ‫ فَيَا ِعبَا َدهللاِ اِتَّقُواهللاَ[ َح‬.ُ‫اَ َّما بَ ْعد‬
ْ ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُنَّ اِالَّ َواَ ْنتُ ْم ُم‬
َ‫سلِ ُم ْون‬
Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Pagi ini, lewat momen Idul Adha kita kembali diingatkan dengan beribu makna
hikmah yang terkandung di balik sejarah Nabi Ibrahim as. Namun inti dari semua
makna itu terangkum dalam tiga poin besar:

Pertama, Hubungan Orang Tua dan Anak.


Peristiwa kurban mengingatkan kita pada hubungan kepatuhan mutlak Ismail as
kepada Ayahanda Ibrahim as. Dengan ucapannya yang tertulis dalam al-Qur’an,
ُ ‫ش[ا َء هَّللا‬
َ ْ‫س[ت َِج ُدنِي إِن‬ ِ َ‫قَا َل يَا بُنَ َّي إِنِّي أَ َرى فِي ا ْل َمنَ ِام أَنِّي أَ ْذبَ ُحكَ فَا ْنظُ ْر َما َذا ت ََرى قَا َل يَا أَب‬
َ ‫ت ا ْف َع ْل َما تُؤْ َم ُر‬
َ‫صابِ ِرين‬
َّ ‫ِمنَ ال‬
“Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’. Ismail menjawab: ‘Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Demikianlah jawaban anak shalih yang diharapkan Nabi Ibrahim as dalam doanya,
َ‫صالِ ِحين‬
َّ ‫َر ِّب ه َْب ِلي ِمنَ ال‬
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Peristiwa menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali
bagaimana anak-anak kita? Sudahkan kita didik menjadi anak yang patuh dan taat
mengikuti perintah Allah Swt? Anak adalah amanah, dengan anak kita bisa masuk
surga,
َ ‫ت فَأ َ َّدبَ ُهنَّ َو َز َّو َج ُهنَّ َوأَ ْح‬
ُ‫سنَ إِلَ ْي ِهنَّ فَلَهُ ا ْل َجنَّة‬ ٍ ‫َمنْ عَا َل ثَاَل َث بَنَا‬
“Siapa yang merawat tiga orang anak perempuan, ia didik dengan baik, ia nikahkan dengan
orang baik, maka surgalah baginya”. (HR. Abu Daud).
Dengan anak maka amal menjadi mengalir,
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫ أَ ْو َولَ ٍد‬، ‫ أَ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬، ‫صدَق ٍة َجاريَ ٍة‬
ٍ ِ ‫ص ال‬ َ :‫ث‬ َ ‫إِ َذا َماتَ اإل ْن‬
ٍ ‫سانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِمنْ ثَال‬
“Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali tiga: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim).
Tapi ingat, disebabkan anak juga kita akan masuk ke dalam neraka,
‫ي يُقِ ُّر فِ ْي أَ ْهلِ ِه اَ ْل َخبَ َث‬
ْ ‫ث الَّ ِذ‬ ُّ ‫ ُم ْد ِمنُ ا ْل َخ ْم ِر َو ا ْل َعا‬: َ‫ثَالَثَةٌ قَ ْد َح َّر َم هللا َعلَ ْي ِه ُم ا ْل َجنَّة‬
ُ ‫ق َو ال َّديُّ ْو‬
“Tiga orang, diharamkan Allah Swt surga bagi mereka: pecandu khamar/narkoba, durhaka
kepada orang tua dan orang tua/wali yang membiarkan keluarganya berbuat nista”. (HR.
Ahmad).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Pagi ini kita diingatkan dengan tanggung jawab kita kepada anak-anak kita.
Sudahkah kita didik mereka dengan baik? Bagaimana bacaan al-Qur’an mereka?
Bagaimana shalat mereka? Sudahkan mereka menutup aurat?
Pagi ini juga anak diingatkan tentang bakti kepada orang tua. Bagaimanapun
banyaknya amal mereka, kalau anak durhaka kepada orang tua. Maka Allah Swt
haramkan surga bagi mereka. Jika mereka masih hidup, kembali dari shalat ini, kita
masih bisa datang ke rumah mereka. Memeluk dan mencium mereka dengan kasih
sayang. Sebagai ungkapan rasa bersalah karena tidak mampu membalas budi baik
mereka. Tapi, andai ajal telah mendahului. Sesal kemudian tiada berarti. Kita hanya
dapat mengucapkan,
َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِ ْي‬
‫ص ِغ ْيرا‬ َّ ‫َر ِّب ا ْغفِ ْر لِي َولِ َوالِ َد‬
ْ ‫ي َو‬
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangiku ketika aku masih kecil”.

Hanya itulah yang dapat kita ucapkan dengan uraian air mata. “Surga di bawah
telapak kaki ibu”, bukan ungkapan hamba tanpa makna.

ِ ‫سو َل هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َها َد َم َعكَ أَ ْبت َِغي بِ َذلِكَ َو ْج[[ هَ هَّللا‬ ُ ‫سلَّ َم فَقُ ْلتُ يَا َر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ ُ ‫أَتَ ْيتُ َر‬
‫س[و َل‬ ُ ‫ب اآْل َخ[ ِر فَقُ ْلتُ يَ[[ا َر‬ ْ ‫َّار اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أُ ُّمكَ قُ ْلتُ نَ َع ْم قَا َل‬
ِ ِ‫ار ِج ْع فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُ[هُ ِمنْ ا ْل َج[ ان‬ َ ‫َوالد‬
‫سو َل‬ ُ َ َ َ
ُ ‫هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أ َردْتُ ا ْل ِج َها َد َم َعكَ أ ْبتَ ِغي بِ َذلِ َك َو ْجهَ هَّللا ِ َوالدَّا َر اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أ َحيَّةٌ أ ُّمكَ قُ ْلتُ نَ َع ْم يَا َر‬
َ‫سو َل هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َه[[ا َد َم َع[[كَ أَ ْبت َِغي بِ[ َذلِك‬ ُ ‫ار ِج ْع إِلَ ْي َها فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُهُ ِمنْ أَ َما ِم ِه فَقُ ْلتُ يَا َر‬
ْ َ‫هَّللا ِ قَا َل ف‬
ُ‫سو َل هَّللا ِ قَا َل َو ْي َحكَ ا ْلزَ ْم ِر ْجلَ َها فَثَ َّم ا ْل َجنَّة‬ ُ
ُ ‫َو ْجهَ هَّللا ِ َوالدَّا َر اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أ ُّم َك قُ ْلتُ نَ َع ْم يَا َر‬
Mu’awiyah bin Abi Jahimah as-Sulami menghadap Rasulullah Saw, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari sisi yang lain. Saya katakan, ‘Wahai Rasulullah, saya
ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari arah depan Rasulullah Saw. Saya katakan, ‘Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Rawatlah kakinya, engkau dapati surga di sana”. (HR. Ibnu Majah).
Bakti kepada ibu membuat seorang anak terkabul doanya melebihi sahabat-
sahabat Rasulullah Saw. Suatu ketika Rasulullah Saw pernah berkata,
ٌ َ‫ع بِا ْليَ َم ِن َغ ْي َر أُ ٍّم لَهُ قَ ْد َكانَ بِ ِه بَي‬
ُ‫اض فَ[ َدعَا هَّللا َ فَأ َ ْذ َهبَ[هُ َع ْن[ه‬ ُ ‫س اَل يَ َد‬ ٌ ‫َر ُجاًل يَأْتِي ُك ْم ِمنْ ا ْليَ َم ِن يُقَا ُل لَهُ أُ َو ْي‬ َّ‫إِن‬
ْ َ‫ض َع الدِّينَا ِر أَ ْو الد ِّْره َِم فَ َمنْ لَقِيَهُ ِم ْن ُك ْم َف ْلي‬
‫ستَ ْغفِ ْر لَ ُك ْم‬ ِ ‫َم ْو‬ ‫إِاَّل‬
“Ada seorang laki-laki. Ia akan datang kepada kamu. Ia berasal dari Yaman. Namanya
Uwais. Ia tidak bisa meninggalkanYaman (saat ini) karena ia merawat ibundanya. Ia pernah
terkena penyakit supak (warna putih pada kulit). Ia berdoa kepada Allah Swt, maka Allah
Swt menghilangkan penyakit itu, kecuali hanya tertinggal sebesar uang logam Dinar (logam
emas) atau Dirham (logam perak). Siapa diantara kamu yang berjumpa dengannya, maka
mintalah doa kepadanya agar Allah Swt mengampuni kamu”. (HR. Muslim).
Bayangkan, seorang hamba yang lemah, jauh dari Rasulullah Saw, tapi doanya
kabul, mengalahkan doa para shahabat nabi, bahkan para shahabat nabi pun
diminta agar memohonkan doanya. Doanya terkabul, karena baktinya kepada
ibundanya.
Tanpa mengesampingkan makna ayah,
‫َاح َمالِي فَقَا َل أَ ْنتَ َو َمالُكَ أِل َبِي َك‬
َ ‫سو َل هَّللا ِ إِنَّ لِي َمااًل َو َولَدًا َوإِنَّ أَبِي يُ ِري ُد أَنْ يَ ْجت‬
ُ ‫أَنَّ َر ُجاًل قَا َل يَا َر‬
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw mengadukan ayahnya seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, saya mempunyai harta dan anak. Tapi ayah saya ingin mengambil harta
saya”. Rasulullah Saw menjawab, “Engkau dan hartamu milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah).

Bagaimana mungkin orang dapat mengesampingkan kedua orang tuanya,


bangga dengan harta, anak, bahkan amalnya. Padahal orang tua pada level kedua
setelah Allah Swt,
‫[ر أَ َح[ ُد ُه َما أَ ْو ِكاَل ُه َم[[ا فَاَل تَقُ[ ْل لَ ُه َم[[ا‬ َ ‫ضى َربُّ َك أَاَّل تَ ْعبُدُوا إِاَّل إِيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن إِ ْح‬
َ [َ‫سانًا إِ َّما يَ ْبلُ َغنَّ ِع ْن َد َك ا ْل ِكب‬ َ َ‫َوق‬
ْ ‫الذ ِّل ِمنَ ال َّر ْح َم ِة َوقُ ْل َر ِّب‬
‫ار َح ْم ُه َم[[ا َك َم[[ا‬ ُّ ‫اح‬ َ َ‫ض لَ ُه َما َجن‬ ْ ِ‫اخف‬ ْ ‫) َو‬23( ‫أُفٍّ َواَل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْواًل َك ِري ًما‬
)24( ‫ص ِغي ًرا‬
َ ‫َربَّيَانِي‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”. (Qs. al-Isra’ [17]: 23-24).

Posisi mereka setelah Allah Swt. Mengapa ada orang yang begitu sombong
menuntut mereka ke pengadilan dunia hanya karena ingin merebut kebahagiaan
duniawi. Sadarkah mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang
tua,
َ ‫س َخطُهُ فِ ْي‬
‫س َخ ِط ِه َما‬ َ ‫ضا ا ْل َوالِ َد ْي ِن َو‬
َ ‫ب فِي ِر‬
ّ ‫ضا ال َّر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada
murka kedua orang tua”. (HR. ath-Thabrani).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.
Sayang dan cinta kepada anak dan istri, tapi perintah Allah Swt mesti tetap dipatuhi.
Meleleh air mata Nabi Ibrahim as meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di sebuah
lembing kering. Kisah itu diabadikan dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim as pun mengadu
kepada Allah Swt,
َ‫اج َع[ ْل أَ ْفئِ[ َدةً ِمن‬
ْ َ‫الص[اَل ةَ ف‬ ْ َ‫َربَّنَا إِنِّي أ‬
ٍ ‫س َك ْنتُ ِمنْ ُذ ِّريَّتِي بِ َوا ٍد َغ ْي ِر ِذي زَ ْر‬
َّ ‫ع ِع ْن َد بَ ْيتِ َك ا ْل ُم َح[ َّر ِم َربَّنَ[[ا لِيُقِي ُم[[وا‬
َ‫ش ُكرُون‬ ِ ‫ار ُز ْق ُه ْم ِمنَ الثَّ َم َرا‬
ْ َ‫ت لَ َعلَّ ُه ْم ي‬ ْ ‫س تَ ْه ِوي إِلَ ْي ِه ْم َو‬
ِ ‫النَّا‬
“Wahai Robb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka
Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Qs. Ibrahim [14] : 37).

