Anda di halaman 1dari 14

Skrining sperositosis herediter dan defisiensi piruvat kinase menggunakan analisis sel

darah otomatis dengan menggunakan parameter eritositik dan retikulositik

Abstrak

Pendahuluan: perkembangan parameter tambahan untuk hitung darah lengkap sangat


meningkat pada pemeriksaaan hematologi terbaru, menghasilkan banyak publikasi terbaru.
Namun, beberapa penelitian telah dilakukan pada parameter eritrosit lanjut dan anemia
hemolitik. Kami menilai kelebihan parameter Sysmex, MicroR dan HypoHe, serta fraksi
retikulosit imatur (IRF) bersamaan dengan hitung retikulosit dan hitung darah lengkap,
untuk sperositosis herediter (HS) dan defisiensi piruvat kinase

Metode: kami menganalisis 182 sampel dengan menggunakan Sysmex XE-5000 dari
sekelompok pasien dengan gangguan eritosit di Rumah Sakit Universitas Rouen.
Diantaranya terdiri dari 47 HS, 17 defisiensi piruvat kinase, penyakit sel sabit atau sickle
cell disease, thalasemia beta minor, defisiensi zat besi, dan 489 sampel dari kelompok
kontrol.

Hasil: dengan menggabungkan 5 parameter (kadar hemoglobin, hitung retikulosit, IRF,


MicroR dan %HypoHe), kami mengembangkan alat skrining spesifik untuk HS dengan
sensitivitas 100% dan spesifisitas 92.1% dan alat skrining spesifik untuk defisiensi piruvat
kinase dengan sensitivitas 100% dan 96.5%. parameter ini juga ditemukan akurat untuk
bayi dan pada pasien HS tanpa anemia

Kesimpulan: kami mengajukan pendekatan murah, mudah, dan efisien untuk mendeteksi
HS dan defisiensi piruvat kinase dengan menggunakan analisator Sysmex. Alat skrining ini
juga dapat membantu penegakan diagnosis, membantu mencegah komplikasi dan
menghasilkan penanganan yang lebih baik bagi pasien

Kata kunci: analsis sel darah otomatis, alat diagnostik, sperositosis herediter, defisiensi
piruvat kinase, dan pemeriksaan retikulosit

1. PENDAHULUAN

Perkembangan pemeriksaan hematologi telah menghasilka reliabtilitas dan akurasi yang


lebih besar pada hasil pemeriksaan hitung darah lengkap, serta peningkatan yang drastis
dalam waktu pemeriksaan. Saat ini, parameter hematologi tambahan telah dikembangkan,
sehingga memberikan informasi yang bermanfaat dalam penegakan diagnosis dan/atau
terapi berbagai patologi. Diantara parameter tersebut, fraksi trombosit imatur (IPF) telah
menjadi topik pada berbagai publikasi terbaru, mencoba untuk memprediksi pemulihan
hematopoietik dini. Peningkatan jumlah trombosit imatur dalam dirkulasi membantu
membedakan trombositopenia perifer dengan sentral yang disebabkan oleh produksi
trombosit yang tidak adekuat.1-3

Meskipun parameter baru ini telah diperkanalkan pada analisator yang berbeda,
beberapa penelitian terbatas pada turunan eritroid. Analisator Sysmex memberikan
keuntungan dengan menggunakan parameter unik seperti eritorist mikrositik (MircoR),
yang sesuai dengan persentase eritorist kurang dari 60 fL pada kurva distribusi ukuran
eritrosit (Gambar 1A), dan sel hipohemoglobin (%HypoHe), yang didefinisikan sebagai
eritorsit dengan kandungan hemoglobin kurang dari 17 pg. Pada channel retikulosit, asam
nukleat secara khusus ditandai untuk membedakan eritosit matur dengan retikulosit pada
aksis x, ukuran sel di plot pada aksis Y (Gambar 1B). Eritrosit matur memiliki fluoresensi
yang sangat rendah, dimana retikulosit mengandung asam nukleat dan memiliki sinyal
intensitas yang lebih kuat, memberikan hasil hitung otomatis yang lebih tepat. Populasi
retikulosit yang berbeda dipisahkan berdasarkan intensitas fluorosensi secara langsung
berhubungan dengan ukuran dan jumlah RNA. Populasi ini terdiri dari retikulosit fluoresen
tinggi atau high-fluorescent reticulocytes (HFR), retikulosit fluorsen medium atau
medium-fluorescent reticulocytes (MFR), dan retikulosit fluorosen rendah atau low--
fluorescent reticulocytes (LFR). Fraksi retikulosit imatur (IFR) didefinisikan sebagai
penjumlahan HFR dan MFR (Gambar 1B). nilai IFR memprediksi informasi awal
mengenai evaluasi respon sumsum tulang terhadap anemia, karena peningkatannya terjadi
beberapa hari lebih awal sebelum peningkatan jumlah retikulosit absolut. 4 Ratio retikulosit
terhadap persentasi IRF (Ret/IRF) telah dilaporkan meningkat pada sperositosis herediter
(HS) sesuai dengan pedoman mengenai gangguan membran.5

