Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILISASI

A. KONSEP LANSIA
1. Definisi
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya
tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan,
endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia
sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia.
Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Fatmah, 2010).
2. Batasan-batasan usia lanjut
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World
Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
pengelompokkan lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun)
3. Ciri-ciri lansia
Menurut Hurlock (2004) terdapat beberapa cirri-ciri orang lanjut usia, yaitu :
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis, kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memilki
peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia
semakin cepat apabila memilki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memilki
motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Lanjut usia memilki status kelompok minoritas
Lansia memilki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
social yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapaat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat klise itu seperti :
lansia lebih senang mempertahan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat
orang lain.
c. Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia cenderung mengembangkan konsep diri
yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

B. DEFINISI MOBILISASI dan IMOBILISASI


Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan
bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem
persarafan dan muskuloskeletal.
Menurut Doengoes,M.E (2000), mobilitas fisik yaitu keadaan ketika seseorang
mengalami atau bahkan beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan
immobile. Menurut Barbara Kozier, (1995), mobilisasi merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian.
Selain pengertian mobilisasi juga terdapat pengertian mengenai imobilisasi.
Menurut Susan J. Garrison (2004), keadaan imobilisasi adalah suatu pembatasan
gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,
duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap
dengangravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring.
Maka berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
untuk mempertahankan kesehatannya. Setiap orang perlu untuk bergerak, kehilangan
kemampuan bergerak menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilitas diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh), sedangkan
imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas
karena kondisi yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.

C. JENIS-JENIS MOBILISASI dan IMOBILISASI


Berdasarkan jenisnya, menurut Aziz(2009) mobilisasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada
pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
Selain mobilisasi juga terdapat beberapa jenis imobilisasi yaitu sebagai berikut:
1. Imobilisasi fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2. Imobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
4. Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

D. FISIOLOGIS MOBILISASI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi
paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot
adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh
dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI


Menurut Mubarak (2008) mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu:
1. Gaya hidup :
Perubahan gaya hidup dapat mepengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada prilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses penyakit atau cidera :
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.
3. Kebudayaan :
Kemampuan melakukan mobilisasi juga dapat dipengaruhi oleh kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat ; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
4. Tingkat energi :
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan status perkembangan :
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda hal
ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.

F. GANGGUAN MOBILISASI
Ganguan gerak dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik dengan gejala
gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak berkaitan dengan
kelemahan (paresis) atau spatisitas. Untuk kelainan ini sering digunakan kata
diskinesia.
Banyak kelainan neurologi yang ditandai dengan gangguan gerak (diskinesia).
Gangguan gerak dapat berupa:
1. Gerakan yang lamban (bradikinesia), berkurang atau tidak ada gerakan
(akinesia),walaupun penderitanya tidak lumpuh.
2. Gerakan involunter yang berlebihan (hiperkinesia).
Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi dapat
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara
psikologis, imobillitas dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran
kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri. Selain itu,
kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan
tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku
menarik diri, dan apatis.
Sedangkan masalah fisik yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti
osteoporosi, atrofi otot,kontraktur, dan kekakuan serta nyeri pada sendi.
a. Osteoporosis
Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang akan
mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini akan menyebabkan
tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang mennjadi
keropos dan mudah patah.
b. Atrofi Otot
Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan sebagian
besar kekuatan dan fungsi normalnya.
c. Kontraktur
Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memendek atau
memanjang. Lama kelamaan kondisi ini akan menyebabkan kontraktur
(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon
dan ligamen.
d. Kekakuan Dan Nyeri Sendi
Pada kondisi imobilisasi, jaringan kolagen pada sendi dapat mengalami
ankilosa. Selain itu, tulang juga mengalami demineralisasi yang akan
menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan pada sendi.