Di tengah lembah tandus tanpa tanaman itulah Hajar dan Ismail berada, seorang
wanita lemah dan bayi tidak berdaya membutuhkan air. Apakah Allah langsung
menurunkan air kepada mereka ?! Tidak. Hajar bukan wanita lemah. Ia perempuan
yang tegar. Hajar tidak mengeluh kepada Allah Swt dengan mengangkat tangan.
Hajar tidak membawa-bawa nama besar suaminya yang seorang nabi dan anaknya
juga seorang nabi. Hajar tidak pula menghujat dan mencela di mana air berada ?!.
Tapi Hajar berjalan kaki dari bukit Shafa menuju bukit Marwa sebanyak tujuh kali.
Tumit perempuan yang lemah itu menginjak pasir gurun panas di bawah terik
matahari. Setelah ia lelah dan tetap tidak mendapatkan air yang ia cari, maka ia
kembali ke tempat Ismail berbaring. Ternyata, air tidak ditemukan di tempat yang
dicari. Tapi air datang dari tumit Ismail yang belum pandai melangkah. Dari kisah ini
tersirat sebuah makna yang sangat mendalam yaitu pentingnya berusaha sekuat
tenaga dan seoptimal mungkin untuk mencari apa yang kita inginkan. Karena Allah
tidak langsung memberi tanpa ada usaha. Demikian juga perubahan menuju
kehidupan yang lebih baik yang kita inginkan tidak akan terwujud kecuali ada
keinginan dan perbuatan dari kita sendiri. Allah berfirman:
ِ ُ‫إِنَّ هَّللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُروا َما بِأ َ ْنف‬
‫س ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11).

Di sanalah keserasian antara syariat Nabi Ibrahim as dengan syariat Nabi


Muhammad Saw. Sama-sama mengajarkan keseimbangan antara usaha dan doa.
Rasulullah Saw tidak pernah duduk berpangku tangan menunggu rezeki turun dari
langit. Al-Qur’an mengajarkan,
‫ض ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُك ُروا هَّللا َ َكثِي ًرا لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ‫صاَل ةُ فَا ْنت َِش ُروا[ ِفي اأْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِمنْ ف‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإ ِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
َ‫تُ ْفلِ ُحون‬
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah
[62]: 10).
‫سو َل هَّللا ِ أَ ْعقِلُ َها َوأَتَ َو َّك ُل أَ ْو أُ ْطلِقُ َها َوأَتَ َو َّك ُل قَا َل ا ْعقِ ْل َها َوتَ َو َّك ْل‬
ُ ‫قَا َل َر ُج ٌل يَا َر‬
(HR. at-Tirmidzi).
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah. Apakah unta ini saya tambatkan lalu saya
bertawakkal? Atau saya lepaskan saja, kemudian saya bertawakkal?”.Rasulullah Saw
menjawab, “Tambatkanlah! Setelah itu, bertawakkallah!”. “Berusaha tanpa tawakkal,
sombong. bertawakkal tanpa usaha, pesong”.

َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Hikmah Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah Swt.
Islam bukan agama yang melarang orang untuk mencari harta. Dalam Islam
diajarkan, orang yang mampu secara ekonomi, kuat fisik, ilmu dan iman, lebih baik
dan dicintai Allah Swt daripada orang yang miskin, lemah fisik, lemah ilmu dan
lemah iman. Rasulullah Saw bersabda,
‫يف‬ َّ ‫ي َخ ْي ٌر َوأَ َح ُّب إِلَى هَّللا ِ ِمنْ ا ْل ُمؤْ ِم ِن ال‬
ِ ‫ض ِع‬ ُّ ‫ا ْل ُمؤْ ِمنُ ا ْلقَ ِو‬
“Seorang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah Swt daripada mukmin yang
lemah”. (HR. Muslim).
Dalam ibadah haji kita mengenal istilah Wuquf, yang merupakan rukun haji.
Yaitu berkumpul di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wuquf ini adalah
miniatur hari mahsyar kelak, saat manusia dibangkitkan di hadapan Allah. Semua
manusia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan jenis kulit. Terdiri dari tingkat,
level dan kedudukan. Semuanya sama di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia
di sisi Allah kecuali takwanya. Allah berfirman :
ِ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا‬
)13( ‫أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم خَ بِي ٌر‬
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Qs. Al Hujurat [49] : 13).
Miniatur hari kiamat, pada hari itu tidak ada yang dapat menolong manusia
kecuali amalnya sendiri. saudara yang kita harap-harapkan dapat membantu kita,

mereka justru lari meninggalkan kita, ‫يَ ْو َم يَفِ ُّر ا ْل َم ْر ُء ِمنْ أَ ِخي ِه‬ Anak-anak yang
begitu sayang kepada orang tua ketika berada di dunia, juga lari meninggalkan
orang tua mereka

Khutbah Pertama:
)×3( ‫)هللاُ اَكبَ ْر‬3×( ‫×) هللاُ اَ ْكبَ ْر‬3( ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر‬
‫لح ْم ُد‬ ِ ‫الح ْم ُد هّلِل ِ كثيرا وسبحان هللا بُ ْك َرةً َوأ‬
َ ‫ص ْيالً الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬ َ ‫ هللاُ اَ ْكبَ ْر َكبِ ْي ًرا َو‬ 
َ‫ض َحى بَ ْع َد يَ ْو ِم َع َرفَة‬ ْ َ‫ضانَ َوعْي َد ْاال‬ َ ‫صيا َ ِم َر َم‬ ِ ‫سلِ ِميْنَ ِع ْي َد ْالفِ ْط ِر بَ ْع َد‬ ْ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذى َج َع َل لِ ْل ُم‬ 
.ُ‫س ْولُه‬
ُ ‫سيِّدَنا َ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬ ْ َ‫ش ِر ْي َك لَهُ لَهُ ْال َملِ ُك ْال َع ِظ ْي ُم ْاالَ ْكبَ ْر َوا‬
َ َّ‫ش َه ٌد اَن‬ َ َ‫ش َه ُد اَنْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ ال‬
ْ َ‫ا‬
‫س َوطَهَّ ْر‬ َ ‫الر ْج‬ِّ ‫َب َع ْن ُه ُم‬ َ ‫ص َحابِ ِه الَّ ِذيْنَ اَ ْذه‬ ْ َ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َوا‬ َ ‫ص ِّل عَل َى‬ َ ‫الل ُه َّم‬
َّ ‫ فَيَا ِعبَا َدهللاِ اِتَّقُواهللاَ[ َح‬.ُ‫اَ َّما بَ ْعد‬
ْ ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُنَّ اِالَّ َواَ ْنتُ ْم ُم‬
َ‫سلِ ُم ْون‬
Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah.

َ ِ‫ُك ُّل أ ْم ٍر ِذي بَا ٍل الَ يُ ْبدأُ ِفي ِه ب‬


‫الح ْم ُد هللِ فَ ُه َو أ ْقطَ ُع‬
“Setiap amal yang baik, tidak diawali dengan ucapan hamdalah, maka terputus”. (HR. Abu
Daud, hadits Hasan).
Setiap amal baik, tidak diawali dengan hamdalah, maka amal itu terputus, sia-sia, tidak dapat
dibawa menjadi bekal menghadap Allah Swt. Maka kita awali segala amal dengan ucapan
Alhamdulillah.
‫سلَّ َم اِالَّ قَا ُم ْوا عَنْ أَ ْنتَن‬
َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫اجتَ َم َع قَ ْو ٌم ثُ َّم تَفَ َّرقُ ْوا عَنْ َغ ْي ِر ِذ ْك ِر هللاِ َو‬
َ ‫صالَة َعلَى النَّبِ ِّي‬ ْ َ ‫ما‬
‫ِج ْيفَة‬
“Sekelompok orang berkumpul, mereka bubar tanpa zikir dan sholawat, maka sama halnya
mereka meninggalkan busuknya bangkai”. (Musnad ath-Thayalisi, dari Jabir).
Kita tidak ingin majlis kita menjadi majlis bangkai yang busuk, maka kita bersholawat
kepada Rasulullah Saw dengan ucapan:
ْ َ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َوا‬
‫ص َحابِ ِه‬ َ ‫ص ِّل عَل َى‬
َ ‫الل ُه َّم‬

Pagi ini, seluruh ummat Islam, dari pusat kota suci Makkah al-Mukarramah, sampai ke
berbagai penjuru negeri mengumandangkan takbir:
َ ‫ هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬ 
‫لح ْم ُد‬
Sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt. Sesungguhnya, Allah Swt tidak pernah perlu
kepada syukur kita, karena syukur kita itu hanya akan kembali kepada kita, menambah dan
mengekalkan nikmat Allah Swt:
‫س ِه‬ ْ َ‫ش َك َر فَإِنَّ َما ي‬
ِ ‫ش ُك ُر لِنَ ْف‬ َ ْ‫َو َمن‬
“Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya
sendiri dan barangsiapa yang ingkar”. (Qs. An-Naml [27]: 40). Karena dalam ayat lain Allah
berfirman:
‫ش َك ْرتُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم‬
َ ْ‫لَئِن‬
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu”. (Qs.
Ibrahim [14]: 7).

Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …


Pagi ini, lewat momen Idul Adha kita kembali diingatkan dengan beribu makna hikmah yang
terkandung di balik sejarah Nabi Ibrahim as. Namun inti dari semua makna itu terangkum
dalam tiga poin besar:

Pertama, Hubungan Orang Tua dan Anak.


Peristiwa kurban mengingatkan kita pada hubungan kepatuhan mutlak Ismail as kepada
Ayahanda Ibrahim as. Dengan ucapannya yang tertulis dalam al-Qur’an,

ُ ‫ش[ا َء هَّللا‬
َ ْ‫س[ت َِج ُدنِي إِن‬ ِ َ‫قَا َل يَا بُنَ َّي إِنِّي أَ َرى فِي ا ْل َمنَ ِام أَنِّي أَ ْذبَ ُحكَ فَا ْنظُ ْر َما َذا ت ََرى قَا َل يَا أَب‬
َ ‫ت ا ْف َع ْل َما تُؤْ َم ُر‬
َ‫صابِ ِرين‬
َّ ‫ِمنَ ال‬
“Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’.
Ismail menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Demikianlah jawaban anak shalih yang diharapkan Nabi Ibrahim as dalam doanya,

َ‫صالِ ِحين‬
َّ ‫َر ِّب ه َْب لِي ِمنَ ال‬
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Peristiwa menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana
anak-anak kita? Sudahkan kita didik menjadi anak yang patuh dan taat mengikuti perintah
Allah Swt?
Anak adalah amanah, dengan anak kita bisa masuk surga,

َ ‫ت فَأ َ َّدبَ ُهنَّ َو َز َّو َج ُهنَّ َوأَ ْح‬


ُ‫سنَ إِلَ ْي ِهنَّ فَلَهُ ا ْل َجنَّة‬ َ ‫َمنْ عَا َل ثَاَل‬
ٍ ‫ث بَنَا‬
“Siapa yang merawat tiga orang anak perempuan, ia didik dengan baik, ia nikahkan dengan
orang baik, maka surgalah baginya”. (HR. Abu Daud).
Dengan anak maka amal menjadi mengalir,
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫ أَ ْو َولَ ٍد‬، ‫ أَ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬، ‫صدَق ٍة َجاريَ ٍة‬
ٍ ِ ‫ص ال‬ َ :‫ث‬ َ ‫إِ َذا َماتَ اإل ْن‬
ٍ ‫سانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِمنْ ثَال‬
“Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali tiga: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim).
Tapi ingat, disebabkan anak juga kita akan masuk ke dalam neraka,
َ َ‫ي يُقِ ُّر فِ ْي أَ ْهلِ ِه اَ ْل َخب‬
‫ث‬ ْ ‫ث الَّ ِذ‬ ُّ ‫ ُم ْد ِمنُ ا ْل َخ ْم ِر َو ا ْل َعا‬: َ‫ثَالَثَةٌ قَ ْد َح َّر َم هللا َعلَ ْي ِه ُم ا ْل َجنَّة‬
ُ ‫ق َو ال َّد ُّي ْو‬
“Tiga orang, diharamkan Allah Swt surga bagi mereka: pecandu khamar/narkoba, durhaka
kepada orang tua dan orang tua/wali yang membiarkan keluarganya berbuat nista”. (HR.
Ahmad).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Pagi ini kita diingatkan dengan tanggung jawab kita kepada anak-anak kita. Sudahkah kita
didik mereka dengan baik? Bagaimana bacaan al-Qur’an mereka? Bagaimana shalat mereka?
Sudahkan mereka menutup aurat?
Pagi ini juga anak diingatkan tentang bakti kepada orang tua. Bagaimanapun banyaknya amal
mereka, kalau anak durhaka kepada orang tua. Maka Allah Swt haramkan surga bagi mereka.
Jika mereka masih hidup, kembali dari shalat ini, kita masih bisa datang ke rumah mereka.
Memeluk dan mencium mereka dengan kasih sayang. Sebagai ungkapan rasa bersalah karena
tidak mampu membalas budi baik mereka. Tapi, andai ajal telah mendahului. Sesal kemudian
tiada berarti. Kita hanya dapat mengucapkan,

َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِ ْي‬


‫ص ِغ ْيرا‬ َّ ‫َر ِّب ا ْغفِ ْر ِلي َولِ َوالِ َد‬
ْ ‫ي َو‬
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangiku ketika aku masih kecil”.
Hanya itulah yang dapat kita ucapkan dengan uraian air mata.
“Surga di bawah telapak kaki ibu”, bukan ungkapan hamba tanpa makna.
ِ ‫سو َل هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َها َد َم َعكَ أَ ْبت َِغي بِ َذلِكَ َو ْج[[ هَ هَّللا‬ ُ ‫سلَّ َم فَقُ ْلتُ يَا َر‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ ُ ‫أَتَ ْيتُ َر‬
‫س[و َل‬ ُ ‫ب اآْل َخ[ ِر فَقُ ْلتُ يَ[[ا َر‬ ِ ِ‫ار ِج ْع فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُ[هُ ِمنْ ا ْل َج[ ان‬ْ ‫َّار اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أُ ُّمكَ قُ ْلتُ نَ َع ْم قَا َل‬َ ‫َوالد‬
‫سو َل‬ َ ْ ُ ُ ٌ َ َ َ ‫آْل‬ ‫هَّللا‬ َ َ َ ْ
ُ ‫هَّللا ِ إِنِّي كنتُ أ َردْتُ ال ِج َها َد َم َعكَ أ ْبت ِغي بِذلِ َك َو ْجهَ ِ َوالدَّا َر ا ِخ َرة قا َل َو ْي َحكَ أ َحيَّة أ ُّمكَ قلتُ ن َع ْم يَا َر‬ َ ْ ُ
َ‫سو َل هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َه[[ا َد َم َع[[كَ أَ ْبت َِغي بِ[ َذلِك‬ ُ ‫ار ِج ْع إِلَ ْي َها فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُهُ ِمنْ أَ َما ِم ِه فَقُ ْلتُ يَا َر‬
ْ َ‫هَّللا ِ قَا َل ف‬
ُ‫سو َل هَّللا ِ قَا َل َو ْي َحكَ ا ْلزَ ْم ِر ْجلَ َها فَثَ َّم ا ْل َجنَّة‬ ُ ‫َو ْجهَ هَّللا ِ َوالدَّا َر اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أُ ُّم َك قُ ْلتُ نَ َع ْم يَا َر‬
Mu’awiyah bin Abi Jahimah as-Sulami menghadap Rasulullah Saw, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari sisi yang lain. Saya katakana, ‘Wahai Rasulullah, saya
ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari arah depan Rasulullah Saw. Saya katakan, ‘Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Rawatlah kakinya, engkau dapati surga di sana”. (HR. Ibnu Majah).
Bakti kepada ibu membuat seorang anak terkabul doanya melebihi sahabat-sahabat
Rasulullah Saw. Suatu ketika Rasulullah Saw pernah berkata,

ٌ َ‫ع بِا ْليَ َم ِن َغ ْي َر أُ ٍّم لَهُ قَ ْد َكانَ بِ ِه بَي‬


َ ‫اض فَ[[ َدعَا هَّللا‬ ُ ‫س اَل يَ َد‬ ٌ ‫إِنَّ َر ُجاًل يَأْتِي ُك ْم ِمنْ ا ْليَ َم ِن يُقَا ُل لَهُ أُ َو ْي‬
ْ َ‫ض َع الدِّينَا ِر أَ ْو الد ِّْره َِم فَ َمنْ لَقِيَهُ ِم ْن ُك ْم فَ ْلي‬
‫ستَ ْغفِ ْر لَ ُك ْم‬ ِ ‫فَأ َ ْذ َهبَهُ َع ْنهُ إِاَّل َم ْو‬
“Ada seorang laki-laki. Ia akan datang kepada kamu. Ia berasal dari Yaman. Namanya
Uwais. Ia tidak bisa meninggalkanYaman (saat ini) karena ia merawat ibundanya. Ia pernah
terkena penyakit supak (warna putih pada kulit). Ia berdoa kepada Allah Swt, maka Allah
Swt menghilangkan penyakit itu, kecuali hanya tertinggal sebesar uang logam Dinar (logam
emas) atau Dirham (logam perak). Siapa diantara kamu yang berjumpa dengannya, maka
mintalah doa kepadanya agar Allah Swt mengampuni kamu”. (HR. Muslim). Bayangkan,
seorang hamba yang lemah, jauh dari Rasulullah Saw, tapi doanya kabul, mengalahkan doa
para shahabat nabi, bahkan para shahabat nabi pun diminta agar memohonkan doanya.
Doanya terkabul, karena baktinya kepada ibundanya.
Tanpa mengesampingkan makna ayah,
‫َاح َمالِي فَقَا َل أَ ْنتَ َو َمالُكَ أِل َبِي َك‬
َ ‫سو َل هَّللا ِ إِنَّ لِي َمااًل َو َولَدًا َوإِنَّ أَبِي يُ ِري ُد أَنْ يَ ْجت‬
ُ ‫أَنَّ َر ُجاًل قَا َل يَا َر‬
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw mengadukan ayahnya seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, saya mempunyai harta dan anak. Tapi ayah saya ingin mengambil harta
saya”. Rasulullah Saw menjawab, “Engkau dan hartamu milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah).
Bagaimana mungkin orang dapat mengesampingkan kedua orang tuanya, bangga
dengan harta, anak, bahkan amalnya. Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,
‫[ر أَ َح[ ُد ُه َما أَ ْو ِكاَل ُه َم[[ا فَاَل تَقُ[ ْل لَ ُه َم[[ا‬ َ ‫ضى َربُّ َك أَاَّل تَ ْعبُدُوا إِاَّل إِيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن إِ ْح‬
َ [َ‫سانًا إِ َّما يَ ْبلُ َغنَّ ِع ْن َد َك ا ْل ِكب‬ َ َ‫َوق‬
ْ ‫الذ ِّل ِمنَ ال َّر ْح َم ِة َوقُ ْل َر ِّب‬
‫ار َح ْم ُه َم[[ا َك َم[[ا‬ ُّ ‫اح‬ َ َ‫ض لَ ُه َما َجن‬ ْ ِ‫اخف‬ ْ ‫) َو‬23( ‫أُفٍّ َواَل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْواًل َك ِري ًما‬
)24( ‫ص ِغي ًرا‬
َ ‫َربَّيَانِي‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”. (Qs. al-Isra’ [17]: 23-24).
Posisi mereka setelah Allah Swt. Mengapa ada orang yang begitu sombong menuntut
mereka ke pengadilan dunia hanya karena ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah
mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua,

َ ‫س َخطُهُ فِ ْي‬
‫س َخ ِط ِه َما‬ َ ‫ضا ا ْل َوالِ َد ْي ِن َو‬
َ ‫ب فِي ِر‬
ّ ‫ضا ال َّر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada
murka kedua orang tua”. (HR. ath-Thabrani).

َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.
Sayang dan cinta kepada anak dan istri, tapi perintah Allah Swt mesti tetap dipatuhi. Meleleh
air mata Nabi Ibrahim as meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di sebuah lembing kering.
Kisah itu diabadikan dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim as pun mengadu kepada Allah Swt,
َ‫اج َع[ ْل أَ ْفئِ[ َدةً ِمن‬
ْ َ‫الص[اَل ةَ ف‬ ْ َ‫َربَّنَا إِنِّي أ‬
ٍ ‫س َك ْنتُ ِمنْ ُذ ِّريَّتِي بِ َوا ٍد َغ ْي ِر ِذي زَ ْر‬
َّ ‫ع ِع ْن َد بَ ْيتِ َك ا ْل ُم َح[ َّر ِم َربَّنَ[[ا لِيُقِي ُم[[وا‬
َ‫ش ُكرُون‬ ِ ‫ار ُز ْق ُه ْم ِمنَ الثَّ َم َرا‬
ْ َ‫ت لَ َعلَّ ُه ْم ي‬ ْ ‫س تَ ْه ِوي إِلَ ْي ِه ْم َو‬
ِ ‫النَّا‬
“Wahai Robb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka
Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Qs. Ibrahim [14] : 37). Di tengah
lembah tandus tanpa tanaman itulah Hajar dan Ismail berada, seorang wanita lemah dan bayi
tidak berdaya membutuhkan air. Apakah Allah langsung menurunkan air kepada mereka ?!
Tidak. Hajar bukan wanita lemah. Ia perempuan yang tegar. Hajar tidak mengeluh kepada
Allah Swt dengan mengangkat tangan. Hajar tidak membawa-bawa nama besar suaminya
yang seorang nabi dan anaknya juga seorang nabi. Hajar tidak pula menghujat dan mencela di
mana air berada ?!. Tapi Hajar berjalan kaki dari bukit Shafa menuju bukit Marwa sebanyak
tujuh kali. Tumit perempuan yang lemah itu menginjak pasir gurun panas di bawah terik
matahari. Setelah ia lelah dan tetap tidak mendapatkan air yang ia cari, maka ia kembali ke
tempat Ismail berbaring. Ternyata, air tidak ditemukan di tempat yang dicari. Tapi air datang
dari tumit Ismail yang belum pandai melangkah. Dari kisah ini tersirat sebuah makna yang
sangat mendalam yaitu pentingnya berusaha sekuat tenaga dan seoptimal mungkin untuk
mencari apa yang kita inginkan. Karena Allah tidak langsung memberi tanpa ada usaha.
Demikian juga perubahan menuju kehidupan yang lebih baik yang kita inginkan tidak akan
terwujud kecuali ada keinginan dan perbuatan dari kita sendiri. Allah berfirman:
ِ ُ‫إِنَّ هَّللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُروا َما بِأ َ ْنف‬
‫س ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11).
Di sanalah keserasian antara syariat Nabi Ibrahim as dengan syariat Nabi Muhammad
Saw. Sama-sama mengajarkan keseimbangan antara usaha dan doa. Rasulullah Saw tidak
pernah duduk berpangku tangan menunggu rezeki turun dari langit. Al-Qur’an mengajarkan,

‫ض ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُك ُروا هَّللا َ َكثِي ًرا لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ‫صاَل ةُ فَا ْنت َِش ُروا[ ِفي اأْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِمنْ ف‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإ ِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
َ‫تُ ْفلِ ُحون‬
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah
[62]: 10).

‫سو َل هَّللا ِ أَ ْعقِلُ َها َوأَتَ َو َّك ُل أَ ْو أُ ْطلِقُ َها َوأَتَ َو َّك ُل قَا َل ا ْعقِ ْل َها َوتَ َو َّك ْل‬
ُ ‫قَا َل َر ُج ٌل يَا َر‬
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah. Apakah unta ini saya tambatkan lalu saya
bertawakkal? Atau saya lepaskan saja, kemudian saya bertawakkal?”.
Rasulullah Saw menjawab, “Tambatkanlah! Setelah itu, bertawakkallah!”.
(HR. at-Tirmidzi).
“Berusaha tanpa tawakkal, sombong. bertawakkal tanpa usaha, pesong”.

َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Hikmah Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah Swt.
Islam bukan agama yang melarang orang untuk mencari harta. Dalam Islam diajarkan, orang
yang mampu secara ekonomi, kuat fisik, ilmu dan iman, lebih baik dan dicintai Allah Swt
daripada orang yang miskin, lemah fisik, lemah ilmu dan lemah iman. Rasulullah Saw
bersabda,
‫يف‬ َّ ‫ي َخ ْي ٌر َوأَ َح ُّب إِلَى هَّللا ِ ِمنْ ا ْل ُمؤْ ِم ِن ال‬
ِ ‫ض ِع‬ ُّ ‫ا ْل ُمؤْ ِمنُ ا ْلقَ ِو‬
“Seorang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah Swt daripada mukmin yang
lemah”. (HR. Muslim).
Dalam ibadah haji kita mengenal istilah Wuquf, yang merupakan rukun haji. Yaitu
berkumpul di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wuquf ini adalah miniatur hari
mahsyar kelak, saat manusia dibangkitkan di hadapan Allah. Semua manusia yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dan jenis kulit. Terdiri dari tingkat, level dan kedudukan. Semuanya
sama di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah kecuali takwanya. Allah
berfirman :

ِ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا‬
)13( ‫أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم خَ بِي ٌر‬
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Qs. Al Hujurat [49] : 13).
Miniatur hari kiamat, pada hari itu tidak ada yang dapat menolong manusia kecuali
amalnya sendiri. saudara yang kita harap-harapkan dapat membantu kita, mereka justru lari

meninggalkan kita, ‫يَ ْو َم يَفِ ُّر ا ْل َم ْر ُء ِمنْ أَ ِخي ِه‬ (Qs. ‘Abasa [80] : 34). Anak-anak yang begitu
sayang kepada orang tua ketika berada di dunia juga lari meninggalkan orang tua mereka :

)35( ‫( َوأُ ِّم ِه َوأَبِي ِه‬Qs. ‘Abasa [80] : 35). Demikian juga dengan istri dan sanak keluarga :
)36( ‫صا ِحبَتِ ِه َوبَنِي ِه‬
َ ‫َو‬ (Qs. ‘Abasa [80] : 36). Semuanya disibukkan oleh urusan masing-

masing : )37( ‫ش[أْنٌ يُ ْغنِي[ ِ[ه‬


َ ‫ئ ِم ْن ُه ْم يَ ْو َمئِ ٍذ‬
ٍ ‫لِ ُك ِّل ا ْم ِر‬ (Qs. ‘Abasa [80] : 37). Sudahkah kita
mempersiapkan diri menghadapi hari itu dengan amal badan dan amal harta yang kita
punya?!
Jama’ah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …
Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan
bisikan setan yang selalu mengajak agar menahan harta, tidak berkurban, tidak bersedekah.
Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta, tidak pernah berbuat untuk agama Allah Swt
walau seujung kuku.
Setelah melaksanakan Wuquf di Arafah, jamaah haji pun pergi menuju Muzdalifah,
kemudian menginap di Mina selama tiga hari untuk melontar jumrah. Ritual melontar jumrah
ini mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim yang ketika itu akan menyembelih putranya
Ismail, kemudian digoda oleh setan agar tidak melaksanakan perintah Allah itu. Namun Nabi
Ibrahim menolak ajakannya dan melontarnya dengan batu. Dari kisah dan ritual ini tersimpan
hikmah bahwa setan tidak akan pernah bosan menggoda manusia. Allah Swt berfirman:
)17( َ‫ش َمائِلِ ِه ْم َواَل ت َِج ُد أَ ْكثَ َر ُه ْم شَا ِك ِرين‬
َ ْ‫ثُ َّم آَل َتِيَنَّ ُه ْم ِمنْ بَ ْي ِن أَ ْي ِدي ِه ْم َو ِمنْ َخ ْلفِ ِه ْم َوعَنْ أَ ْي َمانِ ِه ْم َوعَن‬
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan
dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat)”. (Qs. Al A’raf [7]: 17). Setan akan datang dari depan, dari belakang, dari arah kanan
dan kiri manusia. Oleh sebab itu manusia mesti mengerti hakikat setan dan menjadikannya
sebagai musuh yang sebenarnya:

‫ش ْيطَانَ لَ ُك ْم َعد ٌُّو فَاتَّ ِخ ُذوهُ َع ُد ًّوا‬


َّ ‫إِنَّ ال‬
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu)”. (Qs.
Fathir [35]: 6).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji yang berada di Mina dan seluruh kaum muslimin
َ َ‫ف‬
menyembelih hewan kurban melaksanakan perintah Allah: )2( ‫ص[[[ ِّل لِ َربِّ َك َوا ْن َح[[[ ْر‬ Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Qs. Al Kautsar [108]: 2). Dalam
ibadah kurban ini terkandung makna melaksanakan perintah Allah, ketika Allah
memerintahkan Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya, kemudian Allah mengganti

sembelihan itu dengan seekor kambing: )107( ‫يم‬ ٍ ‫“ َوفَ َد ْينَاهُ بِ ِذ ْب‬Dan Kami tebus anak
ٍ ‫ح ع َِظ‬
itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shaffat [27]: 107). Disamping itu dalam
ibadah kurban ini terkandung makna kepedulian sosial, memperhatikan nasib orang lain dan
berbagi kebahagiaan dengan orang lain serta mengikis sifat kikir yang ada dalam diri kita,

Allah berfirman: َ‫س ِه فَأُولَئِ َك ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُحون‬


ِ ‫ق ش َُّح نَ ْف‬
َ ‫“ َو َمنْ يُو‬Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Qs. Al Hasyr [59]: 9). Ibadah
kurban juga mengisyaratkan kepada makna menyembelih sifat kebinatangan yang ada dalam
diri manusia, sifat rakus, tamak, tidak peduli sesama dan sifat-sifat binatang lainnya.
Berkurban hari ini bukan hanya sekedar mampu melawan setan dan mengeluarkan
uang untuk menyembelih hewan kurban. Tapi ini adalah langkah awal menuju pengorbanan-
pengorbanan lainnya untuk agama Allah Swt. Masih banyak hamba-hamba Allah Swt yang
perlu dibantu. Anak-anak yatim dan orang terlantar yang membutuhkan uluran tangan. Harta
yang banyak tidak dapat membantu di hadapan Allah Swt, yang akan menolong adalah amal
badan dan harta yang pernah kita infaqkan di jalan Allah Swt. Berapa banyak harta yang kita
cari, tapi kita tidak pernah menikmatinya, tapi dinikmati ahli waris, bahkan orang lain yang
tidak memiliki nasab dan hubungan darah dengan kita. Kalau ingin menikmati harta yang kita
cari dengan tetes peluh dan air mata, maka gunakanlah di jalan Allah Swt.
Semoga momen ‘Idul Adha kembali mengingatkan kita akan pentingnya: pendidikan
anak, seimbang dalam usaha dan tawakkal, dan yang jauh lebih penting adalah berkurban
untuk agama Allah Swt.
ِّ ‫ت َو‬
‫ َوتَقَبَّ ْل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِي َواِيِّا ُك ْم بما فيه ِمنَ اآليَا‬.‫اركَ هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬
َ َ‫ب‬
ْ ‫ فَا‬.‫س ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬
‫ستَ ْغفِ ُر ْوا اِنَّهُ ه َُو ْال َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬ َّ ‫تِال َوتَهُ اِنّهُ ه َُو ال‬