Sperositosis herediter merupakan penyakit heterogen dengan berbagai defek


molekuler, yang menyebabkan abnormalitas pada hubungan vertikal antara membran
skeleton dan lipid bilayer. 6 Gambaran eritrosit patologis atau sperosit digunakan pada
pemeriksaan yang berbeda untuk mendiagnosis HS. Saat ini, ikatan eosin-5-maleimide
(EMA) pada flow cytometry merupakan pemeriksaan skrining awal di laboratorium.
Meskipun pemeriksaan ikatan EMA memiliki sensitivitas yang sangat baik, namun pada
kasus jarang memberikan hasil normal pada HS.5 Pemeriksaan ini dapat dilengkapi dengan
pemeriksaan fragilitas osmotik, yang sulit untuk dilakukan, dan memiliki sensitivitas dan
speisfisitas yang rendah.7 Namun, pemeriksaan fragilitas osmotik dengan flow cytometry
terus berkembang dan dapat menjadi pemeriksaan alternatif yang menjanjikan. 8 Selain itu,
sodium dodecyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) juga telah
diimplementasikan dalam diagnosis kasus atipikal dan membedakan HS dari
diseritropoietik anemia kongenital tipe II atau congenital dyserythropoietic anemias type II
(CDA II).5 Selain EMA, pemeriksaan lain memiliki sensitivitas rendah untuk HS ringan.
Saat ini, salah satu pemeriksaan terbaik yang tersedia adalah ektacytometry gradien
osmotik, yang hanya tersedia di laboratorium terspesialisasi. Pemeriksaan ini memiliki
keuntungan dalam menghasilkan profil deformabilitas yang jelas untuk beberapa tipe
kelainan eritrosit seperti eliptositosis herediter, piropoikilositosis herediter, stomatositosis
terdehidrasi, ovalositosis Asia Tenggara, dan CDA II.5 Pemeriksaan ini merupakan satu-
satunya pemeriksaan yang efektif untuk mendiagnosis seluruh kasus, termasuk bentuk
ringan dan asimtomatik. Diagnosis defisiensi piruvat kinase ditetapkan berdasarkan anemia
neonatal dengan retikulositosis, dan pemeriksaan konfirmasi membutuhkan pemeriksaan
enzim langsung, yang dapat menentukan kadar piruvat kinase dalam eritrosit.

Kami menilai bahwa parameter eritrositik yang tersedia pada pemeriksaan


hematologi bermafaat dalam mendeteksi kelainan eritrosit tertentu dari hitung darah
sederhana dengan hitung retikulosit. Kami meneliti hitung darah, retikulosit, dan prameter
yang telah dijelaskan sebelumnya pada 182 pasien dengan kelainan hemolitik: sickle cell
disease, sickle cell trait, thalassemia-β minor, defisiensi glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD), defisiensi piruvat kinase, HS, dan membranopati lainnnya. Karena
penurunan rasio luas permukaan membran terhadap volume, HS memiliki perhatian khusus
dan sehingga kami menginklusikan 47 pasien, yang dikelompokkkan menjadi anemia berat,
anemia sedang atau tanpa anemia berdasarkan kadar hemoglobin. Pasien defisiensi zat besi
dan pasien rutin dari rumah sakit kami (rawat inap atau rawat jalan) juga diinklusikan untuk
perbandingan. Tujuan penelitian ini adalah (a) untuk menentukan nilai rerata parameter
eritrosit pada pasien dengan kelainan eritrosit, (b) untuk mengidentifikasi parameter
pembedaa atau kombinasi parameter yang dapat digunakan untuk skrining sistematik pada
analisis sel darah otomatis, dan (c) untuk mengevaluasi reliabilitasnya pada skrining
spesifik penyakit ini. terakhir, kami menggunakan alat skrining yang mudah digunakan
untuk HS dan defisiensi piruvat kinase dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas tinggi
untuk penyakit hemolitik lainnya