2. Gangguan eliminasi urine


Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi
antara lain:
a. Stasis Urine
Pada individu yang mobil, grivitasi memerankan peran yang penting
dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaiknya saat
individu dalam posisi berbaring untuk waktu yang lama gravitasi justru
akan menghambat proses tersebut akibatnya, pengosongan urine menjadi
terhambat, dan terjadilah stasis urine ( terhentinya atau terhambatnya
aliran urine)
b. Batu Ginjal
Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidak seimbangan antara kalsium dan
asam sitrat yang mengakibatkan kelebihan kalsium. Akibatnya urine
menjadi lebih basa, dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya batu
ginjal.
c. Retensi Urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk melemaskan otot
perineum pada saat berkemih. Selain itu, penurunan tonus otot kandung
kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan kandung
kemih secara tuntas.
d. Infeksi Berkemih
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga mendukung
proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan infeksi saluran
kemih adalah Escherichia coli.
3. Gangguan gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi 3 fungsi sistem pencernaan yaitu
fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi.Dalam hal ini, masalah yang umum
ditemui salah satunya adalah konstipasi.Konstipasi terjadi akibat penurunan
peristaltik dan motilitas usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan
menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.
4. Gangguan respirasi
a. Penurunan gerak pernafasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak,hilangnya kondisi
otot, atau karena jarangnya otot-otot tersubut digunakan; obat –obat
tertentu (misalnya,sedatif dan analgesik) dapat pula menyebabkan kondisi
ini.
b. Penumpukan secret
Normalnya, sekret pada saluran penafasan dikeluarkan dengan perubahan
posisi atau postur tubuh, setra dengan batu. Pada kondisi imobilisasi,
sekret terkumpul pada jalan nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu
proses difusi oksigen dan karbon dioksida di alveoli. Selain itu, upaya
batuk untuk mengeluarkan sekret juga terhambat kerena melemahnya
tonus otot-otot penafasan.
c. Ataelektasis
Pada kondisis tirah baring (imobilisasi), perubahan aliran darah regional
dapat menurunkan produksi surfaktan.Kondisi ini, ditambah dengan
sumbatan sekret pada jalan nafas, dapat mengakibatkan atelektasi.

5. Gangguan sistem kardiovaskular


a. Hipotensi ortostatik
Terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga keseimbangan
suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari posisi berbaring
dalam waktu yang lama.Darah berkumpul di ekstremitas, dan tekanan
darah menurun dratis.Akibatnya, perfusi di otak mengalami gangguan
yang bermakna, dan individdu dapat mengalami pusing, berknang-
kunang, bahkan pingsan.
b. Pembentukan Trombus
Trombus atau massa pada yang terbentuk di jantung atau pembuluh
daraasanya disebabkan oleh tiga faktor, yakni gangguan aliran balik vena
menuju jantung, hiperkoagulabilitas darah , dan cidera pada dinding
pembluh darah. Jika trombus lepas dari dinding pembuluh darah dan
masuk ke sirkulasi disebut sebagai embolus.
c. Edema dependen
Terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah
pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Edema ini akan
meghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan menimbulkan
lebih banyak edema.

6. Gangguan metabolisme dan nutrisi


a. Penurunan laju metabolisme
Laju metabolisme basal adalah jumlah energi minimal yang digunaan
untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada kondisi imobilisasi, laju
metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi kelenjar digestif menurun
seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
b. Belance nitrogen negative
Pada kondisi imobilisasi, terdapat ketidakseimbangan atara proses
anabolisme dan katabolisme protein. Dalam hal ini, proses katabolisme
meleihi anbolisme.Akibatnya, jumlah nitrogen yang diekskresikan
meningkat (akibat proses katabolisme) dan menyebabkan balans nitrogen
negatif.
c. Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat penurunan laju
metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap menyertai kondisi
imobilisasi.Jika asupan protein berkurang, kondisi ini bisa menyebabkan
etidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.

7. Gangguan sistem integumen


a. Turgor kulit menurun
Kulit dapat mengalami atrofi akibat imobilitas yang lama.Selain itu,
perpindahan cairan antar –konpartemen pada area tubuh yang
menggantung dapat menggangu keutuhan dan kesehatan dermis dan
jaringan subkutan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan
penurunan elastisitas kulit.
b. Kerusakan Kulit
Kondisi imobilitas menggangu sirkulasi dan suplai nutrien menuju area
tertentu.Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superfisial yang
dapat menimbulkan ulkus dekubitus.