Khutbah Kedua:
ْ َ‫س ْب َحانَ هللا بُ ْك َرةً َو أ‬
ً‫ص ْيال‬ َ ‫×) هللاُ اَ ْكبَ ْر كبيرا َو ْا‬3( ‫×) هللاُ اَ ْكبَ ْر‬3( ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر‬
ُ ‫لح ْم ُد هللِ َكثِ ْي ًرا َو‬
َ ‫الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َوهللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
ُ‫ش ِر ْي َك لَه‬
َ َ‫ش َه ُد اَنْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو ْح َدهُ ال‬
ْ َ‫ َوا‬.‫ش ْك ُر لَهُ عَل َى ت َْوفِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬ َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ عَل َى اِ ْح‬
ُّ ‫سانِ ِه َوال‬
.‫ض َوانِ ِه‬
ْ ‫لى ِر‬ ِ ‫س ْولُهُ الد‬
َ ِ‫َّاعى ا‬ ُ ‫سيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
َ َّ‫ش َه ُد اَن‬
ْ َ‫َوا‬
ْ َ‫سلِّ ْم ت‬
‫سلِ ْي ًما ِكث ْي ًرا‬ ْ َ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد و َعلَى اَلِ ِه َوا‬
َ ‫ص َحابِ ِه َو‬ َ ‫ص ِّل َعلَى‬
َ ‫الل ُه َّم‬
ُ َّ‫اَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّ َها الن‬
‫اس اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما اَ َم َر َوا ْنتَ ُه ْوا َع َّما نَ َهى َو َز َج َر‬
َ ُ‫ اِنَّ هللاَ َو َمآل ئِ َكتَهُ ي‬:‫ْس ِه َوقَا َل تَعاَلَى‬
َ‫صلُّ ْون‬ ِ ‫س ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُد‬ ِ ‫َوا ْعلَ ُم ْوا اَنَّ هللاّ اَ َم َر ُك ْم بِا َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف‬
‫عَل َى النَّبِى‬
ْ َ‫سلِّ ُم ْوا ت‬
.‫سلِ ْي ًما‬ َ ‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫يآ اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا‬
‫سلِكَ َو َمآلئِ َك ِة‬ َ ‫سلِّ ْم َو َعلَى آ ِل‬
ُ ‫سيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِ َك َو ُر‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ص ِّل َعلَى‬
َ ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫الل ُه َّم‬
َّ ‫اش ِديْنَ اَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َو ُع ْث َمان َو َعلِى َوعَنْ بَقِيَّ ِة ال‬
‫ص َحابَ ِة‬ ِ ‫لخلَفَا ِء ال َّر‬ ِ ‫ض اللّ ُه َّم ع‬
ُ ‫َن ْا‬ َ ‫ار‬ ْ ‫ْال ُمقَ َّربِيْنَ َو‬
َ‫ض َعنَّا َم َع ُه ْم بِ َر ْح َمتِكَ يَا اَ ْر َح َم ال َّرا ِح ِميْن‬َ ‫ار‬ ْ ‫ان اِلَى يَ ْو ِم ال ِّد ْي ِن َو‬
ٍ ‫س‬ َ ‫َوالتَّابِ ِعيْنَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِعيْنَ لَ ُه ْم بِاِ ْح‬
ِ ‫ت اَالَ ْحيآ ُء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَ ْم َوا‬
‫ت‬ ْ ‫سلِ ِميْنَ َو ْال ُم‬
ِ ‫سلِ َما‬ ِ ‫اَلل ُه َّم ا ْغفِ ْر لِ ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنَا‬
ْ ‫ت َو ْال ُم‬
َ َ‫ص ْر َمنْ ن‬
َ‫ص َر ال ِّديْن‬ ُ ‫ص ْر ِعبَادَكَ ْال ُم َو ِّح ِديَّةَ َوا ْن‬ ُ ‫ش ِر ِكيْنَ َوا ْن‬ ْ ‫سلِ ِميْنَ َوأَ ِذ َّل الش ِّْر َك َو ْال ُم‬
ْ ‫سالَ َم َو ْال ُم‬
ْ ‫الل ُه َّم اَ ِع َّز ْا ِال‬
ْ ‫اخ ُذ ْل َمنْ َخ َذ َل ْال ُم‬
.‫سلِ ِميْنَ َو َد ِّم ْر اَ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َواع ِْل َكلِ َماتِكَ اِلَى يَ ْو َم ال ِّد ْي ِن‬ ْ ‫َو‬
ِ ‫س ْو َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َحنَ َما ظَ َه َر ِم ْن َها َو َما بَطَنَ عَنْ بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي‬
‫سيَّا‬ َ ‫الل ُه َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا‬
ُ ‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو‬
َّ ‫سلِ ِميْنَ عآ َّمةً يَا َر‬
. َ‫ب ْال َعالَ ِميْن‬ َ ‫صةً َو‬
ْ ‫سائِ ِر ْالبُ ْلدَا ِن ْال ُم‬ َّ ‫خآ‬
َ ‫سنَةً َوقِنَا َع َذ‬
.‫اب النَّا ِر‬ ِ ‫سنَةً َوفِى ْا‬
َ ‫آلخ َر ِة َح‬ َ ‫َربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح‬
. َ‫اس ِريْن‬
ِ ‫لخ‬ َ ‫اواِنْ لَ ْم تَ ْغفِ ْر لَنَا َوت َْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَنَّ ِمنَ ْا‬ َ َ ‫سن‬َ ُ‫َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنف‬
‫َن ْالفَ ْحشآ ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْ[م‬ ِ ‫بى َويَ ْن َهى ع‬ َ ‫سا ِن َوإِ ْيتآ ِء ِذى ْالقُ ْر‬ َ ‫ِعبَا َدهللاِ اِنَّ هللاَ يَأْ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِال ْح‬
‫َلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَ ْر‬ ْ ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْونَ َو ْاذ ُك ُرواهللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا‬
َ ‫ش ُك ُر ْوهُ ع‬
.  Demikian juga dengan istri dan sanak keluarga  ‫ص[[ا ِحبَتِ ِه َوبَنِي[[ ِه‬
َ ‫ َو‬Semuanya
disibukkan oleh urusan masing-masing : ‫ه ْم يَ ْو َمئِ ٍذ شَأْنٌ يُ ْغنِيه‬
ُ ‫ئ ِم ْن‬
ٍ ‫( لِ ُك ِّل ا ْم ِر‬Qs. ‘Abasa
35 : 37). Sudahkah kita mempersiapkan diri menghadapi hari itu dengan amal badan
dan amal harta yang kita punya?!
Jama’ah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …
Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit, yaitu berjuang melawan hawa
nafsu dan bisikan setan yang selalu mengajak agar menahan harta, tidak berkurban,
tidak bersedekah. Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta, tidak pernah
berbuat untuk agama Allah Swt walau seujung kuku.
Setelah melaksanakan Wuquf di Arafah, jamaah haji pun pergi menuju
Muzdalifah, kemudian menginap di Mina selama tiga hari untuk melontar jumrah.
Ritual melontar jumrah ini mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim yang ketika
itu akan menyembelih putranya Ismail, kemudian digoda oleh setan agar tidak
melaksanakan perintah Allah itu. Namun Nabi Ibrahim menolak ajakannya dan
melontarnya dengan batu. Dari kisah dan ritual ini tersimpan hikmah bahwa setan
tidak akan pernah bosan menggoda manusia. Allah Swt berfirman:
)17( َ‫ش َمائِلِ ِه ْم َواَل ت َِج ُد أَ ْكثَ َر ُه ْم شَا ِك ِرين‬
َ ْ‫ثُ َّم آَل َتِيَنَّ ُه ْم ِمنْ بَ ْي ِن أَ ْي ِدي ِه ْم َو ِمنْ َخ ْلفِ ِه ْم َوعَنْ أَ ْي َمانِ ِه ْم َوعَن‬
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan
dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat)”. (Qs. Al A’raf [7]: 17).
Setan akan datang dari depan, dari belakang, dari arah kanan dan kiri manusia. Oleh
sebab itu manusia mesti mengerti hakikat setan dan menjadikannya sebagai musuh
yang sebenarnya:
‫ش ْيطَانَ لَ ُك ْم َعد ٌُّو فَاتَّ ِخ ُذوهُ َع ُد ًّوا‬
َّ ‫إِنَّ ال‬
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu)” (Qs.
Fathir 35: 6).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji yang berada di Mina dan seluruh kaum
muslimin menyembelih hewan kurban melaksanakan perintah Allah: ‫ك‬ َ !ّ ِ‫ل لِ َرب‬
ِّ ‫ص‬ َ
َ ‫ف‬
)2( ‫ح ْر‬
َ ‫وا ْن‬
َ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah . (Qs. Al
Kautsar [108]: 2). Dalam ibadah kurban ini terkandung makna melaksanakan
perintah Allah, ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim agar menyembelih
putranya, kemudian Allah mengganti sembelihan itu dengan seekor kambing: ُ‫َوفَ َد ْينَاه‬
‫ح ع َِظيم‬
ٍ ‫“ بِ ِذ ْب‬Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar ”. (Qs.
Ash-Shaffat [27]: 107). Disamping itu dalam ibadah kurban ini terkandung makna
kepedulian sosial, memperhatikan nasib orang lain dan berbagi kebahagiaan dengan
orang lain serta mengikis sifat kikir yang ada dalam diri kita, Allah berfirman: ْ‫َو َمن‬
َ‫س[ ِه فَأُولَئِ[[كَ ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُح[ ون‬
ِ ‫ش[ َّح نَ ْف‬
ُ ‫ق‬
َ ‫“ يُ[[و‬Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Qs. Al Hasyr [59]: 9).
Ibadah kurban juga mengisyaratkan kepada makna menyembelih sifat kebinatangan
yang ada dalam diri manusia, sifat rakus, tamak, tidak peduli sesama dan sifat-sifat
binatang lainnya.
Berkurban hari ini bukan hanya sekedar mampu melawan setan dan
mengeluarkan uang untuk menyembelih hewan kurban. Tapi ini adalah langkah awal
menuju pengorbanan-pengorbanan lainnya untuk agama Allah Swt. Masih banyak
hamba-hamba Allah Swt yang perlu dibantu. Anak-anak yatim dan orang terlantar
yang membutuhkan uluran tangan. Harta yang banyak tidak dapat membantu di
hadapan Allah Swt, yang akan menolong adalah amal badan dan harta yang pernah
kita infaqkan di jalan Allah Swt. Berapa banyak harta yang kita cari, tapi kita tidak
pernah menikmatinya, tapi dinikmati ahli waris, bahkan orang lain yang tidak
memiliki nasab dan hubungan darah dengan kita. Kalau ingin menikmati harta yang
kita cari dengan tetes peluh dan air mata, maka gunakanlah di jalan Allah Swt.
Semoga momen ‘Idul Adha kembali mengingatkan kita akan pentingnya:
pendidikan anak, seimbang dalam usaha dan tawakkal, dan yang jauh lebih penting
adalah berkurban untuk agama Allah Swt.
ِّ ‫ت َو‬
‫ َوتَقَبَّ ْل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِي َواِيِّا ُك ْم بما فيه ِمنَ اآليَا‬.‫اركَ هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬
َ َ‫ب‬
ْ ‫ فَا‬.‫س ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬
‫ستَ ْغفِ ُر ْوا اِنَّهُ ه َُو ْال َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬ َّ ‫تِال َوتَهُ اِنّهُ ه َُو ال‬
‫‪Khutbah Kedua:‬‬
‫س ْب َحانَ هللا بُ ْك َرةً َو أَ ْ‬
‫ص ْيالً‬ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر (‪ )×3‬هللاُ اَ ْكبَ ْر (‪ )×3‬هللاُ اَ ْكبَ ْر كبيرا َو ْا َ‬
‫لح ْم ُد هللِ َكثِ ْي ًرا َو ُ‬
‫الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َوهللِ ْا َ‬
‫لح ْم ُد‬
‫ش ِر ْي َك لَهُ‬
‫ش َه ُد اَنْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو ْح َدهُ الَ َ‬
‫ش ْك ُر لَهُ عَل َى ت َْوفِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‪َ .‬واَ ْ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ عَل َى اِ ْح َ‬
‫سانِ ِه َوال ُّ‬
‫ض َوانِ ِه‪.‬‬
‫لى ِر ْ‬ ‫س ْولُهُ الد ِ‬
‫َّاعى اِ َ‬ ‫سيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُ‬
‫ش َه ُد اَنَّ َ‬
‫َواَ ْ‬
‫سلِّ ْم تَ ْ‬
‫سلِ ْي ًما ِكث ْي ًرا‬ ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد و َعلَى اَلِ ِه َواَ ْ‬
‫ص َحابِ ِه َو َ‬ ‫ص ِّل َعلَى َ‬
‫الل ُه َّم َ‬
‫اَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّ َها النَّ ُ‬
‫اس اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما اَ َم َر َوا ْنتَ ُه ْوا َع َّما نَ َهى َو َ‬
‫زَج َر‬
‫س ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُد ِ‬
‫ْس ِه َوقَا َل تَعاَلَى‪ :‬اِنَّ هللاَ َو َمآل ئِ َكتَهُ يُ َ‬
‫صلُّ ْونَ‬ ‫َوا ْعلَ ُم ْوا اَنَّ هللاّ اَ َم َر ُك ْم بِا َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِ‬
‫عَل َى النَّبِى‬
‫سلِّ ُم ْوا تَ ْ‬
‫سلِ ْي ًما‪.‬‬ ‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫يآ اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا َ‬
‫سلِكَ َو َمآلئِ َك ِة‬ ‫سلِّ ْم َو َعلَى آ ِل َ‬
‫سيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِ َك َو ُر ُ‬ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫ص ِّل َعلَى َ‬
‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫الل ُه َّم َ‬
‫اش ِديْنَ اَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َو ُع ْث َمان َو َعلِى َوعَنْ بَقِيَّ ِة ال َّ‬
‫ص َحابَ ِة‬ ‫لخلَفَا ِء ال َّر ِ‬ ‫ض اللّ ُه َّم ع ِ‬
‫َن ْا ُ‬ ‫ار َ‬ ‫ْال ُمقَ َّربِيْنَ َو ْ‬
‫ض َعنَّا َم َع ُه ْم بِ َر ْح َمتِكَ يَا اَ ْر َح َم ال َّرا ِح ِميْنَ‬‫ار َ‬ ‫ان اِلَى يَ ْو ِم ال ِّد ْي ِن َو ْ‬
‫س ٍ‬ ‫َوالتَّابِ ِعيْنَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِعيْنَ لَ ُه ْم بِاِ ْح َ‬
‫ت اَالَ ْحيآ ُء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَ ْم َوا ِ‬
‫ت‬ ‫سلِ ِميْنَ َو ْال ُم ْ‬
‫سلِ َما ِ‬ ‫اَلل ُه َّم ا ْغفِ ْر لِ ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنَا ِ‬
‫ت َو ْال ُم ْ‬
‫ص ْر َمنْ نَ َ‬
‫ص َر ال ِّديْنَ‬ ‫ص ْر ِعبَادَكَ ْال ُم َو ِّح ِديَّةَ َوا ْن ُ‬ ‫ش ِر ِكيْنَ َوا ْن ُ‬ ‫سلِ ِميْنَ َوأَ ِذ َّل الش ِّْر َك َو ْال ُم ْ‬
‫سالَ َم َو ْال ُم ْ‬
‫الل ُه َّم اَ ِع َّز ْا ِال ْ‬
‫اخ ُذ ْل َمنْ َخ َذ َل ْال ُم ْ‬
‫سلِ ِميْنَ َو َد ِّم ْر اَ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َواع ِْل َكلِ َماتِكَ اِلَى يَ ْو َم ال ِّد ْي ِن‪.‬‬ ‫َو ْ‬
‫س ْو َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َحنَ َما ظَ َه َر ِم ْن َها َو َما بَطَنَ عَنْ بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي ِ‬
‫سيَّا‬ ‫الل ُه َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا َ‬
‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ُ‬
‫سلِ ِميْنَ عآ َّمةً يَا َر َّ‬
‫ب ْال َعالَ ِميْنَ ‪.‬‬ ‫صةً َو َ‬
‫سائِ ِر ْالبُ ْلدَا ِن ْال ُم ْ‬ ‫خآ َّ‬
‫سنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫سنَةً َوفِى ْا ِ‬
‫آلخ َر ِة َح َ‬ ‫َربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َ‬
‫اس ِريْنَ ‪.‬‬ ‫اواِنْ لَ ْم تَ ْغفِ ْر لَنَا َوت َْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَنَّ ِمنَ ْا َ‬
‫لخ ِ‬ ‫َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َ‬
‫سن َ َ‬
‫َن ْالفَ ْحشآ ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْ[م‬ ‫بى َويَ ْن َهى ع ِ‬‫سا ِن َوإِ ْيتآ ِء ِذى ْالقُ ْر َ‬ ‫ِعبَا َدهللاِ اِنَّ هللاَ يَأْ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِال ْح َ‬
‫َلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَ ْر‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْونَ َو ْاذ ُك ُرواهللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْ‬
‫ش ُك ُر ْوهُ ع َ‬