2. BADAN DAN METODE

2.1 Subjek

Kami menginklusikan 182 sampel dari pasien dengan kelainan eritrosit di Rumah Sakit
Universitas Rouen. Seluruh diagnosis dikonfirmasi oleh data klinis dan laboratorium.
Pasien HS (n=27) didiagnosis dengan eosin-5′-maleimide assay (EMA) menggunakan flow
cytometry (n=28) dan/atau pemeriksaan fragilitas osmotik (n-24). Diagnosis HS
diklasifikasikan menjadi HS berat (Hb <8 g/ dL; n = 9), HS sedang (Hb 8-12 g/dL; n = 25),
atau HS tanpa anemia(Hb >12 g/dL; n = 13). 2 pasien HS yang diinklusikan dalam
penelitian menjalani splenektomi sebelumnya. G6PD dan defisiensi piruvat kinase (n=23
dan 17, masing-masingnya) didiagnosis berdasarkan aktivitas enzim yang rendah pada
kedua sampel. Pada pasien defisiensi piruvat kinase, 10 pasien sudah menjadlani
splenektomi. Talasemia beta minor (n=30) dikonfirmasi melalui elektroforesis HPLC
(Variant II, Bio-Rad, Richmond, CA) dan iso-elektrofokalisasi. Sickle cell trait (n=28) dan
sickle cell disease (n=30) dikonfimasi melalui elektroforesis HC, iso-elektrofokalisasi, dan
pemeriksaan Itano. Membranopati juga menginklusikan: satu pasien stomatositosis, satu
pasien elliptositosis herediter, dan satu piropoikilositosis herediter. 33 pasien dengan
defisiensi zat besi juga diteliti, seluruhnya dengan kadar feritin serum dibawah 10 ug/L
(Cobas E601; Roche Diagnostics, Meylan, Prancis). Terakhir, sebuah kelompok kontrol
dtambahkan dengan 489 sampel dimana dilakukan pemeriksaan hitung retikulosit (Tabel
S1)

2.2 Analisis darah otomatis

Darah dikumpulka menggunakan tabung EDTA K2. Seluruh sampel dianalisis dalam waktu
6 jam setelah pengambilan darah, sesuai dengan pedoman laboratorium. Pemeriskaan
dilakukan menggunakan Sysmex XE-5000. Parameter penelitian diantaranya adalah
hemoglobin Hb; g/dl), mea corpuscular volume (MCV; fl), mean corpusuclar hemoglobin
concentration (MCHC; g/dl), retikulosit (x109/L), IRF (%), MicroR (%), dan %HypoHe
(Tabel 1). MicroR dan HypoHe merupakan parameter eksklusif dari Sysmex (Kobe,
Jepang)

2.3 Metode statistik

Seluruh analisis statistik dilakukan menggunakan XLSTAT, analisis data dan solusi
statistik untuk microsoft excel, version 2014.5.03 (Addinsoft, Paris, France). Parameter
berikut ini dihitung pada seluruh sampel: rasio Ret/IRF dan rasio MicroR/HypoHe. Kurva
receiver operating disusun menggunakan XLStat. Student t test digunakan untuk
membandingkan parameter yang diteliti. Nilai P ≤ 0.05 dianggap mengindikasikan
perbedaan yang signifikan antar kelompok.

3. HASIL

3.1 Sperositosis herediter

Seluruh kasus HS menunjukkan hitung retikulosit diatas 80 x 10 9/L. Seperti yang


diperkirakan, hitung retikulosit lebih tinggi pada HS berat dan sedang dibandingkan HS
tanpa anemia (Gambar 2). Nilai MCHC seringkali berada pada batas atas range normal atau
meningkat pada HS.5 Tidak dapat dibedaka pada kelompok ini dan secara khusus tidak
berbeda antara HS berat/sedang dengan pasien kontrol. Namun, nilai MCHC lebih dari 34
g/dl pada seluruh pasien HS tanpa anemia (rerata = 35 g/dl). Rasio Ret/IRF lebih dari 9.1
pada seluruh kasus HS dan secara khusus meningkat pada HS tanpa anemia dan HS sedang
(rerata = 37.1 dan 22.8, masing-masingnya). MicroR meningkat secara khusus pada kasus
HS sedang dan berat (rerata =9.3, seluruh pasien ≥3.5). nilai Ret/IRF tampak sebagai
parameter yang paling baik dalam membedakan HS dengan kelainan eritrosit lainnya,
namun parameter tambahan dibutuhkan untuk mengeksklusikan defisiensi piruvat kinase,
yang menunjukkan nilai Ret/IRF yang sama-sama tinggi, dan beberapa pasien kontrol atau
dengan kelain eritrosit lainnya.

3.2 Defisiensi piruvat kinase


Kasus defisiensi piruvat kinase menunjukkan nilai rerata retikulosit tertinggi (591.3 ×
109/L), dan seluruh 17 pemeriksaan diatas 150 × 109/L. rasio Ret/IRF meningkat pada
defisiensi piruvat kinase (rerata = 36.2) dibandingkan dengan HS tanpa anemia,
menunjukkan bahwa parameter ini juga dapat digunakan untuk skrining defisiensi piruvat
kinase. Selain itu, berkebalikan dengan HS, nilai MicroR dan HypoHe tidak meningkat
pada defisiensi piruvat kinase (rerata MicroR =1.0, <1.5 kecuali 1 pasien , rerata %HypoHe
= 0.6) pasien defisiensi piruvat kinase memiliki nilai MicroR terendah dibandingkan
seluruh kelompok. parameter ini memiliki kelebihan dalam mengidentifikasi pasien
defisiensi piruvat kinase dan membedakannya dari pasien HS

3.3 Kelainan erirosit lain

Pasien dengan sickle cell disease menunjukkan peningkatan sedang pada hitung retikulosit
(rerata= 215.4 x 109/L) yang berhubungan dengan tingginya nilai IRF (rerata =24.8%).
Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, karena proporsi sickle cell yang bervariasi
sebelumnya, hasil MicroR heterogen namun mencapai nilai diatas 40% pada 6 pasien.

Telah diperkirakan bahwa, 29/30 pasien dengan talasemia beta minor menunjukkan
mikrositosis (rerata 65.2 fl)

MicroR meningkat pada seluruh pasien dengan mikrositosis, dan nilai reratanya
lebih tinggi dibandingkan kelompok lain (41%). %HypoHe juga meningkat pada sebagian
besar pasien talasemia beta minor (>0.9 pada 26/30 pasien, rerata = 18.1) namun lebih
tinggi pada kelompok pasien dengan defisiensi besi (>0.9 pada sleuruh pasien; rerata =
30.4). terakhir, rasio MicroR/%HypoHe membantu membedakan talasemia beta minor dari
defisiensi besi (rerata = 4.5 untuk talasemia beta minor, rerata = 1.2 untuk defisiensi pesi,
p<10e-4)

3.4 Strategi skrining HS

Dengan mengkombinasikan parameter yang telah disebutkan sebelumnya, kami meranvang


strategi skrining spesifik yang bertujuan mendeteksi pasien HS, termasuk 5 parameter
pemeriksaan darah: kadar hemoglobin, hitung retikulosit, IRF, MicroR dan % HypoHe.
Skrining primer didasarkan pada tingginya hitung retikulosi dengan tingginya nilai rasio
Ret/IRF. Selain itu, kami menggunakan MicroR atau MicroR/%HypoHe yang tinggi,
tergantung pada kadar hemoglobin, untuk membantu mengeliminasi kasus non HS dan
defisiensi piruvat kinase. Analisis kurva receiver operating characteristic (ROC)
digunakan untuk menentukan batas optimal untuk mencapai sensitivitas 100% pada tiap
parameter. Sehingga, sampel dianggap HS jika (a) hitung retikulosit lebih dari 80x109/L,
(b) jika rasio Ret/IRF lebih dari 9.1, dan (c) jika Hb <12 g/dl, MicroR >2.2%; jika Hb
>12g/dl, MicroR/HypoHe ≥3.5 (Tabel 2)