8. Gangguan sistem neurosensorik


Ketidakmampuan mengubah posisis menyebakan tehambatnya input
sensorik, menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis, dan
mudah bingung.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen : Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan
untuk mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan tergangunya
kemampuan gerak.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang)
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat
pada kerusakan otot.
5. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
6. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
7. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
8. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi
mutipes, atau cedera hati.
pencegahan primer dan sekunder dalam pemenuhan gerak aktivitas diantaranya:

1. Pencegahan Primer:
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan dan episodik. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang
kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi sistem
muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodik,
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi sosial
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk), depresi, gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan.Program tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik
secara seksama, pengkajian tentang faktor-faktor pengganggu berikut
ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi sebelum,
selama dan setelah aktivitas diberikan.
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau peningkatan kearah
latihan khusus).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat keyakinan bahwa
seseorang akan berhasil).
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh
klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat eksaserbasi akut dari imobilitas dapat
dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.Keberhasilan intervensi
berasal dari suatu pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi.Diagnosis keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan
sekunder adalah gangguan mobilitas fisik.

H. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILISASI


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian
merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu (Nursalam, 2001).
Adapun data-data pengkajian pada pasien masalah pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan imobilitas adalah sebagai berikut:
a. Identitas
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien pada saat pengkajian.
c. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadi
keluhan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya, dan lama
terjadinya gangguan mobilitas.
d. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian Riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
imobilitas misal adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler,riwayat penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit
muskuloskeletal.
e. Genogram
f. Kebiasaan sehari-hari
- Biologis
1. Pola makan
2. Pola minum
3. Pola tidur
4. Pola eliminasi (BAB/BAK)
5. Aktivitas sehari-hari
Aktivitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi ditempat tidur
Mobilisasi berpindah
Berias
ROM
Keterangan :
0 : mandiri
1 : membutuhkan alat bantu
2 : membutuhkan pengawasan orang
3 : membutuhkan bantuan orang lain
4 : ketergantungan total
6. Rekreasi
7. Indeks KATZ :
Indek Keterangan
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
C Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu

G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut


Lain - Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
lain diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G

- Psikologis
1. Mental (SPMQ/MMSE)
Short Portabel Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Skore
+ -
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang ini?
3. Apa nama tempat ini?
4. Berapa nomer telepon anda?
4a. Dimana alamat anda? Tanyakan hanya klien tidak mempunyai
telepon
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dam tetap pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara menurun
Jumlah kesalahan total
Penilaian SPMSQ :
 Kesalahan 8-10 fungsi intelektual berat
 Kesalahan 5-7 fungsi intelektual sedang
 Kesalahan 3-4 fungsi intelektual ringan
 Kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
 Penilaian skor klien 8 = fungsi intelektual berat

- Pemeriksaan fisik
 Mengkaji tanda-tanda vital
 Tekanan darah
 Suhu
 Pernapasan
 Nadi
 Mengkaji skelet tubuh adanya deformitas dan kesejajaran, pertumbuhan tulang
yang abnormal akibat tumor tulang.
 Mengkaji tulang belakang, scoliosis (lateral tulang belakang), kifosis
(kenaikan tulang belakang bagian dada), lordosis (tulang belakang berlebih).
 Mengkaji system persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif.
 Mengkaji system otot.
 Mengkaji cara berjalan, apakah ada gerakan yang tidak teratur.

2. Diagnosa Keperawatan
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan
aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan perawat.
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan gangguan mobilisasi, yaitu
a. Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas di tempat tidur
Definisi : Keterbatasan Pergerakan mandiri dari satu posisi ke posisi lain di
tempat tidur
Batasan karakteristik :
 Hambatan kemampuan mengubah dari posisi duduk lama ke telentang
 Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telungkup ke telentang
 Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telentang ke duduk
 Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke telungkup
 Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke duduk
 Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur
 Hambatan kemampuan untuk miring kanan-kiri
Faktor yang berhubungan:
 Gangguan kognitif
 Fisik tidak bugar
 Kurang pengetahuan
 Keterbatasan lingkungan (mis., ukuran tempat tidur, tipe tempat tidur,
peralatan terapi, restrain)
 Kekuatan otot tidak memadai
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri
 Obat sedasi

b. Diagnosa 2 Hambatan Mobilitas Fisik


Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri dan terarah
Batasan karakteristik :
 Penurunan waktu reaksi
 Kesulitan membolak-balik posisi
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas sebelum sakit)
 Dispnea setelah beraktivitas
 Perubahan cara berjalan
 Gerakan bergetar
 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
 Keterbatasan rentang pergerakan sendi
 Tremor akibat pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak terkoordinasi

Faktor yang berhubungan:


 Intoleran aktivitas
 Perubahan metabolisme seluler
 Ansietas
 Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
 Gangguan kognitif
 Kontraktur
 Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Penurunan kekuatan otot
 Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse
 Kaku sendi
 Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
 Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskular
 Nyeri
 Agens obat
 Program pembatasan gerak
 Keengganan memulai pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensoriperseptual

c. Diagnosa 3 Hambatan Mobilitas Berkursi Roda


Definisi : Keterbatasan kemampuan menggunakan kursi roda secara mandiri
didalam lingkungan
Batasan karakteristik :
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan
menurun
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan
menanjak
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di tepi jalan
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan
rata
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan
tidak rata
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan
menurun
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan
menanjak
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di tepi jalan.
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan rata
 Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di
permukaan tidak rata.
Faktor yang berhubungan:
 Gangguan kognititf
 Fisik tidak bugar
 Defisiensi pengetahuan
 Alam perasaan depresi
 Keterbatasan lingkungan (mis., tangga, tanjakan, permukaan tidak rata,
rintangan yang membahayakan, jarak, tidak ada alat bantu atau
individu lain yang membantu, tipe kursi roda)
 Gangguan penglihatan
 Kekuatan otot tidak memadai
 Keterbatasan ketahanan tubuh
 Gangguan muskuloskeletal (mis., kontraktur)
 Gangguan neuromuskular
 Obesitas
 Nyeri

d. Diagnosa 4 Intoleransi Aktivitas


Definisi : Ketidak cukupan energi psikologis dan fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari
Batasan Karakteristik:

 Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas


 Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
 Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
 Perubahan EKG yang menverminkan iskemia
 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
 Dispnea setelah beraktivitas
 Menyatakan merasa letih
 Menyatakan merasa lemah
Faktor yang Berhubungan:
 Tirah baring
 Kelemahan umum
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton

3. Intervensi Keperawatan
a. Hambatan mobilitas di tempat tidur.
Tujuan : mencapai mobilitas di tempat tidur.
Kriteria hasil :
1. Gerakan terkoordinasi.
2. Pergerakan sendi aktif
3. Pengaturan posisi tubuh dengan kemauan sendiri
4. Mobilitas yang memuaskan

Rencana Keperawatan.
No Intervensi Rasional
1 Perawatan tirah baring meningatkan kenyamanan dan keamanan
serta pencegahan komplikasi untuk pasien
yang tidak mampu bangun dari tempat tidur
2 Berikan posisi yang tepat memfasilitasi penggunaan postur dan
pergerakan dalam aktivitas sehari-hari untuk
mencegah keletihan dan keteganganatau
cedera muskuluskeletal.
3 Berikan latihan gerakan memfasilitasi pelatihan otot resistif secara
pasif rutin untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan ootot.
4 Berikan terapilatihan menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif
fisik: mobilitas sendi untuk mempertahnkan atau mengembalikan
fleksibilitas sendi.
5 Berikan terapi latian menggunakan aktivitas spesifik atau protokol
fisik: pengendalian otot latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang
terkendali.
6 Berikan pengaturan mengatur penempatan pasien atau bagian
posisi tubuh pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahtraan fisiologi dan
psikologi.
7 Bantu merawat diri membantu orang lain dalam melakukan
sendiri aktivitas kehidupan sehari-hari.

b. Hambatan mobilitas fisik


Tujuan : Memperlihatkan mobilitas
Kriteria Hasil :
1. Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2. Meningkatkan waktu reaksi
3. Tidak dispnea saat beraktifitas
4. Cara berjalan normal
5. Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6. Pergerakan sendi bebas
7. Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8. Postur tubuh stabil
9. Gerakan teratur dan terkoordinasi.
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi memfasilitasi penggunaan postur dan pergerakan
mekanika tubuh dalam aktivitas sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau cedera
muskuloskeletal.
2. Berikan promosi memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin
latihan fisik: latihan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.
3. Berikan terapi latihan meningkatkan dan membantu dalam berjalan
fisik: ambulasi untuk mempertahankan atau mengembalikan
fungsi tubuh autonom dan voluntir selama
pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau
cedera.
4. Berikan terapi latihan mobilitas sendi menggunakan gerakan tubuh aktif
fisik dan pasif untuk mempertahnkan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi.
5. Berikan terapi latihan menggunkan aktivitas tertentu atau ptotokol
fisik: pengendalian latiham yang sesuai untuk meningkatkan ata
otot mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.
6. Berikan pengaturan mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien
posisi secara hati-hati untuk meningkatkan
kesejahteraan fisiologis dan psikologis.

c. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda


Tujuan : memperlihatkan ambulasi : kursi roda.
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di trotoar
2. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di trotoar
3. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan rata
4. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan rata
5. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di permukaan tidak rata
6. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di permukaan tidak rata
7. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di tanjakan
8. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di tanjakan
9. Mampu mengoperasikan kursi roda manual di turunan
10. Mampu mengoperasikan kursi roda listrik di turunan
Rencana Keperawatan
No intervensi Rasional
1. Berika Promosi memfasilitasi pelatihan otot resistif secara rutin
latihan fisik: latihan untuk mempertahkan atau meningkatkan
kekuatan kekuatan otot.

2. Berikan Terapi latian aktivitas spesifik atau protokol latihan yang


fisik: keseimbangan sesuai untuk meningkatkan menggunakan atau
mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali.

3. Lakukan Pengaturan mengatur posisi pasien pada kursi roda yang


posisi: kursi roda sesuai untuk meningkatkan kenyamanan,
meningkatkan intergritas kulit, dan mendukung
kemandirian.

4. Bantuan perawatan membantu individu untuk mengubah lokasi


diri: berpindah tubuh.

d. Intoleransi aktivitas
Tujuan : menunjukan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil :
1. Nyaman dan tidak dispnea saat beraktivitas
2. Frekuensi jantung atau tekanan darah normal sebagai respon terhadap
beraktivitas
3. Tidak ada aritmia atau iskemia saat beraktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan Terapi Aktivitas memberi anjuran tentang dan bantuan dalam
aktifitas fisik, kognitif, social, dan spiritual
yang spesifik untuk menungkatkan rentang,
frekwensi, atau durasi aktivitas individu (atau
kelompok)
2. Lakukan Menajemen mengatur penggunaan energi untuk mengatasi
energy atau mencegah kelelahan dan
mengoptimalkan fungsi.
3. Lakukan Menajemen memenipulasi lingkuangan sekitar pasien
lingkungan untuk memperoleh manfaat terapiutik,
stimulai sensoris, dan kesejahteraan
psikologis.
4. Berikan Terapi dan menggunakan gerakan tubuh aktif atau pasif
latihan fisik : mobilitas untuk mempertahan kan aktifitas dan
sendi fleksibelitas sendi.
5 Terapidan latihan menggunakan aktifitas aytau protokol latihan
fisik:pengendalian otot yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.
6 Promosi latihan fisik : menggunakan aktifitas aytau protokol latihan
latihan kekuatan yang spesifik untuk meningkatkan atau
memulihkan gerakan tubuhyang terkontrol.
7 Bantuan pemeliharaan membantu pasien dan keluarga untuk
rumah menjaga, rumah sebagai tempat tinggal yang
bersih, aman, dan menyenagkan.
Lakukan Menejemen memberi rasa keamanan, stabilisasi,
8 alam perasaan pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi aam perasaan baik
depresi maupun peningkatan alam perasaan.
9 Bantuan perawatan-diri membantu individu untuk melakukan AKS.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, meskipun evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral
pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk
menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan
apakah prilaku yang diobservasi telah sesuai. Diagnosa juga perlu di evaluasi
dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan intervensi dievaluasi adalah
untuk menentukan apakah tujuan tersebut dicapai secara efektif (Nursalam,2001).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan keperawatan . evaluasi
proses harus dilaksan akan segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses
terdiri atasan alisis rencana asuhan keparawatan, pertemuan kelompok,
wawancara, observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada
catatan perawatan.
b. Evaluasi sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan.
Focus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini
dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Dalam proses evaluasi, kriteria hasil yang diharapkan ialah:
1) Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2) Meningkatkan waktu reaksi
3) Tidak dispnea saat beraktifitas
4) Cara berjalan normal
5) Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6) Pergerakan sendi bebas
7) Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8) Postur tubuh stabil
9) Gerakan teratur dan terkoordinasi

Daftar Pustaka
NANDA- I . 2017. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11.
Jakarta : EGC.
A. Aziz Alimul Hidayat dan musrifatul Uliyah, 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia Edisi 2 Buku I. Jakarta : Salemba Medika.
Partricia A. Potter dan Anne G. Perry. 2010. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 3,
Singapura : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai