Anda di halaman 1dari 10

Nama: Rachmiwati putri junita s

Nim: PBd19.011
RANGKUMAN IMUNOLOGI KEHAAMILAN
IMUNOLOGI KEHAMILAN

A.    PENDAHULUAN
Tubuh dapat diibaratkan sebuah mesin yang luar biasa yang memiliki sebuah

sistem imun.Organ dari sistem imun mencakup sumsum tulang, timus, limpa, dan

limfe nodus.Limfe nodus merupakan bagian dari sistem limfatik tubuh dan mereka

berfungsi sebagai penyaring antigen (benda asing) yang berada dalam cairan limfe

sebelum mengembalikannya ke sirkulasi.Ketika sistem imun berfungsi baik, tubuh

tidak mudah sakit. Akan tetapi, jika sistem imun tidak berfungsi dengan baik, tubuh

akan mudah terkena penyakit.1

Sistem imun mengacu pada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi

benda asing atau sel abnormal yang potensial berbahaya.Aktifitas-aktifitas berikut

berkaitan dengan sistem pertahanan imun, yang berperan penting dalam mengenali

dan menghancurkan atau menetralisasi benda-benda di dalam tubuh yang dianggap

asing oleh “tubuh normal”.

· Pertahanan terhadap patogen penginvasi (mikroorganisme penghasil penyakit

misalnya; virus dan bakteri).

· Pengeluaran sel-sel yang “aus” (misalnya sel darah merah yang tua) dan

debris jaringan (misalnya jaringan yang rusak oleh trauma atau penyakit).

Yang terakhir ini penting untuk penyembuhan luka dan perbaikan jaringan.
· Identifikasi dan destruksi sel abnormal atau mutan yang berasal dari tubuh

sendiri. Fungsi ini, yang diberi nama surveilans imun, adalah mekanisme

pertahanan internal utama terhadap kanker.

· Respon imun yang tidak sesuai yang menimbulkan alergi, yaitu tubuh

bereaksi terhadap zat kimia dari lingkungan yang tidak berbahaya, atau

penyakit autoimun, yaitu saat sistem pertahanan secara salah menghasilkan

antibodi terhadap tubuh sendiri, sehingga terjadi kerusakan sel jenis tertentu

dalam tubuh.

· Penolakan sel-sel jaringan asing, yang menjadi kendala utama dalam

transplantasi organ.2

Peranan utama dari sistem imun adalah untuk melindungi tubuh dari invasi

organisme asing dan produk toksin mereka.Hal ini membutuhkan kemampuan untuk

mendiskriminasikan antara self antigen dan nonself antigen, sehingga sistem imun

dapat merusak organisme yang menyerang dan bukan jaringan normal.Dalam

kehamilan, janin yang merupakan antigen asing bertumbuh didalam ibunya selama 9

bulan, tidak terancam oleh sistem imun ibu Janin adalah suatu jaringan yang bersifat

alogenik dan berada di dalam tubuh seorang ibu yang memiliki imunokompeten

untuk menimbulkan suatu reaksi penolakan.Billingham dan Medawar membuat

beberapa hipotesis yang mencoba untuk menjelaskan mengapa sistem imun maternal

tidak bereaksi terhadap janin yang bersifat semi-alogenik, sebagai berikut;

(1).Hipotesis mengenai pemisahan secara anatomis antara maternal dan janin;


(2).Hipotesis mengenai imunogenisitas dari janin yang rendah karena masih bersifat

imatur; (3).Hipotesis mengenai kelambanan atau kemalasan sistem imun maternal

untuk bereaksi terhadap antigen-antigen dari

janin.