‫‪Khutbah Pertama:‬‬
‫هللاُ اَ ْكبَ ْر (‪ )×3‬هللاُ اَ ْكبَ ْر (×‪)3‬هللاُ اَكبَ ْر (‪)×3‬‬
‫لح ْم ُد‬ ‫الح ْم ُد هّلِل ِ كثيرا وسبحان هللا بُ ْك َرةً َوأ ِ‬
‫ص ْيالً الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا َ‬ ‫‪  ‬هللاُ اَ ْكبَ ْر َكبِ ْي ًرا َو َ‬
‫ض َحى بَ ْع َد يَ ْو ِم َع َرفَةَ‬
‫ضانَ َوعْي َد ْاالَ ْ‬ ‫سلِ ِميْنَ ِع ْي َد ْالفِ ْط ِر بَ ْع َد ِ‬
‫صيا َ ِم َر َم َ‬ ‫‪ ‬اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذى َج َع َل لِ ْل ُم ْ‬
‫س ْولُهُ‪.‬‬
‫سيِّدَنا َ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر ُ‬ ‫ش ِر ْي َك لَهُ لَهُ ْال َملِ ُك ْال َع ِظ ْي ُم ْاالَ ْكبَ ْر َواَ ْ‬
‫ش َه ٌد اَنَّ َ‬ ‫ش َه ُد اَنْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َو ْح َدهُ الَ َ‬
‫اَ ْ‬
‫ط َّه ْر‬‫س َو َ‬ ‫الر ْج َ‬‫َب َع ْن ُه ُم ِّ‬ ‫ص َحابِ ِه الَّ ِذيْنَ اَ ْذه َ‬ ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َواَ ْ‬
‫ص ِّل عَل َى َ‬ ‫الل ُه َّم َ‬
‫اَ َّما بَ ْعدُ‪ .‬فَيَا ِعبَا َدهللاِ اِتَّقُواهللاَ[ َح َّ‬
‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُم ْوتُنَّ اِالَّ َواَ ْنتُ ْم ُم ْ‬
‫سلِ ُم ْونَ‬
‫‪Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah.‬‬

‫ُك ُّل أ ْم ٍر ِذي بَا ٍل الَ يُ ْبدأُ فِي ِه بِ َ‬


‫الح ْم ُد هللِ فَ ُه َو أ ْقطَ ُع‬
‫‪“Setiap amal yang baik, tidak diawali dengan ucapan hamdalah, maka terputus”. (HR. Abu‬‬
‫‪Daud, hadits Hasan).‬‬
‫‪Setiap amal baik, tidak diawali dengan hamdalah, maka amal itu terputus, sia-sia, tidak dapat‬‬
‫‪dibawa menjadi bekal menghadap Allah Swt. Maka kita awali segala amal dengan ucapan‬‬
‫‪Alhamdulillah.‬‬
‫سلَّ َم اِالَّ قَا ُم ْوا عَنْ أَ ْنتَن‬
‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َ‬ ‫اجتَ َم َع قَ ْو ٌم ثُ َّم تَفَ َّرقُ ْوا عَنْ َغ ْي ِر ِذ ْك ِر هللاِ َو َ‬
‫صالَة َعلَى النَّبِ ِّي َ‬ ‫ما َ ْ‬
‫ِج ْيفَة‬
‫‪“Sekelompok orang berkumpul, mereka bubar tanpa zikir dan sholawat, maka sama halnya‬‬
‫‪mereka meninggalkan busuknya bangkai”. (Musnad ath-Thayalisi, dari Jabir).‬‬
‫‪Kita tidak ingin majlis kita menjadi majlis bangkai yang busuk, maka kita bersholawat‬‬
‫‪kepada Rasulullah Saw dengan ucapan:‬‬
‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َواَ ْ‬
‫ص َحابِ ِه‬ ‫ص ِّل عَل َى َ‬
‫الل ُه َّم َ‬

‫‪Pagi ini, seluruh ummat Islam, dari pusat kota suci Makkah al-Mukarramah, sampai ke‬‬
‫‪berbagai penjuru negeri mengumandangkan takbir:‬‬
‫‪  ‬هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا َ‬
‫لح ْم ُد‬
Sebagai ungkapan syukur kepada Allah Swt. Sesungguhnya, Allah Swt tidak pernah perlu
kepada syukur kita, karena syukur kita itu hanya akan kembali kepada kita, menambah dan
mengekalkan nikmat Allah Swt:
‫س ِه‬ ْ َ‫ش َك َر فَإِنَّ َما ي‬
ِ ‫ش ُك ُر ِلنَ ْف‬ َ ْ‫َو َمن‬
“Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya
sendiri dan barangsiapa yang ingkar”. (Qs. An-Naml [27]: 40). Karena dalam ayat lain Allah
berfirman:
‫ش َك ْرتُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم‬
َ ْ‫لَئِن‬
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu”. (Qs.
Ibrahim [14]: 7).

Jamaah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …


Pagi ini, lewat momen Idul Adha kita kembali diingatkan dengan beribu makna hikmah yang
terkandung di balik sejarah Nabi Ibrahim as. Namun inti dari semua makna itu terangkum
dalam tiga poin besar:

Pertama, Hubungan Orang Tua dan Anak.


Peristiwa kurban mengingatkan kita pada hubungan kepatuhan mutlak Ismail as kepada
Ayahanda Ibrahim as. Dengan ucapannya yang tertulis dalam al-Qur’an,

ُ ‫ش[ا َء هَّللا‬
َ ْ‫س[ت َِج ُدنِي إِن‬ ِ َ‫قَا َل يَا بُنَ َّي إِنِّي أَ َرى فِي ا ْل َمنَ ِام أَنِّي أَ ْذبَ ُحكَ فَا ْنظُ ْر َما َذا ت ََرى قَا َل يَا أَب‬
َ ‫ت ا ْف َع ْل َما تُؤْ َم ُر‬
َ‫صابِ ِرين‬
َّ ‫ِمنَ ال‬
“Ibrahim berkata: ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!’.
Ismail menjawab: ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Demikianlah jawaban anak shalih yang diharapkan Nabi Ibrahim as dalam doanya,

َ‫صالِ ِحين‬
َّ ‫َر ِّب ه َْب ِلي ِمنَ ال‬
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh”. (Qs. as-Shaffat [37]: 102).
Peristiwa menyentuh hati dan perasaan ini mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana
anak-anak kita? Sudahkan kita didik menjadi anak yang patuh dan taat mengikuti perintah
Allah Swt?
Anak adalah amanah, dengan anak kita bisa masuk surga,
َ ‫ت فَأ َ َّدبَ ُهنَّ َو َز َّو َج ُهنَّ َوأَ ْح‬
ُ‫سنَ إِلَ ْي ِهنَّ فَلَهُ ا ْل َجنَّة‬ َ ‫َمنْ عَا َل ثَاَل‬
ٍ ‫ث بَنَا‬
“Siapa yang merawat tiga orang anak perempuan, ia didik dengan baik, ia nikahkan dengan
orang baik, maka surgalah baginya”. (HR. Abu Daud).
Dengan anak maka amal menjadi mengalir,
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬ َ ‫ أَ ْو َولَ ٍد‬، ‫ أَ ْو ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬، ‫صدَق ٍة َجاريَ ٍة‬
ٍ ِ ‫ص ال‬ َ :‫ث‬ َ ‫إِ َذا َماتَ اإل ْن‬
ٍ ‫سانُ ا ْنقَطَ َع َع َملُهُ إِالَّ ِمنْ ثَال‬
“Apabila manusia mati, maka putuslah amalnya, kecuali tiga: shodaqoh jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak shalih yang mendoakannya”. (HR. Muslim).
Tapi ingat, disebabkan anak juga kita akan masuk ke dalam neraka,
َ َ‫ي يُقِ ُّر فِ ْي أَ ْهلِ ِه اَ ْل َخب‬
‫ث‬ ْ ‫ث الَّ ِذ‬ ُّ ‫ ُم ْد ِمنُ ا ْل َخ ْم ِر َو ا ْل َعا‬: َ‫ثَالَثَةٌ قَ ْد َح َّر َم هللا َعلَ ْي ِه ُم ا ْل َجنَّة‬
ُ ‫ق َو ال َّد ُّي ْو‬
“Tiga orang, diharamkan Allah Swt surga bagi mereka: pecandu khamar/narkoba, durhaka
kepada orang tua dan orang tua/wali yang membiarkan keluarganya berbuat nista”. (HR.
Ahmad).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Pagi ini kita diingatkan dengan tanggung jawab kita kepada anak-anak kita. Sudahkah kita
didik mereka dengan baik? Bagaimana bacaan al-Qur’an mereka? Bagaimana shalat mereka?
Sudahkan mereka menutup aurat?
Pagi ini juga anak diingatkan tentang bakti kepada orang tua. Bagaimanapun banyaknya amal
mereka, kalau anak durhaka kepada orang tua. Maka Allah Swt haramkan surga bagi mereka.
Jika mereka masih hidup, kembali dari shalat ini, kita masih bisa datang ke rumah mereka.
Memeluk dan mencium mereka dengan kasih sayang. Sebagai ungkapan rasa bersalah karena
tidak mampu membalas budi baik mereka. Tapi, andai ajal telah mendahului. Sesal kemudian
tiada berarti. Kita hanya dapat mengucapkan,

َ ‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّيَانِ ْي‬


‫ص ِغ ْيرا‬ َّ ‫َر ِّب ا ْغفِ ْر ِلي َولِ َوالِ َد‬
ْ ‫ي َو‬
“Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku. Sayangilah mereka sebagaimana mereka
menyayangiku ketika aku masih kecil”.
Hanya itulah yang dapat kita ucapkan dengan uraian air mata.
“Surga di bawah telapak kaki ibu”, bukan ungkapan hamba tanpa makna.
ِ ‫سو َل هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َها َد َم َعكَ أَ ْبت َِغي بِ َذلِكَ َو ْج[[ هَ هَّللا‬ ُ ‫سلَّ َم فَقُ ْلتُ يَا َر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬َ ِ ‫سو َل هَّللا‬ ُ ‫أَتَ ْيتُ َر‬
‫س[و َل‬ ُ ‫ب اآْل َخ[ ِر فَقُ ْلتُ يَ[[ا َر‬ ْ ‫َّار اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أُ ُّمكَ قُ ْلتُ نَ َع ْم قَا َل‬
ِ ِ‫ار ِج ْع فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُ[هُ ِمنْ ا ْل َج[ ان‬ َ ‫َوالد‬
‫سو َل‬ ُ ‫هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َها َد َم َعكَ أَ ْبتَ ِغي بِ َذلِ َك َو ْجهَ هَّللا ِ َوالدَّا َر اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أُ ُّمكَ قُ ْلتُ نَ َع ْم يَا َر‬
َ‫سو َل هَّللا ِ إِنِّي ُك ْنتُ أَ َردْتُ ا ْل ِج َه[[ا َد َم َع[[كَ أَ ْبت َِغي بِ[ َذلِك‬ ُ ‫ار ِج ْع إِلَ ْي َها فَبَ َّرهَا ثُ َّم أَتَ ْيتُهُ ِمنْ أَ َما ِم ِه فَقُ ْلتُ يَا َر‬
ْ َ‫هَّللا ِ قَا َل ف‬
ُ‫سو َل هَّللا ِ قَا َل َو ْي َحكَ ا ْلزَ ْم ِر ْجلَ َها فَثَ َّم ا ْل َجنَّة‬ُ ‫َو ْجهَ هَّللا ِ َوالدَّا َر اآْل ِخ َرةَ قَا َل َو ْي َحكَ أَ َحيَّةٌ أُ ُّم َك قُ ْلتُ نَ َع ْم يَا َر‬
Mu’awiyah bin Abi Jahimah as-Sulami menghadap Rasulullah Saw, ia berkata, “Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari sisi yang lain. Saya katakana, ‘Wahai Rasulullah, saya
ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Pulanglah! Berbaktilah kepadanya!”.
Mu’awiyah, “Saya datang lagi dari arah depan Rasulullah Saw. Saya katakan, ‘Wahai
Rasulullah, saya ingin berjihad bersamamu dengan berharap kemuliaan Allah Swt dan
akhirat”.
Rasulullah Saw bertanya, “Apakah ibumu masih hidup?”. Mu’awiyah menjawab, “Ya”.
Rasulullah Saw, “Rawatlah kakinya, engkau dapati surga di sana”. (HR. Ibnu Majah).
Bakti kepada ibu membuat seorang anak terkabul doanya melebihi sahabat-sahabat
Rasulullah Saw. Suatu ketika Rasulullah Saw pernah berkata,