Kriteria skrining ini dievaluasi melalui pemeriksaan seluruh sampel pada penelitian
ini. seluruh 47 pasien HS secara akurat diidentifikasi. Tercatat 13 dari 30 pasien dari
kelompok sickle cell disease (43.4%). Pada kelainan eritrosit lain, 3 talasemia beta mminor,
1 defisiensi G6PD, dan 1 pasien defisiensi piruvat kinase juga ditemukan. Pada kelompok
kontrol, 34/489 (7%) tercatat berpotensi mengalami HS. 2 pasien memiliki HS sedang yang
dikonfirmasi melalui data klinikobiologis dan pemeriksaan EMA positif dan 10 pasien
dengan sickle cell disease yang telah diketahui sebelumnya dari rumah sakit kami.
Terakhir, pemeriksaan ini memberikan 100% sensitivitas dan 92.1% spesifisitas untuk
mendeteksi HS pada analisa darah otomatis

3.5 Strategi skrining defisiensi piruvat kinase

Selanjutnya, kami merancang alat skrining untuk mengidentifikasi defisiensi piruvat kinase
menggunakan parameter yang sama. Kami menganggap defisiensi piruvat kinase
berhubungan dengan hitung retikulosit dan rasio Ret/IRF yang tinggi, namun MicroR dan
MicroR/%HypoHe yang renda dibanding kelainan eritrosit lainnya. Selain itu, dengan
mengikuti analisis kurva ROC, sampel dianggap defisiensi piruvat kinase jika (a) hitung
retikulosi lebih dari 150 x 109/L, (b) rasio Ret/IRF lebih dari 9.5, (c) MicroR <5.5% dan (d)
MicroR/%HypoHe <6 (Tabel 3)

Seluruh 17 pasien defisiensi piruvat kinase dalam penelitian ini secara akurat
diidentifikasi menggunakan kriteria ini. Pada kelainan eritrosit lainnya, 2 HS sedang, 1 HS
tanpa aneia, 2 defisiensi G6PD, 1 sickle cell disease dan 1 membranopati (stomatositosis)
sesuai dengan kriteria. Pada kelompok kontrol, 19/489 pasien (3.9%) ditemukan berpotensi
defisiensi piruvat kinase, termasuk 6 pasien sickle cell disease yang telah diketahui
sebelumnya memiliki defisiensi piruvat kinase. Pemeriksaan aktivitas enzim piruvat kinase
dan G6PD dilakukan pada 2 sampel dengan kecurigaan defisiensi piruvat kinase
berdasarkan data klinikobiologi, namun aktivitas piruvat kinase normal. Terakhir, strategi
ini memberikan sensitivitas 100% dan spesifisiatas 99.5% untuk mendeketsi defisiensi
piruvat kinase berdasakan analisis darah otomatis

4. PEMBAHASAN

Selama beberapa tahun, analisator hematologi memberikan akses untuk parameter lanjut,
dimana manfaat klinisnya masih harus ditetapkan. Diantara parameter yang tersedia pada
Sysmex XE-5000, kami terfokus pada parameter eritrosit berikut: fraksi retikulosit imatur,
%HypoHe, yang mengindikasikan persentasi eritrosit hipokromik, dan microR, yang
mengindikasikan persentasi sel eritrosit mirkositik. Penelitian ini menunjukkan bahwa
deteksi HS dan defisiensi piruvat kinase dapat dikakukan dengan sensitivitas yang baik
melalui pemeriksaan darah dengan retikulosit dengan menggunakan kombinasi 5
parameter: kadar hemoglobin, hitung retikulosit, IRF, MicroR, dan %HypoHe

Metode yang berbeda telah dijelaskan untuk mengidentifikasi pasien HS pada


pemeriksaan hematologi. Metode yang telah dikenal adalah peningkatan nilai MCHC yang
menggambarkan dehidrasi eritrosit (Christensen et al9). Namun, dalam penelitian ini,
MCHC bukanlah merupakan parameter akurat untuk mengidentifikasi HS. Karea
Christensen et al menggunakan analisator Beckman Coulter LH750 dalam penelitiannya,
kami bersaumsi bahwa analisator yang berbeda dapat menjelaskan perbedaan ini.
sebaliknya, pendekatan lain yang terbatas pada teknologi yang berbeda juga telah
dijelaskan: Broseus et al10 menunjukkan bahwa delta antara MCV (mean corpuscular
volume) dan MSCV (mean sphered cell volume)meningkat pada pasien HS dengan
menggunakan analisator Beckman Coulter LH750. Cynober et al11 menunjukkan bahwa
persentasi sel hiperdens >4% dapat digunakan untuk membedakan HS dari subjek kontrol
secara efektif dengan menggunakan analisator Siemens ADVIA, yang menggambarkan
dehidrasi eritrosit pada patologi ini. yang lebih terbaru, sebuah penelitian dilakukan oleh
Mullier et al12 pada analisator Sysmex XE pertama kali menjelaskan peningkatan rasio
Ret/IRF, sehingga dimasukkan dalam pedoman untuk diagnosis laboratorium gangguan
membran eritorist herediter.5 Penleitian ini melaporkan nilai prediktif positif atau positive
predictive value (PPV) 75% dan nilai prediktif negatif atau negative predictive value (NPV)
100% sebagai alat skrining. Namun, penelitian ini menginklusikan pasien dengan
prevalensi HS secara retrospetik dan inkonsisten, sehingga tidak sesuai untuk menghitung
PPV dan NPV. Surat editor oleh Persjin et al 13 menekankan bahwa performansi alat
skrining ini lebih rendah di rumah sakit universitas mereka, kemungkinan karena patologi
yang lebih berat.

Skrining HS otomatis yang kami kembangkan sensitivitas 100%, bahkan pada kasus
tanpa anemia, dan dapat bermanfaat dalam mendeteksi pasien yang asimtomatis atau tidak
memiliki riwayat (pola pewarisan resesif atau mutasi de novo). Dari sisi fisiopatologis, nilai
MicroR meningkat pada pasien HS, sehubungan dengan hilangnya vesikel lipid pada
eritorist patologis yang menyebabkan ukuran eritrosit lebih kecil. 6 Hal ini melepaskan
mikroparkitel bebas skeleton, yang menyebabkan penurunan rasio luas permukaan
membran terhadap volume. Parameter hemamtologi lanjut memiliki kelebihan pada
karakteristik ini, karea pasien HS datang dengan rasio MicroR/%HypoHe yang tinggi.
Sehingga, alat skrining yang dirancang efektif untuk mengidentifikasi seluruh 47 pasien HS
pada penelitian ini. pada kasus positif palsu dari kelompok kontrol, 10/34 (29.5%)
menunjukkan sickle cell disease, yang menunjukkan bahwa kombinasi alat skrining dengan
analisis apusan darah serta konteks klinikobiologis dapat meningkatkan spesifisitas. Alat
skrining ini juga efektif pada 5/5 anak berusia kurang dari 2 tahun dengan HS dan
membantu eteksi dini HS pada hitung darah pertama sebelum muncul adanya komplikasi
(krisis aplastik karena infeksi provirus B19, batu empedu, dll) dan membantu
menatalaksana pasien dengan HS

Sepengetahuan kami, ini merupakan alat skrining pertama yang diajukan untuk
defisiensi piruvat kinase. Defisiensi piruvat kinase merupakan defek glikolitik yang oaling
sering yang menyebabkan anemia hemolitik nonsferositik kongenital. Defisiensi piruvat
kinase sering tidak terdiagnosis karena prevalensinya yang rendah (51 dari 1 juta populasi
berdasarkan mutasi PK-LR tersering14,15), pola pewarisan resesif, dan tidak adanya riwayat
orangtua. Disamping itu, misdiagnosis sering terjadi pada pasien defisiensi piruvat kinase.
Pada pasien dalam penelitian ini, seluruh pasien dengan defisiensi [iruvat kinase
menunjukkan hitung retikulosit yang tinggi dengan peningkatan rasio Ret/IRF. Piruvat
kinase mengubah phospohoe-nolpyrvate menjadi piruvat, yang menghasilkan 50% total
ATP eritrosit.16 Defisiensi ATP eritrositik pada defisiensi piruvat kinase mempengaruhi
membran eritorist pada pompa Na+/K+ dependen ATP yang dapat menyebabkan mofifikasi
pewarnaan fluorosen pada eritrosit patologis dan menjelaskan rasio yang tinggi antara
hitung retikulosit dan IRF. Terakhir, makrositosis ditemukan pada 50% kasus defisiensi
piruvat kinase , sehubungan dengan retikulositosis.

Data lain menunjukkan bahwa MicroR berpotensi dapat mendeteksi talasemia beta
minor pada pasien, namun analisis kurva ROC mendukung bahwa MCV merupakan
penanda yang lebih baik (AUC=0.89 dan 0.92, masing-masingnya, Gambar S1). Rasio
MicroR/%HypoHe tidak cukup akurat untuk membedakan talasemia beta minor dengan
defisiensi besi, dan indeks parameter multipel telah secara khusus dijelaskan dalam hal ini
dengan hasil yang bervariasi.17,18

Kesimpulannya, kami mengajuka pendekatan skiring yang murah, mudah dan


sangat efektif dalam mendeteksi HS dan defisiensi piruvat kinase dengan menggunakan
analisator Sysmex. Alat skrining ini menghasilkan hasil yang secara substansial lebih baik
dibandingkan hanya menggunakan 1 parameter (Tabel S2 dan S3). Dibutuhkan juga
pemeriksaan retikulosit, yang seharusnya dilakukan pada anemia berat atau yang tidak
dapat dijelaskan atau pada kasus dengan gejala hemolisis. Metode ini juga terbukti efektif
pada HS tanpa anemia dan anak dibawah 3 tahun. Ini merupakan pertama kalinya dimana
parameter hitung darah diajukan untuk mendiagnosis defisiensi piruvat kinase . Pendeketan
ini dapat secara mudah diintegrasikan pada sistem komputer laboratorium untuk
mencetuskan peringatan otomatis ketika sampel memenuhi kriteria. Tinjauan sistematis
apusan darah dikombinasikan dnegan data klinikobiologi pada kasus ini membantu
memutuskan apakah pemeriksaan lebih lanjut untuk penegakan diagnosis HS dan defisiensi
piruvat kinase dibutuhkan. Alat skrining ini dapat mengintegrasikan pendekatan diagnostik
dalam membantu meningkatkan kasus terdiagnosis pada kelainan yang seringkali terlewat
ini, membantu mencegah komplikasi dan berperan dalam penanganan pasien yang lebih
baik.
GAMBAR 1. Parameter yang diteliti: (A) MicroR dihitung pada hitung eritrosit dengan
menilai distribusi ukuran sel dan ditetapkan sebagai proporsi eritrosit kurang dari 60 fl. (B)
RET channel analisator hematology Sysmex: pada aksis x, intensitas fluorosens (SFL)
dihitung berdasarkan jumlah sel pada asam nukleat yang disusun secara ascending, dimana
pada aksis y, ukuran sel disusun secara ascending. Nilai IRF merupakan penjumlahan fraksi
retikulosit dengan fluoresen medium (MFR) dan fluorosens tinggi (HFR). %HypoHe
dihitung pada saluran retikulosit dan didiefinisikan sebagai sel hipohemoglobin dibawah 17
pg.
Tabel 1. Indeks eritrosit pada populasi penelitian berdasarkan kelompok penelitian
Kontrol (n=489) HS berat (n=9) HS sedang (n=25) HS tanpa anemia Defisiensi G6PD (n=23)
(n=13)
Hb (g/dL) 10.5 ± 2.4 0. 6.8 ± 0.6 0.2 9.7 ± 1.0 0.2 14.9 ± 1.3 0.3 11.4 ± 2.2 0.4
1
MCV (fL) 87.6 ± 9.7 0. 79.2 ± 4.0 1.3 81.3 ± 6.5 1.3 88.4 ± 7.0 1.7 87.1 ± 10.3 2.1
4
MCHC 33.1 ± 1.9 0. 31.9 ± 1.6 0.5 33.9 ± 1.8 0.4 35.8 ± 1.0 0.3 33.7 ± 1.9 0.4
(%) 1
Ret (G/L) 76.1 ± 68.0 3. 287.1 ± 30.6 10.2 274.3 ± 109.9 21. 177.7 ± 27.1 81.7 ± 62.5 13.0
1 8 111.6
IRF (%) 13.2 ± 9.4 0. 21.6 ± 4.5 1.5 13.0 ± 5.5 1.1 6.5 ± 5.4 1.3 11.6 ± 7.1 1.5
4
Ret/IRF 7.9 ± 8.4 0. 13.6 ± 2.2 0.7 22.8 ± 10.8 2.0 37.1 ± 18.7 4.5 9.2 ± 7.9 1.7
4
MicroR 6.1 ± 11.1 0. 22.6 ± 5.5 1.8 15.1 ± 7.1 1.4 3.9 ± 2.7 0.6 4.6 ± 4.6 1.0
(%) 5
%HypoHe 3.7 ± 9.5 0. 11.5 ± 4.0 1.3 4.1 ± 3.1 0.6 0.4 ± 0.3 0.1 2.5 ± 4.6 1.0
4
MicroR/ 3.6 ± 3.2 0. 2.3 ± 1.3 0.4 4.4 ± 2.0 0.4 9.3 ± 6.1 1.5 3.3 ± 1.9 0.4
1

Defisiensi PK (n = β-thalassemia Sickle cell trait (n = Sickle cell disease (n Membranopati (n = 3) Defisiensi besi (n=33)
17) minor (n = 30) 28) = 30)
9.1 ± 1.9 0.4 11.3 ± 1.8 0.3 12.5 ± 1.4 0. 9.1 ± 2.0 0. 11.9 ± 0.8 0.4 8.2 ± 2.1 0.
3 4 4
102.4 ± 2.3 65.2 ± 9.9 1.8 78.0 ± 7.2 1. 75. ± 10. 1. 91.7 ± 6.6 3.8 71. ± 11.2 1.
9.6 4 7 6 9 3 9
32.6 ± 1.5 0.4 33.2 ± 1.3 0.2 33.8 ± 1.4 0. 34. ± 1.6 0. 33.2 ± 2.2 1.3 29. ± 2.2 0.
3 6 3 9 4
591.3 ± 85.9 62.7 ± 27.1 5.0 49.1 ± 22. 4. 215.4 ± 19 125.4 ± 51. 63. ± 35.4 6.
354.1 5 3 106.1 .4 88.7 2 1 2
16.5 ± 8.2 2.0 10.2 ± 5.3 1.0 9.6 ± 7.4 1. 24. ± 10. 1. 11.7 ± 4.5 2.6 19. ± 8.6 1.
4 8 6 9 9 5
36.2 ± 15.4 3.7 7.5 ± 4.6 0.8 7.6 ± 5.4 1. 9.6 ± 6.1 1. 10.7 ± 5.1 2.9 3.3 ± 1.1 0.
0 1 2
1.0 ± 1.2 0.3 41.1 ± 27.4 5.0 10.3 ± 9.0 1. 23. ± 17. 3. 10.5 ± 6.3 29. ± 21.5 3.
7 4 4 2 11.0 3 7
0.6 ± 1.2 0.3 18.1 ± 18.1 3.3 3.0 ± 4.1 0. 12. ± 13. 2. 10.9 ± 9.5 5.5 30. ± 24.2 4.
8 8 0 4 4 2
2.5 ± 1.4 0.3 4.5 ± 3.9 0.7 6.3 ± 4.2 0. 2.9 ± 2.2 0. 1.3 ± 0.7 0.4 1.2 ± 0.7 0.
8 4 1

Tabel 2. Alat skrining yang dioptimalisasi untuk sperositosis herediter


Parameter Nilai cut-off
1. Ret >80 g/l
2. Ret/IRF >9.1
3. MicroR (Hb <12 g/dl) >2.2%
3’ MicroR/HypoHe (Hb >12 g/dl ≥3.5
GAMBAR 2. Distribusi rasio Ret/IRF (rerata ± SEM) (A) MicroR (rerata ± SEM) (B) dan
MicroR/%HypoHe (rerata ± SEM) (C) pada HS berat (n = 9), HS sedang (n = 25), HS
tanpa anemia (n = 17), defisiensi G6PD (n = 23), defisiensi PK (n = 17), thalassemia beta
minor (n = 30), sickle cell trait (n = 28), sickle cell disease (n = 30), membranopati (n = 3),
defisiensi besi (n = 33), dan pasien kontrol (n = 489)

Tabel 3. Alat skrining yang dioptimalisasi untuk defisiensi piruvat kinase


Parameter Nilai cut-off
1. Ret >150 g/l
2. Ret/IRF >9.5
3. MicroR (Hb <12 g/dl) <5.5%
3’ MicroR/HypoHe (Hb >12 g/dl <6.0

Anda mungkin juga menyukai