B.     KLASIFIKASI SISTEM IMUN


      B.1. Imunitas bawaan (Imunitas non-

spesifik)

Epitel permukaan tubuh merupakan

pertahanan pertama terhadap infeksi.Pertahanan epitel mekanis terhadap infeksi

mencakup pergerakan siliar pada mucus dan ikatan sel epitel yang ketat yang

mencegah mikroorganisme untuk masuk ke dalam ruang interseluler dengan

mudah.Mekanisme pertahanan secara kimiawi mencakup enzim (misal, lisosim dalam

saliva, pepsin), pH yang rendah didalam usus, dan peptide antibakterial yang

membunuh bakteri.Mekanisme mikrobiologi juga ada untuk mencegah infeksi

bakteri. Misalnya, flora normal pada intestinal dan vagina bersaing untuk zat gizi dan

perlekatan epitel dengan bakteri yang lain dan dapat menghasilkan senyawa

antibakteri. Setelah memasuki jaringan, banyak bakteri patogen yang dikenali,

dicerna, dan dibunuh oleh fagosit, sebuah proses yang di mediasi oleh makrofag dan

neutrofil.5

Pertahanan–pertahanan non spesifik yang beraksi tanpa memandang apakah

agen pencetus pernah atau belum pernah dijumpai adalah:


· Peradangan, suatu respon non-spesifik terhadap cedera jaringan, pada keadaan

ini spesialis-spesialis fagositik – neutrofil dan makrofag – berperan penting

disertai bantuan dari sel-sel imun jenis lain.

· Interferon, sekelompok protein yang secara nonspesifik mempertahankan

tubuh terhadap infeksi virus.

· Sel natural killer, sel jenis khusus mirip limfosit yang secara spontan dan

relatif nonspesifik melisiskan (menyebabkan ruptur) dan menghancurkan sel

pejamu yang terinfeksi virus dan sel kanker.

· Sistem komplemen, sekelompok protein plasma inaktif yang apabila

diaktifkan secara sekuensial, menghancurkan sel asing dengan menyerang

membrane plasma.Sistem komplemen dapat secara nonspesifik diaktifkan

oleh adanya benda asing. Sistem ini juga dapat diaktifkan oleh antibodi yang

dihasilkan sebagai bagian dari respon imun spesifik terhadap mikroorganisme

tertentu.2

     B.2. Imunitas adaptif (imunitas spesifik)

Selain kekebalan bawaan, tubuh manusia juga mempunyai kemampuan

membentuk kekebalan spesifik yang sangat kuat terhadap setiap agen penginvasi

seperti bakteri yang mematikan, virus, toksin, dan jaringan asing dari binatang lain.

Kekebalan ini dinamakan kekebalan dapatan atau kekebalan adaptif.Fungsi dari

sistem imun adaptif atau didapat adalah untuk mengeliminasi infeksi sebagai lini

kedua dari sistem imunitas dan meningkatkan perlindungan terhadap re-infeksi


melalui memori imunologi. Terdapat 2 jenis imunitas dapatan yaitu imunitas yang

diperantarai oleh antibodi atau imunitas humoral yang melibatkan pembentukan

antibodi oleh turunan limfosit B yang dikenal sebagai sel plasma dan imunitas yang

diperantarai oleh sel atau imunitas seluler yang melibatkan pembentukan limfosit T

aktif yang secara langsung menyerang sel-sel yang tidak diinginkan.2, 6

     Human Leukocyte Antigen (HLA)4

HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen peptida

pada permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan oleh HLA berasal dari

protein eksogen ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur endositik (HLA

kelas II) maupun jalur skosolik (HLA kelas I). Fragmen peptida yang dipresentasikan

juga berasal dari protein self dan non-self .Oleh karena proses tadi berjalan secara

terus menerus, maka permukaan sel akandipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen

peptidanya masing-masing. Sel-sel yang tidak terinfeksi tentu saja hanya akan

mempresentasikan fragmen-fragmen peptida self. Oleh karena itu, HLA juga bersifat

sebagai pertanda imunogenik di mana memiliki fungsi untuk membedakan antara sel-

sel yang berasal dari diri sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari orang lain

(non-self) atau disebut sebagai histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA sering

disebut pula Major Histocompatibility Complex (MHC) yang ada pada

manusia.Dasar-dasar pengetahuan mengenai HLA saat ini telah jauh berkembang

seiring dengan semakin majunya ilmu kedokteran transplantasi.Hal ini jugalah yang

mendasari pemikiran-pemikiran mengenai keilmuan imunologi reproduksi.