ٌ َ‫ع بِا ْليَ َم ِن َغ ْي َر أُ ٍّم لَهُ قَ ْد َكانَ بِ ِه بَي‬


َ ‫اض فَ[[ َدعَا هَّللا‬ ُ ‫س اَل يَ َد‬ ٌ ‫إِنَّ َر ُجاًل يَأْتِي ُك ْم ِمنْ ا ْليَ َم ِن يُقَا ُل لَهُ أُ َو ْي‬
ْ َ‫ض َع الدِّينَا ِر أَ ْو الد ِّْره َِم فَ َمنْ لَقِيَهُ ِم ْن ُك ْم فَ ْلي‬
‫ستَ ْغفِ ْر لَ ُك ْم‬ ِ ‫فَأ َ ْذ َهبَهُ َع ْنهُ إِاَّل َم ْو‬
“Ada seorang laki-laki. Ia akan datang kepada kamu. Ia berasal dari Yaman. Namanya
Uwais. Ia tidak bisa meninggalkanYaman (saat ini) karena ia merawat ibundanya. Ia pernah
terkena penyakit supak (warna putih pada kulit). Ia berdoa kepada Allah Swt, maka Allah
Swt menghilangkan penyakit itu, kecuali hanya tertinggal sebesar uang logam Dinar (logam
emas) atau Dirham (logam perak). Siapa diantara kamu yang berjumpa dengannya, maka
mintalah doa kepadanya agar Allah Swt mengampuni kamu”. (HR. Muslim). Bayangkan,
seorang hamba yang lemah, jauh dari Rasulullah Saw, tapi doanya kabul, mengalahkan doa
para shahabat nabi, bahkan para shahabat nabi pun diminta agar memohonkan doanya.
Doanya terkabul, karena baktinya kepada ibundanya.
Tanpa mengesampingkan makna ayah,
‫َاح َمالِي فَقَا َل أَ ْنتَ َو َمالُكَ أِل َبِي َك‬
َ ‫سو َل هَّللا ِ إِنَّ لِي َمااًل َو َولَدًا َوإِنَّ أَبِي يُ ِري ُد أَنْ يَ ْجت‬
ُ ‫أَنَّ َر ُجاًل قَا َل يَا َر‬
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw mengadukan ayahnya seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, saya mempunyai harta dan anak. Tapi ayah saya ingin mengambil harta
saya”. Rasulullah Saw menjawab, “Engkau dan hartamu milik ayahmu”. (HR. Ibnu Majah).
Bagaimana mungkin orang dapat mengesampingkan kedua orang tuanya, bangga
dengan harta, anak, bahkan amalnya. Padahal orang tua pada level kedua setelah Allah Swt,
‫[ر أَ َح[ ُد ُه َما أَ ْو ِكاَل ُه َم[[ا فَاَل تَقُ[ ْل لَ ُه َم[[ا‬ َ ‫ضى َربُّ َك أَاَّل تَ ْعبُدُوا إِاَّل إِيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن إِ ْح‬
َ [َ‫سانًا إِ َّما يَ ْبلُ َغنَّ ِع ْن َد َك ا ْل ِكب‬ َ َ‫َوق‬
ْ ‫الذ ِّل ِمنَ ال َّر ْح َم ِة َوقُ ْل َر ِّب‬
‫ار َح ْم ُه َم[[ا َك َم[[ا‬ ُّ ‫اح‬ َ َ‫ض لَ ُه َما َجن‬ ْ ِ‫اخف‬ ْ ‫) َو‬23( ‫أُفٍّ َواَل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْواًل َك ِري ًما‬
)24( ‫ص ِغي ًرا‬
َ ‫َربَّيَانِي‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku waktu kecil”. (Qs. al-Isra’ [17]: 23-24).
Posisi mereka setelah Allah Swt. Mengapa ada orang yang begitu sombong menuntut
mereka ke pengadilan dunia hanya karena ingin merebut kebahagiaan duniawi. Sadarkah
mereka bahwa murka Allah Swt terletak pada murka kedua orang tua,

َ ‫س َخطُهُ فِ ْي‬
‫س َخ ِط ِه َما‬ َ ‫ضا ا ْل َوالِ َد ْي ِن َو‬
َ ‫ب فِي ِر‬
ّ ‫ضا ال َّر‬
َ ‫ِر‬
“Ridha Allah Swt terletak pada ridha kedua orang tua dan murka Allah Swt terletak pada
murka kedua orang tua”. (HR. ath-Thabrani).

َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Hikmah Kedua, Keseimbangan Antara Usaha dan Tawakkal.
Sayang dan cinta kepada anak dan istri, tapi perintah Allah Swt mesti tetap dipatuhi. Meleleh
air mata Nabi Ibrahim as meninggalkan Hajar dan Ismail kecil di sebuah lembing kering.
Kisah itu diabadikan dalam al-Qur’an, Nabi Ibrahim as pun mengadu kepada Allah Swt,
َ‫اج َع[ ْل أَ ْفئِ[ َدةً ِمن‬
ْ َ‫الص[اَل ةَ ف‬
َّ ‫ع ِع ْن َد بَ ْيتِ َك ا ْل ُم َح[ َّر ِم َربَّنَ[[ا لِيُقِي ُم[[وا‬ٍ ‫س َك ْنتُ ِمنْ ُذ ِّريَّتِي بِ َوا ٍد َغ ْي ِر ِذي زَ ْر‬ ْ َ‫َربَّنَا إِنِّي أ‬
َ‫ش ُكرُون‬ ِ ‫ار ُز ْق ُه ْم ِمنَ الثَّ َم َرا‬
ْ َ‫ت لَ َعلَّ ُه ْم ي‬ ْ ‫س تَ ْه ِوي إِلَ ْي ِه ْم َو‬
ِ ‫النَّا‬
“Wahai Robb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka
Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari
buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”. (Qs. Ibrahim [14] : 37). Di tengah
lembah tandus tanpa tanaman itulah Hajar dan Ismail berada, seorang wanita lemah dan bayi
tidak berdaya membutuhkan air. Apakah Allah langsung menurunkan air kepada mereka ?!
Tidak. Hajar bukan wanita lemah. Ia perempuan yang tegar. Hajar tidak mengeluh kepada
Allah Swt dengan mengangkat tangan. Hajar tidak membawa-bawa nama besar suaminya
yang seorang nabi dan anaknya juga seorang nabi. Hajar tidak pula menghujat dan mencela di
mana air berada ?!. Tapi Hajar berjalan kaki dari bukit Shafa menuju bukit Marwa sebanyak
tujuh kali. Tumit perempuan yang lemah itu menginjak pasir gurun panas di bawah terik
matahari. Setelah ia lelah dan tetap tidak mendapatkan air yang ia cari, maka ia kembali ke
tempat Ismail berbaring. Ternyata, air tidak ditemukan di tempat yang dicari. Tapi air datang
dari tumit Ismail yang belum pandai melangkah. Dari kisah ini tersirat sebuah makna yang
sangat mendalam yaitu pentingnya berusaha sekuat tenaga dan seoptimal mungkin untuk
mencari apa yang kita inginkan. Karena Allah tidak langsung memberi tanpa ada usaha.
Demikian juga perubahan menuju kehidupan yang lebih baik yang kita inginkan tidak akan
terwujud kecuali ada keinginan dan perbuatan dari kita sendiri. Allah berfirman:
ِ ُ‫إِنَّ هَّللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ْو ٍم َحتَّى يُ َغيِّ ُروا َما بِأ َ ْنف‬
‫س ِه ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11).
Di sanalah keserasian antara syariat Nabi Ibrahim as dengan syariat Nabi Muhammad
Saw. Sama-sama mengajarkan keseimbangan antara usaha dan doa. Rasulullah Saw tidak
pernah duduk berpangku tangan menunggu rezeki turun dari langit. Al-Qur’an mengajarkan,

‫ض ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُك ُروا هَّللا َ َكثِي ًرا لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ‫صاَل ةُ فَا ْنت َِش ُروا[ فِي اأْل َ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِمنْ ف‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإ ِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
َ‫تُ ْفلِ ُحون‬
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Qs. al-Jumu’ah
[62]: 10).

‫سو َل هَّللا ِ أَ ْعقِلُ َها َوأَتَ َو َّك ُل أَ ْو أُ ْطلِقُ َها َوأَتَ َو َّك ُل قَا َل ا ْعقِ ْل َها َوتَ َو َّك ْل‬
ُ ‫قَا َل َر ُج ٌل يَا َر‬
Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah. Apakah unta ini saya tambatkan lalu saya
bertawakkal? Atau saya lepaskan saja, kemudian saya bertawakkal?”.
Rasulullah Saw menjawab, “Tambatkanlah! Setelah itu, bertawakkallah!”.
(HR. at-Tirmidzi).
“Berusaha tanpa tawakkal, sombong. bertawakkal tanpa usaha, pesong”.
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Hikmah Ketiga: Berkorban Untuk Agama Allah Swt.
Islam bukan agama yang melarang orang untuk mencari harta. Dalam Islam diajarkan, orang
yang mampu secara ekonomi, kuat fisik, ilmu dan iman, lebih baik dan dicintai Allah Swt
daripada orang yang miskin, lemah fisik, lemah ilmu dan lemah iman. Rasulullah Saw
bersabda,
‫يف‬ َّ ‫ي َخ ْي ٌر َوأَ َح ُّب إِلَى هَّللا ِ ِمنْ ا ْل ُمؤْ ِم ِن ال‬
ِ ‫ض ِع‬ ُّ ‫ا ْل ُمؤْ ِمنُ ا ْلقَ ِو‬
“Seorang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah Swt daripada mukmin yang
lemah”. (HR. Muslim).
Dalam ibadah haji kita mengenal istilah Wuquf, yang merupakan rukun haji. Yaitu
berkumpul di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Wuquf ini adalah miniatur hari
mahsyar kelak, saat manusia dibangkitkan di hadapan Allah. Semua manusia yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dan jenis kulit. Terdiri dari tingkat, level dan kedudukan. Semuanya
sama di hadapan Allah. Tidak ada yang lebih mulia di sisi Allah kecuali takwanya. Allah
berfirman :

ِ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَ لَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا‬
)13( ‫أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم خَ بِي ٌر‬
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (Qs. Al Hujurat [49] : 13).
Miniatur hari kiamat, pada hari itu tidak ada yang dapat menolong manusia kecuali
amalnya sendiri. saudara yang kita harap-harapkan dapat membantu kita, mereka justru lari

meninggalkan kita, ‫يَ ْو َم يَفِ ُّر ا ْل َم ْر ُء ِمنْ أَ ِخي ِه‬ (Qs. ‘Abasa [80] : 34). Anak-anak yang begitu
sayang kepada orang tua ketika berada di dunia juga lari meninggalkan orang tua mereka :

)35( ‫( َوأُ ِّم ِه َوأَبِي ِه‬Qs. ‘Abasa [80] : 35). Demikian juga dengan istri dan sanak keluarga :
)36( ‫صا ِحبَتِ ِه َوبَنِي ِه‬
َ ‫َو‬ (Qs. ‘Abasa [80] : 36). Semuanya disibukkan oleh urusan masing-

masing : )37( ‫ش[أْنٌ يُ ْغنِي[ ِ[ه‬


َ ‫ئ ِم ْن ُه ْم يَ ْو َمئِ ٍذ‬
ٍ ‫لِ ُك ِّل ا ْم ِر‬ (Qs. ‘Abasa [80] : 37). Sudahkah kita
mempersiapkan diri menghadapi hari itu dengan amal badan dan amal harta yang kita
punya?!
Jama’ah ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah …
Mencari harta itu sulit. Namun ada yang lebih sulit, yaitu berjuang melawan hawa nafsu dan
bisikan setan yang selalu mengajak agar menahan harta, tidak berkurban, tidak bersedekah.
Sehingga mati dalam keadaan menumpuk harta, tidak pernah berbuat untuk agama Allah Swt
walau seujung kuku.
Setelah melaksanakan Wuquf di Arafah, jamaah haji pun pergi menuju Muzdalifah,
kemudian menginap di Mina selama tiga hari untuk melontar jumrah. Ritual melontar jumrah
ini mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim yang ketika itu akan menyembelih putranya
Ismail, kemudian digoda oleh setan agar tidak melaksanakan perintah Allah itu. Namun Nabi
Ibrahim menolak ajakannya dan melontarnya dengan batu. Dari kisah dan ritual ini tersimpan
hikmah bahwa setan tidak akan pernah bosan menggoda manusia. Allah Swt berfirman:
)17( َ‫ش َمائِلِ ِه ْم َواَل ت َِج ُد أَ ْكثَ َر ُه ْم شَا ِك ِرين‬
َ ْ‫ثُ َّم آَل َتِيَنَّ ُه ْم ِمنْ بَ ْي ِن أَ ْي ِدي ِه ْم َو ِمنْ َخ ْلفِ ِه ْم َوعَنْ أَ ْي َمانِ ِه ْم َوعَن‬
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan
dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat)”. (Qs. Al A’raf [7]: 17). Setan akan datang dari depan, dari belakang, dari arah kanan
dan kiri manusia. Oleh sebab itu manusia mesti mengerti hakikat setan dan menjadikannya
sebagai musuh yang sebenarnya:

‫ش ْيطَانَ لَ ُك ْم َعد ٌُّو فَاتَّ ِخ ُذوهُ َع ُد ًّوا‬


َّ ‫إِنَّ ال‬
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu)”. (Qs.
Fathir [35]: 6).
َ ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َو هللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
Pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah haji yang berada di Mina dan seluruh kaum muslimin
َ َ‫ف‬
menyembelih hewan kurban melaksanakan perintah Allah: )2( ‫ص[[[ ِّل لِ َربِّ َك َوا ْن َح[[[ ْر‬ Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. (Qs. Al Kautsar [108]: 2). Dalam
ibadah kurban ini terkandung makna melaksanakan perintah Allah, ketika Allah
memerintahkan Nabi Ibrahim agar menyembelih putranya, kemudian Allah mengganti

sembelihan itu dengan seekor kambing: )107( ‫يم‬ ٍ ‫“ َوفَ َد ْينَاهُ بِ ِذ ْب‬Dan Kami tebus anak
ٍ ‫ح ع َِظ‬
itu dengan seekor sembelihan yang besar”. (Qs. Ash-Shaffat [27]: 107). Disamping itu dalam
ibadah kurban ini terkandung makna kepedulian sosial, memperhatikan nasib orang lain dan
berbagi kebahagiaan dengan orang lain serta mengikis sifat kikir yang ada dalam diri kita,

Allah berfirman: َ‫س ِه فَأُولَئِ َك ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُحون‬


ِ ‫ق ش َُّح نَ ْف‬
َ ‫“ َو َمنْ يُو‬Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”. (Qs. Al Hasyr [59]: 9). Ibadah
kurban juga mengisyaratkan kepada makna menyembelih sifat kebinatangan yang ada dalam
diri manusia, sifat rakus, tamak, tidak peduli sesama dan sifat-sifat binatang lainnya.
Berkurban hari ini bukan hanya sekedar mampu melawan setan dan mengeluarkan
uang untuk menyembelih hewan kurban. Tapi ini adalah langkah awal menuju pengorbanan-
pengorbanan lainnya untuk agama Allah Swt. Masih banyak hamba-hamba Allah Swt yang
perlu dibantu. Anak-anak yatim dan orang terlantar yang membutuhkan uluran tangan. Harta
yang banyak tidak dapat membantu di hadapan Allah Swt, yang akan menolong adalah amal
badan dan harta yang pernah kita infaqkan di jalan Allah Swt. Berapa banyak harta yang kita
cari, tapi kita tidak pernah menikmatinya, tapi dinikmati ahli waris, bahkan orang lain yang
tidak memiliki nasab dan hubungan darah dengan kita. Kalau ingin menikmati harta yang kita
cari dengan tetes peluh dan air mata, maka gunakanlah di jalan Allah Swt.
Semoga momen ‘Idul Adha kembali mengingatkan kita akan pentingnya: pendidikan
anak, seimbang dalam usaha dan tawakkal, dan yang jauh lebih penting adalah berkurban
untuk agama Allah Swt.
ِّ ‫ت َو‬
‫ َوتَقَبَّ ْل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم‬.‫الذ ْك ِر ا ْل َح ِك ْي ِم‬ ِ ‫ َونَفَ َعنِي َواِيِّا ُك ْم بما فيه ِمنَ اآليَا‬.‫اركَ هللاُ لِي َولَ ُك ْم فِي ا ْلقُ ْرآ ِن ا ْل َع ِظ ْي ِم‬
َ َ‫ب‬
ْ ‫ فَا‬.‫س ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬
‫ستَ ْغفِ ُر ْوا اِنَّهُ ه َُو ْال َغفُ ْو ُر ال َّر ِح ْي ُم‬ َّ ‫تِال َوتَهُ اِنّهُ ه َُو ال‬

Khutbah Kedua:
ْ َ‫س ْب َحانَ هللا بُ ْك َرةً َو أ‬
ً‫ص ْيال‬ َ ‫×) هللاُ اَ ْكبَ ْر كبيرا َو ْا‬3( ‫×) هللاُ اَ ْكبَ ْر‬3( ‫هللاُ اَ ْكبَ ْر‬
ُ ‫لح ْم ُد هللِ َكثِ ْي ًرا َو‬
َ ‫الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو هللاُ اَ ْكبَ ْر هللاُ اَ ْكبَ ْر َوهللِ ْا‬
‫لح ْم ُد‬
ُ‫ش ِر ْي َك لَه‬
َ َ‫ش َه ُد اَنْ الَ اِلَهَ اِالَّ هللاُ َوهللاُ َو ْح َدهُ ال‬
ْ َ‫ َوا‬.‫ش ْك ُر لَهُ عَل َى ت َْوفِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬ َ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ عَل َى اِ ْح‬
ُّ ‫سانِ ِه َوال‬
.‫ض َوانِ ِه‬
ْ ‫لى ِر‬ ِ ‫س ْولُهُ الد‬
َ ِ‫َّاعى ا‬ ُ ‫سيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر‬
َ َّ‫ش َه ُد اَن‬
ْ َ‫َوا‬
ْ َ‫سلِّ ْم ت‬
‫سلِ ْي ًما ِكث ْي ًرا‬ ْ َ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد و َعلَى اَلِ ِه َوا‬
َ ‫ص َحابِ ِه َو‬ َ ‫ص ِّل َعلَى‬
َ ‫الل ُه َّم‬
ُ َّ‫اَ َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّ َها الن‬
‫اس اِتَّقُواهللاَ فِ ْي َما اَ َم َر َوا ْنتَ ُه ْوا َع َّما نَ َهى َو َز َج َر‬
َ ُ‫ اِنَّ هللاَ َو َمآل ئِ َكتَهُ ي‬:‫ْس ِه َوقَا َل تَعاَلَى‬
َ‫صلُّ ْون‬ ِ ‫س ِه َوثَـنَى بِ َمآل ئِ َكتِ ِه بِقُد‬ ِ ‫َوا ْعلَ ُم ْوا اَنَّ هللاّ اَ َم َر ُك ْم بِا َ ْم ٍر بَدَأَ فِ ْي ِه بِنَ ْف‬
‫عَل َى النَّبِى‬
ْ َ‫سلِّ ُم ْوا ت‬
.‫سلِ ْي ًما‬ َ ‫صلُّ ْوا َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫يآ اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا‬
‫سلِكَ َو َمآلئِ َك ِة‬ َ ‫سلِّ ْم َو َعلَى آ ِل‬
ُ ‫سيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآئِ َك َو ُر‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ص ِّل َعلَى‬
َ ‫سيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫الل ُه َّم‬
َّ ‫اش ِديْنَ اَبِى بَ ْك ٍر َو ُع َمر َو ُع ْث َمان َو َعلِى َوعَنْ بَقِيَّ ِة ال‬
‫ص َحابَ ِة‬ ِ ‫لخلَفَا ِء ال َّر‬ ِ ‫ض اللّ ُه َّم ع‬
ُ ‫َن ْا‬ َ ‫ار‬ ْ ‫ْال ُمقَ َّربِيْنَ َو‬
َ‫ض َعنَّا َم َع ُه ْم بِ َر ْح َمتِكَ يَا اَ ْر َح َم ال َّرا ِح ِميْن‬َ ‫ار‬ ْ ‫ان اِلَى يَ ْو ِم ال ِّد ْي ِن َو‬
ٍ ‫س‬ َ ‫َوالتَّابِ ِعيْنَ َوتَابِ ِعي التَّابِ ِعيْنَ لَ ُه ْم بِاِ ْح‬
ِ ‫ت اَالَ ْحيآ ُء ِم ْن ُه ْم َو ْاالَ ْم َوا‬
‫ت‬ ْ ‫سلِ ِميْنَ َو ْال ُم‬
ِ ‫سلِ َما‬ ِ ‫اَلل ُه َّم ا ْغفِ ْر لِ ْل ُمؤْ ِمنِيْنَ َو ْال ُمؤْ ِمنَا‬
ْ ‫ت َو ْال ُم‬
‫ص ْر َمنْ نَ َ‬
‫ص َر ال ِّديْنَ‬ ‫ص ْر ِعبَادَكَ ْال ُم َو ِّح ِديَّةَ َوا ْن ُ‬ ‫ش ِر ِكيْنَ َوا ْن ُ‬ ‫سلِ ِميْنَ َوأَ ِذ َّل الش ِّْر َك َو ْال ُم ْ‬
‫سالَ َم َو ْال ُم ْ‬
‫الل ُه َّم اَ ِع َّز ْا ِال ْ‬
‫اخ ُذ ْل َمنْ َخ َذ َل ْال ُم ْ‬
‫سلِ ِميْنَ َو َد ِّم ْر اَ ْعدَا َءال ِّد ْي ِن َواع ِْل َكلِ َماتِكَ اِلَى يَ ْو َم ال ِّد ْي ِن‪.‬‬ ‫َو ْ‬
‫س ْو َء ْالفِ ْتنَ ِة َو ْال ِم َحنَ َما ظَ َه َر ِم ْن َها َو َما بَطَنَ عَنْ بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِ ْي ِ‬
‫سيَّا‬ ‫الل ُه َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْا َ‬
‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ُ‬
‫سلِ ِميْنَ عآ َّمةً يَا َر َّ‬
‫ب ْال َعالَ ِميْنَ ‪.‬‬ ‫صةً َو َ‬
‫سائِ ِر ْالبُ ْلدَا ِن ْال ُم ْ‬ ‫خآ َّ‬
‫سنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّا ِر‪.‬‬ ‫سنَةً َوفِى ْا ِ‬
‫آلخ َر ِة َح َ‬ ‫َربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َ‬
‫اس ِريْنَ ‪.‬‬
‫لخ ِ‬ ‫اواِنْ لَ ْم تَ ْغفِ ْر لَنَا َوت َْر َح ْمنَا لَنَ ُك ْونَنَّ ِمنَ ْا َ‬ ‫سن َ َ‬‫َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َ‬
‫َن ْالفَ ْحشآ ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغي يَ ِعظُ ُك ْ[م‬ ‫بى َويَ ْن َهى ع ِ‬ ‫سا ِن َوإِ ْيتآ ِء ِذى ْالقُ ْر َ‬ ‫ِعبَا َدهللاِ اِنَّ هللاَ يَأْ ُم ُرنَا بِاْل َع ْد ِل َو ْا ِال ْح َ‬
‫َلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَ ْر‬ ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر ْونَ َو ْاذ ُك ُرواهللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُك ْر ُك ْم َوا ْ‬
‫ش ُك ُر ْوهُ ع َ‬

Anda mungkin juga menyukai