HLA berdasarkan struktur dan fungsinya terdiri atas 2 kelas, yaitu kelas I dan

kelas II. HLA akan dikoding oleh gen yang terletak pada kromosom no 6 tepatnya

padaregio 6p21.31 (lengan pendek). Paling tidak telah dikenali 20 gen dari HLA

kelas I yang hanya mengoding untuk rantai α saja, di mana tiga di antaranya termasuk

ke dalam kelompok HLA klasik/kelas la di antaranya adalah HLA-A, HLA-B, dan

HLA-C. HLA kelas I yang klasik memiliki fungsi untuk mempresentasikan fragmen

peptida (antigen) kepada sel limfosit T sitotoksik (CD8+) dan biasanya dimiliki oleh

seluruh sel somatik meski ekspresinya akan sangat bervariasi bergantung pada jenis

jaringannya..

C.    RESPON IMUN DALAM KEHAMILAN

Kehamilan ditandai oleh toleransi maternal dari paternal major

histocompatibility antigens sambil mempertahankan kompetensi imunitas terhadap

infeksi. Hal ini dapat tercapai dengan beberapa mekanisme, yang mencakup: fetal

trophoblastic evasion of maternal immune detection (minimal dengan kegagalan

untuk mengeluarkan molekul antigen histocompatibilitas mayor kelas I atau II);

pengeluaran ligand Fas trofoblast; pengeluaran complement regulatory protein CD46,

CD55, dan CD59 (yang memiliki efek perlindungan); sel sitotrofoblas ekstravilli

yang mengeluarkan gen histokompatibilitas mayor non-klasik yang mengkodekan

HLA-G (menurunkan fungsi sel natural killer); dan produksi sitokin desidua.

Perubahan ini berefek pada timus dan sel B, yang berperan terhadap penekanan

respon autoimun serta perubahan pada sel T yang bersirkulasi dan lokal.7
Sel natural killer merupakan limfosit yang menjadi bagian dari sistem imun

bawaan.Sel NK dapat dibagi menjadi sel yang ditemukan pada darah perifer dan yang

terdapat pada desidua uterus.Terdapat perbedaan fenotip dan fungsional yang penting

pada kedua tempat ini.Tidak seperti sel NK darah perifer, sel NK uterus memiliki

kemampuan membunuh yang kecil. Analisis micro-assay yang dikombinasikan

dengan flow cytometric dan penelitian RT-PCR telah memperlihatkan bahwa fenotip

sel NK uterus berbeda dari sel NK dalam darah perifer.

Respon sitokin pada hubungan maternal-fetal saat ini juga menjadi subjek

penelitian.Respon ini secara umum dapat dibagi menjadi respon tipe Th-1 (yang

ditandai oleh produksi interleukin-2, interferon-γ dan TNF-β) atau respon tipe Th-2

(yang ditandai oleh produksi antibody pemblok pada mask fetal trophoblast antigen

yang berasal dari perkenalan imunologis oleh respon sitotoksik yang dimediasi oleh

sel Th-1 maternal.Sebaliknya, wanita yang mengalami aborsi rekuren cenderung lebih

dominan menghasilkan respon sel tipe Th-1 pada periode implantasi embrionik dan

selama kehamilan. Imuno-modulasi dari respon sitokin pada saat awal kehamilan

mencerminkan adanya kemungkinan besar untuk melakukan percobaan terapi di masa

yang akan datang.8

Terdapat paradox dalam sebuah kehamilan bahwa, walaupun kemampuan ibu

untuk menghasilkan antibody tampak normal, kemampuan mereka untuk menyusun

respon imun yang dimediasi sel menjadi lemah. Konsep ini didukung oleh

pengamatan klinis bahwa wanita hamil, walaupun tidak mengalami penurunan sistem

imun yang terlalu parah, lebih rentan mengalami penyakit yang normalnya berkaitan
dengan respon imun yang dimediasi oleh sel. Infeksi virus tertentu, seperti hepatitis,

herpes simplek, dan Epstein-barr, lebih sering terjadi pada kehamilan. Penyakit yang

disebabkan oleh pathogen intraseluler (misal lepra, tuberculosis, malaria,

toksoplasmosis, dan coccidioidomycosis) tampaknya dapat menjadi lebih parah pada

kehamilan. Lebih lanjut lagi, sekitar 70% wanita dengan rheumatoid arthritis (yang

disebabkan oleh sel T sitotoksik pada daerah persendian) mengalami penyembuhan

sementara pada gejalanya pada saat gestasi, sedangkan SLE (yang disebabkan oleh

autoantibody) cenderung menjadi buruk pada saat kehamilan.

D.    MEKANISME TOLERANSI FETAL

Kehamilan adalah sebuah fenomena imunologis yang unik, dimana penolakan

imun normal terhadap jaringan asing tidak terjadi.Plasenta bukanlah pembatas antara

sel maternal dan janin, dan sel-sel ini mengalami kontak langsung pada beberapa

lokasi, yang mencerminkan hubungan maternal-fetal.Syncytiotrofoblast, lapisan

paling luar dari vili chorionic, melakukan kontak langsung dengan darah ibu dalam

ruang intervilli. Trofoblas ekstravilli dalam desidua melakukan kontak dengan

berbagai macam sel maternal, yang mencakup makrofag, sel NK uterus, dan sel T.

trofoblas endovascular menggantikan sel endothelial pada arteri spiral maternal dan

berkontak langsung dengan darah maternal. Akhirnya, makrofag janin dan maternal

berkontak dengan lapisan chorion pada membrane janin.5

·         Toleransi melalui antigen leukosit manusia (HLA)

Trofoblas janin dan sel dalam membrane plasenta berkontak langsung dengan

sel dan darah maternal, dan seharusnya beresiko mengalami penolakan imunologis.
Pengeluaran molekul MHC oleh sel-sel fetal ini pada awalnya sepertinya tidak

menguntungkan  yang dapat memicu respon imun yang menolak perlekatan janin

pada uterus. Dari berbagai macam bentuk trofoblas plasenta, hanya sel trofoblas

ekstravilli yang mengeluarkan molekul MHC kelas I (HLA-C, -E, dan

-G).Berdasarkan ekspresi HLA-nya, populasi sel-sel trofoblas dapat dibagi menjadi 3

populasi, yaitu (a) sel-sel trofoblas yang melapisi ruang intravili. Sel-sel trofoblas di

sini akan langsung mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternal dari sirkulasi

maternal, maka sel-sel trofoblasnya tidak akan mengekspresikan HLA kelas I sama

sekali; (b) sel-sel trofoblas endovaskular, yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi

pembuluh darah arteri spiralis. Sel-sel trofoblas di sini akan berkontak dengan sel-sel

imun maternal pada sirkulasi maternal. Namun, bedanya sel-sel trofoblas tersebut

mengekspresikan HLA kelas I, seperti HLA-G, HLA-E, dan HLA-C; dan (c) sel-sel

trofoblas yang akan menginvasi lapisan desidua. Sel-sel ini juga berpotensi untuk

berkontak dengan sel-sel imun maternal yang terdapat pada lapisan desidua. Maka,

sel-sel trofoblas pada lapisan ini juga hanya akan mengekspresikan HLA-G, HLA-E,

dan HLA-C.4,5
· Toleransi melalui pengaturan sel T maternal

Sel T maternal berada dalam keadaan toleransi transien untuk alloantigen

paternal tertentu.Hal ini telah diperlihatkan pada tikus betina yang disensitisasi untuk

mengenali antigen paternal sebelum hamil. Tikus betina menjadi toleran terhadap

antigen paternal yang sama yang dikeluarkan oleh janin yang sebelumnya telah

dikenali dan dihancurkan. Oleh karena itu harus terdapat beberapa mekanisme untuk

menekan respon sel T maternal.

Anda mungkin juga menyukai